Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Internet Sebagai Salah Satu Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah sarana atau alat untuk membantu, memudahkan, dan
meningkatkan kegiatan belajar mengajar. Media pembelajaran merupakan alat yang
dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan
yang disampaikan sehingga tujuan pelajaran dengan baik dan sempurna (Darmawan,
2020: 6).

Media pembelajaran saat ini berkembang pesat seiring kemajuannya teknologi.


Tuntutan pada zaman sekarang banyak terkait dengan teknologi khususnya di bidang
informasi. Seiring perkembangan teknologi, muncullah yang dinamakan internet.
Seseorang bisa terhubung melalui jaringan komunikasi dengan orang yang jauh
jaraknya. Hal ini memudahkan seseorang untuk berkomunikasi tanpa kenal jarak dan
waktu yang tak terbatas. Dalam perkembangannya teknologi banyak berevolusi seperti
saat adanya internet.

Internet (Interconnection Networking) merupakan jaringan komputer yang


memiliki cakupan sangat luas dan besar mendunia, yakni bisa menghubungkan
perangkat komputer atau handphone dari suatu negara ke negara lainnya di seluruh
dunia. Termasuk pada dunia Pendidikan saat ini menggunakan media internet sebagai
salah satu media pembelajaran.

1. Manfaat Internet dalam Pembelajaran PPKn

Secara umum banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang


mempunyai instrumen yang mendukung terhadap akses internet, dalam internet sendiri
terdapat informasi mengenai kehidupan pribadi seperti, kesehatan, rekreasi, hobby,
kerohanian, sosial. Kemudian terdapat informasi untuk pekerjaan seperti, teknologi,
sains, organisasi, ekonomi, dan Pendidikan. Internet ini tumbuh sebagai media
informasi, alat komunikasi dan sumber ilmu pengetahuan pada dasarnya mempunyai

10
11

manfaat yang sangat besar pada dunia Pendidikan. Kecanggihan teknologi seakan
memanjakan pada pendidik dan peserta didik, hal ini karena internet dijadikan alat
bantu pada pembelajaran PPKn. Menurut Gani (2015) manfaat internet bagi Guru yaitu,

a) Pengembangan profesional.
b) Meningkatkan pengetahuan.
c) Berbagi sumber diantara rekan sejawat/sedepartemen.
d) Bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri.
e) Mengatur komunikasi secara teratur.
f) Berpartisipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun
internasional.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka manfaat internet bagi guru sangat


segnifikan, dikarenakan banyak membantu guru dalam hal peningkatan pengembangan
profesi keguruan. Selain itu, menurut Gani (2015) manfaat lainnya sebagai sumber
belajar yaitu,
a) Mengakses rencana belajar mengajar & Metodologi baru.
b) Bahan baku & bahan jadi yang cocok untuk segala bidang pelajaran
c) Mengumumkan dan berbagi sumber, Sangat tingginya popularitas /sangat
tingginya minat untuk meningkatkan siswa lebih terfokus belajar.
Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru di sekolah dapat diperluas dan
dikembangkan melalui kegiatan mengakses internet. Tidak hanya itu, berbagai tugas
yang diberikan oleh guru PKn dapat merujuk kepada internet. Dalam hal ini semua
materi pelajaran PKn yang disajikan dalam media cetak bahkan yang tidak disajikan
pun, pada dasarnya tersedia dalam internet. Oleh karena itu, internet merupakan wahana
penyajian berbagai informasi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal
yang ada di dunia termasuk materi pelajaran PKn.

2. Dampak Positif dan Negatif Internet Terhadap Siswa

Internet mempunyai dampak positif dan negatif terhadap siswa. Dampak


positifnya yaitu dapat mengembangkan wawasan dari ilmu pengetahuan sebab. melalui
internet banyak hal yang dapat diakses. Berbagai ilmu pengetahuan dan informasi yang
ada di dunia dapat diketahui dengan jelas dan mudah. Internet dapat memberikan
12

layanan yang optimal terhadap berbagai kepentingan studi dan berbagai aspek
kehidupan sehari-hari.

Berbagai informasi yang disajikan dalam internet tidak hanya hal-hal yang positif,
tetapi hal-hal yang negatif pun banyak disajikan. Bahkan hal-hal yang positif sekalipun
dapat menjadi negatif apabila digunakan dan diakses oleh orang yang tidak sesuai
dengan perkembangannya. Informasi dan hiburan dalam internet berpengaruh negatif
terhadap siswa apabila hal tersebut tidak sesuai dengan perkembangan siswa.

Menurut Gani (2015) dampak positif dan negatif penggunaan internet yakni:

a. Dampak Positif penggunaan internet


1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling
banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomu nikasi
dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia.
2. Media pertukaran data, dengan meng gunakan email, newsgroup, ftp dan
www (world wide web jaringan situs situs web) para pengguna internet di
seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah.
3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat,
menjadikan (www) sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan
akurat. Kemudahan memperoleh informasi.
4. yang ada di internet sehingga manu sia tahu apa saja yang terjadi. Bisa
digunakan sebagai lahan infor masi untuk bidang pendidikan, kebu dayaan,
dan lain-lain.
5. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga
tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan.
b. Dampak Negatif penggunaan internet
1. Cybercrime Adalah kejahatan yang di lakukan seseorang dengan sarana
internet di dunia maya yang bersifat.
 Melintasi batas Negara
 Perbuatan dilakukan secara illegal Kerugian sangat besar
 Sulit pembuktian secara hukum
2. Pornografi, Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan
pornografi, memang tidak salah. Dengan kemam puan penyampaian
informasi yang dimiliki internet, pornografi pun mera jalela. Hanya saja
sekarang sedang. gencar mencari solusi untuk me ngurangi tindak asusila
karena pe ngaruh pornografi.
3. Violence And Gore, Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan.
Karena segi bis nis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para
pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat menjual' situs
mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu.
13

