Anda di halaman 1dari 51

Seorang Perempuan Usia 59 Tahun

dengan Abdominal Pain Regio


Hipocondriaca Dextra e.c Cholelithiasis
dd Cholesistitis, Anemia Aplastik, Aki
Pre Renal

Khalisah Atma Aulia


G991905033
01 STATUS
PASIEN

1
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dusun Jambangan, Nglobar, Purwodadi
No RM : 0136xxxx
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 16 Desember 2019

2
Keluhan utama:
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 4 hari SMRS.
Nyeri perut dirasakan terus menerus saat beraktivitas maupun istirahat. Nyeri perut terasa seperti
diremas-remas. Nyeri perut tidak berkurang dengan pemberian makan maupun minum. Nyeri sedikit
berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri, namun kembali nyeri jika efek obat sudah habis. Nyeri
perut disertai dengan mual namun tidak disertai dengan muntah. Pasien merasa mual jika sehabis makan
makanan berminyak dan pedas. Demam disangkal.
Pasien juga mengeluhkan lemas diseluruh tubuh. Lemas bertambah dengan aktivitas fisik. Lemas
sedikit berkurang dengan istirahat. Lemas tidak disertai dengan kelemahan anggota gerak satu sisi.
Lemas disertai rasa letih dan lesu. Pasien mengeluhkan terkadang gusi keluar darah (+). Pasien memiliki
riwayat mondok di RSDM 1 minggu yang lalu karena keluhan lemas dan dikatakan anemia sehingga
mendapatkan transfusi darah sebanyak 4 kantong.

3
Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang:
Riwayat didiagnosa anemia aplastic sejak tahun 2017 dan sudah dilakukan operasi sumsum
tulang belakang pada tahun 2018. Pasien rutin control ke RS Purwodadi. 4 hari SMRS pasien juga
mondok di RS Purwodadi dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Pasien mempunyai riwayat sakit
sendi lutut dan mendapatkan obat metal prednisolone dan meloxicam untuk penghilang rasa nyerinya
sejak tahun 2017.
Pasien BAK sehari 5-6x sekitar ¾ - 1 gelas belimbing warna kuning, anyang-anyangan (-),
berpasir (-), darah (-) BAK seperti teh disangkal, Pasien BAB sehari sekali, konsistensi lunak, warna
kuning kecoklatan, BAB hitam, BAB darah disangkal pasien.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Serupa Diakui (di RS Purwodadi 4 hari SMRS)

Riwayat mondok Diakui (> 5x terakhir 4 hari SMRS, RSDM 2x terakhir 1 minggu SMRS)

Riwayat keganasan Disangkal

Riawayat Alergi Disangkal

Riwayat sakit liver Disangkal

Riwayat sakit ginjal Disangkal

Riwayat darah tinggi Disangkal

Riwayat kencing manis Disangkal

Riwayat operasi Diakui (tahun 2018 di RSDM)


4
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit Serupa Disangkal

Riwayat mondok Disangkal

Riwayat keganasan Disangkal

Riawayat Alergi Disangkal

Riwayat sakit liver Disangkal

Riwayat sakit ginjal Disangkal

Riwayat darah tinggi Disangkal

Riwayat kencing manis Disangkal

5
Pohon Keluarga
Riwayat Kebiasaan
Makan Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Makan 3 kali sehari dengan nasi dan
lauk
Olahraga Pasien mengaku jarang berolahraga

Merokok Disangkal

Alkohol Disangkal

Minum jamu Disangkal

6
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan berusia 59 tahun yang merupakan seorang ibu rumah tangga.
Tinggal dirumah dengan suami, anak kedua, dan anak bungsunya. Pasien berobat menggunakan
fasilitas BPJS Kesehatan kelas III.

7
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital
Tensi : 90/60 mmHg lengan kanan, posisi supine
Nadi : 84 kali /menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 kali /menit, reguler
Suhu : 36.5 C per aksila
Saturasi : 98% dengan udara ruangan
VAS : 4 di regio hipocondriaca dextra
Status gizi
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 150 cm
IMT : 23,1 kg/m2
Kesan : Normoweight
8
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-),
ikterik (-), petechie (-), hematomPemeriksaan Fisik
(-), turgor kulit normal
Kepala
Bentuk mesocephal, rambut
Telinga mudah rontok (-), luka (-), atrofi
Deformitas (-/-), darah (-/-), m. Temporalis (-)
sekret (-/-), nyeri Tegan tragus
(-/-)
Mata
Hidung Mata cekung (-/-), konjungtiva
Nafas cuping hidung (-/-), pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
deformitas (-), darah (-/-), sekret konjunctiva hiperemis (-), refleks
(-/-) cahaya (+/+), pupil isokor
Mulut (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-),
Bibir pucat (-), Bibir kering (-), lidah kotor
tepi hiperemis (-), tremor bila lidah
dijulurkan (-), sianosis (-), lidah simetris, Leher
tonsil T1-T1, stomatitis (-), mukosa pucat (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),JVP
gusi berdarah (-), gusi bengkak (-), papil 5+2 cmH2O, nyeri tekan (-), benjolan (-),
lidah atrofi (-), karies gigi (+) distensi vena leher (-), tirod membesar (-)
9
Jantung
Inspeksi
Abdomen Pemeriksaan Fisik
: dinding perut sejajar Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
dinding dada, distended (- ), striae Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat, teraba
(-), venektasi (-), caput medusa (-) di SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bising usus (+) 5x per menit, Perkusi : Batas jantung kesan melebar
bruit hepar caudolateral
Perkusi : timpani, area traube (+) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni,
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) R. intensitas normal, regular, bising (-), gallop (-)
Hipocondriaca dextra, hepatomegaly (+) 4 cm
dibawah arcus costae, permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi kenyal padat, Murphy sign (+)
Thorax
Inspeksi : Pengembangan dinding
dada kanan dan kiri simetris,
Ekstremitas retraksi dinding dada (-)
Palpasi : fremitus teraba kanan
- - - - dan kiri sama,
Perkusi : sonor/sonor
- - - - Auskultasi : suara dasar vesikuler
normal, RBK (-/-) RBH
(-/-)
AD Oedem
10
Pemeriksaan Penunjang

Interpretasi : Anemia normositik


normokromik, Leukopenia, Trombositopenia,
Limfositopenia, Monositosis, Peningkatan
Ur/Cr, Peningkatan enzim transaminase
(SGOT)
11
Pemeriksaan Penunjang

15
Resume
- Pemeriksaan fisik
1. Nyeri perut kanan atas ● Mata : Conjungtiva pucat (+/+)
seperti diremas- remas yang ● Mulut : Atrofi papil lidah (+)
tidak berkurang dengan ● COR : Batas jantung kesan melebar caudolateral
pemberian makan maupun ● Abdomen : Area traube (+), nyeri tekan regio hipocondriaca
minum. dextra dan epigastrium (+), hepatomegali (+) 4 cm di bawah
2. Mual tanpa disertai muntah. arcus costae, murphy sign (+)
Mual juga dirasakan setelah - Pemeriksaan penunjang
mengonsumsi makan - Laboratorium darah rutin (17/12/19)
berminyak dan pedas. Hb (↓), Hct (↓), Leukosit (↓), trombosit (↓), eritrosit (↓), PDW (↓),
3. Penurunan nafsu makan. RDW (↑), limfosit (↓), monosit (↑), ureum (↑),creatinin (↑), SGOT
4. Lemas diseluruh tubuh dan (↑), Na darah (↓), Ca darah (↓)
bertambah dengan aktivitas.
5. Riwayat sakit lutut sejak 2017 - Foto Ro Thorax PA (16/12/19)
6. Gusi terkadang keluar darah Cardiomegaly
7. Riwayat anemia aplastik sejak - BMP (2017)
2017 Gambaran sumsum tulang menyokong hipoplasi sumsum tulang
8. TD : 90/60 mmHg
Diagnosis

1. Abdominal pain hipocondriaca dextra e.c cholelithiasis dd cholesistitis


2. Anemia apalastik
3. AKI Pre Renal

16
Tatalaksana
● Bed rest tidak total
● Diet hepar tidak merangsang lambung 1700 kkal
● Infus RL 20 tpm
● Inj santagenik 1 ampul (k/p nyeri)
● Inj Omeprazol 40 mg/12 jam
● Sandimun 25 mg/12 jam

● Transfusi PRC
● Infus asam amino keto 1 fl/24 jam
● Prorenal 3x1

17
Usulan Pemeriksaan Laboratorium
1. Evaluasi darah lengkap
2. Evaluasi fungsi ginjal : Ureum dan Kreatinin
3. Evaluasi fungsi hepar : SGOT/SGPT, bilirubin (direk, indirek, total)
4. Evaluasi GDT
5. Pemeriksaan Profil Lipid
6. Pemeriksaan ALP dan GGT
7. Urinalisis

18
02 ANALISI
S KASUS

19
Abdominal pain hipocondriaca dextra dan
epigastrium e.c cholelithiasis dd cholesistitis
Klinis: Pasien merasakan nyeri perut kanan atas sejak 4 hari SMRS. Nyeri tidak berkurang dengan
pemberian makan maupun minum. Nyeri sedikit berkurang dengan obat anti nyeri. Keluhan
disertai dengan mual namun tidak disertai dengan muntah.

Pemeriksaan fisik : nyeri tekan regio hipocondriaca dextra, murphy sign (+)

20
Anemia Aplastik
Klinis: Pasien mengeluh lemas dan terkadang gusi berdarah. Pasien memiliki riwayat didiagnosis
anemia aplastik sejak 2017 dan sudah dilakukan operasi sumsum tulang belakang pada 2018.
Riwayat mondok 1 minggu SMRS di RSDM dan mendapat transfusi darah 4 kantong karena Hb
rendah.

Pemeriksaan fisik : Konjungtiva anemis (+/+)


Pemeriksaan laboratorium: Hb (6.2), AL (3.4), AT (43)  menurun. Anemia normositik normokromik
BMP : Gambaran sumsum tulang menyokong hipoplasi sumsum tulang

21
AKI PRE RENAL
Klinis: -

Pemeriksaan laboratorium: Ur/Cr meningkat, GFR menurun

21
TERIMA KASIH
TINJAU
03 AN
PUSTAK
A
22
Cholelithiasis dan Cholesistitis
Cholelithiasis adalah istilah medis yang digunakan pada penyakit batu empedu. Batu empedu (gallstones)
adalah massa padat yang terbentuk dari endapan mineral pada saluran empedu .
Batu empedu terbentuk secara perlahan dan terkadang asimtomatik selama beberapa dekade. Migrasi batu
empedu ke ductus cysticus dapat menghalangi aliran pada kandung empedu selama terjadinya kontraksi pada
proses sekresi. Akibat dari peningkatan tegangan dinding kandung empedu memberi sensasi nyeri (kolik
bilier). Tersumbatnya ductus cysticus dalam jangka waktu lebih dari beberapa jam, dapat menyebabkan
peradangan kandung empedu akut (kolesistitis akut)

23
Epidemiologi
Prevalensi batu empedu tertinggi pada orang-orang keturunan Eropa utara, dan pada
populasi Hispanik dan penduduk asli Amerika. Prevalensi batu empedu lebih rendah pada
orang Asia dan Afrika Amerika. Wanita lebih mungkin mengalami batu empedu kolesterol
daripada pria, terutama selama masa reproduksi, ketika kejadian batu empedu pada wanita
adalah 2-3 kali pada pria. Perbedaannya tampaknya disebabkan terutama untuk estrogen,
yang meningkatkan sekresi kolesterol bilier. Risiko mengembangkan batu empedu
meningkat seiring bertambahnya usia. Batu empedu jarang terjadi pada anak-anak tanpa
adanya kelainan kongenital atau gangguan hemolitik. Mulai pubertas, konsentrasi
kolesterol dalam empedu akan meningkat.
Patogenesis
2 zat utama : kolesterol
dan kalsium birubinate
Faktor risiko
a. 4Fs’ : Female (wanita), Fertile (subur)- khususnya selama kehamilan, Fat (gemuk), Forty (40
tahun)

b. Usia lebih dari 40 tahun

c. Pengosongan lambung yang memanjang

d. Dismotilitas kandung empedu

e. Nutrisi parenteral jangka lama


Klasifikasi Kolesistitis
1. Kolesistitis akut ringan (derajat 1)
Pasien dengan inflamasi ringan pada kandung empedu, tanpa disertai disfungsi organ, dan
kolesistektomi dapat dilakukan dengan aman dan berisiko rendah. Pasien pada derajat ini tidak
memenuhi kriteria untuk kolesistitis sedang dan berat.
2. Kolesistitis akut sedang (derajat 2)
Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah :
a. Leukositosis
b. Massa teraba di abdomen kuadran atas
c. Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam
d. Inflamasi lokal yang jelas (peritonitis bilier, abses perikolesistikus, abses hepar, kolesistitis
gangrenosa, kolesistitis emfisematosa)
Derajat inflamasi akut pada stadium ini meningkatkan taraf kesulitan untuk dilakukan
kolesistektomi. Operasi laparoskopi sebaiknya dilakukan dalam waktu 96 jam setelah onset.
Singer et al mencatat bahwa tanda Murphy positif sangat sensitif (97%) dan
prediktif (nilai prediktif positif [PPV], 93%) untuk kolesistitis. Namun, pada
pasien usia lanjut, sensitivitas ini dapat menurun.
3. Kolesistitis akut berat (derajat 3)
a. Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin atau dobutamin)
b. Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran)
c. Disfungsi pernapasan (rasio PaO2/FiO2 < 300)
d. Disfungsi renal (oliguria, kreatitin >2mg/dL)
e. Disfungsi hepar (PT-INR > 1,5)
f. Disfungsi hematologi (trombosit <100.000/mm)
ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi
yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.
Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang
sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia.

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2
sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun
Etiologi
Klasifikasi
Diagnosis
Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International Agranulocytosisand Aplastic Anemia Study Group (IAASG)
adalah :
a. Satu dari tiga sebagai berikut :
- Hb <10 g/dl atau Hct < 30%
- Trombosit < 50x109/L
- Leukosit < 3,5x109 /L
b. Retikulosit <30x109/L
c. Gambaran sumsum tulang :
- Aplasia atau hypoplasia dengan inflitrasi sel lemak
d. Ham’s test perlu dilakukan karena PNH dapat memperlihatkan pansitopenia perfer dengan sumsum tulang yang
hipoplastik
Terapi
1. Menghindari kontak dengan toksin /obat penyebab
2. Umum: hindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, sabun antiseptik, sikat gigi
lunak,obat pelunak buang air besar, pencegahan menstruasi : obat anovulation.
3. Transfusi
4. Penanganan infeksi
5. Transplantasi sumsum tulang
6. Imunosupresif
7. Simulasi hematopoesis dan regenerasi sumsum tulang
Acute Kidney Injury (AKI)
Acute Kidney Injury (AKI) atau Gangguan Ginjal Akut (GGA) adalah sindrom yang terdiri dari
penurunan secara tiba-tiba dan cepat (dalam jam hingga hari) kemampuan laju filtrasi
glomerulus yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi
sisa metabolisme nitrogen, dengan atau tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
terjadi pada berbagai tingkat berdasarkan besar dan sifat kerusakannya (Roesli, 2008).
Definisi terstandar merujuk pada “Kidney Disease; Improving Global Outcome” (KDIGO) mengenai
klasifikasi AKI berdasarkan kadar serum kreatinin dan produksi urin, yang dikembangkan dari “Risk
Injury, Failure, Loss of kidney function, and End-stage kidney disease” (RIFLE) dan kriteria Acute
Kidney Injury Network (AKIN).
Klasifikasi RIFLE
Stage GFR Criteria Urine output criteria
Risk Serum creatinine increased 1.5-2 times <0,5 ml/kg/hour >for 6 hours
baseline

Or

GFR decreased >25%


Injury Serum creatinine increased 2-3 times baseline <0,5 ml/kg/hour >for 12 hours

Or

GFR decreased >50%


Failure Serum creatinine increased >3 times baseline <0,3 ml/kg/hour for 12 hours (oligouria)

Or Or

GFR decreased 75% Anuria for 12 hour

Or

Serum creatinine ≥4 mg/dl; acute rise ≥0.5


mg/dL
Loss Persistent acute renal failure: complete loss of kidney function >4 weeks (requiring dialysis)

ESRD Complete loss of kidney function >3 months (requiring dialysis)


Klasifikasi AKIN
Stage Serum Creatinin Urine Output criteria
1 Increase in serum creatinin ≥ 150% - <0,5 mg/kg/hour for >6
200% (1,5 – 2 ×) from baseline hours
2 Increase in serum creatinin > 200% - <0,5 mg/kg/hour
300% (>2 – 3 ×) from baseline for>12 hours
3 Increase in serum creatinin > 300% <0,3 mg/kg/hour
(>3 ×) from baseline for>24 hours

Or serum creatinine of ≥ 4,0mg/dl Or


(≥354µmol/l) with an acute increase
Anuria for > 12 hours
of at least 0,5 mg/dl (44µmol/l)
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul mungkin didominasi oleh penyakit pencetus.Temuan-
temuan klinis yang terkait dengan gagal ginjal meliputi pucat, penurunan volume urin
(oliguria), hipertensi, muntah dan letargi. Komplikasi gagal ginjal akut meliputi kelebihan
cairan, dengan gagal jantung kongestif dan edema paru
Kelainan laboratorium dapat meliputi anemia, yang dapat disebabkan oleh pengenceran
akibat dari kelebihan beban cairan, peningkatan kadar BUN serum, kreatinin, asam urat
dan fosfat.

Pada semua penderita gagal ginjal akut, kemungkinan obstruksi dapat dinilai dengan
melakukan roentgen abdomen, USG ginjal atau CT-Scan abdomen.
Terapi
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal
akut tersebut, dan berdasarkan keadaan klinis yang muncul.

AKI Prarenal
Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat hipovolemia harus
disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemia berat akibat
perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells, sedangkan saline isotonik biasanya
pengganti yang sesuai untuk ringan sampai sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya,
luka bakar, pankreatitis). Cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi dalam
komposisi namun biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya, saline 0,45%) biasanya
direkomendasikan sebagai pengganti awal pada pasien dengan
GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih atau gastrointestinal,
walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya
harus didasarkan pada pengukuran volume dan isotonik cairan yang diekskresikan.
Kalium serum dan status asam-basa harus dimonitor dengan hatihati. Gagal jantung
mungkin memerlukan manajemen yang agresif dengan inotropik positif, preload dan
afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa balon
intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi
untuk komplikasi pada pasien yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume
intravaskular sulit
TERIM
A
KASIH

Anda mungkin juga menyukai