Anda di halaman 1dari 59

ASPEK

APEKTIF
Our Team

Dhia Rafif Rida Pardiyah Lukman Nurhakin


192151043 192151121 192151106
Dhia Rafif
(192151043)
(PENGARUH GAYA
BELAJAR DAN SIKAP
SISWA PADA
PELAJARAN
MATEMATIKA
TERHADAP HASIL
BELAJAR
MATEMATIKA)
Alur Pengkajian

Metode
Abstrakk Penelitian Simpulan

01 02 03 04 05 06 07

Identitas Pendahuluan Hasil Daftar


dan Pustaka
Pembahasan
Identitas Jurnal

Judul
Pengaruh Gaya Belajar Dan Sikap Siswa Penulis
Pada Pelajaran Matematika Terhadap Leni Hartati
Hasil Belajar Matematika
01 05

02 04
Nama Jurnal Tahun
Jurnal Formatif 03 2015

Volume dan Halaman


Vol.3, No. 3, Halaman 224-235
Astrak

Tujuan Metode Penelitian

Sampel Penelitian Instrumen Penelitian

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa:


(1) Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial dan
kinestetik. Hal ini di tunjukkan oleh harga F-hitung sebesar 2,494 dengan probabilitas sig 0,047 (sig <
0,05) pada taraf signifikansi 𝛼 = 5%. (2) Hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada
pelajaran matematika lebih tinggi daripada siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika.
Hal ini di tunjukkan oleh harga F-hitung sebesar 3,124 dengan probabilitas sig 0,018 (sig < 0,05) pada
taraf signifikansi  5% . (3) Tidak terdapat interaksi antara gaya belajar dengan sikap siswa pada
pelajaran matematika terhadap hasil belajar matematika. Hal ini di tunjukkan oleh harga F-hitung
interaksi adalah 1,621 sementara nilai probabilitas sig. untuk interaksi (gaya belajar*sikap siswa pada
pelajaran matematika) sebesar 0,140 (sig > 0,05).
Pendahuluan

Latar Belakang
Banyak kita temui siswa dalam belajar matematika mengalami hambatan, prestasi yang tidak memuaskan dan
lambat dalam mengerjakan tugas. Siswa tersebut dapat kita golongkan ke dalam siswa yang mengalami kesulitan
belajar. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajar adalah mengenal anak didik, mengetahui
kemampuannya, minat dan keterbatasannya, gaya belajarnya agar apa yang diberikan dan cara penyampaian materi
pelajaran dapat disesuaikan dengan keadaan anak didik. Untuk mengenali gaya belajar yang ada pada diri siswa,
bukan merupakan hal yang sulit karena gaya belajar seseorang merupakan salah satu dari karakteristik individu yang
belajar. Dengan kata lain, gaya belajar tercermin dari pribadi dan kemampuan seseorang.
Selain gaya belajar yang mempengaruhi keberhasilan seorang siswa belajar matematika, ada faktor lain yaitu guru,
sarana belajar, dan lingkungan belajar. Faktor- faktor tersebut erat kaitannya dan saling mempengaruhi. Dikalangan
siswa masih terdapat perbedaan pandangan terhadap matematika. Ada yang berpandangan baik dan ada yang
berpandangan kurang baik. Hal ini tercermin dari keseharian siswa dalam belajar dan pelaksanaan tugas yang guru
berikan kepada siswa.
Pendahuluan

Kajian Teori
Belajar
Brower seperti dikutip oleh Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Psikologi Belajar dan Mengajar
(2004: 45) mendefisikan belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek, dan
pengalaman. Slameto (2003: 2) mengatakan ”Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. W.S. Winkel (2004: 59) mengatakan ”Belajar
adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif dan berbekas”.
Dengan demikian dapat disimpulkan, belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan baik
tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kebiasaan sebagai usaha seseorang yang dapat
diamati dan bersifat relatif konstan dan berbekas.
Pendahuluan

Kajian Teori
Hasil Belajar
Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan (2005: 117) membagi 3
macam hasil belajar menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotoris. Ketiga ranah
tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Hordward Kingsley seperti dikutip oleh Nana Sudjana dalam
bukunya yang berjudul Penilaian Hasil Proses Belajar (1995: 22) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne dalam
buku yang sama membagi 5 kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi
kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Belajar dan hasil belajar adalah dua hal yang saling berhubungan.
Jika belajar merupakan suatu proses kegiatan atau perubahan, maka hasil belajar adalah suatu akibat dari
proses kegiatan atau perubahan tingkah laku. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, psikomotoris.
Dengan demikian dapat disimpulkan, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah mengalami
proses belajar yang dapat diamati melalui aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Pendahuluan

Kajian Teori
Gaya Belajar
Deporter (1999: 110) dalam bukunya yang berjudul Quantum Learning mengatakan bahwa gaya belajar
adalah “kombinasi dari bagaimana seseorang dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah
informasi atau bahan pelajaran.
Deporter (1999: 112) mengatakan bahwa berdasarkan modalitas, ada siswa yang senang belajar dengan
menggunakan penglihatan, pendengaran atau gerakan. Modalitas individu adalah kemampuan
mengindera untuk menyerap bahan informasi maupun bahan pelajaran. Gaya belajar berdasarkan
modalitas ini terdiri dari tipe visual, auditori, dan kinestetik.
Dengan demikian dapat disimpulkan, gaya belajar adalah cara belajar seseorang dalam memperoleh
pengetahuan, menyerap informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan masalah secara berbeda-
beda yang berkaitan dengan pribadi masing-masing sesuai dengan lingkungan belajarnya berdasarkan tiga
tipe gaya belajar, yaitu visual, auditorial dan kinestetik.
Pendahuluan