4. Penipuan, Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak.
Caral yang terbaik adalah tidak mengindah kan hal ini atau mengkonfirmasi
infor masi yang Anda dapatkan pada pe nyedia informasi tersebut.
5. Carding, Karena sifatnya yang 'real time' (langsung), cara belanja dengan
menggunakan kartu kredit adalah cara yang paling banyak digunakan dalam
dunia internet.
6. Perjudian, Dampak lainnya adalah meluasnya. perjudian. Dengan jaringan
yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi. ke tempat khusus untuk
memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini,
karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak
persetujuan dari pengunjungnya. Mengurangi sifat sosial manusia karena
cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara
langsung (face to face). Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan
peru bahan pola masyarakat dalam ber interaksi. Kejahatan seperti menipu
dan mencuri dapat dilakukan di inter net (kejahatan juga ikut berkembang).
Bisa membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi
dan dapat menghabiskan uang kare na hanya untuk melayani kecanduan
tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa di samping berpengaruh
positif terhadap siswa, internet berpengaruh negatif. Internet dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan, tetapi dapat pula membawa malapetaka kepada siswa apabila
penggunaannya tidak sesuai dengan tingkat perkembangan atau di salah gunakan.
Dengan demikian, penggunaan internet sebagai media pendidikan bagi siswa hendaknya
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan membantu peningkatan wawasan ilmu
pengetahuan.

3. Internet Sebagai Media Pembelajaran

Media pembelajaran memegang peranan penting bagi peningkatan hasil belajar


siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran, berbagai hambatan dan kesulitan
yang dialami siswa dalam pembelajaran PKn dapat diatasi. Tetapi tidak dipungkiri
bahwa internet juga memiliki kekurangan bahkan kejahatan, seperti kejahatan cyber,
kejahatan penipuan online dan konten pornografi. Sementara itu di sekolah penggunaan
internet digunakan berbagai macam, dimaksudkan supaya memudahkan pekerjaan guru
dan siswa. Dengan demikian, guru perlu memilih dan menggunakan media
pembelajaran sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran.
14

Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa karena media


pembelajaran dapat menarik perhatian siswa, siswa dapat memahami materi pelajaran
dengan mudah, pembelajaran lebih bervariasi, dan pembelajaran lebih berpusat kepada
siswa, sedangkan guru memotivasi dan mengarahkan kegiatan belajar siswa.

Manfaat media pembelajaran dikemukakan oleh Daryanto (2010: 5) sebagai


berikut:

a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih mudah.


b. Pembelajaran dapat lebih menarik.
c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan penerapan teori belajar.
d. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek.
e. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
f. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan di manapun
diperlukan.
g. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran
dapat ditingkatkan.
h. Peran guru mengalami perubahan ke arah yang positif.
Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan media pembelajaran dapat
berpengaruh terhadap aspek-aspek pembelajaran yakni motivasi, bahan, metode,
aktivitas siswa. Dengan menggunakan media pembelajaran yang efektif, minat belajar
siswa pun meningkat pula. Selain itu, penggunaan media pembelajaran berpengaruh
terhadap kejelasan bahkan yakni bahan yang disajikan lebih jelas dan terarah. Tidak
hanya itu, media pembelajaran yang tepat berpengaruh terhadap metode yang digunakan
yakni menjadi bervariasi.

Dalam perkembangannya internet masuk ke dunia pendidikan sebagai media


pembelajaran yang digunakan untuk mempermudah atau mengakses informasi dan
bahan materi yang akan diajarkan oleh pendidik, bahkan dalam beberapa tahun terakhir
ini dunia pendidikan mengalami perubahan yakni pembelajaran yang semula
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) menjadi Pembelajaran online/daring. Hal ini
disebabkan karena adanya pandemi covid-19 yang melanda dunia, sehingga harus ada
keterbatasan demi menjaga kesehatan.
15

Selain itu, tuntutan zaman karena internet sudah diterapkan di seluruh dunia
dengan konsep e-learning, sehingga pendidik bisa memberikan pembelajaran di sekolah
atau pun di luar sekolah.

Implementasi dunia internet telah banyak diterapkan di seluruh dunia, ada


konsep e-learning atau konsep pembelajaran jarak jauh, di mana antara
guru/dosen dan murid/mahasiswa bisa melakukan kegiatan pemebelajaran di
luar sekolah/kampus (Arsyad, 2013: 195).
Dalam kutipan di atas, bahwa internet membuka informasi seluas-luasnya tanpa
harus terpaku pada jarak yang jauh. Dengan adanya internet, pendidik atau peserta didik
bisa mengakses materi atau bahan ajar yang akan diberikan pada saat pembelajaran.
Internet tidak hanya menjadi media pembelajaran, tetapi bermanfaat pada bidang-bidang
tertentu seperti, kesenian, ekonomi, perdagangan, keuangan, dan lain-lain.

B. Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan kegiatan pendidikan yang secara khusus dilakukan di


sekolah. Pembelajaran dapat juga disebut proses belajar mengajar. Secara khusus yang
ada di sekolah meliputi pendidik sebagai guru dan siswa sebagai peserta didik yang
akan menerima materi pembelajaran dari guru atau peserta didik. Pendidik berusaha
membantu agar orang yang belajar lebih terarah, lebih lancar, lebih mudah dan lebih
berhasil (Gasong, 2018: 64). Dalam proses pembelajaran, siswa merupakan subjek yang
belajar dan guru merupakan subjek yang mengajar, maka terjadilah interaksi belajar
mengajar. Kegiatan pembelajaran merupakan suatu sistem dan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Rahyubi,
2016: 3).

