Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN III FILSAFAT ILMU

BAB VII
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
A. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
● Filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-
prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis,
mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma
agama) untuk memperoleh kebenaran.
● Pengertian ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta
dan Shopia yang berarti kebijaksanaan (Wisdom).
● Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni.
Jadi dalam pengetahuan mencakup di dalamnya ilmu, seni.
● Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya, dan
hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan
dan mengendalikan gejala-gejala alam.
● Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri (Saifuddin
et.al, 1991: 14) menggolongkan pengetahuan menjadi tiga
kategori umum, yakni: (1) pengetahuan tentang yang baik dan
yang buruk (yang disebut juga dengan etika/agama);
(2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (yang disebut
dengan estetika/seni), dan (3) pengetahuan tentang yang benar
dan yang salah (yang disebut dengan logika/ilmu).
● Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya
adalah ilmu.
● Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek
yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan
agama memasuki daerah jelajah yang bersifat transendental
yang berada di luar pengalaman manusia itu (Jujun, 1990;
104-105).
● Pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan
sepenuh-penuh maknanya, sementara ilmu mencoba
mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai
dunia empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi
beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan yang
bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan
mengenai alam yang bersifat umum dan impersonal,
sementara seni tetap bersifat individual dan personal, dengan
memusatkan perhatiannya pada pengalaman hidup perorangan.
● Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh
pengetahuan tersebut (Beerling, et.al., 1988: 1-4). Filsafat ilmu
erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi,
yang secara umum menyelidi syarat-syarat serta bentuk-bentuk
pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
● Filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut: (1) karakteristik-karakteristik apa yang
membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain;
(2) kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para
ilmuwan dalam penyelidikan alam; (3) kondisi yang bagaimana
yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi
benar dan; (4) status kognitif yang bagaimana dari prinsip-
prinsip dan hukum-hukum ilmiah.
● Pada masa Renaissance dan Aufklarung ilmu telah memperoleh
kemandiriannya. Sejak itu pula manusia merasa bebas, tidak
terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem sosial.
Pada masa ini perombakan secara fundamental di dalam sikap
pandang tentang apa hakikat ilmu dan bagaimana cara
perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah mengelaborasi
ruang lingkupnya yang menyentuh sendi-sendi kehidupan umat
manusia yang paling dasariah, baik individual maupun sosial
memiliki dampak yang amat besar.
● Setidaknya menurut Koentowibisono (1988: 5) ada tiga hal.
(1) ilmu yang satu sangat berkait dengan yang lain, sehingga
sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara
teori dan praktik, (2) semakin kaburnya garis batas tadi
sehingga timbul permasalahan sejauh mana seorang ilmuwan
terlibat dengan etika dan moral, (3) dengan adanya implikasi
yang begitu luas terhadap kehidupan umat manusia, timbul
pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai
sesuatu yang membawa kemajuan atau malah sebaliknya.
● Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi
sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal
(verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti
evidensi serta syarat-syarat untuk mencapai pengetahuan
ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang
disebut sebagai kenyataan atau kebenaran itu (Koento
Wibisono, 1988: 5).
● Dari sini lantas muncul teori empirisme (John Lock),
rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel Kant),
Posisitivisme (Auguste Comte), Fenomenologi (Husserl),
Konstruktivisme (Feyeraband), dan seterusnya.
● Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat
pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu
yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer
disebut dengan ilmu tentang ilmu.
● Pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan
pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang
menyangkut juga etik dan heuristic, bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk mengungkap arti dan makna bagi
kehidupan umat manusia.
C. Pengertian Filsafat Ilmu
1. Robert Ackerman: “Philosophy of science in one aspect
as a critique of current scientific opinions by comparison
to proven past views, but such aphilosophy of science is
clearly not a discipline autonomous of actual scientific
practice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini
dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang
dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu
dari praktik ilmiah secara aktual).
2. Lewis White Beck: “Philosophy of science questions and
evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise
as a whole”. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan
dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. A. Cornelius Benjamin: “That philosopic disipline which is
the systematic study of the nature of science, especially of its
methods, its concepts and presupposition, and its place in the
general scheme of intellectual discipines”. (Cabang
pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis
mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-
konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam
kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).
4. Michael V. Berry: “The study of the inner logic is scientific
theories, and the relations between experiment and theory,
i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen
dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara
percobaan dan teori yakni tentang metode ilmiah).
5. May Brodbeck: “Philosophy of science is the ethically and
philosophically neutral analysis, descriptions, and
clarifications of science”. (Analisis yang netral secara etis
dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-
landasan ilmu).
6. Peter Caws: “Philosophy of science is a part of philosophy,
which attempts to do for science what philosophy in general
does for the whole of human experience. Philosophy does two
sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about
man and the universe, and offers them as grounds for belief
and action; on the other, it examines critically that may be
offered as a ground for belief or action, including its own
theories, with a view to the elimination of inconsistency and
error”. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang
mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya
melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan 2 (dua) macam hal: Di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala
hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan
atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan).
7. Stephen R. Toulmin: “As a discipline, the philosophy of
science attempts, first, to elucidate the elements involved
in the process of scientific inquiry observational procedures,
patens of argument, methods of representation and
calculation, metaphysical presuppositions, and so on and
then to veluate the grounds of their validity from the points
of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu
mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur
pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode
penggantian dan perhitungan, praanggapan-praanggapan
metafisis dan seterusnya, dan selanjutnya menilai landasan-
landasan bagi kesalahannya dari sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika).
● Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari segi
ontologis, epistemologi maupun aksiologisnya.
● Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu,
seperti, seperti:
a. Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang
hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan
pengetahuan (landasan ontologis).
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar?
Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah
kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (landasan
epistemologis).
c. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? (Landasan
Aksiologi).
D. Fungsi Filsafat Ilmu
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang
ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri
netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan
hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna
dalam kehidupan.
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan
dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti
ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai