Anda di halaman 1dari 18

MATERI PENDIDIKAN INKLUSI

”PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS”

Kelompok 2 :
1.Wahyu Ragil Catur Saputro (2019143159)
2. Ajeng Ayu Saputri (2019143155)
3. Desi Rahmawati (2019143127)
4. Atika Pratiwi (2019143157)
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Peserta didik pada pendidikan inklusif secara umum
adalah semua peserta didik yang ada di sekolah reguler, tidak
hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan
khusus, tetapi juga mereka yang termasuk anak normal
(Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009). Mereka secara
keseluruhan harus memahami dan menerima
keanekaragaman dan perbedaan individual. Adapun secara
khusus sasaran pendidikan inklusif adalah setiap peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, yang
diistilahkan dengan anak-anak berkebutuhan khusus, karena
me reka membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Anak berkebutuhan khusus bukanlah anak yang sakit, tetapi
mereka adalah anak yang memiliki kelainan. Seseorang yang
menderita sakit akan ditangani oleh dokter sampai sembuh, tetapi
anak berkebutuhan khusus tidak akan kembali normal/sembuh,
misalnya anak buta tidak akan dapat melihat, anak tuli tidak akan
menjadi dapat mendengar kembali. Usaha medis dan rehabilitasi
medis merupakan penunjang dalam pembinaan pelayanan kepada
anak berkebutuhan khusus (Irdamurni & Rahmiati, 2015).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifi kan
(bermakna) mengalami kelainan, masalah, dan/atau penyim
pangan baik fisik, sensomotoris, mental-intelektual, sosial, emosi,
perilaku atau gabungan dalam proses
pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan
khusus (J. David Smith. 2009).
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang
memerlukan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar
dan kebutuhan secara individual. Cakupan konsep anak
berkebutuhankhusus ada dua, yaitu yang bersifat sementara dan
menetap, sehingga yang menetap (permanen) maupun
temporer/sementara harus ditangani oleh ahlinya.
Anak yang memiliki permasalahan atau hambatan bersifat
sementara dapat ditangani melalui proses bimbingan secara
sederhana dan terus-menerus karena jika tidak ditangani dengan
tepat anak yang berkebutuhan khusus secara temporer akan
mengalami kebutuhan khusus secara permanen. Dan anak yang
memiliki permasalahan bersifat permanen memiliki faktor-faktor
berisiko lebih besar sehingga diperlukan penanganan atau
intervensi khusus.
Agar lebih jelas tentang cakupan konsep anak berkebutuhan khusus yang
terbagi atas dua hal, yaitu: anak berkebutuhan khusus permanen dan
temporer, berikut akan dijelaskan lebih lengkap:

1. Anak berkebutuhan khusus temporer: anak berkebutuhan khusus bersifat


sementara (temporery) adalah anak yang mengalami hambatan belajar.
Hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor eksternal. Sebagai contoh,
anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa,
menyebabkan si anak tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu
bersifat sementara, tetapi jika si anak tidak memperoleh intervensi yang
tepat bisa menjadi permanen. Anak seperti ini memerlukan layanan
pendidikan kebutuhan khusus, yakni pendidikan yang disesuaikan dengan
hambatan yang dialaminya, tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah
khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak yang mempunyai kebutuhan
khusus yang bersifat temporer. Oleh karena itu, mereka membutuhkan
pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus
(Yusuf, 2018).
2. Anak berkebutuhan khusus permanen: anak berkebutuhan khusus
bersifat menetap adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan
hambatan perkembangan yang bersifat internal akibat dari kondisi
kecacatan, yaitu seperti kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran,
gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak
(motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial, dan
tingkah laku. Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus yang bersifat
permanen sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Istilah anak
berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari
anak penyandang cacat tetapi mencakup spektrum yang luas, meliputi anak
berkebutuhan khusus temporari dan anak berkebutuhan permanen
(penyandang cacat). Jadi, anakpenyandang cacat merupakan bagian dari
anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, konsekuensi logisnya lingkup
garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda
dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak
penyandang cacat (Yusuf, 2018).
Istilah “CACAT” juga disesuaikan dengan karakteristiknya, Menurut ILO (2001)
antara lain disebabkan :
1. Impairment
Istilah ini digunakan dengan merujuk pada abnormalitas atas kekurangan atau
hilangnya fungsi-fungsi tubuh scara psikologis, filosofis maupun anatomis.
2. Disability
Disability adalah ketidakmampuan melakukan sesuatu, misalnya tidak
mampu berjalan, tidak mampu mendengar, tidak mampu melihat dan
sebagainya. Disabilitymerupakan kekurangan atau kelemahan yang
disebabkan adanya impairment. Disability merujuk pada gangguan
performance seseorang yang disebabkan tidak berfungsinya psikologis,
filosofis maupun anatomis seseorang.
3. Handicap
Handicap adalah disability yang disebabkan adanya hambatan sosial. Antara
lain ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam pendidikan atau aktivitas
sosial.
B. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Karakteristik anak berkebutuhan khusus didasarkan padakategorisasi
mild-mentally retarded, learning disorder, motor skill disorder,
communications disorder, austistic disorder, emotional disorder,
behaviorally disorder, anak dengan keterlambatan perkembangan, dan anak
berbakat istimewa. Mild-mentally retarded adalah anak retardasi mental
atau anak tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual, yang secara
signifikan di bawah normal yang diikuti dengan kurangnya penyesuaian
tingkah laku dan dimanifestasikan selama masa perkembangan. Senada
dengan ini, learning disorder mengacu pada permasalahan prestasi individu
berdasarkan tes standar dalam membaca, matematika, atau ekspresi tertulis
yang secara substansial berada di bawah dari yang diharapkan untuk usia,
sekolah, dan tingkat inteligensinya. Sementara motor skill disorder merujuk
pada kondisi individu mengalami gangguan koordinasi gerak selama masa
perkembangan dalam berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.
C. Implementasi Pendidikan Inklusif di Jepang
Strategi pendidikan inklusif diawali pada tahun 1970 di
Inggris dengan menerima ABK di tempat yang sama untuk
membaur dengan anak biasa lainnya (integrasi). Kemudian
pada tahun 1990, pendidikan inklusif mulai dikenal dan
menyebar ke seluruh dunia. Pendidikan inklusif merupakan
perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak
berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam
‘Pernyataan Salamanca’ pada Konferensi Dunia tentang
Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994.‘Pernyataan
Salamanca’ menyebutkan bahwa prinsip mendasar dari
pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua
anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada
mereka.
Strategi Scrum untuk Membangun Karakter Mandiri ABK

- Langkah pertama dalam strategi scrum adalah penanganan secara dini. Ketika
orangtua mulai menyadari adanya gangguan perkembangan pada anaknya,
layanan pemeriksaan medis dan diagnosa terhadap gangguan perkembangan
anak mulai dilakukan pada usia anak 2 tahun.
- Langkah kedua dalam strategi scrum, yaitu membuat program pendidikan
dalam rangka penanganan disabilitas di Jepang. Implementasi strategi scrum
sebagai program pendidikan inklusif tersebut antara lain;

1. Penelitian di bidang pendidikan inklusif yang ditujukan untuk mendapatkan


pembaharuan strategi dan metode mengajar.
2. Proyek pelatihan pemahaman yang benar tentang penyandang disabilitas
3. Diklat bagi pengajar yang memiliki pengetahuan praktik dan ahli di bidang
gangguan perkembangan
4. Penempatan school counsellor pada masingmasing sekolah yang selalu hadir
setiap seminggu sekali.
Peran guru pendidik khusus dalam kegiatan identifikasi dan
assesmen program kebutuhan khusus

Kegiatan identifikasi tidak hanya dilaksanakan oleh guru


pendidik khusus, akan tetapi guru reguler juga membantu,
dikarenakan jika anak tidak identifikasi diawal, maka dalam
kegiatan pembelajaran yang berlangsung akan semakin terlihat dan
dikonsultasikan pada guru pendidik khusus, sehingga selanjutnya
dilakukan assesmen.Sedangakan untuk anak yang mengalami
hambatan perkembangan baik komunikasi, sosial, emosi maupun
perilaku, assesmen dapat dilaksanakan dengan observasi selama
kegiatan pembelajaran, hal ini juga mebutuhkan bantuan dari
berbagai pihak seperti orangtua maupun pihak medis seperti
dokter atau terapis.
Guru Pendamping Khusus

