Anda di halaman 1dari 8

Nama : Risda Maulana

NIM : 742342021074

Prodi : HES 3
 
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN MUSLIM PADA PRODUK
HALAL
Apa Itu Perlindungan Hukum ?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia
merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara
hukum yang berdasarkan pancasila. Jaminan penyelenggaraan produk halal
bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian
ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan
menggunakan produk pangan.
Jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan untuk memberikan
kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal
bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk pangan.
Perlindungan hukum terhadap konsumen ini telah diatur dalam Undang-
Undang tentang Perlindungan Konsumen yang pengaturannya mencakup
segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen.
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal
makin terasa sangat penting, mengingat makin majunya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan
efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka
mencapai sasaran usaha.
Bagaimana produk halal itu?
Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Jaminan
Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu
Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.Undang-Undang No 33/2014 tentang Jaminan
Produk Halal telah mengatur Penetapan Kehalalan Produk pada Pasal 33, yaitu:
1) Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI.

2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal.

3) Sidang Fatwa Halal MUI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikutsertakan pakar, unsure
kementerian/lembaga, dan/atau instansi terkait.

4) Sidang Fatwa Halal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memutuskan kehalalan Produk paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH.

5) Keputusan Penetapan Halal Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh MUI.

6) Keputusan Penetapan Halal Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada BPJPH untuk menjadi
dasar penerbitan Sertifikat Halal
Langkah-langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat muslim
mengkonsumsi produk halal dengan regulasi yang disahkan oleh
pemerintah, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jamiman Produk


Halal;
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan;
4. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan;
5. Keputusan Menteri Agama Nomor 519 tahun 2001 tentang Lembaga
Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 disebutkan juga
sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari hukum, yaitu:

a)Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b)Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c)Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;

d)Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e)Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;

f)Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;


mengenai pelabelan halal, pelaku usaha pangan wajib mencantumkan label
halal di dalam dan/atau pada kemasan pangan. Hal ini berlaku baik untuk produsen
domestik maupun produsen pangan impor yang memasuki Indonesia. Kebenaran
suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan
baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang digunakan dalam
memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan dalam proses
produksinya. Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal, setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan. Pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia
untuk diperdagangkan wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada
lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kebenaran suatu pernyataan halal pada label
pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau
bahan bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat
dibuktikan dalam proses produksinya. Untuk mendukung kebenaran pernyataan
halal, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai