Anda di halaman 1dari 62

PROSES

HEMATOPOESIS
DEFENISI HEMATOPOESIS
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel
darah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang
terjadi secara serentak.
Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan
jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan
sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel
darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah
yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.
REFERENSI
• Lauralee, Sherwood,. 2018 . Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem
edisi 8. Jakarta.EGC
Eritropoiesis
1 Definisi
Proses pembentukan eritrosit yang
terjadi di sumsum tulang hingga
Eritropoiesis terbentuk eritrosit matang/matur
dalam darah tepi.

dirangsang dirangsang

Hormon
Eritropoetin

• Mempercepat produksi eritrosit


• Mempercepat pematangan sel
• Memperpendek waktu sirkulasi
SIKLUS ERITROPOIESIS

RUBRIBLAST PRORUBRISIT

RUBRISIT

ERITROPOIESIS

METARUBRISIT

ERITROSIT RETIKULOSIT
ERITROSIT

• Bentuk : Bulat/agak oval (cakram bikonkaf)


• Warna : Merah
• Tidak mempunyai nukleus
• Memiliki masa hidup 120 hari atau 4 bulan
Ada 3 faktor yang
mempengaruhi eritropoiesis
a)eritropoietin
Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan
hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang
eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal
yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah
merah,yaitumerangsang proliferasi dan pematangan mereka.

b)kemampuan respon sumsum tulang (anemia ,


perdarahan)
c)intergritas proses pematangan eritrosit
Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah
masa hidup eritrosit habis (sekitar 120 hari).
Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi
Mekanisme fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membrane eritrosit sehingga menyebabkan
isi sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik
Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah
konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi protein
plasma lebih tinggi). Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik air” ke dalam plasma. Hal ini dapat
mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis
Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag.
Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibody. Mekanisme ini meruapakan salah
satu indikator adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis
Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini meruapakan indikator
Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin
Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan
cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar sehingga
mengakibatkan lisis osmotik juga.
Komponen eritrosit terdiri atas:
1.Membran eritrosit
2.Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden
Meyerhoff pathway: pyruvate kinase; dalam pentose
pathway:
enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase)
3.Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen.
Fungsi ERITROSIT

• Fungsi utama  menstransfer hemoglobin


• Fungsi lain :
• Mengedarkan O2 ke seluruh tubuh
• Berfungsi dalam penentuan golongan darah
• Berperan dalam sistem kekebalan tubuh
• Melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin
terdeoksigenasi
REFERENSI

● Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology, 11 ed. USA: Elsevier;2006.

● Sherwood L. Human Physiology, 7 ed. USA: Cengage Learning; 2010.


PATOFISIOLOGI PUCAT
DAN IKTERIK
PATOFISIOLOGI PUCAT
• Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang
terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi
dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin
beta. p rantai globin alpha dan rantai globin beta. produksi rantai
rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin
yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya rantai globin beta
mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan dan akan saling
mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah
merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah
rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat
atau anemia atau kadar Hbnya rendah.
• secara umum dapat dilihat mekanisme pucat sebagai berikut:
• Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin
dikromosom 11 atau16)>Tidak terbentuknya salah satu atau kedua
rantai globin >Rantai B tidak terbentuk peningkatan relative rantai
alpha> rantai alpha berikatan dengan rantai y membentuk HbF(a2y2)
>peningkatan HbF > mengendap di membran (Heinz bodies) > RBC
mudah dihancurkan Penurunan jumlah hemoglobino (oksigenasi ke
perifer berkurang)> pucat
PATOFISIOLOGI IKTERIK
1. Prahepatik
• Terjadi bila terjadi gangguan sebelum bilirubin masuk ke hati.
Misalnya, hemolisis berlebihan pada darah yang melebihi
kemampuan normal hati untuk mengeksresikannya.Ikterus ini disebut
ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu
berlangsungnormal, tetapim suplai bilirubin tak trekonyugasi
melampaui kemampiuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak
terkonyugasi meningkat. Meskipun demikian, kadar biliribun
serumjarang melebihi 5 mg/100 ml pada penderita hemolitik berat,
dan ikterus yang timbulbersifat ringan, berwarna kuning pucat.
2. Hepatik
Terjadi karena adanya gangguan pada bagian dalam hati, yaitu
hepatosit. Hal ini mneyebabkan kurangnya kapasitas hati untuk
menampung beban normal bilirubin. Hal in terjadi bisa karena Ikatan
bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis. Atau bisa juga karena
peradangan hati atau hepatitis. Hepatitis menyebabkan hepatosit tidak
bekerja secara normal sehinggafungsinya untuk mengkonjugasi
berkurang. Bilirubin kembali masuk ke peredaran daransehingga
membuat kulit dan organ dalam menjadi kuning.
3. Pascahepatik
• Gangguan terjadi setelah bilirubin terkonjugasi dan keluar dari
hepatosit. Gangguan inipaling sering terjadi karena obstruksi saluran
pengeluaran. Pada kasus hepatitis, selain mengalami gangguan intrasel,
peradangan sel disekitar kanakuli juga dapat membuatkanakuli
menyempit dan tidak mampu mengekskresikan bilirubin direct yang
sempatterbentuk. Peradangan juga dapat terjadi di saluran duktus
choledocus.Selain peradangan, batu empedu juga dapat menyebabkan
tersembatnya saluran. Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran
empedu dari kandung empedu, danmenyebabkan nyeri (kolik bilier)
atau peradangan kandung empedu (kalesistitis).
REFERENSI
• Anggraini, H. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Ikterus pada Neonatal.Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan,
Vol. 2 No. 1
• Siska. (2017) .Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Pada Remaja
Putri. Jakarta. Diakses pada 26 April 2019
Etiologi dan Faktor Resiko
Thalasemia
Etiologi Thalasemia
• Etiologi thalassemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan
secara autosomal resesif.
• Etiologi terjadinya thalassemia alfa dan beta adalah genetik. Penyakit
ini diturunkan dari orang tua secara autosomal resesif. Suatu kondisi
autosomal resesif menyatakan bahwa diperlukan kedua kopi gen dari
orang tua untuk munculnya penyakit yang diderita.
Faktor Resiko Thalasemia
• Faktor Genetik
• Faktor Ras dan Etnis. Misalnya, kelainan darah ini akan lebih umum
dialami oleh orang-orang Asia, Mediterania, dan keturunan Afrika-
Amerika
Referensi
•  Aster JC, Bunn HF. Pathophysiology of blood disorders. 2nd ed. New
York: McGraw Hill Education; 2017
• Herman M, Chaudhry S. Thalassemia [Internet]. McMaster
Pathophysiology Review; 2017 Available from:
http://www.pathophys.org/thalassemia/
KLASIFIKASI
THALASEMIA
KLASIFIKASI :

1. MAYOR

2. MINOR

3. INTERMEDIA
1. THALASEMIA MAYOR
Talasemia mayor adalah keadaan klinis Talasemia yang paling berat. Pasien
membutuhkan transfusi darah sejak tahun pertama pertumbuhan pada
rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai seumur hidupnya. Gejala
Talasemia mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan
bayi atau setidaknya pada bawah tiga tahun (batita).
Gejala awal :

Keadaan pucat pada kulitnya terlihat pada bagian telapak tangan, mata bagian kelopak mata sebelah
dalam, daerah perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun bayi akan terlihat lebih lemas, tidak
begitu aktif, dan tidak bergairah menyusu

Gejala lainnya :

● Ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan

● Pucat

● Ikterus

● Hepatosplenomegali

● Perubahan tulang yang disebabkan oleh perluasan sumsum tulang


2. THALASEMIA MINOR

Talasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits, pembawa
mutan, atau karier Talasemia. Karier Talasemia tidak menunjukan gejala
klinis semasa hidupnya. Hal ini bisa dipahami karena abnormalitas gen
yang terjadi hanya melibatkan salah satu dari dua kromosom yang
dikandungnya.
3. INTERMEDIA
Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama dengan
Talasemia mayor, namun lebih ringan dari Talasemia mayor. Pasien
intermedia tidak rutin dalam memenuhi transfusi darah nya. pada
keadaan tertentu, keadaan intermedia dapat jatuh ke keadaan mayor jika
tubuh mengeluarkan darah yang cukup banyak, atau tubuh memerlukan
metabolisme yang tinggi. Umumnya penderita dengan kelainan ini cukup
sehat dan hanya membutuhkan transfusi darah pada saat terjadinya
infeksi.
TYPE FEATURES CONCLUSIONS

TYPE 1 Mercury is the smallest planet Saturn has several rings

Pluto is considered a dwarf


TYPE 2 Jupiter is the biggest planet
planet

Mars is actually a very cold


TYPE 3 Venus has a beautiful name
place
REFERENSI :

1. Rujito L. Buku Referensi. Talasemia : Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini. Universitas
Jenderal Soedirman. 2019.
2. Joyce Regar, (2009). Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 3, November 2009
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/VI/201 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Pelayanan
Pengobatan Thalassaemia. Jakarta.
4. Asada N, Takeishi S, Frenette PS. (2017). Complexity of bone marrow hematopoietic stem cell
niche. International Journal of Hematology. 2017.
Patofisiologi
• HbA / α2β2, terdiri dari heme yang digabungkan dengan dua rantai. α
-globin dan dua β-globin.
• Pada kromosom 16, setiap untai DNA memiliki dua gen α -globin,
sedangkan kromosom 11 memiliki satu pasang gen. β-globin.
• Namun demikian, keluaran rantai globin dari gen-gen ini sangat cocok
untuk menghasilkan HbA secara efektif.
• Pada sindrom thalassemia, mutasi yang mempengaruhi salah satu gen
mempengaruhi produksi seimbang rantai α -globin dan β-globin,
mengakibatkan penurunan hemoglobin dan berbagai tingkat anemia.
• Pada Thalassemia beta, pembuatan rantai beta sangat terhambat.
Sebagai kompensasi dibuat rantai gama dan delta, tetapi kompensasi
ini tidak mencukupi, sehingga kadar hemoglobin turun
• Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa
denaturasi dan presipitasi di dalam sel darah merah (Heinz bodies/
inclusion bodies).

• Heinz bodies menimbulkan kerusakan pada membran sel yang


menjadi lebih permiabel, sel mudah pecah(hemolisis)
terjadi anemia hemolitik.
• Normoblast di sumsum tulang juga mengalami pembentukan
”inclusion bodies” dan terjadi perusakan oleh sel-sel RES (ineffective
erythropoiesis).
• Kelebihan rantai alfa akan mengurangi stabilitas gugusan hem,
dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi
hemoglobin dan membran sel dan berakibat suatu hemolisis dan juga
berlaku untuk thalassemia alfa.
Daftar Pustaka
Viprakasit V, Origa R. Thalassaemia. Dalam: Porter J (ed). Buku Guidlines for
Management of Transfusion Dependent. Thalassaemia. Siprus: Thalassaemia
International Federation ; 2014.H.14-97.
Aster JC, Bunn HF. Pathophysiology of blood disorders. 2nd ed. New York:
McGraw Hill Education; 2017.
Herman M, Chaudhry S. Thalassemia. McMaster Pathophysiology 2018.
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSA
TALASEMIA
TALASEMIA

• Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh


kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk
sempurna
DIAGNOSA - ANAMNESIS
• The hallmark à pucat kronik atau berlangsung lama. Umumnya awitan terjadi pada awal usia
pertumbuhan yaitu 6 bulan sampai usia 2 tahunan
• Riwayat transfusi berulang; anemia yang berulang
• Riwayat keluarga dengan Talasemia dan transfusi berulang. Satu saudara lain yang
terdiagnosis Talasemia dapat menjadi catatan penting rekam medis.
• Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali, terutama pada kasus
anemia lama yang tidak mendapatkan transfusi.
• Etnis dan suku tertentu; angka kejadian Talasemia lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara.
• Gen penyebab Talasemia paling banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-
8%, dan Makasar 8%. Namun dengan perkawinan antar suku dan pergerakan migrasi
penduduk memperluas sebaran kasus.
• Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat. Hal ini akibat disturbansi hormonhormon
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
PEMERIKSAAN FISIK

• Sklera tampak ikterik kekuningan akibat bilirubin yang meningkat.


• Facies Cooley seperti dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar,
maksila hipertrofi, maloklusi gigi.
• Hepatosplenomegali, akibat proses eritropoiesis yang berlebih dan destruksi sel
darah merah pada sistem retikuloendostelial (RES)
• Gagal tumbuh, periksa dengan mengukur TB dan BB kemudian bandingkan
dengan persentil anak normal lainnya
• Gizi kurang, perawakan pendek, pubertas terlambat akibat gangguan hormon
pertumbuhan karena deposit besi pada jaringan.
• Hiperpigmentasi kulit, akibat timbunan besi yang berlebih
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1) Darah perifer lengkap (DPL)