Kajian Teori
Sikap Siswa
Menurut Gene R. Hawes dan Lynne Salop hawes yang di kutip oleh The Liang Gie (1994: 25) sikap (attitude)
dirumuskan sebagai ”A general predisposition or mental set with regard to any persons, beliefs, or other entities;
educational system typically seek to encourage the development of certain attitudes in their students, in addition to
inculcating knowledge”. Ellis (2007: 141) yang di kutip oleh Ngalim Purwanto dalam buku yang berjudul Psikologi
Pendidikan mengatakan “Attitude involve some knowledge of sitation. However, the essential aspect of the attitude
is found in the fact that some characteristic feeling or emotion is experienced, and as we would accordingly expect,
some definite tendency to action is associated”. (yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap ialah factor
perasaan atau emosi dan factor kedua adalah reaksi atau respons, atau kecenderungan untuk bereaksi).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika
terhadap hasil belajar matematika.
Metode Penelitian

Metode Penelitian Expose Facto


Sampel Penelitian 60 siswa
Instrumen Penelitian Instrumen angket, untuk mengukur variabel
gaya belajar dan variabel sikap siswa pada
pelajaran matematika, serta instrumen tes,
untuk mengukur hasil belajar matematika.
Rancangan Penelitian Menggunakan anova dan desain faktorial 3 x
2 dengan tiga variabel yang terdiri dari dua
variabel bebas
Hasil dan Pembahasan

Analisis Statistik Deskriptif


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMK pada kecamatan Jagakarsa diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
Hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual diperoleh skor terendah 53 dan tertinggi 80, nilai rata-
rata/mean 65,45, median sebesar 63, modus sebesar 63, varians sebesar 80,080 dan simpangan baku sebesar 8,947.
Sedangkan hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial diperoleh skor terendah 53 dan tertinggi
80, nilai rata-rata/mean 65,25, median sebesar 63, modus sebesar 60, varians sebesar 70,829 dan simpangan baku sebesar
8,416. Selanjutnya hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik diperoleh skor terendah 53 dan
tertinggi 80, nilai rata-rata/mean 66,80, median sebesar 65, modus sebesar 60, varians sebesar 68,589 dan simpangan baku
sebesar 8,282.
Hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif diperoleh skor terendah 53 dan tertinggi 80, nilai
rata-rata/mean 66,50, median sebesar 63, modus sebesar 63, varians sebesar 76,833, dan simpangan baku sebesar 8,765.
Sedangkan hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap negatif diperoleh skor terendah 53 dan tertinggi 80, nilai
rata-rata/mean 65,17, median sebesar 63, modus sebesar 60, varians sebesar
67,017 dan simpangan baku sebesar 8,186.
Hasil dan Pembahasan

Uji Persyaratan Analisis Data

• Uji normalitas
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual
sebesar 0,140; nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial sebesar 0,368; nilai sig
untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik sebesar 0,559; nilai sig untuk hasil belajar
matematika siswa yang memiliki sikap positif sebesar 0,081; nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki
sikap negatif sebesar 0,186. Dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa nilai sig untuk seluruh kelompok di atas 0,05 (sig >
0,05); sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, sehingga proses analisis data dapat dilakukan dengan
menggunakan statistik parametrik.
Hasil dan Pembahasan

• Uji Homogenitas
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual =
0,618; nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial = 0,141; nilai sig untuk hasil
belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik = 0,105. Dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa nilai
sig untuk seluruh kelompok gaya belajar di atas 0,05 (sig > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari
populasi yang memiliki varians homogen. Sedangkan untuk kelompok sikap siswa pada pelajaran matematika diperoleh
nilai sig untuk hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif = 0,161; nilai sig untuk hasil belajar matematika
siswa yang memiliki sikap negatif = 0,397. Dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa nilai sig untuk seluruh kelompok
sikap siswa pada pelajaran matematika di atas 0,05 (sig > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari
populasi yang memiliki varians homogen.
Hasil dan Pembahasan

• Uji Hipotesis

1. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik
H0: μB1 = μB2 = μB3
H1: μB1 ¹ μB2 ¹ μB3
Data yang diperoleh pada hasil pengukuran gaya belajar siswa terhadap hasil belajar matematika menunjukkan bahwa
nilai rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah 65,45 sementara nilai rata-
rata skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial adalah 65,25; sedangkan nilai rata-rata
skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah 66,80. Jika ketiga nilai rata-rata
tersebut dibandingkan, terlihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik lebih tinggi daripada nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual dan
auditorial.
Hasil dan Pembahasan

2. Hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika lebih tinggi daripada siswa
yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika.
H0: μA1 ≤μA2
H1: μA1 > μA2
Data yang diperoleh pada hasil pengukuran sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil belajar matematika
menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran
matematika adalah 66,50 sementara nilai rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap negatif
pada pelajaran matematika adalah 65,17. Jika kedua nilai rata-rata tersebut dibandingkan, terlihat bahwa nilai rata-rata
hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika lebih tinggi daripada nilai rata-
rata hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika.
Hasil dan Pembahasan

3. Terdapat pengaruh interaksi antara gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil belajar
matematika.
Ho: Interaksi A X B = 0 H1: Interaksi A X B ≠ 0
Berdasarkan perhitungan dapat diperoleh harga F-hitung interaksi adalah 1,621 sementara nilai probabilitas sig. untuk
interaksi (gaya belajar*sikap siswa pada pelajaran matematika) sebesar 0,140 (sig > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut,
maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat
interaksi antara gaya belajar dan sikap siswa pada matematika terhadap hasil belajar matematika.
Hasil dan Pembahasan

