Pertemuan ke tiga Permasalahannya : Sengketa yang terjadi di masyarakat membutuhkan penyelesaian
Antropologi Hukum sebagai Disiplin ilmu
yang mengkaji sengketa dan penyelesaiannya di masyarakat mencoba menjawab pemasalahan tersebut
Salah satunya adalah melalui pendekatan
Legal Plurasilm Bagaimana Pluralisme Hukum Itu ? Fenomena pluralisme hukum merupakan fakta hukum dalam masyarakat multikultural.
John Griffiths (2006) mendefinisikan pluralisme hukum sebagai suatu
situasi di mana dua atau lebih sistem hukum bekerja secara berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama.
Hooker (1975) menegaskan, dalam pluralisme hukum harus ada
interaksi antara berbagai hukum yang beragam itu.
Yang menjadikan pluralisme hukum penting untuk dikaji, bukanlah
karena keragaman sistem hukum itu, melainkan karena fakta dan potensinya untuk saling berkompetisi hingga menciptakan ketidakpastian. Cecilio (1988) menyatakan Hence, it is best to see the formal legal and informal legal modes not as dichotomies but as extremes of contiuum. They are not alternative modes that are exclusive of each other, but rather complementary process. Somewhere between these two extremes lies the merger of law and tradition, at most, or the recognition of tradition through law, at the very least Pandangan Pluralisme hukum dapat menjelaskan bagaimana hukum yang beraneka ragam bersama-sama mengatur suatu perkara. Banyak sarjana hukum sulit menerima hal
tersebut, padahal tidak dapat dipungkiri ada
sistem hukum lain disamping hukum negara. Griffith Membedakan dua Macam Pluralisme Hukum 1. Weak legal pluralism (teori Hooker tahun 1975 tentang Pluralisme hukum)
2. Strong Legal Pluralism (teori living law dari
Eugene Erlich, dll) Hierarki Peraturan Perundang- Undangan di Indonesia Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya yang terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Tugas Bagaimana dengan situasi keindonesiaan.