• Anemia atau kadar hemoglobin rendah dijumpai pada Talasemia mayor cukup berat
dengan kadar hemoglobin mencapai < 7 g/dL.
• Hemoglobinopati seperti Hb Constant Spring dapat memiliki MCV dan MCH yang
normal, sehingga nilai normal belum dapat menyingkirkan kemungkinan Talasemia trait
dan hemoglobinopati.
• Indeks eritrosit merupakan langkah pertama yang penting untuk skrining pembawa sifat
Talasemia (trait), Talasemia dß, dan High Persisten Fetal Hemoglobine (HPFH).
• Mean corpuscular volume (MCV) < 80 fL (mikrositik) dan mean corpuscular
haemoglobin (MCH) < 27 pg (hipokromik). Talasemia mayor biasanya memiliki MCV 50
– 60 fL dan MCH 12 – 18 pg.
• Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada Talasemia, dan juga pada anemia
defisiensi besi.
2. Gambaran Darah Tepi
• a) Pada Talasemia mayor hampir dapat ditemukan semua jenis kelainan eritrosit.
Anisositosis dan poikilositosis yang nyata (termasuk fragmentosit dan tear-drop),
mikrositik hipokrom, basophilic stippling, badan Pappenheimer, sel target, dan eritrosit
berinti (menunjukan defek hemoglobinisasi dan diseritropoiesis)
• b) Total hitung dan neutrofil meningkat. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat
ditemukan leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia.
• c) Pada Talasemia α terutama pada karier dan badan inklusi HbH (heinz body) dapat
ditemukan pada pemeriksaan. Badan iklusi ini terjadi akibat gambaran hemoglobin yang
terdenaturasi atau tidak aktif.
• d) Jumlah retikulosit menunjukkan aktivitas sumsum tulang. Pasien Talasemia memiliki
aktivitas sumsum tulang yang meningkat
REFERENSI

• Rujito L. (2019). Talasemia: Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini.


Purwokerto: Universitas Jenderal Soedierman Gd. Onsoed Press
• Anemia sideroblastik herediter - Symptoms, Causes and Cure -
pengobatan.org. (n.d.). Retrieved December 15, 2021, from
https://www.pengobatan.org/health-id/hereditary-sideroblastic-anemia
Diagnosa banding
thalassemia
• Anemia sideroblastik: 
Anemia sideroblastik adalah suatu kondisi yang terjadi ketika zat besi
dalam sel darah merah, tidak digunakan secara efektif dalam
memproduksi hemoglobin.  Anemia sideroblastik di sebabkan oleh
sumsum tulang yang menghasilakan sel darah imatur (sideroblas)
berbentuk cincin, bukannya kepingan cakram seperti sel darah merah
yang sehat(eritrosit).
Gejala: kuli memucat, penderita cepat mengalami lelah, sering
mengalami pusing, rasa letih, nyeri sendi  dan terjadi pembengkakan
limfa dan hati 
THALASSEMIA
• Anemia defisiensi besi 
Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia yang
disebabkan oleh kelainan metabolisme zat besi bisa didapatkan seperti
protein di danging segar. 
Gejala: 
1. Papil lidah atrofi l(seperti bintik bintik),
2. Kuku sendok, stomatitis angularis (seperti sudut mulut luka), 
3. vegetarian 
THALASSEMIA
• Anemia penyakit kronik 
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang menyertai penyakit
inflamasi, infeksi atau keganasan yang berlangsung lebih dari 1 atau 2
bulan. Ini juga bisa menyebabkan pe4radangan, seperti ifeksi,
penyakit autoimun, kanker, dan penyakit gagal ginjal kronis
Gejala: pucat, lemas, pusing, sesak nafas, denyut jantung yang cepat
dan nyeri dada
THALASSEMIA
• Leukemia
Leukimia merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat
dan progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh
sel primitif dab sek induk darah.
Gejala:
Demam, menggigil, tubuh terasa lelah ( walaupun sudah istirahat),
berat badan turun drastis, badan memar memar, perut terasa tidak
nyaman akibat organ hati dan limpa membengkok 
REFERENSI
• Cao A, Kan YW. (2013). The prevention of thalassemia. Cold Spring
Harbour Perspective Medecine. ;3(2):a011775. doi:
10.1101/cshperspect.a011775. PMID: 23378598; PMCID:
PMC3552345. 
•  Rujito L, Mulyanto J. (2019). Adopting Mass Thalassemia Prevention
Program in Indonesia: a Proposal. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia 10 (1), 1-4. Rujito L. (2019). 
• Talasemia: Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini. Purwokerto:
Universitas Jenderal Soedierman Gd. Onsoed Press
Tatalaksana
Tatalaksana