Pembelajaran merupakan upaya sengaja dan bertujuan yang berfokus kepada


kepentingan, karakteristik, dan kondisi orang lain agar peserta didik dapat belajar
dengan efektif dan efisien (Thobroni, 2015: 35). Berdasarkan kutipan, pembelajaran
sebagai upaya seseorang untuk memiliki pengetahuan dan pengalaman dengan berbagai
karakteristik dan kepentingan supaya peserta didik bisa belajar dengan efektif dan
16

efisien. Mendidik dengan baik membantu seseorang untuk mendapat dan meningkatkan
kualitas dan mutu hidup.

Pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan belajar dengan sengaja agar


seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi positif tertentu (Miarso
dalam Gasong, 2018: 65). Jadi pembelajaran juga bisa berupa usaha mengelola
lingkungan belajar supaya memiliki lingkungan yang bisa membentuk diri positif.

Seseorang yang mendalami aspek keilmuannya saja belum tentu dapat


menerapkan dengan baik keilmuannya (Gasong, 2018: 65). Jadi, keilmuan yang saja
belum tentu dapat menerapkan keilmuannya.

Seperti teori dari Reigeluth dalam Gasong (2018: 66).

Teori pembelajaran menurut Reigeluth meliputi tiga variabel utama yaitu:


kondisi, metode, dan hasil. Kondisi dan hasil merupakan variabel independen,
sedangkan metode merupakan variabel dependen. Teori pembelajaran
merupakan teori preskriptif, yaitu yang berupaya mencari tindakan yang terbaik
dengan mengingat kondisi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang
diinginkan.
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada
dasarnya merupakan usaha-usaha yang dilakukan setiap orang baik guru maupun
peserta didik yang bertujuan untuk merubah tingkah laku, pengetahuan, dan
keterampilan seseorang juga merubah seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
bisa menjadi bisa, bisa di artikan bahwa pembelajaran adalah usaha seseorang untuk
merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2. Pengertian PPKn

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang


diajarkan di sekolah pada sekolah dasar sampai menengah dan memiliki tujuan yang
baik.
17

Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal


37 yang menyebutkan bahwa kurikulum Pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat Pendidikan agama, Pendidikan kewarganegaraan, yang dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air. Kemudian dalam Pasal 3 Undang-Undang
Sisdiknas tujuan pendidikan nasional dinyatakan sebagai: “berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab” (Syarbaini,
2014: 2).
Pendidikan kewarganegaan merupakan mata pelajaran yang memuat dan
mengajarkan siswa menjadi warga negara yang baik (good citizenship) berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
itu PPKn menjadi salah satu mata pelajaran yang penting dalam perwujudan manusia
yang berbudi pekerti luhur supaya nantinya bisa mewujudkan masyarakat yang
berpancasila.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan sebuah proses untuk mendorong
kesadaran warga negara terhadap ideologi, nilai-nilai luhur, dan mampu
menempatkan diri sebagai warga negara yang kritis terhadap pelaksanaan dan
perwujudan masyarakat yang berpancasila. Konsep konsep dalam pendidikan
kewarganegaraan, seperti menjadi warga negara yang berkarakter, diajarkan
melalui praktik-praktik dalam kelas sehingga para siswa belajar
mengimplementasikan nilai-nilai tersebut terkait dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara (Rois, 2016: 97)
Berdasarkan kutipan di atas, Pendidikan kewarganegaraan ini mencakup banyak
hal seperti, ideologi negara, nilai-nilai, Pendidikan karakter diajarkan melalui praktik-
pratik di kelas demi perwujudan masyarakat yang berpancasila lalu di aplikasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn ini memiliki sejarah


yang sangat Panjang sebagai suatu ilmu atau mata pelajaran yang diterapkan dan
dilaksanakan dalam Pendidikan formal. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari
pergantian kabinet yang terjadi hingga saat ini, sehingga mempengaruhi pada
perubahan sistem Pendidikan. Hal ini pula berpengaruh terhadap pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan karena dilakukannya pembaruan-pembaruan, sebab
18

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini merupakan suatu ilmu yang tidak tetap
melainkan ada beberapa hal yang sifatnya dinamis sehingga harus mengikuti
perubahan sesuai dengan yang terjadi pada negara. Daryono (2011: 57)
mengungkapkan latar belakang historis atau lahirnya Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yaitu sebagai berikut.
1. Pendidikan moral di Indonesia, secara tradisional berisi nilai-nilai
kemasyarakatan, adat, dan agama.
2. Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran kewarganegaraan, yang
isi pokoknya meliputi cara memperoleh kewarganegaraan, hak dan
kewajiban warga negara.
3. Pada tahun 1959 terjadi perubahan arah politik di Indonesia, UUDS 1950
tidak berlaku dinyatakan oleh Dekrit Presiden 4 Juli 1959, dan berlaku
kembali UUD 1945 Perubahan ini diperkenalkannya Civics di SMP dan
SMU Isinya meliputi Sejarah Nasional, Sejarah Proklamasi, UUD 1945,
Pancasila, Pidato kenegaraan Presiden, Pembina Persatuan dan Kesatuan
Bangsa.
4. Tahun 1962 istilah Civics diganti dengan Kewargaan Negara atas anjuran Dr
Saharjo, S.H., sebagai menteri kehakiman.
5. Tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI, yang kemudian diikuti oleh
pembaruan tatanan dalam pemerintahan Diserahkannya Surat Perintah 11
Maret 1966 dari Soekarno kepada Soeharto. Tanggal itulah kemudian
dijadikan tonggak pemerintahan Orde Baru, yang mengandung tekad untuk
memurnikan pelaksanaan UUD 1945 secara konsekuen.
6. Keluarnya Keputusan Menteri P & K No. 31/1967 yang menetapkan bahwa
pelajaran Civics isinya terdiri atas Pancasila, UUD 1945, Ketetapan-
ketetapan MPRS, dan Pengetahuan tentang PBB.
7. Tahun 1968 keluar Kurikulum 1968 istilah Civics yang secara tidak resmi
diganti dengan Kewargaan Negara, yang diganti lagi dengan Pendidikan
Kewargaan Negara yang lebih dikenal dengan PKN Na un, dalam PKN ini
aspek afektif tidak muncul, hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja.
8. MPR hasil pemilu menghasilkan GBHN dalam ketetapan No. IV/MPR/1973,
yang mengintruksikan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dimasukkan
dalam kurikulum sekolah dari tingkat TK hingga perguruan tinggi negeri
maupun swasta.
9. Tahun 1978 pemerintah mengeuarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
yang memuat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau
Ekaprasetia Pancakarsa, bermaksud memberikan penjabaran yang sederhana,
jelas, dan mudah dipahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
(selanjutnya dikenal dengan 36 butir nilai P-4).
10. Hasil pemilu yang ketiga setelah orde baru berhasil mengeluarkan
produknya antara lain Tap. MPR No. II/MPR/83 tentang GBHN yang
19

