BEHAVIORISTIK
Matrikulasi
Magister Psikologi Profesi
Desember 2020
Konsep utama
behavioral learning theory
Belajar merupakan
perubahan tingkah
laku yang terjadi
berdasarkan
paradigma S-R
(stimulus- respon)
Behavioral Learning Theory
Organism
Stimulus Response
(O)
(S) (R)
ASUMSI UTAMA
1. Semua jenis binatang (termasuk
manusia) belajar dengan cara/
prinsip yang sama
2. Untuk memahami suatu proses
belajar, fokus pada stimulus-respon
3. Proses2 internal harus diabaikan
4. Belajar ditunjukkan dengan
PERUBAHAN PERILAKU
5. Prinsip TABULA RASA
6. Belajar adalah hasil dari kejadian2
Ciri-ciri teori belajar behavioristik
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian
(elementalistik)
3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya
hasil belajar.
5. Mementingkan sebab-sebab di waktu yang
lalu,
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. Dalam pemecahan problem, ciri khasnya
“trial and error”
Tiga tipe utama proses belajar
O Classical conditioning: proses belajar yang
tidak disadari. Contoh: percobaan Pavlov
(prinsip asosiasi)
O PRINSIP S-R
O KONSEP A-B-C
Evaluasi Kasus
O Teknik intervensi
O Langkah kerja
O Evaluasi intervensi
KASUS 1
O “Saya laki-laki (30-an tahun) sarjana S2 yang sangat ingin melanjutkan ke program
doktor (S3) agar dapat meraih prestasi tertinggi di bidang akademik, yaitu meraih
derajad Guru Besar (Profesor). Namun, saya selalu merasa was-was saat akan
mengikuti tes seleksi masuk (TPA). Skor Toefl saya sudah memenuhi kualifi-kasi,
tetapi skor TPA saya masih di bawah standar kelulusan, sehingga saya belum berhasil
diterima. Saya sudah berulang kali mengikuti tes TPA, tetapi belum berhasil lolos.
Setiap saya akan mengikuti tes tersebut, badan terasa tidak nyaman, muncul
kekhawatiran, keluar keringat dingin dan saat mengerjakan, selalu muncul rasa tidak
mampu (soal-soal-nya sangat sulit, terutama yang membutuhkan kemampuan
berhitung/eksakta, dan saya merasa tidak mampu mengerjakannya), dan akhirnya skor
saya selalu di bawah standar kelulusan.
O Sejak kecil saya memang tidak suka pelajaran eksakta, yang kata orang membutuhkan
kemampuan otak kiri. Saya lebih menyukai hafalan atau verbalisasi. Hal ini membuat
orangtua dan guru matematika saya seringkali mengkritik saya dengan kata-kata:
“Ngono wae kok ora iso (Hal semudah itu kok tidak bisa)”, ketika saya tidak mampu
mengerjakan soal-soal matematika yang diberikan. Kalimat kritikan tersebut berulang
kali diucapkan didepan saya, kadang sambil “memukul ringan” (Jawa = “njenggung”)
kepala saya. “Jenggungan” itu sebenarnya tidak sakit sama sekali, tetapi kata-kata
beliau itu yang membuat saya merasa malu dan hati saya sakit dan semakin yakin
bahwa saya memang tidak mampu mengerjakan soal-soal hitungan/eksakta”
Kasus 2
O “Anak kami, laki-laki 5 tahun, TK B, sejak beberapa minggu ini, bila
marah, baik dengan kakak atau pun adiknya keluar kata-kata kasar, bahkan
kadang memaki. Saya dan suami benar-benar kaget dengan perubahan
“bahasa” anak ke dua kami ini. Padahal selama ini di dalam keluarga kami
tidak pernah ada yang berkomunikasi secara kasar. Pembantu yang selalu
mendampinginya juga berperilaku santun dan kelihatan sayang dengan
anak-anak kami. Memang kami baru enam bulan pindah rumah karena
mengikuti tugas suami. Didekat rumah kontrakan kami ada Gardu tempat
orang kampung ronda di malam hari. Gardu inilah yang membuat kami
memutuskan untuk mengontrak rumah ini, karena kami merasa aman
tinggal di dekat Gardu-ronda. Namun ternyata bila siang hari, Gardu
tersebut menjadi tempat nongkrong remaja kampung yang tidak sekolah
dan pengangguran. Kegiatan rutin mereka adalah main kartu, dan biasanya
menjadi arena perjudian. Bahasa untuk berkomunikasi yang mereka
gunakan adalah bahasa kasar, bahkan seringkali keluar “kamus kebun
binatang” (biasanya diucapkan oleh mereka yang kalah judi).
KASUS 3
O Subjek memiliki permasalahan dengan istrinya yang sekarang sedang
proses perceraian. Permasalahan komunikasi menjadi pemicu
permasalahan dalam keluarga, sehingga memicu adanya pertengkaran
mulut dalam keluarga. Permasalahan komunikasi tersebut yaitu adanya
penafsiran yang berbeda dalam komunikasi antara subjek dan istrinya.
Istri sering menafisirkan perkataan subjek tidak menyenangkan untuk
didengar, dan mengungkit-ungkit masa lalunya, sehingga kemarahan
istri pernah membuatnya pulang ke rumah orang tuanya. Selain itu,
subjek ingin mempersiapkan masa depan untuk anaknya serta
memperbaiki masa lalu subjek yang pernah ikut dalam pergaulan bebas
seperti mabuk dan seks bebas serta pernah dipenjara karena hal
tersebut. Subjek merasa sangat khawatir dan cemas dengan masa depan
anaknya karena subjek belum memiliki pekerjaan yang tetap. Subjek
juga takut jika tidak dapat bertemu dengan anaknya, karena anak tahu
latar belakang kehidupan masa lalu ayahnya.
KASUS 4
O Subjek dibawa ke rumah sakit dengan keluhan perutnya sakit
dan lemas. Subjek juga tidak mampu bangun dan duduk, mata
berkunang-kunang, badan panas, dan kepala pusing. Kondisi
sakit tersebut membuat subjek merasa kecewa dengan
kondisinya, tidak bisa menerima keadaan sakit yang dideritanya
sehingga subjek terkadang marah dengan ibunya dan berteriak
dikamar rumah sakit. Subjek mengeluh dan merasa tidak adil
karena dalam keluarga hanya subjek yang sakit berkepanjangan.
Subjek juga merasa takut dan khawatir dengan keadaan fisiknya
yang penuh luka karena kulitnya membusuk dan mengelupas,
serta kondisi fisik yang semakin kurus. Subjek merasa cemas
dengan keadaan sakit yang merenggut kesempurnaan fisiknya.
Setiap subjek merasa cemas dan khawatir maka perut subjek
akan terasa sakit dan diare.