Anda di halaman 1dari 17

Dilema Etik Kedokteran di102017044

Dicky Prasetya
Indonesia
Ronald Wongkar 102017148
Aldo Josua Valentino Sinaga 102017232
Dede Okky Tri Nurhasanah 102017032
Shania Safirah 102017072
Maudy Putri 102017126
Theresa Juliet 102017182
Alya Silva Nabilah 102017236
Skenario 6

Seorang pria 75 tahun dirawat di ICU sebuah RS. Pasien ini sudah dalam
keadaan coma selama lebih dari 1 bulan, dengan harapan yang sembuh sangat
kecil. Pada suatu ketika, ada seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun, datang
dalam keadaan kritis dan sangat membutuhkan penanganan di ruang ICU.
Saat itu semua ranjang di ICU dalam kondisi penuh
• Koma : keadaan dimana seorang pasien tidak sadar (mata tertutup, tidak ada
pergerakan) dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan
• Locked in Syndrome : situasi dimana pasien mengalami kesadaran penuh akan tetapi
semua otot-otot yang berhubungan dengan kehendak/keinginan, tidak bisa bergerak
kecuali yang mengontrol kedipan mata.
• Keadaan vegetatif diartikan sebagai kondisi tidak tanggap terhadap diri sendiri dan
lingkungan yang disertai siklus tidur-bangun (sleep-wakecycles) dengan fungsi
autonomik hipotalamus dan batang otak yang lengkap atau parsial.

• Permanent vegetative state (koma >1 th brain injury, koma >6 bulan non brain injury)

• Persistent vegetative state

• Keadaan sadar minimal (minimally conscious state) adalah keadaan dimana kesadaran
sangat terganggu, tetapi penderita dapat menunjukkan ketanggapan terhadap diri
sendiri ataupun lingkungan secara intermitten.
Ordinary dan Extraordinary Secara medis, sarana itu adalah
 Ordinary: Sesuatu yang bersifat biasa/layak. ordinary bila:
Dalam hal melakukan tindakan (medis) harus
mempertim-bangkan hal ini guna diterapkan • Sudah teruji secara ilmiah
kepada pasien/ klien; artinya, masih sanggup
diterima dengan baik oleh pasien/klien sesuai • Berhasil secara statistik
kondisi kesehatannya.
• Tersedia secara rasional
luar
 Extraordinary: Sesuatu yang bersifat
Secara moral, sarana itu adalah
biasa/di luar kelayakan. Dalam hal melakukan ordinary bila:
tindakan (medis) harus mempertimbangkan hal

ini guna diterapkan kepada pasien/klien; artinya, menguntungkan
jangan memaksakannya bilamana

tidak
sanggup diterima dengan baik oleh pasien/klien
bermanfaat
apalagi jika kondisi kesehatannya tidak
memungkinkan.
• Tidak menjadi beban fisik,psikologis
dan keuangan bagi pasien secara
berlebihan
Kriteria Kematian
• Kriteria kematian berdasarkan Conference of Commissioners on Uniform State Laws mengeluarkan dokumen yg
bernama Uniform Determination of Death Act (UUDA) 1980 yaitu “seorang individu yang sudah mengalami atau (1)
berhentinya fungsi peredaran darah dan pernafasan secara irreversible; atau (2) mengalami berhentinya semua
fungsi seluruh otak secara irreversible termasuk batang otak,dan penentuan ini harus dibuat sesuai standar medis yg
bisa diterima”.
• Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu “Seseorang dikatakan mati apabila fungsi sistem
jantung, sirkulasi dan pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah
dapat dibuktikan”.

• Beberapa kriteria yang menyatakan bahwa pasien meninggal adalah :

• Tidak ada aktivitas batang otak

• Organ vital sudah tidak berfungsi

• Pernafasan terhenti

• Jantung tidak berdenyut (tidak ada aktifitas listrik)

• Tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri

• Tubuh kaku (3 jam setelah kematian)

• Suhu tubuh turun (8 jam setelah kematian)


Euthanasia
• Kata Yunani eu “good”, Thanatos “death” = good death • Euthanasia menurut cara pelaksanaannya,
• Euthanasia merupakan percepatan kematian - Euthanasia pasif, membiarkan seseorang
seseorang yang dibuat dengan sengaja oleh karena meninggal dunia dengan cara tidak memberikan
adanya campur tangan manusia. atau melanjutkan pengobatan atau perawatan
• Essensi dari euthanasia adalah sebagai berikut: yang dapat memperpanjang hidup penderita
1. Tindakan tersebut, baik positife act maupun - Euthanasia aktif, mengambil tindakan untuk
negatife act, mengakibatkan kematian. mengakhiri penderitaan seseorang, memberi
2. Dilakukan pada saat yang bersangkutan masih obat-obatan.
dalam keadaan hidup.
• Menurut orang yang membuat keputusan, yakni
3. Penyakit sudah tidak ada harapan lagi untuk
disembuhkan dan sudah berada pada stadium terminal.
-Voluntary euthanasia yakni orang yang
menderita sakit yang membuat keputusan
4. Motifnya karena yang melakukan merasa
kasihan melihat penderitaan yang berkepanjangan. - Involuntary euthanasia yakni orang lain yang
5. Tujuannya untuk mengakhiri penderitaan.
membuat keputusan euthanasia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1778/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit

• Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf
yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia .
• prioritas masuk ke ICU
a. Pasien prioritas 1 (satu)
pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat
bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu
tertitrasi, dan lain-lainnya.
b. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif
segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.
c. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau
penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat
kecil.
• Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, indikasi masuk pada beberapa
golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian
sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara
lain:
1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do
Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih
yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.
• Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan tim yang
merawat pasien.
Etika Klinik Jonsen – Siegler -Winslade
An Approach to Decision-Making in Clinical Ethics

MEDICAL INDICATION PATIENT PREFERRENCES


Diagnosis Advance directive
Nature of disease Previous spoken
Condition of patient Previous choices
Prognosis
Treatment options

QUALITY OF LIFE CONTEXTUAL FEATURES


Who decides ? Social
What standar ? Culture
Suffering Legal
Relationships Financial
Institutional
Medical Indications

Medical Indications, didasarkan pada penetapan permasalahan medis & diagnosis;


• Apakah tergolong akut, kronis, kritis ataupun darurat ?
• Tujuan akhir dari pengobatan ?
• Rencana jika saja pengobatan atau tindakan mengalami kegagalan ?
• Keuntungan tindakan yang diambil ?
• Bagaimana resikonya jika tindakan medis tidak dilakukan ?
• Apakah masalah medis pasien ? Riwayat ? Diagnosis ? Prognosis ?
• Berapa besar kemungkinan keberhasilannya ?
• Sebagai tambahan, bagaimana pasien ini diuntungkan dengan perawatan medis,
dan bagaimana kerugian dari pengobatan dapat dihindari ?
Patient Preferences

Patient Preferences, didasarkan pada pilihan pasien


 Apakah pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal ? apakah ada
keadaan yang menimbulkan ketidakmampuan ?
 Bila berkompeten, apa yang pasien katakan mengenai pilihan pengobatannya ?
 Apakah pasien telah diinformasikan mengenai keuntungan dan risikonya,
mengerti atau tidak terhadap informasi yang diberikan dan memberikan
persetujuan ?
 Bila tidak berkompeten, siapa yang pantas menggantikannya ? apakah orang
yang berkompoten tersebut menggunakan standar yang sesuai dalam
pengambilan keputusan ?
 Apakah pasien tersebut telah menunjukkan sesuatu yang lebih disukainya?
 Apakah pasien tidak berkeinginan / tidak mampu untuk bekerja sama dengan
pengobatan yang diberikan ? kalau iya, kenapa?
 Sebagai tambahan, apakah hak pasien untuk memilih untuk dihormati tanpa
memandang etnis dan agama ?
Quality of Life
Quality of Life, mendiskripsikan kualitas hidup pasien setelah mengalami pengobatan
 Bagaimana prospek, dengan atau tanpa pengobatan untuk kembali ke kehidupan normal ?
 Apakah gangguan fisik, mental, dan sosial yang pasien alami bila pengobatannya berhasil?
 Apakah ada prasangka yang mungkin menimbulkan kecurigaan terhadap evaluasi pemberi
pelayanan terhadap kualitas hidup pasien ?
 Bagaimana kondisi pasien sekarang atau masa depan, apakah kehidupan pasien
selanjutnya dapat dinilai seperti yang diharapkan?
 Apakah ada rencana alasan rasional untuk pengobatan selanjutnya ?
 Apakah ada rencana untuk kenyamanan dan perawatan paliatif ?
Contextual Features
Contextual Features, menggambarkan pengaruh keadaan sosial, hukum, ekonomi serta institusi
dalam pengambilan keputusan pada hubungan terapeutik antara dokter dengan pasien
 Apakah ada masalah keluarga yang mungkin mempengaruhi pengambilan keputusan pengobatan ?
 Apakah ada masalah sumber data (klinisi dan perawat) yang mungkin mempengaruhi pengambilan
keputusan pengobatan ?
 Apakah ada masalah faktor keuangan dan ekonomi ?
 Apakah ada faktor relegius dan budaya ?
 Apakah ada batasan kepercayaan ?
 Apakah ada masalah alokasi sumber daya medis?
 Bagaimana hukum mempengaruhi pengambilan keputusan pengobatan ?
 Apakah penelitian klinik atau pembelajaran terlibat ?
 Apakah ada konflik kepentingan didalam bagian pengambilan keputusan didalam suatu institusi ?
Tindakan Lanjutan

• Dari skenario yang didapatkan, hal yang perlu dilakukan dokter adalah
pertama melakukan evaluasi ulang dari pasien 75 tahun tersebut, lalu
meminta inform consent kepada keluarga pasien unutk melakukan
euthanasia pasif. Setelah itu melakukan pertolongan yang cepat dan tepat
sesuai SOP pada pasien yang berusia 35 tahun.
Tindakan Lanjutan
• Pengambilan keputusan ini harus didasari dari berbagai macam pertimbangan
sehingga tidak menyebabkan maslaah hukum. Jika kita lihat dari four box pada
pasien 75 tahun quality of life dan medical indication pasien tersebut sudah
sangat buruk karena prognosisnya, dan pasien tersebut juga sudah mendapat
perawatan extra-ordinary. Sedangkan pasien yang berumur 35 tahun sudah
sangat kritis dan mungkin masih dapat disembuhkan jika mendapat
pertolongan yang tepat.
Kesimpulan
Pengambilan keputusan dari seorang dokter dalam masalah etik tidaklah
mudah, perlu banyak pertimbangan dan evaluasi terhadap keadaan pasien.
Setiap keputusan yang diambil dokter perlu ada perimbangan dari masalah
etik dan juga perlu persetujuan dari pihak pasien sehingga tidak
menimbulkan masalah hukum kedepannya.
Thankyou!

Anda mungkin juga menyukai