Anda di halaman 1dari 12

UU INTERNET DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK DIKAJI DARI POLITIK HUKUM


DAN SOSIAL BUDAYA

AULIA FARIS HUMAM


MUHAMMAD VIRGIAWAN
• Udang-udang ITE yang baru dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang disahkan pada oktober 2016 lalu
menjadi tombak dalam penanganan tidak kejahatan yang ada dalam
media sosial, hal tersebut merupakan salah satu pembaharuan hukum
yang dianggap perlu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
belum terselesaikan dengan baik.
• Dalam undang-undang tersebut terdapat perubahan dalam beberapa
Pasal, yaitu Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat
(3). Yang isinya membahas mengenai : perbaikan kata yang multitafsir
agar tidak ada kesalah pahaman dalam mengartikannya; menjelaskan
mengenai penurunan acaman hukuman pidana; melaksanakan putusan
dari Mahkamah Konstitusi; melakukan sinkronisasi dalam ketentuan
hukum yang ada dalam KUHP; adanya penghapusan ketentuan yang
dianggap menjadi pelanggaran dengan pengapusan informasi/ hak
untuk dilupakan; serta memperkuat peranan pemerintah dan
kewenangannya dalam memberikan perlindungan dalam
penyalahgunaan informasi dan transasksi elektronik.
• Pemerintah dengan kebijakannya mengeluarkan undang-undang yang
dikenal dengan undang-undang ITE yang bertujuan untuk menghadapi
persoalan persoalan yang muncul didalam masyarakat. Undang-undang
tersebut dibentuk melalui kesepakatan bersama dalam rapat paripurna
antara pemerintah dengan DPR. Hasil dari kesepakatan tersebut
mengandung amanat penting bagi masyarakat agar membangun etika
dalam penggunaan media sosial sehingga lebih berhati-hati dan bijak
dalam menggunakan media sosial (Rajab, 2018)
Robert H. Lauer berpendapat tingkat kehidupan sosial berkembang sangat
pesat beriringan dengan perubahan zaman sehingga berimbas pada
pergeseran norma-norma yang ada dalam masyarakat. Perubahan yang
dominan diantaranya dalam ranah norma sosial, interaksi sosial, nilai
sosial, organisasi sosial, pola prilaku, lapisan masyarakat, organisasi sosial,
hingga pada susunan wewenang dan kekuasaan (Saebani, 2016).
KAJIAN DARI HUKUM YANG BERDAMPAK CYBERCRIME

• Di era teknologi informasi pembentukan peraturan perundang-undangan


perlu dilihat dari berbagai aspek. Sebagai contoh pada ranah pemanfaatan
dan pengembangan jurudiksi dan konflik hukum, internet dan rule of law,
legalitas hukum mengenai dokumen dan tanda tangan elektronik, cara-cara
penyelesaian sengketa domain dan pengaturan conten, serta privasi dan
perlindungan konsumen,lebih lanjut mengenai cybercrime (Sujamawardi,
2018).
KAJIAN SOSIAL BUDAYA
• Menurut Soekanto (1980), munculnya berbagai teknologi
mengakibatkan adanya pergeseran di dalam masyarakat.Hal
tersebutbisa dari seginilai-nilai sosial, pola-pola perilakuan, kaidah-
kaidah sosial, organisasi, serta susunan lembaga kemasyarakatan.
Peran penting dipegang oleh perubahan teknologi dari berbagai
sektor. Ketergantungan manusia terhadap teknologi dapat merubah
kultur dan budaya yang ada dalam masyarakat, akan tetapi tetapi
adanya anggapan bahwa teknologi modern dapat membawa
kepentingan dan keuntungan yang besar bagi negara-negara di dunia,
sehingga secara tidak langsung adanya pergeseran kebiasaan dalam
masyarakat (Raharjo, 2002).
• Dalam undang-undang ITE diatur mengenai bagaimana cara bertindak
dalam bersosial yang baik. Dalam undang-undang ini membatasi masyarakat
dalam memberikan informasi yang dianggap merugikan orang lain dan
mengarah kepada tindak pidana. Dalam pengaturannya peran mengenai
Hak Asasi Manusia harus benar-benar diperhatikan karena asaskeadilan dan
asas persamaan atas hukum sangat lah berkaitan di dalamnya.
• berbagai kalangan yang mengkritik prihal perubahan undang-undang
tersebut diantaranya yaitu mengenai penambahan peranan serta
kewenangan pemerintah. Dalam hal ini seolah ada anggapan bahwa
pemerintah tidak mau dikritik oleh masyarakat sehingga adanya defancedari
pemerintah dengan memunculkan revisi undang-undang ITE tersebut. Hal
ini memicu polemik masyarakat dalam hak kebebasan berpendapat.
DATA KASUS UU ITE
• Selama berlakunya UU ITE ini, YLBHI mencatat ada sekitar 351 kasus
pelanggaran hak dan kebebasan sipil yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mulai Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua.
• Data Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-YLBHI menunjukan tingginya
angka penangkapan sewenang-wenang sebanyak 3.539 orang. Kasusnya
didominasi dengan penyampaian pendapat di muka umum. Karena itu,
Isnur meminta pemerintah dan DPR mesti memprioritaskan revisi
terhadap UU yang menghambat dan melanggar kebebasan
berpendapat dan berekspresi, salah satunya merevisi UU ITE
CONTOH KASUS
Nuril merupakan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Nasib
yang dialami Nuril berawal pada tahun 2012 silam. Suatu hari, ia menerima telepon
dari Kepala Sekolah berinisial M. Dalam perbincangan itu, M menceritakan tentang
perbuatan asusila yang dilakukan dirinya dengan seorang wanita yang juga dikenal
Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut. Pada 2015,
rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat M geram. Nuril
kemudian dilaporkan ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Pada 26 September 2018, MA lewat putusan kasasi menghukum Baiq Nuril 6 bulan
penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis hukuman itu
diberikan karena hakim menilai, Nuril melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 27
Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE. Namun, pada 29 Juli 2019, Presiden Joko Widodo
menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi
Baiq Nuril Maknun. Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis
Mahkamah Agung (MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.
Referensi
Jurnal: Alwi Al Hadad. POLITIK HUKUM DALAM PENERAPAN UNDANG-
UNDANG ITE UNTUK MENGHADAPI DAMPAK REVOLUSI INDUSTRI 4.0.
DOI: 10.15575/kh.v2i2.8662
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/kh

Anda mungkin juga menyukai