FARMAKOLOGI NON FAARMAKOLOGI


• Transfusi darah • Transplantasi susum tulang
• Terapi kelasi • Splenektomi
• Menerapkan Pola hidup sehat
Farmakologi
Transfusi Darah Berulang
• Bila hb < 8 gr % -> membutuhkan transfusi darah secara teratur
(setiap 2-4 minggu sekali).
• Hb dipertahankan daiatas 12 g/dl
• PRC : 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb1 g/dl
• perawatan ini tergolong mahal dan membawa risiko penularan infeksi
dan virus (seperti hepatitis).
Terapi kelasi
• mencegah kerusakan ini, dapat menggunakan terapi kelasi zat besi
untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh.Dua obat utama yang
digunakan dalam terapi kelasi besi untuk thalasemia adalah:
• Deferoxamine (injeksi subkutan)
• Deferasirox (1 x perhari)
NON FARMAKOLOGI
Transplantasi Sumsum Tulang
• Prosedur ini dilakukan untuk menggantikan sumsum tulang yang
terkena thalasemia.
• risiko prosedur ini cukup serius -> biasanya hanya dianjurkan pada
thalasemia yang sudah parah.
Operasi Pengangkatan Limpa
• Prosedur operasi pengangkatan limpa (splenektomi) -> limpa sangat
membesar -> memperparah anemia yang dialami penderita.
• Sebelum operasi, penderita melakukan vaksinasi terlebih dahulu,
seperti hepatitis B, pneumonia, dan meningitis.
Menerapkan Pola Hidup Sehat
• mengonsumsi makanan rendah lemak, sayuran, dan buah-buahan.
• membatasi makanan yang mengandung zat besi, seperti daging sapi dan ati
ayam.
• Olahraga secara rutin juga penting untuk dilakukan. Namun, sebaiknya
konsultasikan dulu ke dokter mengenai jenis olahraga yang aman serta
intensitasnya.
• Untuk melindungi diri dari infeksi, penderita dianjurkan untuk rajin mencuci
tangan dan membatasi interaksi dengan orang sakit. Perlindungan ini
dibutuhkan terutama untuk penderita yang sudah menjalani operasi
pengangkatan limpa.
Refrensi
• Hoffbrand,A. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. 2005.
• Robbins,dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.
KOMPLIKASI
THALASEMIA
1. Kelainan tulang
Tulang penderita thalasemia menjadi tipis dan rapuh (osteoporosis), sehingga
penderita berisiko untuk mengalami patah tulang. Kondisi ini terjadi akibat sumsum
tulang bekerja keras dalam menghasilkan sel darah, sehingga rongga sumsum
tulang melebar.
2. Pembesaran limfa
Kerusakan sel darah merah akibat thalasemia dapat menyebabkan limfa harus
bekerja lebih keras untuk menghancurkan sel darah yang rusak. Hal ini
mengkibatkan organ limfa semakin membesar (splenomegali). Jika limfa membesar,
bukan hanya sel darah rusak yang akan dihancurkan, melainkan juga darah yang
sehat dari pendonor.
3. Gangguan jantung
Thalasemia yang parah juga dapat menimbulkan gangguan jantung, seperti
gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal jantung.
4. Gangguan pertumbuhan
Thalasemia dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lambat. Selain itu,
anak juga akan terlambat mengalami pubertas.
Selain karena penyakitnya sendiri, komplikasi dapat terjadi akibat penanganan
thalasemia. Penderita thalasemia memerlukan transfusi darah secara berulang, dan
prosedur ini dapat menyebabkan penumpukan zat besi di dalam tubuh. Kondisi ini
akan menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh, seperti jantung, hati,
pankreas, atau tulang.
Refrensi
1. Rujito L, and Sasongko TH, (2018). Genetic Background of β Thalassemia
Modifier: Recent Update. Journal of Biomedicine and Translational Research,
vol. 4, no. 1, pp. 12-21, Jul.
2. Taher A, Weatherall D, Cappellini M. (2018). Thalassaemia. The Lancet. 2018
vol: 391 (10116) pp: 155-167
3. Brancaleoni, V. , Di Pierro, E. , Motta, I. and Cappellini, M. D. (2016), Laboratory
diagnosis of thalassemia. The International Journal of Laboratory Hematology.,
38: 32-40. doi:10.1111/ijlh.12527

Anda mungkin juga menyukai