Anda di halaman 1dari 40

Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN


HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A.

Disampaikan dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) angkatan X FH Universitas


Muhammadiyah Jakarta bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan
Advokat Indonesia (DPN Peradi)
Sabtu, 06 November 2021

1
WEWENANG DAN FUNGSI MK
WEWENANG MK FUNGSI MK

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.


Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat The Guardian of Constitution
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji UU terhadap UUD 1945.
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD. The Final Interpreter of Constitution
3. Memutus pembubaran parpol.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
5. Memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. The Guardian of Democracy

Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016


Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir
hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai The Protector of Citizen’s Constitutional Rights
dibentuknya badan peradilan khusus.

The Protector of Human Rights


2
PERKEMBANGAN KEWENANGAN MK

Putusan No. 066/PUU-II/2004 tentang Pengujian UU No. 24 Tahun


2003 tentang MK dan UU No 1 Tahun 1987 tentang Kadin

Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 50 UU No. 24 Tahun 2003


bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 50 memuat ketentuan yang menyatakan bahwa UU yang dapat
diuji di Mahkamah Konstitusi adalah UU yang diundangkan setelah
perubahan UUD 1945.

Pengujian Perpu
• Mahkamah Konstitusi juga berwenang menguji Peraturan Pemerintah
Pengganti UU (Perpu) dengan pertimbangan bahwa perpu menimbulkan
norma hukum baru yang kekuatan berlakunya sama dengan UU.
3
Karakteristik Hukum Acara MK

▰ Karakteristik utama yaitu dasar hukum utama yang


digunakan dalam proses peradilan baik terkait dengan
substansi perkara maupun hukum acara adalah konstitusi itu
sendiri, yaitu UUD 1945.
▰ Walaupun terdapat berbagai ketentuan undang-undang dan
Peraturan MK (PMK) sebagai dasar memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara, namun ketentuan tersebut digunakan
sepanjang dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.
▰ Hal ini tidak terlepas dari sifat wewenang MK yang pada
hakikatnya adalah mengadili perkara-perkara konstitusional.

4
STATISTIK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
(Update Oktober 2021)

5
1. Pengujian Undang-Undang

Pengujian Pengujian
Pengujian yang
Materiil berkenaan dengan Formil Pengujian terhadap
proses pembentukan
materi muatan dalam undang undang atau
ayat, pasal, dan/atau Perppu yang tidak
bagian dari undang memenuhi ketentuan
undang atau Perppu pembentukan undang
yang dianggap undang atau Perppu
bertentangan dengan sebagaimana dimaksud
UUD 1945. dalam UUD 1945
(Pasal 2 ayat (4) PMK (Pasal 2 ayat (3) PMK
No. 2 Tahun 2021) No. 2 Tahun 2021)

6
Pemohon dan Objek dalam Pengujian UU

Pemohon Objek
1. Perorangan warga negara Pengujian Formil:
2. Kesatuan masyarakat Proses
hukum adat* pembentukan UU
3. Badan hukum publik
atau privat Pengujian Materiil:
4. Lembaga Negara Materi muatan
ayat, pasal
(Pasal 51 UU MK) dan/atau bagian
dari UU

*Kesatuan Masyarakat Hukum Adat


Dalam Putusan MK No. 31/PUU-V/2007, Mahkamah menegaskan setidaknya ada lima kriteria agar masyarakat hukum adat
dikatakan “masih hidup”, baik yang bersifat teritorial, geneologis, maupun yang bersifat fungsional maka secara de facto, yaitu:
1. Adanya masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok (in-group feeling);
2. Adanya pranata pemerintahan adat;
3. Adanya harta kekayaan dan/atau benda-benda adat;
4. Adanya perangkat norma hukum adat;
5. Khusus pada kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial juga terdapat unsur adanya wilayah tertentu.
7
Pemberian Kuasa

 Pemohon dan/atau termohon dapat diwakili oleh kuasa


hukum
 Lembaga negara dapat diwakili pejabat yang ditunjuk atau
kuasanya
 Kuasa hukum yang beracara di Mahkamah Konstitusi tidak
harus advokat
 Selain dapat menunjuk kuasa hukum, Pemohon dan/atau
Termohon dapat didampingi oleh pendamping dengan
membuat surat keterangan khusus untuk itu yang
diserahkan kepada Hakim Konstitusi didalam persidangan.
8
Sistematika Format Permohonan dalam Pengujian UU

Permohonan pengujian undang-undang memuat:


1. Identitas Pemohon;
2. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan yang
meliputi:
a. Kewenangan Mahkamah Konstitusi;
b. Kedudukan hukum (legal standing);
c. Alasan permohonan pengujian.
d. Petitum

9
Syarat Kerugian Konstitusional

Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 juncto Perkara Nomor 11/PUU-V/2007


memberikan batasan tentang kualifikasi Pemohon dalam mengajukan permohonan
pengujian undang-undang harus memenuhi syarat :
 Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan
oleh suatu undang-undang yang diuji;
 Kerugian konstitusional Pemohon dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan
aktual atau setidaknya bersifat potensial berdasarkan penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi;
 Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang
yang dimohonkan untuk diuji;
 Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

10
Tata Cara Pengajuan Permohonan

Permohonan Langsung ke MK
Pemohon datang langsung ke Gedung MK dengan membawa permohonan
tertulis yang berbahasa Indonesia
• Permohonan harus ditandatangani oleh Pemohon/Kuasanya sebanyak 12
rangkap
• Permohonan harus disertai alat Bukti.
• Sebelum mengajukan Permohonan, Pemohon dapat berkonsultasi langsung
mengenai teknis mengajukan permohonan ke bagian Kepaniteraan MK.

Permohonan Online
• Permohonan pengujian undang undang dapat juga dilakukan secara online
acces to juctice bagi pencari keadilan
• Syarat pengajuan permohonan secara online (kelengkapannya) sama dengan
permohonan secara offline

11
Persidangan Perkara PUU

12
Persidangan Perkara PUU (1)

1. Pemeriksaan Pendahuluan (Pasal 39 UU MK)


• Sebelum memeriksa pokok perkara, MK Mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan
kejelasan materi Permohonan yang dilakukan dalam sidang Panel oleh 3 orang hakim
konstitusi.
• Karena bukan sebuah sengketa Kepentingan, maka menjadi sebuah kewajiban bagi panel
untuk memberikan nasehat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.

2. Sidang Perbaikan Permohonan


• Setelah sidang pedahuluan, Pemohon diberi kesempatan selama 14 (empat belas) hari
untuk melakukan perbaikan sebagaimana nasehat atau saran dari Hakim Panel.
• Apakah Nasehat panel Wajib dilaksanakan? Nasehat Panel Hakim tidak mengikat
Pemohon, artinya jika Pemohon tidak mau memperbaiki Permohonannya, maka
permohonan yang awal/semula yang dipakai.
• Perbaikan Permohonan diserahkan di Kepaniteraan (di luar persidangan)

13
Persidangan Perkara PUU (2)

3. Pemeriksaan Persidangan (Pasal 40 dan 41 UU MK)


• Sidang Terbuka untuk umum kecuali RPH.
• Pemeriksaan persidangan adalah jenis persidangan yang
dilakukan untuk memeriksa permohonan, alat bukti, keterangan
saksi, keterangan ahli, dan keterangan pihak terkait.
• Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus
dalam sidang pleno Mahkamah konstitusi dengan 9 (sembilan)
orang hakim konstitusi atau dengan 7 (tujuh) orang hakim
konstitusi.

14
Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)

 RPH merupakan Sidang Pleno tertutup yang


hanya bisa diikuti oleh Hakim Konstitusi,
Panitera, Panitera Pengganti dan Pegawai MK
yang sudah di sumpah untuk membantu
terlakasananya RPH.
 RPH membahas perkembangan perkara, Putusan
ataupun Ketetapan yang terkait dengan Perkara.

15
Putusan Mahkamah Konstitusi

 Mahkamah Konstitusi mengadili pada tingkat


pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final.
 Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

16
Amar Putusan Mahkamah Konstitusi

1. Permohonan Pemohon tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke


Verklaard, NO)
2. Permohonan dikabulkan untuk seluruhnya atau sebagian.
3. Permohonan ditolak untuk seluruhnya.
4. Permohonan dikabulkan secara bersyarat, termasuk menunda
keberlakuan putusan.

Pasal 73 ayat (3) PMK No. 2 Tahun 2021 menyatakan “dalam hal
dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang
telah ditentukan.”

17
2. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)

1. DPR Objek
Pihak
2. DPD
Kewenangan konstitutional lembaga
3. MPR negara yang dianggap diambil,
4. Presiden dikurangi, dihalangi, diabaikan,
dan/atau dirugikan oleh lembaga
5. BPK
negara yang lain
6. Pemerintah Daerah
7. Lembaga Negara lain yang kewenangannya diberikan
oleh UUD
(Pasal 2 ayat (1) PMK No. 8 Tahun 2006)

Mahkamah Agung (MA) tidak dapat menjadi pihak, baik


sebagai pemohon ataupun termohon dalam sengketa
kewenangan teknis peradilan (yustisial).
(Pasal 2 ayat (3) PMK No. 8 Tahun 2006)

18
Pertimbangan MK dalam Perkara SKLN

Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006


• “Mahkamah dalam memutus sengketa kewenangan lembaga negara harus mengaitkan secara langsung pokok
yang disengketakan (objectum litis) dengan kedudukan lembaga negara yang mengajukan permohonan, yaitu
apakah kewenangan tersebut diberikan kepada lembaga negara yang mengajukan permohonan, sehingga
dengan demikian masalah kewenangan dimaksud terkait erat dengan kedudukan hukum (legal standing)
Pemohon yang akan menentukan berwenang atau tidaknya Mahkamah dalam memeriksa, mengadili dan
memutus permohonan a quo;”

Putusan MK No. 3/SKLN-X/2012


• Mengenai “objek kewenangan yang dipersengketakan (objectum litis), Mahkamah berpendapat bahwa
kewenangan yang dipersengketakan dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara tidak harus
merupakan kewenangan yang secara eksplisit (expressis verbis) disebutkan dalam UUD 1945, tetapi juga
termasuk kewenangan delegasi yang bersumber dari kewenangan atribusi yang disebutkan dalam UUD 1945.”

19
3. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD, DPD (PHPU Pileg)
& Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pipres)

PESERTA PENETAPAN
PEMILU PEROLEHAN SUARA
(PARPOL) HASIL PEMILU
SECARA NASIONAL
OLEH KPU
PENYELENGGARA
PESERTA PEMILU
PEMILU (KPU)
(Perseorangan Calon
Anggota DPD)

PESERTA PENETAPAN
PEROLEHAN SUARA
PEMILU
HASIL PEMILU
(Pasangan Calon
OLEH KPU
Presiden dan
Wakil Presiden)
20
LANDASAN HUKUM ACARA PHPU (Pileg dan Pilpres)

1. Pasal 22E dan Pasal 6A UUD 1945


2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
4. Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
5. Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 3 Tahun 2018
Tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Daerah
6. Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
7. Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilhan Umum
8. Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 6 Tahun 2018
Tentang Pedoman Penyusunan Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, Keterangan Pihak
Terkait dan Keterangan Bawaslu
Para Pihak dalam Pemilu DPR & DPRD

PEMOHON PEMBERI KETERANGAN


BAWASLU
1. Partai Politik Peserta Pemilu
untuk pengisian keanggotaan
DPR dan DPRD.
2. Perseorangan calon anggota
DPR dan DPRD dalam satu TERMOHON
Partai Politik yang sama yang PHPU
telah memeroleh persetujuan
secara tertulis dari ketua
KPU
umum dan sekretaris jenderal
atau sebutan lainnya dari
Partai Politik yang
bersangkutan
PIHAK TERKAIT
3. Partai Politik Lokal Peserta (yang berkepentingan terhadap permohonan Pemohon)
Pemilu untuk pengisian
keanggotaan DPRA dan DPRK. 1. Partai Politik Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap Permohonan;
4. Perseorangan calon anggota 2. Perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu Partai Politik yang
DPRA dan DPRK dalam satu sama yang telah memeroleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan
Partai Politik Lokal yang sama sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari Partai Politik yang bersangkutan
yang telah memeroleh yang berkepentingan terhadap Permohonan;
persetujuan secara tertulis dari 3. Partai Politik Lokal Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap
ketua umum dan sekretaris Permohonan yang diajukan oleh Pemohon;
jenderal atau sebutan lainnya 4. Perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK dalam satu Partai Politik
dari Partai Politik Lokal yang Lokal yang sama yang telah memeroleh persetujuan secara tertulis dari ketua
bersangkutan umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari Partai Politik Lokal
yang bersangkutan yang berkepentingan terhadap Permohonan; 22
Para Pihak dalam Pemilu Anggota DPD

PEMBERI
KETERANGAN

BAWASLU

PEMOHON TERMOHON
Perseorangan
PHPU
Calon Anggota DPD
KPU
Peserta Pemilu

PIHAK TERKAIT
Perseorangan Calon Anggota DPD
Peserta Pemilu
yang berkepentingan
terhadap permohonan Pemohon

23

23
Para Pihak dalam PHP Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden

PEMBERI
KETERANGAN

BAWASLU

PEMOHON TERMOHON
Pasangan Calon Presiden PHPU
dan Wakil Presiden
KPU

PIHAK TERKAIT
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
yang berkepentingan terhadap permohonan
yang diajukan oleh Pemohon

24
Objek Perkara
perolehan kursi Pemohon
dan/atau terpilihnya calon
Penetapan yang memengaruhi anggota DPR dan/atau
perolehan suara DPRD di suatu daerah
hasil Pemilu secara pemilihan
nasional oleh KPU
yang memengaruhi terpilihnya Pemohon
sebagai anggota DPD

 pasangan calon
Presiden dan Wakil
Penetapan Presiden yang berhak
perolehan suara mengikuti putaran
yang memengaruhi kedua Pemilu Presiden
hasil Pemilu
oleh KPU dan Wakil Presiden;
atau
 terpilihnya pasangan
calon Presiden dan
Wakil Presiden
25

25
Manajemen Penangangan Perkara
dan Persidangan Pemilu Legislatif

Pemberitahuan Hari Sidang Pertama

Pemohon
Termohon
Parpol Peserta Pemilu paling lama 1 (satu) hari setelah
Calon Anggota DPD Peserta Pemilu permohonan dicatat dalam BRPK
Bawaslu

paling cepat 7 hari (sejak)

menyampaikan Salinan
menyampaikan Jawaban
Permohonan  TERMOHON Termohon dan keterangan
Permohonan  PARPOL
PESERTA Persidangan
dicatat dalam PEMILU
BRPK paling lama 1 (satu) hari setelah  BAWASLU paling lama 2 (dua) hari sebelum
permohonan dicatat dalam BRPK sidang Pemeriksaan Pendahuluan

paling lama 30 hari kerja (sejak) Putusan

Permohonan diunggah ke laman MK:


www.mahkamahkonstitusi.go.id
26

26
Manajemen Penanganan Perkara dan Persidangan
Pemilu Presiden & Wakil Presiden

Pemberitahuan Hari Sidang Pertama

Pemohon
Termohon
Pihak Terkait paling lama 1 (satu) hari sejak
permohonan dicatat dalam BRPK
Bawaslu

paling cepat 3 hari (setelah)

menyampaikan Salinan
menyampaikan Jawaban
Permohonan
 TERMOHON Termohon dan keterangan
Permohonan  PIHAK TERKAIT Persidangan
dicatat dalam  BAWASLU
BRPK paling lama 1 (satu) hari sejak paling lama 2 (dua) hari sebelum
permohonan dicatat dalam BRPK sidang Pemeriksaan Pendahuluan

paling lama 14 hari kerja (sejak) Putusan

Permohonan diunggah ke laman MK:


www.mahkamahkonstitusi.go.id
27
Pemeriksaan Persidangan

SIDANG PANEL SIDANG PANEL


SIDANG
RPH
Pemeriksaan Pemeriksaan PLENO
Pendahuluan Persidangan
Putusan Sela

• memeriksa  memeriksa permohonan • membahas atau Pengucapan


kelengkapan dan Pemohon; memusyawarahkan Putusan
kejelasan materi  memeriksa Jawaban perkara
permohonan Termohon, Keterangan • mengambil putusan
• mengesahan alat Pihak Terkait, dan/atau
bukti Pemohon Keterangan Bawaslu;
 mengesahkan alat bukti
 memeriksa alat bukti
tertulis;
 mendengarkan
keterangan saksi;
 mendengarkan
keterangan ahli;
 memeriksa alat bukti
28
lain;
LANDASAN HUKUM ACARA PHPKADA

1. UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA TERAKHIR


TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2O2O TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
2. UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2020 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
4. UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2O16 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
5. PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 5 TAHUN 2020 TENTANG TATA BERACARA DALAM
PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
6. PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 6 TAHUN 2020 TENTANG TATA BERACARA DALAM
PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
7. PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG TAHAPAN, KEGIATAN DAN JADWAL
PENANGANAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
8. PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 8 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG TAHAPAN, KEGIATAN DAN JADWAL
PENANGANAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA
MK berwenang Menangani Perselisihan
Hasil Pilkada

▰ Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 bertanggal 19 Mei


2014 membatalkan Pasal 236C UU 12/2008 dan Pasal
29 ayat (1) huruf e UU 48/2009 yang sebelumnya
menjadi dasar hukum MK mengadili perkara Pilkada;
▰ Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016, yang
menyatakan :“Perkara perselisihan penetapan perolehan
suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh
MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.”
▰ Adanya Pasal 157 ayat (3) UU 1/2015 jo. UU 10/2016
maka MK kembali memeriksa dan mengadili perkara
Perselsihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota
30
PARA PIHAK
DALAM PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN (PHP)
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEMOHON
TERMOHON
1. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur,
PHP KPU/KIP PROV,
2. Pasangan Calon Bupati dan Wakil KPU/KIP KAB, atau
Bupati, atau KPU/KIP KOTA
3. Pasangan Calon Walikota dan Wakil
Walikota.

PIHAK TERKAIT
Berkepentingan langsung terhadap
permohonan Pemohon

Peserta Pemilihan:
1. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur,
2. Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati, atau
3. Pasangan Calon Walikota dan Wakil
Walikota 31
yang memperoleh suara terbanyak
PARA PIHAK
DALAM PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN (PHP)
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN
SATU PASANGAN CALON

PEMOHON
TERMOHON
PHP KPU/KIP PROV,
1. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur, KPU/KIP KAB, atau
2. Pasangan Calon Bupati dan Wakil KPU/KIP KOTA
Bupati atau Pasangan Calon Walikota
dan Wakil Walikota,
3. Pemantau Pemilihan dalam negeri
yang terdaftar dan memperoleh PIHAK TERKAIT
akreditasi dari KPU/KIP Provinsi Berkepentingan langsung terhadap permohonan
untuk pemilihan Gubernur dan Pemohon
Wakil Gubernur, Peserta Pemilihan:
4. Pemantau Pemilihan dalam negeri 1.Pasangan Calon Gubernur dan Wakil
yang terdaftar dan memperoleh Gubernur yang memperoleh suara
akreditasi dari KPU/KIP terbanyak “setuju”,
Kabupaten/Kota untuk pemilihan 2.Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
Bupati dan Wakil Bupati atau atau Pasangan Calon Walikota dan Wakil
Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak
Walikota. “setuju”.
dalam hal diajukan oleh Pemantau. 32
TAHAPAN
PERSIDANGAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

SIDANG
PANEL/PLENO SIDANG
SIDANG SIDANG
PANEL/PLENO SIDANG
RPH PANEL/PLENO RPH PLENO
Pemeriksaan Pemeriksaan PLENO Putusan
Pemeriksaan
Pendahuluan Persidangan
Persidangan

Putusan
Sela
a. Penjelasan a. Jawaban Putusan
Permohonan Termohon Pembahasan a. Pembuktian
Pemohon Dismissal Pembahasan
b. Keterangan Pihak perkara dan Pemohon, perkara dan
b. Perbaikan Terkait pengambilan Termohon, dan pengambilan
Permohonan putusan Pihak Terkait putusan
Pemohon (dismissal) b. Mendengar Ket.
apabila BAWASLU
dipandang dan/atau DKPP Putusan
perlu Akhir
c. Kesimpulan
Pemohon,
Pengesahan Alat Termohon, dan
Bukti Pihak Terkait

33
4. LANDASAN HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARPOL

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI


1 SEBAGAIMANA TERAKHIR TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7
TAHUN 2O2O TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2 UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008


3 PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Pembubaran Partai Politik

▰ Pemohon adalah Pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa


Agung dan/atau Menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk itu.
(Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 12/2008)
▰ Termohon adalah parpol yang diwakili oleh pimpinan
parpol yang dimohonkan untuk dibubarkan yang dapat
didampingi atau diwakili oleh kuasa hukumnya.
▰ Parpol dapat dibubarkan oleh MK apabila: (Pasal 2 PMK No 12/2008)
1. ideologi, asas, tujuan, program parpol bertentangan dengan
UUD 1945; dan/atau
2. Kegiatan parpol bertentangan dengan UUD 1945 atau akibat
yang ditimbulkannya bertentangan dengan UUD 1945. 35
Mengapa Pemohon Pembubaran
Parpol hanya Pemerintah?

▰ Pemberian hak mengajukan permohonan pembubaran partai politik


hanya kepada pemerintah adalah untuk mencegah terjadinya saling
menuntut pembubaran di antara partai politik yang ada.
▰ Apabila hak pengajuan pembubaran diberikan kepada pihak lain,
termasuk partai politik, berarti partai politik dibenarkan menuntut
pembubaran saingannya sendiri.
▰ Hal itu harus dihindarkan karena dalam demokrasi seharusnya sesama
partai politik bersaing secara sehat.
▰ Oleh karena itu partai politik tidak boleh diberikan kedudukan sebagai
pemohon dalam perkara pembubaran partai politik
36
5. LANDASAN HUKUM ACARA IMPEACHMENT

1 PASAL 7A, 7B DAN PASAL 24C ayat (2) UUD 1945

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI


2 SEBAGAIMANA TERAKHIR TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN
2O2O TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003
TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

3 UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21 TAHUN 2009 PEDOMAN BERACARA


4 DALAM MEMUTUS PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MENGENAI DUGAAN
PELANGGARAN OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN
Impeachment
▰ Adanya ketentuan tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya dalam UUD 1945 pasca perubahan
tersebut memunculkan istilah baru dalam bidang hukum tata negara, yaitu
impeachment dan pemakzulan.
▰ Pemakzulan merupakan proses pemberhentian seorang pejabat publik
dalam masa jabatannya, atau sebelum masa jabatan tersebut berakhir
atau disebut dengan istilah removal from office.
▰ Dalam proses pemakzulan tersebut terdapat mekanisme impeachment,
yaitu pendakwaan atas suatu perbuatan tertentu yang dapat menjadi
alasan pemberhentian.
38
Kewenangan MK dalam memutus pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wapres

Pihak yang memohon putusan Mahkamah atas Pendapat DPR adalah


DPR yang diwakili oleh Pimpinan DPR yang dapat menunjuk kuasa
hukumnya.

Pihak yang diduga melakukan pelanggaran adalah Presiden dan/atau


Wakil Presiden yang dapat didampingi dan /atau diwakili oleh kuasa
hukumnya.

DPR wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya


mengenai dugaan:
1. Presiden dan atau Wapres telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela;
2. Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat 39
sebagai Presiden dan/atau Wapres berdasarkan UUD 1945.
TERIMA KASIH

40

Anda mungkin juga menyukai