dimaksud dengan Pendidikan Pancasila adalah PMP, Pelaksanaan P4, dan


PSPB.
11. Terbit Keputusan Menteri P dan K No. 0461/U/1984, tentang Perbaikan
Kurikulum Sekolah Menengah Tingkat Atas. PMP dilakukan pembenahan
dengan memperhatikan aspek afektif, kognitif, dan psikomotor
12. Selanjutnya dalam Kurikulum 1994 nama PMP atau Pendidikan Pancasila
diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. atau PPKn,
mata pelajaran ini muncul bukan suatu pelajaran baru tetapi produk dari
proses sejarah yang panjang karena perubahan kebijakan politik kenegaraan.
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa banyaknya perubahan-perubahan yang
terjadi pada penamaan ataupun materi dalam PPKn tidaklah berpengaruh pada muatan
atau materinya. Dapat disimpulakan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ini dari awal mula adanya Pendidikan Moral, Pendidikan Civics, dari istilah-istilah itu
semuanya dihimpun dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang
saat ini dipelajari disetiap jenjang Pendidikan Formal.

3. Tujuan PPKn

Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata
pelajaran PKn memiliki tujuan yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran Tujuan
utama PKn berdasarkan pada pendapat pengertian PKn di atas adalah untuk
membangun dan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku
yang mencintai tanah air dan berwawasan nusantara.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai mata pelajaran di sekolah


sebagaimana dinyatakan dalam Permendiknas No 23 tahun 2006 halaman 7 yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bertujuan membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air

Menurut Djahiri (2002: 7) bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan


kewarganegaraan (PKn) sebagai berikut:

a) Berpikir kritis. rasional, dan menanggapi isu kewarganegaraan.


b) Berpartisipasi secara bermutu dan tanggung jawab dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan. bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
20

c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan


pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikası.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk menjadikan manusia agar mampu berpikir
kritis, rasional dan kreatif, mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam kegiatan
bermasyarakat, serta mampu berkembang dan berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mengalami pergeseran dari tujuan yang


bersifat pragmatis berkaitan dengan bela negara dan cinta tanah air sebagaimana
tercantum di dalam tujuan pendidikan kewiraan menjadi lebih luas tidak sekadar
bela negara dan cinta tanah air, melainkan lebih bersifat akademik ilmiah sesuai
dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dengan menekankan pada
membumikan semangat nasionalisme melalui sense of crisis untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia
(Karsadi, 2016: 15).
Berdasarkan kutipan tersebut, tujuan pendidikan kewarganegaraan pada saat ini
mengalami pergeseran dan harus melalui metode yang efektif, seperti Problem Solving
dan atau memiliki Skill seperti Critical Thinking, Sehingga tujuan pendidikan
kewarganegaraan menjadi lebih luas tidak hanya seputar bela negara ataupun cinta
tanah air.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/Dikti/Kep/2006 yakni,

Bahwa standar komptensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa


meliputi pengetahuan tentang nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan
dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis,
dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
4. Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan

Ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki kajian


yang cukup luas yang memiliki pengaruh besar untuk membentuk karakter peserta didik
agar sesuai dengan cita-cita bangsa dan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
21

negara yang berakhlak mulia, cerdas, kritis, demokratis, beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bertanggung jawab. Selain itu juga memiliki nilai dan moral
yang baik, memiliki pengetahuan, keterampilan, cerdas, bertanggung jawab, toleransi,
memelihara persatuan dan kesatuan, demokratis, dan wawasan kebangsaan yang baik
dan dapat dimanfaatkan untuk menumbuh kembangkan rasa kebangsaan dan sikap cinta
tanah air serta menerapkan nilai-nilai Pancasila lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Selain itu terdapat pula kompetensi-kompetensi yang dimiliki dalam Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menciptakan peserta didik yang berkompeten.
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab,
yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu
melakukan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi yang
diharapkan setelah menempuh pendidikan kewarganegaraan adalah dimilikinya
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dari seorang warga
negara dalam berhubungan dengan negara, serta mampu ikut dalam
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan
negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat cerdas yang
dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dalam
bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran
tindakan ditinjau dari nilai agama, moral, etika, dan budaya (Jamalong, 2019:
32).
Melalui kompetensi yang ada dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sifat cerdas dan tanggung jawab tersebut diharapkan dapat diimplementasikan oleh
peserta didik dalam kehidupannya. Hal ini senada dengan yang di kemukakan
Sumarsono (2006: 6-7) bahwa;

1) Beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa dan menghayati nilai-
nilai falsafah bangsa.
2) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
3) Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4) Bersifat professional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5) Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Tidak hanya itu, ruang lingkup kajian Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sesungguhnya sangat luas dan dinamis, karena Pendidikan Pancasila
22

dan Kewarganegaraan ini suatu ilmu yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu yang lain,
Adapun menurut Budimansyah (2008: 55) yaitu Civic Knowleage, Civic Skill, Civic
Desposition.