Pembahasan
Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika.
Hasil penelitian pada hasil belajar matematika pada siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda menunjukkan adanya
perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual (B 1) dengan kelompok siswa
yang memiliki gaya belajar auditorial (B 2) dan kelompok siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik (B 3). Perbedaan ini
dapat dilihat dari perbedaan nilai rata-rata skor hasil belajar matematika yang diperoleh setiap kelompok tersebut. Nilai
rata-rata hasil belajar matematika kelompok siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik (µB 3 = 66,80) lebih tinggi
daripada nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual (µB 1 = 65,45) dan auditorial (µB2
= 65,25). Perbedaan ini juga diperkuat dengan hasil ANAVA yang memperlihatkan harga F-hitung sebesar 2,494 dengan
probabilitas
sig 0,047 (sig < 0,05) pada taraf signifikansi a= 5% . Hasil ini memperkuat asumsi
bahwa gaya belajar siswa yang berbeda akan memberikan hasil belajar matematika yang berbeda pula.
Hasil dan Pembahasan

Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Untuk itu dalam menyampaikan materi pelajaran dalam hal ini
matematika di perlukan kreatifitas seorang guru agar dapat menciptakan sebuah pengajaran yang menyenangkan bagi
seluruh siswanya. Selain data di atas, ada data lain yang menunjang asumsi tersebut yaitu data perolehan nilai rata-rata
skor hasil belajar matematika dilakukan siswa. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes terlihat bahwa kelompok
siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik (B 3) memperoleh nilai rata-rata skor akhir sebesar 66,80 sementara kelompok
siswa yang memiliki gaya belajar visual (B 1) hanya mendapatkan skor akhir sebesar 65,45; dan kelompok siswa yang
memiliki gaya belajar auditorial (B2) memperoleh nilai rata-rata skor sebesar 65,25. Berdasarkan data di atas, maka
kesimpulan yang diperoleh melalui analisis statistik secara empirik terbukti bahwa terdapat perbedaan antara ketiga
kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.
Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Sikap Siswa Pada Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika.


Pada kelompok Sikap siswa pada pelajaran matematika yang berbeda yaitu sikap positif dan sikap negatif, perbedaan
sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil belajar matematika ditunjukkan oleh perbedaan nilai rata-rata
skornya. Nilai rata-rata hasil belajar kelompok siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika (µA 1= 66,50)
lebih tinggi dari pada nilai rata-rata hasil belajar matematika kelompok siswa yang memiliki sikap negative pada pelajaran
matematika (µA2 = 65,17). Perbedaan ini juga diperkuat dengan hasil ANAVA yang memperlihatkan harga F-hitung
sebesar 3,124 dengan probabilitas sig 0,018 (sig < 0,05) pada taraf signifikansi a= 5% . Hasil ini memperkuat asumsi
bahwa sikap siswa pada matematika yang berbeda akan memberikan hasil belajar matematika yang berbeda pula.
Hasil dan Pembahasan

Siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika cenderung mendapatkan hasil belajar yang baik, sementara
siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika cenderung kurang memuaskan. Selain data di atas, ada data
lain yang menunjang asumsi tersebut yaitu data perolehan nilai rata-rata skor akhir tes yang dilakukan siswa. Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil tes, terlihat bahwa kelompok siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika
(A1) memperoleh nilai rata- rata skor akhir sebesar 66,50 sementara kelompok siswa yang memiliki sikap negatif pada
pelajaran matematika (A2) hanya mendapatkan skor akhir sebesar 65,17. Berdasarkan data di atas, maka kesimpulan yang
diperoleh melalui analisis statistik secara empirik terbukti bahwa kelompok siswa yang memiliki sikap positif pada
pelajaran matematika memiliki nilai rata-rata hasil belajar matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika.
 
Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Interaksi antara Gaya Belajar dan Sikap Siswa Pada Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika.
Pada penelitian ini, tidak terdapat interaksi antara gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil
belajar matematika. Hal ini terlihat dari hasil ANAVA, yaitu harga F-hitung interaksi adalah adalah 1,621 sementara nilai
probabilitas sig. untuk interaksi (gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil belajar
matematika) sebesar 0,140 (sig > 0,05). Berdasarkan penjelasan di atas, maka kesimpulan yang diperoleh melalui analisis
statistik secara empirik terbukti bahwa tidak terdapat interaksi antara gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran
matematika terhadap hasil belajar matematika. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah faktor
pengisian instrumen yang kurang sungguh-sungguh.
Simpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial
dan kinestetik. Kelompok siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik memiliki nilai rata-rata skor hasil
belajar matematika yang lebih tinggi di bandingkan dengan nilai rata-rata skor hasil belajar matematika
siswa yang memiliki gaya belajar visual dan auditorial. Nilai rata-rata skor hasil belajar matematika
siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah 65,45 sementara nilai rata-rata skor hasil belajar
matematika siswa yang memiliki gaya belajar auditorial adalah 65,25; sedangkan nilai rata-rata skor
hasil belajar matematika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah 66,80. Ini ditunjukkan oleh
output SPSS hasil ANAVA diperoleh harga F-hitung sebesar 2,494 dengan probabilitas sig sebesar 0,047
(sig < 0,05) pada taraf signifikansi 5%.
Simpulan

2. Hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika lebih tinggi
daripada siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika. Nilai rata-rata skor hasil belajar
matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika lebih tinggi daripada hasil
belajar matematika siswa yang memiliki sikap negatif pada pelajaran matematika. Nilai rata-rata skor
hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap positif pada pelajaran matematika adalah 66,50
sementara nilai rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap negative pada
pelajaran matematika adalah 65,17. Ini ditunjukkan oleh output SPSS hasil ANAVA diperoleh harga F-
hitung sebesar 3,124 dengan probabilitas sig sebesar 0,018 (sig < 0,05) pada taraf signifikansi 5%.
3. Tidak Terdapat interaksi antara gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran matematika terhadap hasil
belajar matematika. Berdasarkan hasil output SPSS diperoleh harga F-hitung interaksi adalah 1,621
sementara nilai probabilitas sig. untuk interaksi (gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran
matematika terhadap hasil belajar matematika) sebesar 0,140 (sig > 0,05).
Simpulan

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara gaya belajar dan
sikap siswa pada matematika terhadap hasil belajar matematika. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,
salah satunya kurangnya siswa menjawab instrumen dengan jujur,dan sungguh-sungguh.
Saran

Penelitian tentang pengaruh gaya belajar dan sikap siswa pada pelajaran
matematika terhadap hasil belajar matematika ini tentunya mempunyai kelemahan baik
secara konseptual maupun secara metodelogis. Beberapa saran yang dapat diberikan
untuk instansi sekolah dan rekan-rekan peneliti yang akan mengembangkan dan
meningkatkan kualitas penelitian dengan topik serupa atau sejenis, maka ada beberapa hal
yang dapat diperhatikan berikut ini:
1. Siswa sebagai individu memiliki ketiga gaya belajar yang saling mendukung
walaupun terdapat kecenderungan pada salah satu tipe, oleh karena itu siswa
diharapkan dapat mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut sehingga
dampaknya akan meningkatkan hasil belajar matematika.
Saran

2. Guru sebagai unsur terpenting dalam proses pembelajaran harus berusaha untuk
menampilkan proses pembelajaran yang menyenangkan, hal ini tentunya akan
meningkatkan motivasi dan minat siswa pada matematika yang dampaknya di
harapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.
3. Seluruh elemen pendidikan, siswa, orang tua, guru dan pemerintah mengupayakan
agar siswa memiliki sikap yang positif terhadap matematika karena dengan memiliki
sikap yang positif terhadap matematika diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika.
Saran

4. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti dan mengembangkan dengan topik yang
sama, diharapkan dapat membuat alat ukur yang lebih spesifik dan bahasa yang lebih
sederhana sehingga mudah dipahami siswa. Selain itu untuk meningkatkan korelasi
antar faktor dari setiap instrument penelitian, kiranya dapat dibuat atau didesain alat
ukur yang lebih baik..
Daftar Pustaka

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi. Jakarta: Bumi Aksara. Deporter, Bobbi. 1999. Quantum
Learning. Bandung: Kaifa.
Dunn, Rita. Dunn, Kenneth. Perrin Jannet. 1994. Teaching Young Children Through Their Individual Learning
Styale. United State of America (USA): Allyn and Bacon.
Ellis, Roberts S. 2007. Educational Psychology: A Problem Approach, D. Van Nostrand Company, Inc., New Jersey,
London, New York.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
John A. Van de Walle. 2002. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta:
Erlangga.
Nasution, S. 1988. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara Citra.
Prashnig, Barbara. 2007. The Power of Learning Style. Bandung: Kaifa. Purwanto, M. Ngalim. 1990. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Russefendi, E.T., 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran
Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.
Daftar Pustaka

Santoso, Singgih. 2010. Panduan Lengkap Menguasai Statistik Dengan SPSS 17.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2002. Statistik untuk
Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rosdakarya. Supardi. 2008. Diktat Kuliah:
Aplikasi Statistik dalam Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Program Pasca Sarjana UNINDRA. Supranto, J., 2000. Teknik Sampling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
The Liang Gie. 1994. Cara Belajar Yang Efisien. Yogyakarta: PUBIB.
Widyastuti, Nurprapti Wahyu. Modul Metode Penelitian Sosial. kk.mercubuana.ac.id/files/99022-12-
565587375696.doc. 1 Juli 2013.
Wittig, Arno F. 1981, Psychology of Learning. Schaum’s out-line Series. New York: MC. Grow Hill Book Company.
Winkel, W.S., 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia.
. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
Rida Pardiyah
(192151121)

PENGUKURAN SELF-EFFICACY
SISWA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DI MTS N 2
CIAMIS
Alur Pengkajian

Metode
Abstrakk Penelitian Simpulan

01 02 03 04 05 06 07

Identitas Pendahuluan Hasil Daftar


dan Pustaka
Pembahasan
Identitas Jurnal

Judul
PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA Penulis
DALAM PEMBELAJARAN Yoni Sunaryo
MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS
01 05

02 04
Nama Jurnal Tahun
Jurnal TEOREMA 03 Maret 2017

Volume dan Halaman


Vol. 1, No. 2, Halaman 39-44
Abstrak

Tujuan Metode Penelitian

Sampel Penelitian Instrumen Penelitian

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa:


1. Rata-rata dari skor keseluruhan skala Self-efficacy adalah 3,07 sehingga masuk ke dalam kategori
positif.
2. Dimensi Self-efficacy ada tiga dan masing-masing dimensi dihitung rata-ratanya. Dimensi magnitude
skor rataannya sebesar 3,1 yang berarti positif. Dimensi generality skor rataannya sebesar 2,9 yang
berarti negatif. Dimensi strength skor rataannya sebesar 3,2 yang berarti positif.
Pendahuluan

Latar Belakang
Terdapat tiga aspek kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika yaitu
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan sehingga aspek afektif
memiliki peranan penting dalam menunjang keberhasilan siswa dalam menguasai matematika.
Kemampuan afektif berhubungan dengan psikologis. Aspek psikologis siswa dalam pembelajaran harus
diperhatikan dengan seksama sebagai komponen penting yang menunjang keberhasilan siswa. Sejalan
dengan pendapat Subandar (2007) yang menyatakan “Seseorang dapat dikatakan berhasil di dalam
pembelajaran jika terjadi perubahan dalam kemampuan kognitif dan perubahan afektif khususnya dalam
prilaku.” Selama ini matematika selalu dianggap matapelajaran yang sulit dan menimbulkan efek negatif
terhadap aspek psikologis siswa. Efek negatif yang dimaksud diantaranya timbulnya kecemasan, ketakutan
dan kekhawatiran sebagai akibat dari ketidakyakinan terhadap kemampuan dirinya dalam menyelesaikan
tugas-tugas. Aspek psikologis merupakan aspek penunjang yang menjadikan seseorang berhasil dalam
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh Handayani (2011) yang
menyatakan bahwa salah satu pendukung atau penunjang seseorang untuk berhasil yaitu dari aspek
psikologisnya yang menjadikan seseorang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan baik.
Pendahuluan

Kajian Teori
Self-efficacy merupakan suatu keyakinan yang harus dimiliki siswa agar berhasil dalam proses
pembelajaran. Menurut Albert Bandura (1997) mengemukakan self-efficacy merupakan “beliefs in one's
capabilities to organize and execute the courses of action required to manage prospective situations”,
yang berati bahwa self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya dalam mengorganisir,
mengontrol, dan melaksanakan serangkaian tingkah laku untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
Senada dengan pendapat Firmansyah dan Fauzi (Nuryaninim, 2012) “Self-efficacy matematis didefinisikan
sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu dalam kemampuannya untuk berhasil
membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas atau masalahmasalah matematis tertentu”. Self-efficacy
membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang
mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka
alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakupi kehidupan mereka.
Pendahuluan

Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy matematika memiliki kontribusi
positif serta peranan yang sangat penting terhadap prestasi belajar matematika yang dapat dicapai oleh
siswa. Self-efficacy matematika yang tinggi akan mendorong pencapaian prestasi belajar matematika siswa
yang lebih baik. Dimensi self-efficacy menurut Bandura (Nuryaninim, 2012) yaitu:
1. Magnitude berkaitan dengan tingkat (level) kesulitan tugas yang dihadapi seseorang. Keyakinan
seseorang terhadap suatu tugas berbeda-beda.
2. Generality merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks tugas yang
berbedabeda.
3. Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang berkenaan dengan kemampuan yang dimiliki.
Pendahuluan

Tujuan Penelitian
penelitian ini bertujuan untuk mengukur self-efficacy siswa dalam
pembelajaran matematika di MTSN 2 Ciamis
Metode Penelitian

Jenis penelitian Deskriptif


Populasi Penelitian Populasinya adalah seluruh siswa MTs N
2 Ciamis tahun pelajaran 2016/2017.
Sampel Penelitian Sample diambil satu kelas dari tiap
tingkatan sebagai perwakilan. Kelas VII A
sebagai perwakilan kelas VII, kelas VIII
D sebagai perwakilan kelas VIII dan kelas
IX B sebagai perwakilan kelas IX
sehingga keseluruhan ada 3 kelas dengan
total subyek ada 101 orang siswa.

Instrument Penelitian Non tes berupa angket skala Likert.


Angket disusun berdasarkan dimensi self-
efficacy menurut Baruda yaitu dimensi
magnitude, dimensi generality dan
dimensi strength.
Hasil dan Pembahasan

Deskriptif :

Subjek penelitian yang terdiri dari 101 orang siswa diberikan angket dengan keseluruhan ada 15 item pernyataan
yang terdiri dari 8 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif. Pernyataan 1 sampai 5 merupakan pernyataan dimensi
magnitude yang berkaitan dengan tingkat (level) kesulitan tugas yang dihadapi siswa. Pernyataan 6 sampai dengan 10
mengenai dimensi generality yang merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan siswa pada konteks tugas yang
berbeda-beda. Sisanya yaitu pernyataan 11 sampai pernyataan 15 mencakup dimensi strength yang merupakan kuatnya
keyakinan siswa berkenaan dengan kemampuan yang dimiliki.
Angket skala Likert yang disusun menyajikan empat pilihan yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan
STS (sangat tidak setuju). Pilihan N (netral) tidak digunakan agar menggiring siswa untuk memihak. Masing-masing
pilihan memiliki skor berbeda. Pada pernyataan positif SS = 5, S = 4, TS = 2 dan STS = 1. Sebaliknya untuk pernyataan
negatif SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4. Angket disebarkan di tiga kelas yang menjadi kelas sampel. Pengisian angket
dipandu oleh peneliti agar siswa benar-benar mengerti maksud tiap pernyataan yang tertera di angket sehingga siswa
memilih dengan tepat salah satu dari empat pilihan yang tersedia yang sesuai dengan keadaan pada diri mereka. Setelah
angket disebarkan langkah selanjutnya adalah menghitung rataan dari keseluruhan dan juga dari masing-masing dimensi
self-efficacy
Hasil dan Pembahasan

Deskriptif :

Terlihat bahwa rataan keseluruhan sebesar 3,07 lebih dari skor


Hasil Perhitungan Angket Self-efficacy
netral yang merupakan median dari skala 5 sehingga disimpulkan
Rataan
Dimensi
No bahwa self-efficacy siswa dalam pembelajaran matematika positif.
Pernyataan Hitung
Perhitungan juga dilakukan pada masing-masing dimensi untuk
Magnitude 1 sd 5 3,1
Generalit 6 SD 10 2,9 mengetahui rataannya. Berdasarkan tabel diperoleh keterangan
y bahwa pada dimensi magnitude rataan hitungnya sebesar 3,1 yang
Strength 11 SD 15 3,2 berarti positif. Pada dimensi generality diperoleh rataan hitung
Rataan
Keseluruhan
sebesar 2,9 yang berarti negatif karena kurang dari 3. Terakhir
3,07
untuk dimensi strength diperoleh rataan sebesar 3,2 yang berarti
positif.
Hasil dan Pembahasan

Deskriptif :

Interpretasi self-efficacy selain Interval Kriteria


dalam kriteria positif dan 91-100 SangatTinggi
negatif dapat juga disajikan 78-90 Tinggi
dalam kriteria sangat tinggi, 65-77 Cukup Tinggi
tinggi, cukup tinggi, sedang,
52-64 Sedang
cukup rendah, rendah, dan
dangat rendah. Menurut Sadewi 39-51 Cukup Rendah
dkk (2012) tingkat self-efficacy 26-38 Rendah
siswa . 14-25 Sangat Rendah
Hasil dan Pembahasan

Deskriptif :
Agar skor dalam skala Likert dapat diinterpretasikan pada kriteria menurut Sadewi maka skor rataan hitung
dikonversikan ke dalam skala 100. Rataan keseluruhan yang skornya 3,07 setelah dikonversi menjadi 61,4 maka
termasuk dalam kriteria atau level sedang. Sementara untuk dimensi magnitude rataan hitungnya sebesar 3,1 setelah
dikonversi menjadi 62 maka termasuk level sedang, pada dimensi generality diperoleh rataan hitung sebesar 2,9
setelah dikonversi menjadi 58 yang berarti termasuk kriteria sedang. Dimensi strength rataan hitungnya sebesar 3,2
setelah dikonversi menjadi 64 maka termasuk level sedang.
Level self-efficacy siswa terhadap pembelajaran matematika di MTs N 2 Ciamis secara keseluruhan berada di
level sedang. Itu berarti keyakinan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas matapelajaran matematika dengan baik
berada di kriteria sedang, meski jika dalam kriteria lain berada pada kriteria positif. Hal ini menggambarkan bahwa
siswa di MTs N 2 Ciamis ketika dihadapkan dengan tugastugas matematika yang menantang dan sulit tingkat keuletan
dan ketekunan mereka berada di level sedang. Pada prinsipnya mereka tidak akan mudah putus asa atau menghindari
tugas yang diberikan guru hanya saja jika sudah berusaha dengan sungguh-sungguh namun tugas tersebut tidak dapat
diselesaikan barulah mereka menyerah. Selain itu derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat
mempertahankan tugas-tugas yang mencakupi kehidupan mereka juga berada pada level sedang. Artinya siswa tidak
terlalu cemas dan tidak terlalu optimis atau yakin tapi tetap pada kondisi tenang.
Hasil dan Pembahasan

Deskriptif :

Dimensi magnitude setelah dilakukan pengukuran terlihat berada di level sedang dan positif. Hal ini
menggambarkan bahwa siswa akan cukup berupaya melakukan tugas yang dianggap dapat dilaksanakan dan
menghindari situasi dan perilaku yang di luar batas kemampuannya. Selanjutnya pada dimensi generality siswa berada
di level sedang dan negatif. Artinya keyakinan siswa untuk menyelesaikan tugas yang berbeda-beda berada di level
sedang. Siswa tidak pesimis tetapi juga tidak optimis. Cukup berusaha menyelesaikan tugas yang berbeda-beda tanpa
mencari strategi untuk menyelesaikannya dengan baik. Dimensi yang terakhir yaitu strength yang juga sama berada di
level sedang dan positif. Siswa memiliki pengharapan yang cukup kuat dan mantap sehingga siswa terdorong cukup
gigih dalam berupaya menyelesaikan tugas dengan baik sekalipun belum memiliki pengalaman yang menunjang.
Simpulan

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh kesimpulan bahwa self-efficacy siswa pada


pembelajaran matematik secara keseluruhan berada pada level sedang dan positif. Begitu juga
dengan ketiga dimensi self-efficacy yaitu magnitude, generality dan strength yang masing-
masing berada di level sedang dan positif. Hanya generality yang negatif.
Daftar Pustaka

Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The exercise of control. New York: W.H. Freeman and
company.
Handayani, I. (2011). Penggunaan Model Method dalam Pembelajaran Pecahan Sebagai Upaya
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self Efficacy Siswa
Sekolah Dasar. Tesis pada SPs UPI. Tidak Diterbitkan.
Nuryaninim. (2012). Self Efficacy Matematika. Online :
http://www.slideshare.net/Interest_Mat ematika_2011/self-efficacy-matematis .(13
Desember 2012).
Sadewi, dkk. (2012). Meningkatkan Self Efficacy Pelajaran Matematika Melalui Layanan
Penguasaan Konten Teknik Modeling Simbolik. Jurnal UNES.
Suastikayasa, K. (2011). Self Efficacy Matematika Siswa. Online :
http://dinastitamblang.blogspot.co.id/2013/05/selfefficacy-matematika-siswa.html.(5
Oktober 2011).
Subandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah Pembicara utama seminar nasional
matematika. Bandung : FPMIPA UPI.
Arikunto, Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Lukman Nurhakim
192151106

PERKEMBANGAN AFEKTIF
SISWA TERHADAP
PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Enter title content

Metode
Title text addition
Abstrakk Penelitian Simpulan
The user can demonstrate
01 02 03 04 05 06 or computer,
on a projector 07
or print the presentation
and make it film
Identitas Pendahuluan Hasil Daftar
dan Pustaka
Pembahasan
Identitas

Judul Penulis
PERKEMBANGAN AFEKTIF SISWA M Shopi fikri
TERHADAP PEMBELAJARAN
Anggun Badu Kusuma
MATEMATIKA 01 05

02 04
Nama Jurnal Tahun
- 03 2019
Abstrak

Dalam tujuan pendidikan di indonesia di harapkan memenuhi tiga ranah yaitu kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Artikel ini bertujuan untuk memberi tahu perkembangan afektif terhadap pembelajaran
matematika, dimana terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan afektif di dalamnya yaitu emosi,
sikap, moral dan nilai . Mengingat selama ini sebagian besar para pendidik mengabaikan ranah afektif dan
hanya melihat ranah kognitif dan psikomotorik. Dengan adanya perkembangan afektif tersebut, maka mampu
mempengaruhi hasil pembelajaran matematika siswa di dalam kelas. Berdasarkan masalah tersebut
diharapakan para pendidik tidak mengkesampingkan lagi dan memperhatikan perkembangan afektif siswa dan
membenahinya agar terwujud tujuan pedidikan indonesia dan menghasilkan putra-putri bangsa yang berguna
bagi nusa dan bangsa.
Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) telah berdampak terhadap tatanan kehidupan atau pola pikir
manusia, yang tentunya akan berpengaruh pada perkembangan afektif siswa. Menurut Nagel ( 1957 )
perkembangan adalah pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsifungsi
tertentu , oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk,
akan mengakibatkan perubahan fungsi. Secara umum konsep perkembangan berjalan bersamaan dengan prinsip
orthogenetis, dimana perkembangan berlangsung mulai dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi hingga
keadaan diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi sendiri dapat
disebut sebagai prinsip totalitas dalam diri anak atau peserta didik. Perubahan-perubahan pada proses
perkembangan akan terus berlangsung secara bertahap ( Sunarto , Agung : 2008 ). Salah satu cara untuk
mendukung perkembangan peserta didik yaitu dengan pembelajaran matematika.
Matematika adalah alat untuk mengembangakan cara berfikir. Matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan
seharihari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu di bekali dari SD bahkan TK.
Hakikatnya belajar matematika membutuhkan kesiapan intelektual dan aktivitas mental siswa yang
mempelajari aturan atau dalil, siswa beljar atas pemikiran logis, kritis dan obyetif. ( Surmiyati, Kristayulita,
Sri Patmi. 2014)
Pendahuluan

KAJIAN LITERATUR DAN HIPOTESIS


Pendidikan di dalam indonesia di selenggarakan agar mencapai tiga tujuan domain (ranah), yaitu afektif,
psikomotor dan kognitif. Tanpa disadarari para pendidik hanya memandang atau melihat aspek kognitif dan
psikomotorik saja dan tanpa menyadari bahwa mereka kurang melihat secara rinci dari ranah afektif.( Sukanti.
2011) Sebagian besar pendidik melakukan teknik penilaian menggunakan teknik tes ( tertulis ) dimana hal
tersebut juga menunjukan sebagian besar pendidik di indonesia hanya melihat atau mengukur dari ranah
kognitif. Sedangkan pencapaian afektif hanya dapat di lihat melalui teknik penilaian non tes.
Hal ini membuat sebagian besar para pendidik di indonesia tidak mengetahui perkembangan peserta didik
dalam proses pembelajaran. ( Luki Yunita, Salamah Agung, Yuni Noviyanti . 2017) Afektif adalah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Memahami perkembangan afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk mencapai hasil yang baik
dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil akademik tapi juga dalam hal pembentukan moral. Ranah
afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap.( Sukanti. 2011)
Metode Penelitian

1. Konsep Afektif Receiving ( penerimaan ) adalah kesediaan untuk menyadari suatu kejadian di sekitarnya.
Contohnya memperhatikan temannya yang sedang menulis jawaban dari soal yang diberikan guru. Responding
( tanggapan ) adalah memberikan reaksi terhadap suatu kejadian yag ada dilingkungan peserta didik tersebut.
Reaksi tersebut meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.Pada ranah ini lebih
menekankan pada pemerolehan respon, berkeinginan memberi respon atau kepuasan dalam memberi respon di
kelas. Contohnya berpastisipasi di kelas, menjawab pertanyaanguru, menanggapi jawaban teman yang di tulis di
papan tuliis. Organization ( pengorganisasian ) berkaitan dengan memadukan pendapat pendapat yang berbeda,
menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu pendapat yang konsisten. Contohnya mengakui adanya kebutuhan
kesimbangan kebebasan dan tanggungjawab antar peserta didik. Characterization ( karakterisasi ) berhubungan
nilai nilai yang mengendalikan tingkah laku peserta didik sehingga karakteristik menjadi gaya hidupnya. Contohnya
menunjukan kemandiriannya saat berkeja sendiri, kooperatif saat berkerja kelompok.( Sukanti. 2011) 2.
Karakteristik Afektif Menilai perkembangan afektif siswa melalui dua hal yang saling berhubungan. Pertama,
kompetensi afektif yang di harapkan dalam proses pembelajaran meliputi tingkatan pemberian respon, apresiasi,
penilian dan interanilsa. Kedua, sikap dan ketertarikan peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses
pembelajaran matematika ( Jurnal, Sukanti, Penilaian Afektif Dalam Pembelajaran Akutansi : 76). Di dalam
afektif terdapat 4 hal penting yang bersangkutan dengan proses pembelajaran matematika, yaitu emosi, sikap,
moral dan nilai. ( Sunarto , Agung :147).
Metode Penelitian

3. Perkembangan Afektif Siswa Indikator dari sikap terhadap pembeljaran matematika yaitu : a. Kegiatan siswa
saat proses pembelajaran matematika Kegiatannya antara lain meliputi; ketika guru sedang menjelaskan materi
dan kegiatan siswa setelah usai pelajaran. Ketika guru sedang menjelaskan di harapakan “siswa memperhatikan
dengan seksama, memperhattikan dengan baik, setelah pulang sekolah di pelajari lagi”. b.
Mempelajari/mengerjakan soal matematika Mempelajari/mengerjakan soal matematika meliputi; memahami
matematika dan penggunaan buku coret-coret untuk mencobacoba mencari cara menyelesaikannya dan
menghitung. c. Interaksi dengan guru matematika Interaksi dengan guru matematika ini meliputi; “bertanya
kepada guru apabila ada materi yang belum jelas misal pada materi Bangun Ruang siswa menanyakan tentang
menemukan rumus volume tabung”. d. Tindakan siswa jika ada tugas matematika Tinda mendapat tugaskan siswa
jika ada tugas matematika meliputi; “bagaimana jika siswa mendapatkan tugas matematika dan alasan siswa
berusaha mengerjakan soal”. Harapannya alasan siswa mengerjakan adalah “ ya karena saya ingin bisa
matematika” walaupun jawaban siswa pastinya bermacam macam.
Hasil Dan pembahasan
Hasil Belajar Ranah Afektif Hasil Belajar Ranah Psikomotorik
Kemapuan untuk menerima pelajaran dari guru. Bergegas memasuki kelas setelah mendengar bunyi bel dan duduk
dengan rapi menyiapkan kebutuhan belajar
Perhatian siswa terhadap apa yang di jelaskan guru Mencatat pelajaran dengan baik dan sistematis
Penghargaan siswa terhadap guru Sopan, ramah dan hormat kepada guru pada saat guru menjelaskan
pelajran
Hasrat untuk bertanya kepada guru Mengangkat tangan dengan sopan dan bertanya kepada guru
mengenai materi yang belum jelas
Kemampuan untuk mempelajarai bahan pelajaran lebih lanjut Keperpustakaan untuk belajar lebih lanjut atau meminta informasi
kepada giri tentang buku yang harus dipelajari atau segera
membentuk kelompok untuk diskusi
Kemauan untuk menerapkan hasil pelajaran Melakukan latihan diri dalm memecahkan masalah berdasarkan
konsep bhan yang telah diperolehnya atau menggunakannya dalam
praktik kehidupan
Senang terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan Akrab dan mau bergaul secara baik, mau berkomunikasi dengan
guru dan bertanya atau meminta saran bagaimana mempelajari
mata pelajaran yang di ajarkan
Kesimpulan

Perkembangan afektif siswa berbedabeda tergantung dari masing-masing latar belakang siswa dan lingkungan
siswa, hal ini dikarenakan perkembangan afektif siswa di pengaruhi oleh 4 faktor yang mempengaruhi yaitu
emosi, sikap, moral dan nilai. Siswa yang perkembangan afektifnya bagus dan terus meningkat sesuai indikator
yang dijelaskan maka akan berdampak positif terhadap pembelajaran matematika. Sebaliknya, siswa yang
perkembangan afektifnya kurang baik maka akan berdampak negatif terhadap pembelajara matematika,
contohnya siswa tidak mempunyai keinginan belajar matematika, tidak memperhatikan guru bahkan lebih ekstrim
Titleatau
lagi siswa bisa tidak menghormati guru sehingga menimbulkan perlakuan yang tidak baik texttidak
addition
sopan bagi
siswa terhadap guru. Berdasarkan kesimpulan tersebut diharapakan para pendidik tidak mengkesampingkan lagi
dan memperhatikan perkembangan afektif siswa dan membenahinya agar terwujud tujuan pedidikan indonesia
dan menghasilkan putra-putri bangsa yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Daftar Pustaka

Luki Yunita, Salamah Agung, Yuni Noviyanti . 2017. Penerapan Instrumen Penilaian Ranah Afektif Siswa
Pada Praktikum Kimia di Sekolah. Jurnal Pendidikan. 2(6):107-112.
Sukanti. 2011. Penilaian Afektif Dalam Pembelajaran Akutansi. Jurnal Pendidikan Akuntasi Indonesia.
9(1):74-77.
Prof.Dr.H.Sunarto, Dra.Ny.B. Agung Hartono., Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, 2008.
Surmiyati, Kristayulita, Sri Patmi. 2014. Analisis Kemampuan Kognitif dan Kemampuan Afektif
terhadap Kemampuan Psikomotor setelah Penerapan KTSP. Beta. 7(1):25-26
Nurty Gofita Sari. Aspek Afektif Taksonomi Bloom Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VI
Sekolah Dasar Kecamatan Alian.Jural Pendidikan UM-Purworejo : FKIP UM-Purworejo.
Thank you for
listening…

Anda mungkin juga menyukai