Berikut ini tugas dari guru pendamping khusus menurut Soejipto (2009:66)
adalah :
a. Memberikan bantuan berupa layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan
khusus(ABK) yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
di kelas umum, seperti remedial ataupun pengayaan, memberikan tugas yang lebih
ringan kepada anak yang berkebutuhan khusus.
b. Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan
khusus jika terjadi pergantian guru.
c. Memberikan bantuan pada guru kelas atau guru mata pelajaran agar mereka
dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus,
d. Melaksanakan sessmen bersama team untuk mendiagnosa permasalahan
belajar ABK.
e. Membuat silabus, kurikulum dan evaluasi yang disesuaikan dengan kemapuan
anak. Selain tugas tersebut, guru pendamping dapat membantu mengatasi
berbagai kesulitan belajar siswa sehingga proses belajar mengajar menjadi efektif
dan efesien.
D.PENGAJARAN KREATIVITAS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
PADA PENDIDIKAN INKLUSI

Pendidikan inklusi merupakan bentuk penyelenggaraan


pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhankhusus
dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Undang-
Undang tentang pendidikan di Indonesia memang jelas
mengamanatkan tidak adanya diskriminasi bagi seluruh rakyat
Indonesia untuk mengenyam pendidikan, namun pada
kenyataannya untuk mendapatkan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus sangatlah tidak mudah, karena tidak semua
sekolah mampu menerima siswa dengan kebutuhan khusus.
Keberadaan sekolah inklusif di Purwokerto menunjukan bahwa
masyarakat mulai terbuka dan dapat menerima perbedaan yang
terdapat disekitarnya.
E. Sejarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya


diprakarsai dan diawali dari negara-negara Scandinavia
(Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun
1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakarpakar
Pendidikan Luar biasa ke Scandinavia untuk mempelajari
mainstreaming dan Least restrictive environment, yang
ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat.
Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai
memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan
ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak
kebutuhan khusus dari segregatif ke intergratif.
• Penyelenggaraan pendidikan inkluif

Kemampuan-kemapuan khusus yang harus dimiliki oleh seorang


guru dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sebagai
berikut :
a. Pengetahuan tentsng perkembangan anak berkebutuhan khusus
b. Pemahaman akan pentingnya mendirong rasa penghargaan anak
berkaitan dengan perkembangan, motivasi dan belajar melalui
suatau interksi positif dan berorientasi pada sumber belajar
c. Pemahaman tentang konvensi hak anak dan implikasnya terhadap
implimintasi pendidikan dan perkembangan semua anak
d. Pemahaman tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang
rama terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan isi, hubungan
sosial, pendekatan dan bahan pembelajaran
e. Pemahaman arti pentingnya belajar aktif dan
pengembangan pemikiran kreatif dan logis
Pemahaman pentingnya evaluasi dan assesmen ber
kesinam bungan oleh guru
f. Pemahaman konsep inklusi dan pengayaan serta cara
pelaksanaan inklusi dan pembelajaran yang
berdereferensi
g. Pemahaman terhadap hambatan belajar termasuk
yang disebabkan oleh kelainan fisik maupun mental
h. Pemahaman konsep pendidikan berkualitas dan
kebutuhan implementasi pendekatan dan metode
baru.
Penolakan oleh sekolah-sekolah ini dapat terjadi karena beberapa faktor, di
antaranya adalah:

a. Letak sekolah khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) yang jauh dari
tempat tinggal siswa dengan kebutuhan khusus tersebut jarak yang jauh dan
sulitnya sarana transportasi menuju ke SLB.
b. Ketidakmampuan sekolah umum untuk mendidik anak berkebutuhan khusus
(ABK) karena pola berpikir mereka bahwa anak dengan kebutuhan khusus
harusnya disekolahkan di SLB.
c. Tidak ada guru khusus yang menangani ABK, karena semua guru di sekolah
umum bukan lulusan dari jurusan sekolah luar biasa. Dikarenakan jurusan yang
banyak ditempuh oleh para pendidik di sekolah dasar pada umumnya adalah
pendidikan umum atau mata es menangani anak berkebutuhan khusus hanya ada
di sekolah luar biasa.
d. Tidak ada sarana dan prasarana yang dapat mendukung kelangsungan belajar
siswa ABK di sekolah biasa misalnya ruangan inklusif yang digunakan untuk
melayani ABK baik di kala jam pelajaran normal atau sepulang sekolah.
e. Paradigma orang tua ABK yang menganggap bahwa jika anak mereka
disekolahkan di SLB adalah anak cacat.

Anda mungkin juga menyukai