Civic Knowledge yaitu pengetahuan kewarganegaraan yang berkaitan dengan


kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara khususnya disini
yaitu oleh peserta didik (Winarno, 2019: 107). Berdasarkan kutipan tersebut, Civic
Knowledge berkaitan dengan pengetahuan peserta didik dalam hal ini juga sebagai
warga negara yang mengetahui tentang isi materi atau substansinya. Berbeda dengan
Civic Disposition (Mulyono: 2017) yaitu,

Civic Disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik dari warga negara
atau khususnya peserta didik yang perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam
demokrasi konstitusional, Tujuan utama dari civic disposition adalah untuk
menumbuhkan karakter warga negara, baik karakter privat seperti;
tanggungjawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia dari setiap individu, maupun karakter publik misalnya;
kepedulian sebagai warga, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law),
berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan kompromi
Berdasarkan kutipan di atas, Civic Disposition mengarah pada karakter yang
baik dan menanamkan kesopanan serta kepedulian. Kompetensi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) tersebut berkaitan erat dengan sasaran pembentukan
pribadi warga negara yang sesuai dengan ideologi bangsa.

Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Pengetahuan Kewarganegaraan


(Civic Knowledge) terjabar ke dalam dan mencakup pengetahuan mengenai
delapan ruang lingkup kajian yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, norma,
hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi
negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi (Winarno, 2019: 110).
Berdasarkan kutipan di atas, regulasi yang sudah tercantum dalam Permendiknas
mengenai delapan ruang lingkup kajian kewarganegaraan diantaranya yaitu persatuan
dan kesatuan bangsa, norma, hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga
negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi.

Civic Skill yaitu keterampilan atau kecakapan kewarganegaraan artinya dalam


bahasan ini adalah keterampilan intelektual yang penting untuk peserta didik yang
23

berpengetahuan, efektif, dan tanggung jawab, disebut sebagai kemampuan perpikir


kritis. Menurut Branson dalam Winarno (2012: 146) Kecakapan intelektual itu meliputi
kemampuan mengidentifikasi, menggambarkan, menjelaskan, menganalisis, menilai,
mengambil, dan mempertahankan posisi atas suatu isu mengenai kewarganegaraan.

Kecakapan-kecakapan intelektual kewarganegaraan sekalipun dibedakan namun


satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
1. Kecakapan berpikir kritis, misalnya tentang isu politik tertentu.
2. Memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna
yang berarti pada sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud.
3. Kemampuan mendeskripsikan atau menjelaskan dan menganalisis sehingga
dapat membedakan antara opini dengan fakta atau antara cara dengan tujuan.
4. Kemampuan mengevaluasi. mengambil, dan mempertahankan pendapat
(Budimansyah dan Suryadi, 2008: 58).
Sedangkan kecakapan atau keterampilan partisipasi menurut Branson dalam
Budimansyah dan Suryadi (2008: 59) meliputi interaksi (interacting). memonitor
(monitoring), dan memengaruhi (influencing). Artinya keterampilan atau kecakapan
warga negara khususnya peserta didik dalam berinteraksi atau berkomunikasi dan
bekerja sama dengan orang lain, serta keterampilan atau kecakapan memengaruhi dan
memonitoring misalnya jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan
politik, keterampilan memecahkan masalah sosial, kerjasama, dan mengelola konflik.

Komponen ketiga yaitu Civic Disposition artinya watak kewarganegaraan yang


harus dipelajari, dipahami, dan diimplementasikan peserta didik sesuai dengan sifat dari
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan seperti menghargai makna
nilai-nilai ideologi bangsa, menghargai keputusan bersama, menunjukkan sikap positif
terhadap norma-norma kebiasaan, adat istiadat, dan peraturan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, menghargai perbedaan pendapat, bertanggung jawab,
menunjukkan sikap positif terhadap pelaksanaan kehidupan demokrasi dan kedaulatan
rakyat, serta menunjukkan sikap kritis dan apresiatif terhadap dampak globalisasi.

C. Motivasi Belajar dalam Pembelajaran PPKn


1. Pengertian Motivasi Belajar
24

Motivasi dapat diartikan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi


tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu (Sardiman, 2012: 75).
Jadi, motivasi merupakan usaha yang timbul dari dorongan-dorongan positif untuk
melakukan sesuatu. Selain itu motivasi juga terjadi dengan adanya perubahan yang
muncul pada perasaan atau kejiwaan seseorang, sehingga menyebabkan seseorang
terdorong untuk melakukan atau bertindak yang disebabkan karena kebutuhan,
keinginan, dan tujuan.

Kata "motif", diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam
dan di dalam subjek untuk me lakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai
suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiap
siagaan) Berawal dari kata "motif" itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/
mendesak (Sardiman, 2009: 73).
Motivasi menjadi daya penggerak bagi setiap individu untuk menciptakan daya
dorong, semangat terhadap kebutuhan dan setiap tujuan yang akan di tempuh.

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Donald
dalam Sardiman, 2009: 73). Feeling inilah membawa energi positif pada diri seseorang
yang nantinya akan timbul rasa motivasi. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh
seorang individu, tujuan tersebut mengarahkan perilaku positif dalam hal belajar.

Motivasi dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri peserta
didik untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Elkhuluqo, 2017: 112). Berdasarkan kutipan tersebut, motivasi di dapat dari
adanya kemauan gerak dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar.

Motivasi belajar penting dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang
mendorong, menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2009: 80) bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Jadi
25

motivasi ada dalam diri manusia yang bisa menggerakan mental dan mengarah pada
perilaku manusia.

Sementara itu, belajar adalah usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman
(KBBI, 2016). Berdasarkan kutipan tersebut, maka belajar adalah usaha seseorang
untuk memperoleh ilmu dalam rangka merubah tingkah laku berdasarkan pengalaman.

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Pada
dasarnya suatu pengalaman setiap individu merupakan pemebelajaran, yang saat itu
seseorang akan belajar pada mengalaman tersebut baik itu pengalaman yang
menyenangkan atau tidak.

Belajar dalam arti luas adalah proses persentuhan seseorang dengan kehidupan
itu sendiri, dari proses ini, seseorang akan memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan (Rahyubi, 2016: 2). Berdasarkan kutipan tersebut, maka belajar adalah
proses seseorang dalam menjalani kehidupan dari prosesnya untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan.

Adapun menurut para ahli lainnya, ada tiga komponen utama dalam motivasi
menurut Dimyati (2009: 80), yaitu:

a. Kebutuhan, terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa


yang dimiliki dan apayang diharapkan.
b. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan
harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan
tersebut merupakan inti motivasi.
c. Tujuan, adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan
tersebut mengarahkan perilaku dalam hal ini perilaku siswa.
Berdasarkan tiga komponen tersebut, motivasi sangat berpengaruh terhadap
perkembangan peserta didik. Peserta didik dapat lebih giat dalam belajar karena
termotivasi untuk bisa meraih prestasi. Berdasarkan pendapat tersebut, orangtua, guru,
ataupun kelompok teman sebaya dapat menggerakkan atau mengubah siswa untuk
26

belajar dan termotivasi untuk meraih sesuatu. Setiap tindakan motivasi harus memiliki
tujuan. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula
bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan.

Tindakan memotivasi akan berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang
dimotivasi, serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu,
setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-
benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan
dimotivasi.

2. Fungsi Motivasi

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila peserta didik tidak memiliki
motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada peserta didik tersebut.
Walaupun begitu hal itu kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah
suatu kondisi. Apabila motivasi belajar peserta didik itu rendah umumnya diasumsikan
bahwa prestasi siswa yang bersangkutan akan rendah.

Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar perlu dipahami oleh pendidik
agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada peserta didik.
Motivasi belajar diartikan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun
luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan.
Menurut Sardiman (2006: 85) ada beberapa fungsi dalam motivasi belajar, antara lain,

a. Mendorong manusia untuk berbuat, yaitu sebagai penggerak dari setia


kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang ingin dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai tujuannya.
c. Menyeleksi atau menentukan perbuatan-perbuatan yang yang harus
dikerjakan guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan.
Menurut Hamalik (2015: 161) bahwa fungsi motivasi sebagai berikut:
a. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan. Tanpa adanya
motivasi maka tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
27

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke


pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi berfungsi sebagai mesin
dalam mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya
suatu pekerjaan.
Sedangkan menurut Djamarah (2010: 148) fungsi motivasi sebagai berikut:
a. Membangkitkan dorongan kepada kepada anak didik untuk belajar
b. Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat dilakukan
pada akhir pengajaran.
c. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai anak didik sehingga
dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.
d. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
e. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
f. Menggunakan metode yang bervariasi.
Berdasarkan pendapat tersebut, fungsi motivasi memiliki dorongan yang timbul
atas kelakuan dan perbuatan baik besar maupun kecil motivasinya akan menentukan
cepat lambatnya suatu pekerjaan. Jika ada usaha yang tekun dan rajin lalu didasari oleh
motivasi, maka peserta didik akan belajar dengan baik sehingga prestasi belajar akan
meningkat.

3. Macam-macam Motivasi

Macam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti
yang dikemukakan oleh Sardiman (2006: 84) yaitu:
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukan
1. Motif-motif bawaan Yang dimaksud motif bawaan adalah motif yang dibawa
sejak lahir, jadi motif itu ada tanpa dipelajari.Sebagai contoh misalnya
dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk
beristirahat, dorongan seksual. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif
yang diisyaratkan secara biologis.Relepan dengan ini, maka Arden Frndsen
memberi istilah jenis motif physiological drive.
2. Motif-motif yang dipelajari Maksudya motif-motif yang timbul karena
dipelajari. Sebagai contoh; dorongan untuk belajar suatu ilmu pengetahuan,
dorongan untuk mengajar suatu di dalam masyarakat. Motif-motif ini
seringkali di sebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab
manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,
sehingga motivasi itu terbentuk. Frandsen mengistilahkan dengan affiliative
needs.
b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodwort dan Marquis.
28

1. Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk minum,


makan, bernapas, seksusal, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat. Hal ini
sesuai dengan jenis physiological drives dari Frandsen.
2. Motif-motif darurat, yang termasuk dalam motif jenis ini antara lain: dorongan
untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk
berburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar.
3. Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif motif ini
muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara aktif.
c. Motivasi jasmani dan rohaniah.
Ada beberapa ahli menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni
motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmaniah
seperti misalnya: reflek, insting otomatis, napsu. Sedangkan yang termasuk
motivasi rohaniah, yakni kemauan.
d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
1. Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tidak
perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada
dorongan untuk sesuatu.
2. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi
karena adanya perangsang dari luar Motivasi yang di dalamnya belajar dimulai
dan diteruskan dorongan dari luar secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajar.
Berdasarkan kutipan di atas, motivasi banyak ragamnya. Motivasi dilihat dari
dasar pembentukannya adalah motif bawaan sejak lahir dan motif yang dipelajari dalam
melakukan kegiatan atau meraih sesuatu seperti dorongan untuk belajar Motivasi itu ada
pada diri setiap individu yang terdorong untuk melakukan sesuatu. Motivasi menurut
pembagian dari Woodwoth dan Maquis meliputi kebutuhan organis, motif darurat,
motif objektif. Semua motif itu mendorong untuk memenuhi kebutuhannya, melindungi
diri atau menyelamatkan diri, dan memenuhi minat seseorang. Motivasi jasmaniah dan
motivasi rohaniah sangat berkaitan erat untuk mendukung melakukan. aktivitas sehari-
hai dan memenuhi segala kebutuhannya. Sedangkan motivasi intrinsik itu motif yang
aktif tetapi tidak perlu dirangsang dari luar, dan motif ekstrinsik adalah motivasi yang
aktif dan berfungsi karena adanya dorongan dari luar. Semua motivasi itu sangat
dibutuhkan dalam melakukan proses belajar mengajar.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


29

Menurut Fathurohman dan Sutikno dalam Elkhuluqo (2017: 114) ada beberapa
strategi yang bisa menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, yaitu

1. Menjelaskan tujuan ke peserta didik


Pada mulanya belajar mengajar terlebih dahulu seorang pendidik menjelaskan
tentang tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran kepada peserta didik
Makin jelas tujuan yang akan dicapai peserta didik maka makin besar juga
motivasi dalam melak sanakan kegiatan belajar.
2. Memberikan hadiah (reward)
Memberikan hadiah kepada peserta didik yang berprestasi. Hal ini akan memacu
semangat peserta didik untuk bisa belajar lebih giat lagi Di samping itu, peserta
didik yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar peserta didik
yang berprestasi.
3. Memunculkan saingan atau kompetensi Pendidik berusaha mengadakan
persaingan di antara peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya, dan
berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Memberikan pujian
Memberikan pujian atau penghargaan kepada peserta didik yang berprestasi
sudah sepantasnya di lakukan oleh pendidik yang bersifat membangun.
5. Memberikan hukuman
Hukuman diberikan kepada peserta didik yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar Hu kuman ini diberikan dengan harapan agar peserta di dik
tersebut mau mengubah diri dan beruaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar
Kegiatan yang dilakukan pendidik adalah memberikan perhatian maksimal
kepada peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Pendidik menanamkan pembiasaan belajar yang baik dengan disiplin yang
terarah sehingga peserta didik dapat belajar dengan suasana yang kondusif
8. Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun
komunal (kelompok)
9. Menggunakan metode yang bervariasi
Dalam pembelajaran, metode konvensional harus sudah ditinggalkan pendidik
karena peserta di dik memiliki karakteristik yang berbeda sehingga di butuhkan
metode yang tepat/bervariasi dalam mem berdayakan kompetensi peserta didik.
10. Menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Penggunaan media yang tepat sangat membantu dan memotivasi peserta didik
dalam memaknai pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Adanya media yang tepat akan mampu memediasi peserta didik yang memiliki
kemampuan indra yang tidak sama, baik pendengaran maupun penglihatannya,
demikian juga kemampuan berbicaranya. Dengan variasi penggunaan media,
kelemahan indra yang dimiliki tiap peserta didik dapat diku rangi dan dapat
memberikan stimulus terhadap indra peserta didik.
30

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa motivasi belajar bisa tumbuh dan


berkembang dengan memerhatikan faktor-faktor tersebut, salah-satunya dengan
menggunakan media atau alat yang memudahkan dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Kemampuan peserta didik berbeda-beda tetapi dengan penggunaan media
sebagai alat untuk menumbuhkan motivasi belajar.

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri sendiri (internal) dan dari luar
(eksternal). Dimyati dan Mudjiono (2009: 90) berpendapat bahwa:

Contoh dari motivasi internal adalah anak yang gemar membaca, tanpa
disuruhpun ada kesadaran sendiri pada dirinya untuk membaca. Sedangkan
contoh dari eksternal adalah siswa selalu disiplin karena takut terhadap peraturan
sekolah. Motivasi internal lebih awet dari pada eksternal, karena internal datang
dari diri sendiri sedang eksternal datang karena perasaan takut akan sesuatu, atau
mengharap pujian orang lain.
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah cita-cita siswa,
kemampuan siswa, kondisi siswa,kondisi lingkungan siswa, unsur dinamis dalam
belajar dan pembelajaran, dan upaya guru.

Apabila siswa mulai lelah dalam belajar upaya meningkatkan motivasi belajar
yaitu optimalisasi penerapan prinsip belajar, guru mengajak siswa kembali berfikir
tentang arti pentingnya belajar, jika semula mereka hanya bermain-main saja, guru
memberikan pengertian tentang apakah prinsip belajar yang seutuhnya, yang kedua
optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran dengan cara menjauhi hal-hal yang
bisa mengurangi konsentrasi belajar seperti tayangan televisi dan teman sepermainan
yang bisa membawa efek negatif dalam proses belajarnya, yang ketiga adalah
optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa dan yang terakhir adalah
pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar, jika guru mampu memberikan sugesti
kepada siswanya tentang pentingnya meraih cita-cita, siswa yang mulanya menurun
belajarnya, akan termotivasi untuk bangkit dan berusaha mencapai cita-cita yang
diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang turut


mempengaruhi motivasi belajar siswa itu beraneka ragam. Tidak saja dari diri siswa itu
31

sendiri melainkan juga dari luar siswa, bagi seorang yang bijaksana yang ingin
memajukan motivasi belajar pada diri siswa tentunya harus memperhatikan faktor-
faktor penyebab mengapa siswanya memiliki motivasi demikian, kemudian
dibimbingnya siswa itu untuk memiliki motivasi belajar yang lebih baik.

5. Indikator Motivasi Belajar

Motivasi belajar yang diperlihatkan siswa dapat dilihat dari sikap serta prilaku
siswa tersebut yang diantaranya:

a. Selalu hadir tepat waktu dalam kegiatan belajar (Kedisiplinan)

Salah satu siswa memiliki motivasi tinggi dalam belajar diantaranya dapat
terlihat dari kehadiran siswa tersebut dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila
siswa selalu hadir tidak membolos an mengikuti pelajaran dengan baik, berarti siswa
tersebut memiliki semangat belajar, dan memiliki kemauan untuk belajar, tetapi apabila
siswa sering tidak masuk apaliagi membolos berarti siswa tersebut kurang memiliki
motivasi belajar. Yang dimaksud dengan membolos adalah siswa tidak hadir di sekolah
mengikuti proses mengajar yang diberkan guru. Hal ini pasti ada penyebabnya,
misalnya karena tidak ada kemampuan mengikuti salah satu pelajaran, ttugas yang harus
dikumpulkan masih belum selesai, maupun penyebab yang datang dari luar diri sendiri,
misalnya pelajaran yang membosankan, bertengkar dengan teman atau karena penyebab
lain, sehingga untuk menghindari semua itu memutuskan tidak mengikuti pembelajaran.

Beberapa kali saja membolos akan memiliki masalah yang lebih berat
dibandingkan dengan anak yang beberapa kali membolos. Mungkin siswa yang
berulang kali membolos tidak karena ada masalah, tapi karena malas saja untuk dating
ke sekolah dan merupakan kebiasan jelek. Apabila seseorangsiswa sudah demikian baik
pihak sekolah maupun pihak orang tua harus segera mengatasi hal ini dengan bijak
penuh dengan keakraban hangat dan manusiawi.

b. Belajar dengan rasa tanggung jawab


32

Belajar adalah suatu perubahn perilaku melalui interaksi dengan lingkunga


Melalui belajar, siswa dapat memili pengalaman pertumbuhan, kematangan, seperti
kecakapan sikap kebiasaan yang sebelumnya tidak ada pada dirinya.

Menurut pendapat Slameto (1990: 56) terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi belajar.

Pada dasarnya faktor itu terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
interen yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor intern merupakn faktor dari dalam diri individu yang
bersangkutan seperti intelegensi dan kecerdasan, minat, dan sebagainya.
Belajar akan dapat mencapai keberhasilan apabila dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh oleh siswa. Kesungguhan belajar siswa akan dapat di lihat dari
seberapa besar tanggung jawab siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang diikutinya.
Untuk itu sagat dibutuhkan tanggung jawab dalam kesungguhan menikuti proses
pembelajaran.

c. Aktif dalam kegiatan pembelajaran

Dewasa ini para ahli, terutama yang berkecimpung dalam bidang pendidikan
banyak menaruh perhatian terhadap upaya mengaktifkan siswa belajar. Proses
pembelajaran yang demikian merupakan pembelajaran demokratis.

Menurut Djahiri, (2002: 20) mengemukakan dalam pembelajaran demokratis


mengandung aza-azas sebagai berikut: Azas-azas atau prinsip demokratis dalam
pembelajaran yaitu di dalam lingkungann yang demikian pula halnya dalam kegiatan
belajar mengajar setiap individu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan
rangsangan yang diterima. seperti dikemukakan oleh Mar'at (1981:9), bahwa:

Sikap aktif seseorang produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
sesuai rangsangan yang diterimanya. Jika sikap mengarahkan pada objek
tertentu berarti bahwa penyesuaian diri terhadap objek tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang
dalam bertingkah laku sesuai dengan objek yang dihadapi. Sehubungan hal tersebut,
33

dalam kegiatan belajar mengajar sikap merupakan faktor yang sangat pentinga dalam
menunjang keberhasilan proses mengajar.

Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa sikap aktif siswa dalam proses pembelajaran
merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak yang dapat menghargai pendapat yang
berbeda-beda untuk mencapai pemahaman yang mendalam dan berani untuk
mengemukakan pendapat, serta mampu untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Dengan
bertitik tolak dari permasalahan diatas, bahwa di dalam kegiatan proses belajar
mengajar harus memungkinkan adanya timbal balik antara guru dengan siswa, yang
mana hari ini merupakan kegiatan belajar mengajar yang melihat anak didik memiliki
potensi untuk berkembang kearah kedewasaan baik fisik, pengetahuan, keterampilan
dan sikap.
34

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.


Budimansyah, Suryadi. (2008). PKn dan Mayarakat Mutikultural. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Darmawan, Daddy. Kustandi, Cecep. (2020). Pengembangan Media Pembelajaran:
Konsep & Aplikasi Pengembangan Media Pembelajaran Bagi Pendidik di
Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Daryono, dkk. (2011). Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati, Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djahiri, A. kosasih. (2002). PKn Sebagai Stategi Pembelajaran Demokratis di Sekolah.
Bandung: FPIPS UPI.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Elhuluqo, Ihsana. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gani, Alcianno G. (2015). Pengenalan Teknologi Internet Serta Dampaknya.
Universitas Suryadarma. Jakarta Timur: Jurnal Sistem Informasi (JSI). 2015 |
Hal (Vol. 2, No 2).
https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jsi/article/view/49.
Gasong, Dina. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish
Hamalik, Oemar. (2015). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi aksara.
Jamalong, dkk. (2019). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi. Depok: Raja Grafindo Persada.

Karsadi. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Upaya


Membangkitkan Semangat Nasionalisme Cinta Tanah Air, dan Bela Negara di
Kalangan Mahasiswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional


Nomor 43/Dikti/Kep/2006.
Permendiknas No 23 tahun 2006
Rahyubi, Heri. (2016). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik:
Deskripsi dan Tinjauan Kritis. Majalengka: Majalengka Referens.
Rois, Munawar (2016). Manajemen Pendidikan Mental dan Karakter di Sekolah.
Bandung: Eksis Media Grafindo.
35

Sardiman, AM. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sardiman, AM. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Rajawali
Pers.
Slameto. (1990). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Bandung. Rineka
Cipta.
Soemantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sumarsono. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Syarbaini, Syahrial (2014) Pendidikan Kewarganegaraan: Untuk Perguruan Tinggi
Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Thobroni. (2015). Belajar & Pembelajaran.: Teori dan Praktik. Sleman Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Winarno (2019). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno. (2008). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai