Anda di halaman 1dari 77

TUGAS PENGEMBANGAN

METODE ANALISIS
TAHAP I

LIQUID CHROMATOGRAPHY TANDEM-MASS SPECTROMETRY METHOD


DEVELOPMENT AND VALIDATION FOR SIMULTANEOUS ANALYSIS OF
PARACETAMOL, GUAIFENESIN, PHENYLEPHRINE HYDROCHLORIDE,
CHLORPHENIRAMINE MALEATE, AND AMBROXOL HYDROCHLORIDE IN
BULK AND IN TABLET DOSAGE FORM
KELOMPOK
1708551005 Putu Rika Jesika Putri

1 1708551051 Ni Putu Ruscita Anggreni

1708551056 I Made Adnyana Par tha Wijaya


PARASETAMOL (BULK)
ACETAMINOPHEN

Kemenkes RI, 2014

• 4’-Hidroksiasetanilida [103-90-2]
• C₈H₉NO₂
• BM 151,16 g/mol
• Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C₈H₉NO₂,
dihitung terhadap zat anhidrat.
• Pemerian Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
• Kelarutan Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut
dalam etanol.
Kemenkes RI, 2014
IDENTIFIKASI
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering yang
cocok dan didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya
pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Parasetamol BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran asam
klorida 0,1 N dalam metanol P (1 dalam 100), menunjukkan maksimum dan
minimum pada panjang gelombang yang sama dengan Parasetamol BPFI.
C. Memenuhi uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis <281>, gunakan larutan
1 mg per ml dalam metanol P dan fase gerak diklormetana P-metanol P (4:1).
• Pengotor
Logam berat <371> Metode III Tidak lebih dari 10 bpj.
Cemaran senyawa organik mudah menguap <471> Metode V Memenuhi
syarat. Pertahankan suhu injektor kromatograf gas pada 70°. Pelarut Gunakan
dimetil sulfoksida P.

Kemenkes RI, 2014


PENETAPAN KADAR
Larutan baku Timbang saksama sejumlah Parasetamol BPFI, larutkan dalam air hingga kadar lebih
kurang 12 μg per ml.
Larutan uji Timbang saksama lebih kurang 120 mg zat, masukkan ke dalam labu tentukur 500-ml,
larutan dalam 10 ml metanol P, encerkan dengan air sampai tanda.
Masukan 5,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100-ml, encerkan dengan air sampai tanda dan
campur. Ukur serapan Larutan uji dan Larutan baku pada panjang gelombang serapan maksimum
lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagi blangko. Hitung jumlah dalam mg,
asetaminofen,C₈H₉NO₂, dalam zat yang digunakan dengan rumus:
10C ()

C adalah kadar Parasetamol BPFI dalam μg per ml Larutan baku;AU dan AS berturut-turut adalah
serapan Larutan uji dan Larutan baku.

Kemenkes RI, 2014


TABLET PARASETAMOL ACETAMINOPHEN

Tablet Parasetamol mengandung parasetamol, C₈H₉NO₂, tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
IDENTIFIKASI
A. Waktu retensi puncak utama Larutan uji sesuai dengan Larutan baku seperti tertera pada
Penetapan kadar.
B. Sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 50 mg parasetamol larutkan dalam 50 ml
metanol P, saring; filtrat memenuhi uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis <281>
menggunakan fase gerak campuran diklorometan P-metanol P (4:1).
PENETAPAN KADAR
• Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada
Kromatografi <931>.
• Fase gerak Buat campuran air-metanol P (3:1), saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut Kesesuian sistem seperti tertera pada Kromatografi <931>.
• Larutan baku Timbang saksama sejumlah Parasetamol BPFI, larutkan dalam Fase gerak
hingga kadar lebih kurang 0,01 mg per ml.

Kemenkes RI, 2014


• Larutan uji Timbang dan serbukan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang saksama sejumlah serbuk tablet
setara dengan lebih kurang 100 mg parasetamol, masukkan ke dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan
lebih kurang 100 ml Fase gerak, kocok selama 10 menit, encerkan dengan Fase gerak sampai tanda. Pipet
5 ml larutkan ke dalam labu tentukur 250-ml, encerkan dengan Fase gerak sampai tanda. Saring larutan
melalui penyaring dengan porositas 0,5 μm atau lebih halus, buang 10 ml filtrat pertama. Gunakan filtrat
sebagai Larutan uji.
• Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi <931>. Kromatograf cair kinerja tinggi
dilengkapi dengan detektor 243 nm dan kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih
kurang 1,5 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam kromatogran dan ukur
respons puncak seperti tertera pada Prosedur: efisiensi kolom tidak kurang dari 1000 lempeng teoritis,
faktor ikutan tidak lebih dari 2 dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0%.
• Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama (lebih kurang 10 μl) Larutan baku dan
Larutan uji ke dalam kromatograf. Rekam kromatogram, ukur respons puncak utama. Hitung jumlah
dalam mg, paracetamol, C8H9NO9, dalam serbuk tablet yang digunakan dengan rumus:

C adalah kadar Parasetamol BPFI dalam mg per ml Larutan baku; rU dan rS brturut-turut adalah
respons puncak dari Larutan uji dan Larutan baku.
100 C ()

Kemenkes RI, 2014


GUAIFENESIN (BULK)
Gliseril Guaiakolat

• 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1]
• C10H14O4
• BM 198,22 g/mol
• Guaifenesin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C10H14O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
• Pemerian Serbuk hablur; putih sampai agak kelabu; bau khas lemah; rasa pahit.
• Kelarutan Larut dalam air; etanol, kloroform dan propilen glikol; agak sukar larut dalam
gliserin.

Kemenkes RI, 2014


IDENTIFIKASI
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam kalium
bromida P, menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti
pada Guaifenesin BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 40 ug per ml dalam metanol P menunjukkan maksimum
dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti pada Guaifenesin BPFI .
C. Campur lebih kurang 5 mg zat dengan 1 tetes formaldehida P dan beberapa tetes asam sulfat
P: terjadi warna merah tua hingga ungu.

PENGOTOR
Logamberat <371> Metode I Tidak lebih dari 25 bpj.
Cemaran senyawa organik mudah menguap <471> Metode IV Memenuhi syarat.

Kemenkes RI, 2014


PENETAPAN KADAR
• Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada
Kromatografi <931>.
• Larutan A Buat campuran air-asam asetat glasial P (990:10). Larutan B Gunakan asetonitril P.
• Fase gerak Gunakan berbagai campuran Larutan A dan Larutan B seperti tertera pada Sistem
Kromatografi. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut Kesesuaian sistem seperti tertera pada
Kromatografi <931>.
• Larutan baku Buat larutan Guaifenesin BPFI dalam Larutan B hingga kadarnya lebih kurang 0,5
mg per ml.
• Larutan uji Timbang saksama 25 mg zat, masukkan ke dalam labu tentukur 50-ml. Larutkan dan
encerkan dengan Larutan B sampai tanda.
• Larutan resolusi Buat larutan dalam Larutan B hingga tiap ml mengandung Guaifenesin BPFI
0,5 mg dan Guaiakol BPFI 0,02 mg.
• Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi <931>. Kromatograf cair kinerja
tinggi dilengkapi dengan detektor 276 nm dan kolom 4,6 mm x 25 cm dan berisi bahan pengisi
L1, dengan ukuran partikel 5 um. Laju alir lebih kurang 1 ml per menit.

Kemenkes RI, 2014


TABLET GUAIFENESIN
Tablet Guaifenesin mengandung guaifenesin, C10H14O4, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
IDENTIFIKASI
A. Gerus halus sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 100 mg guaifenesin dengan 10 ml
kloroform P, saring. Uapkan 1 ml filtrat pada kaca arloji. Campur residu dengan 1 tetes
formaldehida P dan beberapa tetes asam sulfat P: terjadi warna merah ceri tua hingga ungu.
B. Waktu retensi puncak guaifenesin pada kromatogram Larutan uji sesuai dengan Larutan baku
seperti yang diperoleh pada Penetapan kadar.
PENETAPAN KADAR
• Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi
<931>.
• Fase gerak Buat campuran air-metanol P-asam asetat glasial P (60:40:1,5), saring dan awaudarakan.
Jika perlu lakukan penyesuaian, menurut Kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi
<931>.
• Larutan asam benzoat Timbang saksama sejumlah asam benzoat P, larutkan dalam metanol P hingga
kadar lebih kurang 2 mg per ml.
• Larutan resolusi Timbang saksama sejumlah guaifenesin, larutkan dalam air dengan pengocokan
hingga kadar lebih kurang 2 mg per ml. Pipet 2 ml larutan dan 5 ml Larutan asam benzoat ke dalam
labu tentukur 100-ml, tambahkan 40 ml metanol P, encerkan dengan air sampai tanda. Kadar larutan
ini mengandung guaifenesin lebih kurang 40 μg per ml dan asam benzoat lebih kurang 100 μg per
ml.
• Larutan baku Timbang saksama sejumlah Guaifenesin BPFI, larutkan dalam air dengan
pengocokan hingga kadar lebih kurang 2 mg per ml. Pipet 2 ml larutan ke dalam labu
tentukur 100-ml, tambahkan 45 ml metanol P, encerkan dengan air sampai tanda. Kadar
larutan lebih kurang 40 μg per ml
• Larutan uji Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet.Timbang saksama sejumlah
serbuk tablet setara dengan lebih kurang 200 mg guaifenesin, masukkan ke dalam labu
tentukur 100-ml, tambahkan lebih kurang 60 ml air, kocok selama lebih kurang 15 menit.
Encerkan dengan air sampai tanda, jika perlu saring untuk mendapatkan larutan yang jernih.
Pipet 2 ml larutan ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan 45 ml metanol P, encerkan
dengan air sampai tanda.
• Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi <931>. Kromatograf cair
kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 276 nm dan kolom 4,6 mm x 25 cm berisi bahan
pengisi L1 dengan ukuran partikel 10 μm. Laju alir lebih kurang 2 ml per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan resolusi, rekam kromatogram dan ukur respons puncak seperti
tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak guaifenesin dan asam benzoat tidak kurang
dari 3,0; waktu retensi relatif guaifenesin dan asam benzoat berturut-turut adalah lebih kurang
0,7 dan 1,0. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam kromatogram dan ukur
respons seperti tertera pada Prosedur: simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2,5%.

Kemenkes RI, 2014


PHENYLEPHRINE HYDROCHLORIDE
(BULK)

• Nama IUAPC: (1R)-1-(3-Hydroxyphenyl)-2-(methylamino)ethanol hydrochloride


• Rumus Molekul: C9H13NO2,HCl
• Bobot Molekul: 203.7 g/mol
• Syarat Farmasetis: Mengandung 98.5-101% C9H13NO2,HCl
• Pemerian: Putih atau hampir putih, bubuk kristal
• Kelarutan: Bebas larut dalam air dan etanol 96%
(British Pharmacopoeia, 2009).
IDENTIFIKASI
A. Rotasi optic
B. Uji titik lebur (171°C-176°C) : Larutkan 0,3 g dalam 3 ml air, tambahkan 1 ml amonia
encer, dan mulailah kristalisasi dengan
mengerok dinding tabung dengan batang kaca. Cuci kristal dengan air es dan
keringkan 105°C selama 2 jam.
C. Spektrofotometri serapan inframerah
D. Larutkan sekitar 10 mg dalam 1 ml air dan tambahkan 0,05 ml larutan 125 g / l
tembaga sulfat R dan 1 ml larutan 200 g / l natrium hidroksida . Warna ungu
dihasilkan. Tambahkan 1 ml eter dan kocok; lapisan atas tetap tidak berwarna.
PENGOTOR
E. R = R’ = H: (1R)-2-amino-1-(3-hydroxyphenyl)ethanol (norphenylephrine)
F. R = CH2-C6H5, R’ = CH3: (1R)-2-(benzylmethylamino)-1-(3-hydroxyphenyl)ethanol
G. R = H: 1-(3-hydroxyphenyl)-2-(methylamino)ethanone (phenylephrone)
H. R = CH2-C6H5: 2-(benzylmethylamino)-1-(3-hydroxyphenyl)ethanone
(benzylphenylephrone).
(British Pharmacopoeia, 2009).
PENETAPAN KADAR PHENYLEPHRINE
HYDROCHLORIDE
Larutkan 0,150 g dalam campuran 0,5 ml asam klorida 0,1 M dan etanol 80 ml (96%).
Melakukan titrasi potensiometri menggunakan 0,1 M etanol natrium hidroksida. Baca
volume yang ditambahkan antara 2 titik infleksi.
1 ml natrium hidroksida etanol 0,1 M setara dengan 20,37 mg C9H13NO2,HCl.

(British Pharmacopoeia, 2009).


CHLORPHENIRAMINE MALEATE (BULK)

• 2-[p-Kloro-α-[dimetilamino)etil]benzil] Piridin malet (1:1) [113-92-8]


• C16H19CIN2 .C4H4O4
• BM : 390,87 g/mol
• Klorfeniramin Maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5%
C16H19ClN2 .C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
• Pemerian Serbuk hablur, putih; tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5.
• Kelarutan Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut
dalam eter dan dalam benzen.

Kemenkes RI, 2014


IDENTIFIKASI
Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida P
menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada
Klorfeniramin Maleat BPFI.
PENGOTOR
Cemaran senyawa organik mudah menguap<471> Metode
Memenuhi syarat.
PENETAPAN KADAR
Timbang saksama lebih kurang 500 mg zat, larutkan dalam 20 ml asam asetat glasial
P, tambahkan 2 tetes kristal violet LP dan titrasi dengan asam perklolat 0,1 N LV.
Lakukan penetapan blangko. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan19,54 mg
C16H19CIN2 .C4H4O4

Kemenkes RI, 2014


CHLORPHENIRAMINE MALEATE (TABLET)
Tablet Klorfeniramin Maleat mengandung klorfeniramin maleat, C16H19ClN2.C4H4O4, tidak
kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
IDENTIFIKASI
Timbang sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 25 mg klorfeniramin maleat,
dispersikan dalam 20 ml larutan asam klorida P (1 dalam 100). Larutkan lebih kurang 25 mg
Klorfeniramin Maleat BPFI dalam 20 ml larutan asam klorida P (1 dalam 100). Basakan
masing-masing larutan dengan larutan natrium hidroklorida P (1 dalam 10) hingga pH lebih
kurang 11. Ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 50 ml heksan P, kumpulkan masing-masing
ekstrak heksan dalam gelas piala, dan uapkan sampai kering. Dispersikan masingmasing sisa
dalam minyak mineral dan tetapkan spektrum serapan inframerah pada panjang gelombang
antara 2 μm dan 12 μm: menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama.

Kemenkes RI, 2014


PENETAPAN
KADAR • Larutan uji Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang saksama
sejumlah serbuk tablet setara dengan 4 mg klorfeniramin maleat. Lakukan seperti yang
tertera pada Penetapan Kadar Garam Basa Nitrogen Organik <541>, tetapi gunakan
larutan asam klorida P (1 dalam100) sebagai pengganti larutan asam sulfat P (1 dalam
350) dan larutan asam sulfat P (1 dalam 70), dan gunakan pelarut heksan P sebagai
pengganti eter P.Encerkan 10 ml Larutan uji dengan larutan asam klorida P (1 dalam
100) hingga 25,0 ml.
• Larutan baku Timbang saksama lebih kurang 40 mg Klorfeniramin Maleat BPFI,
larutkan dalam 200,0 ml larutan asam klorida P (1 dalam 100). Encerkan 20,0 ml
Larutan baku dengan larutan asam klorida P (1 dalam 100) hingga 25,0 ml.
• Prosedur Ukur serapan Larutan uji dan Larutan baku pada panjang gelombang 264
nm. Hitung jumlah mg, C16H19ClN2.C4H4O4, dalam bentuk serbuk tablet yang
digunakan dengan rumus:

C adalah bobot Klorfrniramin Maleat BPFI dalam mg dalam 20,0 ml Larutan baku;
AU dan AS berturut-turut adalah serapan Larutan uji dan Larutan baku.

Kemenkes RI, 2014


Ambroxol Hydrochloride

• Nama IUPAC: trans-4-[(2-Amino-3,5-dibromobenzyl)amino]cyclohexanol hydrochloride.


• Rumus Molekul: C13H18Br2N2O,HCl
• Bobot Molekul: 414.6 g/mol
• Syarat Farmasetis: Mengandung 99-101% C13H18Br2N2O,HCl
• Pemerian: Bubuk kristal putih atau kekuningan.
• Kelarutan: Sedikit larut dalam air, larut dalam metanol, praktis tidak larut dalam metilen klorida.

(British Pharmacopoeia, 2009).


IDENTIFIKASI
A. Larutkan 20,0 mg dalam asam sulfat 0,05 M dan encerkan menjadi 100,0 ml dengan
asam yang sama. Encerkan 2,0 ml larutan menjadi 10,0 ml dengan asam sulfat 0,05 M.
Diperiksa antara 200 nm dan 350 nm, larutan menunjukkan dua panjang gelombang
maksimum pada 245 nm dan 310 nm.
B. Spektrofotometri serapan inframerah
C. Kromatografi Lapis Tipis
D. Larutkan 25 mg dalam 2,5 ml air, campur dengan 1,0 ml amonia encer dan biarkan
selama 5 menit. Saring dan asamkan filtrat dengan asam nitrat encer. Filtrat memberi
reaksi klorida.
PENGOTOR
E. Ar-CH2OH: (2-amino-3,5-dibromophenyl)methanol
F. trans-4-(6,8-dibromo-1,4-dihydroquinazolin-3(2H)-yl)cyclohexanol
G. trans-4-[[(E)-2-amino-3,5-dibromobenzyliden]amino]cyclohexanol
H. cis-4-[(2-amino-3,5-dibromobenzyl)amino]cyclohexanol
I. Ar-CH=O: 2-amino-3,5-dibromobenzaldehyde.
(British Pharmacopoeia, 2009).
PENETAPAN KADAR AMBROXOL HCL
Larutkan 0,300 g dalam 70 ml alkohol dan tambahkan 5 ml asam hidroklorat 0,01 M.
Lakukan titrasi potensiometri menggunakan 0,1 M natrium hidroksida. Baca volume
yang ditambahkan antara dua titik infleksi.
1 ml natrium hidroksida 0,1 M setara dengan 41,46 mg C13H18Br2N2O,HCl

(British Pharmacopoeia, 2009).


TARGET ANALISIS

Metode analisis yang sederhana, sensitif, cepat, dan spesifik agar


dapat dijadikan metode analisis rutin senyawa Parasetamol,
Phenylephrine Hydrochloride, Chlorpheniramine Maleate,
Guaifenesin, Ambroxol HCl secara simultan dalam sediaan tablet.
TARGET ANALISIS
Metode diharapkan mampu menganalisis zak aktif parasetamol,
ANALISIS SECARA phenylephrine hydrochloride, guaifenesin, ambroxol HCl dan
SIMULTAN chlorpheniramine maleate secara simultan dalam sediaan tablet
serta mampu memisahkan zat aktif dengan matrik
pengganggungnya
Parasetamol (90-110%),
PERSYARATAN Guaifenesin (90-110%),
KEMURNIAN MENURUT Phenylephrine hydrochloride (98,5 – 101%);
FARMAKOPE Chlorpheniramine maleate (93%-107% )
Ambroxol HCl (99-101%).

Linieritas mempersyaratkan nilai r2 ≥ 0,98; LOD dan LOQ dibawah


VALIDASI METODE
konsentrasi sampel, presisi dengan nilai RSD < 2%; dan akurasi
MEMENUHI SYARAT dengan nilai 98-102%
FARMAKOPE
DEFINISI MASALAH

1. Penetapan kadar Paracetamol dan Guaifenesin


menggunakan metode KCKT (Kemenkes RI,
2014)
Metode Analisis dalam 2. Penetapan kadar Phenylephrine Hydrochloride
Farmakope untuk Kelima menggunakan metode titrasi potesiometri
Senyawa (British Pharmacopea, 2009).
3. Penetapan kadar Chlorpheniramine Maleate
menggunakan metode spektrofotometri UV
(Kemenkes RI, 2014)
4. Penetapan kadar Ambroxol HCL
menggunakan titrasi potensiometri
(British Pharmacopea, 2009).
DEFINISI MASALAH
Masalah Metode Sebelumnya

HPLC dengan detektor UV dan metode spektrofotometri UV


harus mempertimbangkan gugus kromofor dan panjang
gelombang maksimum, namun metode LC-MS/MS tidak
tergantung dengan panjang gelombang maksimum, dapat
menganalisis semua analit secara optimal dengan semua kondisi
yang sama.
DEFINISI MASALAH
PenelitianSebelumnya

Pada penelitian sebelumnya metode analisis yang digunakan untuk


menganalisis kelima campuran senyawa tersebut secara simultan
adalah dengan metode HPLC menggunakan detektor UV. Metode ini
menghasilkan hasil pemisahan yang kurang baik, yaitu dengan nilai
LOD dan LOQ parasetamol yang relatif tinggi, yaitu LOD dengan nilai
38 µg/mL dan LOQ dengan nilai 49 µg/mL (Redasani et al., 2013).
DEFINISI MASALAH
Metode yang digunakan sebelumnya untuk analisis senyawa Paracetamol (PCM),
Phenylephrine HCl (PE HCl) dan Chlorpheniramine Maleate (CTM), yaitu :

HPLC

Metode analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa dengan menggunakan parameter
waktu retensi senyawa standar yang dibandingkan dengan analit dalam sampel. Keterbatasan
penggunaan HPLC adalah apabila sampel sangat kompleks maka resolusi atau daya pisah
akan sulit diperoleh

Analisis senyawa tunggal dalam sediaan farmasi


dengan HPLC  waktu retensi cenderung
lama
DEFINISI MASALAH
Masalah Metode Sebelumnya

Metode yang digunakan sebelumnya untuk analisis Phenylephrine HCl dan


Ambroxol HCL yaitu :
POTENSIOMETRI

• Time consuming yang lama  Diperlukan waktu untuk pembacaan yang stabil dalam
melihat pH atau nilai potensial
• Tidak mampu menganalisis sampel dalam jumlah yang sedikit (trace)
• Diperlukan perhitungan yang rumit karena dalam menentukan lonjakan pH atau nilai
potensial kita harus menghitung derivat 1, 2 dan seterusnya
DEFINISI MASALAH
PENGEMBANGAN
METODE Kemurnian yang harus dicapai sesuai dengan persyaratan yaitu
parasetamol sebesar 90- 110%, guaifenesin (90-110%) (Kemenkes RI,
KEMURNIAN 2014); fenileprin hidroklorida sebesar 98,5%-101% (British
Pharmacopoeia, 2009), klorfeniramin maleat (93-107%) (Kemenkes RI,
2014), dan ambroxol HCl (99-101%) (British Pharmacopoeia, 2009),
sedangkan menurut ICH untuk sediaan farmasi secara umum, yakni 98-
Persyaratan Validasi 102% (ICH, 1996).Penentuan akurasi dipengaruhi oleh berbagai faktor
dari senyawa dalam
yakni proses preparasi sampel, pemisahan, dan jumlah sampel yang
Sampel yang
dianalisis tersedia.

Presisi yang harus dipenuhi menurut ICH adalah nilai %RSD di bawah
2%. Nilai %RSD yang didapatkan dari analisis kelima senyawa tersebut
PRESISI diharapkan nilainya dibawah 2%, sehingga diperoleh keterulangan
metode yang baik serta reprodusibel. Presisi yang dapat diterima
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya waktu retensi, bentuk
puncak, resolusi dan ketepatan loading sampel.
DEFINISI MASALAH
PENGEMBANGAN
METODE
Linieritas ditentukan dari nilai koefisien korelasi. Menurut
Farmakope Indonesia edisi V, nilai koefisien korelasi kuadrat (r2)
LINIERITAS
≥ 0,98 menunjukkan linearitas yang baik (Depkes RI, 2014). Nilai
ini akan berkaitan pada rentang konsentrasi seri yang dipilih,
yang mana rentang seri yang dipilih harus berdasarkan
Persyaratan konsentrasi uji dan sampel yang dianalisis agar tetap berada
Validasi dari dalam rentang seri dan tidak terjadi ekstrapolasi.
senyawa dalam
Sampel yang
dianalisis
Nilai LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantification)
berkaitan dengan jumlah analit minimal yang dapat dideteksi dan
dikuantifikasikan oleh sistem yang diberikan. Agar memberikan
suatu hasil pemisahan yang valid, maka jumlah analit yang
LOD & LOQ dianalisis harus berada diatas nilai LOQ. Nilai LOD dan LOQ yang
diperoleh dipengaruhi oleh keberhasilan proses preparasi sampel,
pemisahan, jumlah sampel yang tersedia, dan kemampuan detektor
pada instrumen untuk mendeteksi analit.
DEFINISI MASALAH
PENGEMBANGAN
METODE Penelitian ini dilakukan sebagai quality control untuk sediaan tablet
TUJUAN DAN dengan kandungan multi komponen, dengan jumlah tablet yang
JUMLAH digunakan dalam sekali running sebanyak 20 tablet. Oleh karena itu,
SAMPEL supaya penelitian ini bisa diaplikasikan dalam bidang industri
diperlukan suatu metode analisis yang sensitif, cepat, spesifik, dan
murah dalam mengkuantifikasi jumlah analit dalam sampel sehingga
Senyawa dalam dapat memastikan ketepatan dosis obat kepada pasien.
Sampel yang
dianalisis dengan
LC-MS
Sampel yang digunakan berupa tablet Solvin Cold yang mengandung
500 mg parasetamol, 10 mg fenileprin hidroklorida, dan 2 mg CTM,
serta beberapa impurity lain seperti Titanium dioksida dan beberapa
eksipien tablet lainnya. Eksipien akan berpengaruh pada pelepasan zat
aktif, adapun eksipien dari tablet antara lain pengikat, penghancur, dan
PREPARASI
pelincir (Aini dkk., 2015). Oleh karena itu diperlukan suatu preparasi
sampel dan metode pemisahan yang tepat untuk dapat memisahkan
analit dengan spesifik dari matriks-matriks lainnya.
DEFINISI MASALAH
PENGEMBANGAN
METODE Analisis kuantitatif parasetamol, fenileprin hidroklorida, dan CTM
dilakukan dengan metode LC-MS/MS, yang mana digunakan sistem
kromatografi cair sebagai proses pemisahan. Sehingga perlu
diperhatikan fase diam, fase gerak, dan kondisi analisis yang
PEMISAHAN digunakan pada kromatografi cair agar dapat memisahkan analit dari
matriks sampel secara optimal dengan memperhatikan syarat dari
resolusi, jumlah plat teoritis, faktor kapasitas, faktor tailing dan
Sistem dan reproduksibilitas yang dapat diterima.
kondisi
analisis LC-
MS yang Pada analisis kuantitatif parasetamol, fenileprin hidroklorida, dan CTM
diterapkan dilakukan dengan metode LC-MS/MS dengan mode ESI (electrospray
ionization), karena diperlukan deteksi dari suatu sampel berupa
senyawa multi komponen maka diperlukan pemilihan detektor yang
mampu mendeteksi secara spesifik dari setiap analit yang terdapat
ANALISIS & dalam sampel, sehingga digunakan detektor spektroskopi massa
DETEKSI dengan mode multiple reaction molecul (MRM) yang mampu
menghasilkan data berupa berat molekul, struktur, identitas, dan
kuantitas komponen dari setiap senyawa.
ALTERNATIF PENGEMBANGAN METODE

LC-MS/MS

Mekanismenya yaitu dilakukan pemisahan senyawa terlebih dahulu


berdasarkan kepolarannya dalam kolom kromatografi untuk selanjutnya
dilakukan deteksi dengan spektroskopi massa.

Preparasinya menggunakan
metode sonikasi yang dilanjutkan Dilakukan validasi metode dan
dengan penyaringan menggunakan penetapan kadar PCM, PE HCl, CTM,
kertas Whatman no.1. GUA, dan AMB HCl secara simultan
Target Pengembangan Alternatif Metode

Metode analisis yang


sederhana, sensitif, cepat, SOLUSI :
spesifik, dan murah, agar  Teknik ionisasi tekanan atmosfer ESI
dapat dijadikan metode (Electrospray Ionization)
analisis rutin senyawa PCM,  Teknik preparasi dengan sonikasi dan filtrasi
PE HCl, CTM, GUA, dan  Pemilihan kolom sebagai tempat
AMB HCl secara simultan pemisahan (Poroshell 120 EC-C18)
dalam  Detektor MS  mode MRM (Multiple
sediaan tablet. Reaction Monitoring)
Waktu retensi
Faktor kapasitas
KOLOM Plat teoritis
Resolusi

Pada umumnya efisiensi kolom akan meningkat dengan


semakin kecilnya ukuran partikel dan nilai HETP (High
Equivalent of Theoritical Plate).
ALASAN PENGGUNAAN METODE
ALTERNATIF
Memiliki banyak kelebihan dan keunggulan dibanding
dengan metode analisis standarnya.

Mampu memberikan hasil kromatogram dan waktu


retensi yang baik.

Metode analisis yang efektif serta ekonomis

Menghasilkan parameter validasi metode yang sesuai


dengan yang dipersyaratkan oleh ICH dan USP.

19
TINJAUAN PUSTAKA
PARACETAMOL

• Kelarutan Larut dalam air mendidih dan  Spektrum Massa Parasetamol:


dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut Spektrum massa dari Parasetamol dengan ion utama
dalam etanol. pada m/z 109, 151, 43, 80, 108, 81, 53, 52
• pKa = 9,5 (Pubchem, 2020) (parasetamol); 141, 43, 183, 44, 140, 80, 108, 52
(konjugat sistein); 43, 141, 183, 42, 87, 41, 140,
165
(konjugat asam mercapturat)
(Moffat et al., 2011)
GUAIFENESIN

 Spektrum Massa Guaifenesin:


• Kelarutan Larut dalam air; etanol, Spektrum massa Guaifenesin dengan ion utama pada
kloroform dan propilen glikol; m/z 124, 109, 198, 81, 77, 125, 52, 31
agak sukar larut dalam gliserin ((Moffat et al., 2011)
• pKa : 13,62 (Pubchem, 2020)
PHENYLEPHRINE
HYDROCHLORIDE

• Kelarutan: Bebas larut dalam air dan Spektrum Massa Phenylephrine Hydrochloride:
etanol 96% Hydrochloride dengan ion utama pada m/z 44, 76, 77,
29, 45, 42, 95, 65 (Moffat et al., 2011).
• pKa : 8,9 (Pubchem, 2020)
CHLORPHENIRAMINE MALEATE

• Kelarutan Mudah larut dalam air; larut


dalam etanol dan dalam kloroform; sukar Spektrum Massa Chlorpheniramini Maleas
larut dalam eter dan dalam benzen. dengan ion utama pada m/z 44, 54, 58, 72, 202, 203,
• pKa = 9,13 (Pubchem, 2020) 204, dan 205 (Moffat et al., 2011).
Ambroxol Hydrochloride

• Kelarutan: Sedikit larut dalam air,


Spektrum Massa Ambroxol HCl
larut dalam metanol, praktis tidak
dengan ion utama pada m/z 21, 30, 41, 56, 77, 114,
larut dalam metilen klorida.
128, 143, 183, 198, 254, 264, 279 dan 319
(British Pharmacopoeia, 2009).
• pKa = 9,01 (Pubchem, 2020)
EKSIPIEN (TITANIUM DIOKSIDA)
• Pemerian : Serbuk atau Kristal; putih; tidak berbau; tidak berasa.
• Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam asam hidroklorida, dalam asam nitrat, dalam
asam
sulfat 2 N; Larut dalam asam sulfat panas dan asam hidrofluorida.
• Rumus Molekul : TiO2
• BM : 79,87 g/mol
• Khasiat : zat pewarna (CI No. 77891)

Spektrum Massa dari Titanium dioxide dengan ion


utama pada m/z 164,9; 166,9; 167,9; dan 168,9 (Guan, 2006).
EKSIPIEN (CROSPOVIDONE)
• Pemerian : serbuk putih atau putih-kekuning kuningan, mudah mengalir, cepat hancur, tidak berbau,
higroskopis.
• Kelarutan : bersifat praktis tidak larut dalam air
• Crospovidone merupakan superdisintegrant yang digunakan dalam pembuatan tablet dengan
konsentrasi antara 2-5%.
 (Rowe et al.,
2006).

Gambar 13. Struktur Kimia Crospovidone (Rowe et al., 2006).


EKSIPIEN (MICROCRYSTALLINE CELLULOSE)
• Pemerian : serbuk berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, bersifat higroskopik.
• Kelarutan : Sukar larut dalam larutan natrium hidroksida 5% b/v, praktis tidak larut
dalam air,
 asam encer, dan sebagian besar pelarut organik.
 Fungsi microcrystalline cellulose pada sediaan tablet yaitu antiadherent,
disintegrant, pengikat/diluent. Kandungan Microcrystalline cellulose berkisar 5-
20% sebagai antiadherent, 5- 15% sebagai disintegrant tablet, 20-90% sebagai
pengikat/diluents. (Rowe et al., 2006).

Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Rowe


et al., 2006).
LC-MS/MS
• LC-MS/MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry tandem Mass Spectrometry)
merupakan suatu teknik analisis senyawa menggunakan pemisahan dengan kromatografi
cair dan analit dideteksi menggunakan detektor Mass Spectrometry.
• Spektrometer massa bekerja melalui ionisasi molekul dan kemudian menyeleksi dan
mengidentifikasi ion tersebut berdasarkan rasio massa per muatan (m/z).
• Spektrometer massa dalam menghasilkan spektra massa melibatkan empat langkah
 pengenalan sampel
 ionisasi sampel molekul untuk mengubah molekul netral menjadi ion dalam fase gas
(metode ionisasi)
 pemilahan yang dihasilkan ion fase gas dengan rasio massa terhadap muatan
(penganalisis massa),
 deteksi ion yang terpisah
Komponen dari Instrumen LC-MS
Pompa: Pompa berfungsi dalam pemberian aliran fase gerak yang konstan selama
analisis

Kolom: adalah tempat terjadinya pemisahan → fase normal dan terbalik

Fase gerak: eluen terdiri dari campuran pelarut

Sumber ion: ESI bergantung pada pelarut yang digunakan untuk memungkinkan
analit mampu terionkan dengan baik sebelum mencapai spektrofotometer massa

Detektor : menyebabkan MS menghasilkan sinyal (arus) dari ion, dengan


menghasilkan elektron sekunder, yang selanjutnya akan diperkuat, atau dengan
menginduksi arus yang dihasilkan dengan pergerakan muatan.
Electrospray Ionization (ESI

• ESI merupakan metode ionisasi yang sering digunakan dalam metode LC-MS. ESI bergantung pada
pelarut yang digunakan untuk memungkinkan analit mampu terionkan dengan baik sebelum mencapai
spektrofotometer massa. Eluen LC disemprotkan bersamaan dengan gas nebulizer ke dalam bidang
elektrostatik pada tekanan atmosfer yang akan menyebabkan disosiasi molekul analit lebih lanjut.
• Pada saat yang bersamaan gas yang dipanaskan menyebabkan menguapnya pelarut sehingga tetesan analit
menyusut, konsentrasi muatan dalam tetesan meningkat. Keadaan akan memaksa ion untuk bermuatan
melebihi kekuatan kohesif atau ion dikeluarkan ke dalam fase gas. Ion-ion yang tertarik akan melewati
pipa kapiler, pengambilan sampel yang selanjutnya akan diteruskan ke dalam mass analyzer (Ginting,
2012).
DETEKTOR PADA LC-MS/MS

Proses yang terlibat pada detektor ini adalah


(1) Precursor ion fixed
Dalam proses pembentukan precursor ion fixed (Q1) melibatkan instrumen yang mampu
menghasilkan ion (dalam hal ini ESI).
(2) Fragmentation
Q2 terjadi proses fragmentasi yang dilakukan dengan CAD (Collisopnally Activated
Dissociation) dan CID (Collision-Induced Dissociation) yang mana pada tahap inilah yang
disebut tahap disosiasi dan pembentukan fragmen-fragmen.
(3) Product ion fixed.
Hingga pada Q3 terbentuk produk ion yang siap dideteksi dengan detektor
(Watson dan Sparkman, 2007).
Syarat Analit dapat Dianalisis dengan LC-MS/MS
1. Sampel yang dianalisis berupa larutan/cairan yang nantinya akan
mengalami pemisahan dengan metode kromatografi cair dan dideteksi
dengan detektor spektroskopi massa.
Sampel yang digunakan adalah sampel tablet, sehingga harus dipreparasi terlebih dahulu supaya
sampel yang digunakan siap untuk diinjeksi ke dalam sistem kromatografi cair. Dalam preparasi
sampel perlu diperhatikan metode yang digunakan dapat menarik Parasetamol, Guaifenesin,
Phenylephrine HCl, CTM, dan Ambroxol HCl secara tepat dari matriks-matriks tablet lainnya dan
tidak terjadi perubahan menjadi produk degradan lain yang akan mempengaruhi hasil analisis.

2. Analit yang dianalisis dapat mengalami ionisasi dan pecah menjadi


fragmen yang lebih kecil dengan kelimpahan yang cukup untuk dideteksi
pada detektor spektroskopi massa.
Parasetamol, Guaifenesin, Phenylephrine HCl, CTM, dan Ambroxol HCl dapat mengalami ionisasi
membentuk pola fragmentasi tertentu dengan metode ionisasi ESI (electrospray ionization) dan
dapat dideteksi dengan detektor spektroskopi massa.
SYARAT PENERIMAAN KROMATOGRAFI
RESOLUSI

Parameter resolusi (Rs) kolom menunjukkan ukuran kuantitatif dari kemampuan kolom untuk memisahkan
dua analit.

Nilai Rs yang menyatakan bahwa suatu senyawa telah terpisah sempurna dari senyawa-senyawa lain adalah ≥
1,5.

Resolusi dari fase diam dapat ditingkatkan dengan memperpanjang kolom sehingga jumlah lempeng
bertambah. Akan tetapi peningkatan jumlah lempeng akan berpengaruh pada waktu retensi. Semakin tinggi
resolusi suatu kolom, maka waktu retensinya akan semakin lama (Skoog et al., 1994).
SYARAT PENERIMAAN KROMATOGRAFI
LEMPENG TEORITIS
High equivalent theoretical plate (HETP) adalah panjang kolom yang diperlukan untuk mencapai
kesetimbangan komponen cuplikan diantara fase gerak yang bergerak dan fase cair yang diam. Makin banyak
jumlah lempeng teoritis, makin kecil HETP, maka efisiensi kolom meningkat dan pemisahan yang terjadi
akan semakin baik.
SYARAT PENERIMAAN KROMATOGRAFI
FAKTOR KAPASITAS

Faktor kapasitas (k’) didefinisikan sebagai waktu tambahan yang diperlukan zat terlarut untuk terelusi,
dibandingkan dengan zat yang tidak tertahan (k’=0) (Harmita dkk., 2004). Nilai faktor kapasitas yang baik
berkisar 1-10.

′(𝑡𝑅− 𝑡𝑀)
𝑘=
𝑡𝑀
Keterangan:
k’ : faktor kapasitas
tR-tM : waktu retensi solut terkoreksi
tM : waktu retensi fase gerak
 
SYARAT PENERIMAAN KROMATOGRAFI
SELEKTIVITAS
Selektivitas pemisahan adalah parameter kromatografi yang berguna, baik teknik, kolom, atau planar mana
yang dapat dipertimbangkan. Dalam kasus kromatografi lapis tipis, faktor pemisahan α dapat didefinisikan
sebagai :
α=
Dapat dinyatakan bahwa dengan perbedaan yang lebih besar antara koefisien distribusi zat terlarut 1 dan 2
(K1 dan K2), maka selektivitas pemisahan akan lebih besar (α) dan resolusi yang lebih baik (Rs). Dengan K 1 =
K2, dua daerah kromatografi seluruhnya tumpang tindih (α = 1) dan resolusi spot masing-masing Rs adalah
nihil. Adapun beberapa cara untuk meningkatkan α tersedia yaitu :
Perubahan komposisi fase gerak
Perubahan pH fase gerak
Perubahan fase diam
Perubahan suhu Efek kimia khusus
(Sherma, J. dan B. Fried, 1996)
VALIDASI METODE
Tabel syarat validasi yang harus dipenuhi pada penetapan Parasetamol, Phenylephrine
Hydrochloride, Chlorpheniramine Maleate, Guaifenesin, Ambroxol HCl (USP dan ICH)
dan kategorinya

Unsur yang diperlukan untuk validasi prosedur analisis (USP 36, 2013 ;
Kemenkes RI, 2014).
VALIDASI METODE
Tabel syarat validasi yang harus dipenuhi pada penetapan Parasetamol, Phenylephrine
Hydrochloride, Chlorpheniramine Maleate, Guaifenesin, Ambroxol HCl (USP dan ICH)
dan kategorinya

Pada jurnal ini masuk ke dalam


kategori 1 dimana prosedur analisis
untuk penetapan kadar komponen
utama dalam bahan baku obat atau
bahan aktif (termasuk pengawet)
dalam sediaan obat jadi. Kemudian
validasi metode yang harus dipenuhi
yaitu akurasi, presisi, spesifisitas,
linieritas, rentang sesuai dengan
tabel.

Unsur yang diperlukan untuk validasi prosedur analisis


(ICH, 2005).
VALIDASI METODE

1. AKURASI 2. PRESISI

Presisi merupakan tingkat kedekatan diantara


Akurasi merupakan tingkat kedekatan hasil uji individu bila prosedur diterapkan
antara hasil pengujian dengan berungkali terhadap sampling ganda atau
prosedur yang sedang divalidasi sampel yang homogen.
terhadap nilai yang benar. Rekomendasi bahwa repetabilitas ditentukan
Akurasi ditetapkan dengan dengan menggunakan minimal 9 penetapan
menggunakan minimal 9 penetapan meliputi suatu rentang konsentrasi khusus untuk
meliputi 3 tingkat konsentrasi berbeda prosedur (misalnya 3 konsentrasi dan 3 replikasi
yang telah ditetapkan (misalnya 3 untuk masing-masing konsentrasi, atau minimal
konsentrasi dan 3 replikasi untuk 6 penetapan pada konsentrasi uji 100%)
masing-masing konsentrasi) Ketentuan : RSD tidak lebih dari 2%

(Kemenkes RI, 2014)


VALIDASI METODE

3. SPESIFISITAS

Pada penetapan kadar, sepesifisitas dapat ditunjukkan dengan tidak


adanya pengaruh eksipien pada prosedur. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menambahkan sejumlah eksipien pada senyawa obat atau
sediaan dan hasil penetapan kadar tidak dipengaruhi oleh adanya bahan-
bahan dari luar tersebut

(Kemenkes RI, 2014)


VALIDASI METODE
Batas deteksi merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang
dapat dideteksi, tetapi tidak perlu kuantitatif dalam kondisi percobaan
yang ditentukan.

4. LOD Pada prosedur analisis instrumental dilaksanakan dengan


membandingkan signal konsentrasi analit terendah dengan signal blanko.
Konsentrasi yang masih dapat dideteksi pada perbandingan signal to
noise 2:1 atau 3:1
(Kemenkes RI, 2014)

Batas kuantitasi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam sampel


yang ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima dalam
kondisi percobaan yang telah ditetapkan.

5. LOQ Pada prosedur analisis instrumental dilaksanakan dengan


membandingkan signal konsentrasi analit terendah dengan signal blanko.
Konsentrasi yang masih dapat dideteksi pada perbandingan signal to
noise 10:1
(Kemenkes RI, 2014)
VALIDASI METODE
6. LINEARITAS 7. RENTANG

Linearitas adalah kemampuannya untuk Interval antara batas tertinggi


menunjukkan hasil uji yang secara langsung dan terendah dari kadar analit
atau dengan melalui transformasi matematik yang telah dibuktikan,
yang tepat proposional terhadap konsentrasi ditentukan dengan presisi,
analit dalam sampel dalam rentang yang akurasi, dan linieritas.
diberikan.

Direkomendasikan bahwa linearitas ditetapkan


dengan menggunakan minimal 5 konsentrasi
yang digunakan secara normal. Rentang
minimum yang digunakan pada penetapan kadar
senyawa obat (atau sediaan farmasi akhir) dari
80% hingga 120% dari konsentrasi uji (Kemenkes RI, 2014)
Koefisien korelasi (r2 ) = 0,995
VALIDASI METODE

9. KESESUAIAN
8. KETEGARAN
SISTEM

Ukuran kemampuan prosedur untuk


tetap bertahan dan tidak terpengaruh Uji kesesuaian sistem berdasarkan
oleh keragaman kecil yang disengaja pada konsep bahwa peralatan,
pada parameter prosedur yang terdapat elektronik, kerja analitik dan sampel
dalam dokumen. Ketegaran dapat merupakan satu sistem yang terpadu
ditentukan pada waktu pengembangan yang harus dievaluasi
prosedur analisis

(Kemenkes RI, 2014)


METODE PENELITIAN
ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
1. HPLC dengan detektor Mass 1. Tablet dengan kandungan parasetamol
500 mg, guaifenesin 100 mg, ambroxol
Spektroscopy
HCl 30 mg. phenylprine hydrochloride 10
2. Timbangan analitik mg, dan chlorpheniramine maleate 2 mg
3. Mortir sebanyak 20 tablet.
4. Sonikator 2. Standar parasetamol, guaifenesin,
5. Kertas Saring phenylprine , ambroxol HCl,
6. Beaker glass hydrochloride dan chlorpheniramine
maleate
7. Erlenmeyer
3. Metanol pro HPLC
8. Labu ukur 4. Akuades
9. Pipet ukut
10. Bulffiller
PROSEDUR KERJA

Persiapan Larutan Standar Paracetamol, Guaifenesin, Phenylprine , Ambroxol


HCl, Hydrochloride dan Chlorpheniramine Maleate dengan konsentrasi
1000mg/mL

Preparasi Sampel dengan menggunakan 20 tablet SolvinCold®


dengan menimbang serbuk setara dengan 1 mg CTM

Instrumentasi dan Kondisi Kromatografi sistem


HPLC1260 infinity dengan injektor otomatis volume 20
μl. Agilent MS 6460 triple quadruple M

Prosedur Analisis dengan mode


gradien
PROSEDUR KERJA
PERSIAPAN LARUTAN
STANDAR

Ditimbang masing-masing standar dari paracetamol, guaifenesin,


phenylephrin HCl, CTM, dan Ambroxol HCl sebanyak 1 mg

Dimasukkan kedalam masing-masing labu ukur 10 ml dan di ad dengan fase


gerak berupa metanol : air (80: 20, v/v).

Digojog hingga homogen dan diperoleh konsentrasi masing-masing standar


yaitu 100 mg/L
PROSEDUR KERJA
PREPARASI SAMPEL
Dua puluh tablet ditimbang secara akurat; berat rata-rata dihitung diikuti oleh
serbuk halus.

Timbang serbuk setara dengan 1 mg CPM secara akurat

Kemudian dipindahkan serbuk ke labu ukur 100 mL. Ditambahkan 70 mL


pelarut dan disonikasi selama 30 menit.

Ditambahkan pelarut hingga tanda batas 100 mL

Disaring larutan melalui kertas saring Whatman no.1 kemudian disimpan


larutan
Diperoleh konsentrasi sampel 10 ppm
PROSEDUR KERJA
INSTRUMENTASI DAN KONDISI
KROMATOGRAFI
PROSEDUR KERJA
PENGEMBANGAN METODE
Obat dilarutkan dalam metanol:air (80:20 v/v) sebagai pelarut umum.

Digunakan larutan standar dengan konsentrasi 10 ng/ml

Disuntikkan ke kolom untuk pemilihan fase gerak.

Air dan metanol dalam rasio yang berbeda digunakan dalam mode gradient.
Kondisi kromatografi lainnya, terutama
komposisi fase gerak, dioptimalkan melalui beberapa percobaan untuk
mencapai bentuk puncak simetris, respons linear untuk konsentrasi, dan
transisi selektif multiple reaction monitoring (MRM).
VALIDASI METODE
LINIERITAS
1. Larutan standar 100 ppm yang mengandung PCM, GUA, PE, CPM dan AMB
diencerkan menjadi konsentrasi 8ppm, 9 ppm, 10 ppm, 11 ppm, dan 12 ppm
2. Kemudian diinjeksikan ke dalam kolom
3. Perlakuan ini diulang sebanyak 6 kali

LOD & LOQ

1. Hasil dari kurva kalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung LOD dan LOQ
ditentukan dengan menghitung nilai SDy/x
2. LOD dihitung dengan nilai 3 (SDy/x/b) dan LOQ dihitung dengan nilai 10 (SDy/x/b)
VALIDASI METODE

PRESISI
1. Presisi dilakukan dengan melakukan presisi inter dan intra day
2. Intraday dilakukan sebanyak 6 kali pada hari yang sama pada konsentrasi 100 ng/mL
3. Interday dilakukan dengan pengulangan pada konsentrasi 100 ng/mL dalam 3 hari
4. Diukur masing-masing %RSD

ROBUSTNESS

1. Dilakukan perubahan terhadap laju alir dan juga perubahan terhadap fase gerak yang
digunakan dengan analisis sampel konsentrasi 100 ng/mL
2. Ditentukan nilai % RSD dari keseluruhan hasil terhadap perubahan yang dilakukan
VALIDASI METODE

AKURASI

1. Akurasi dihitung dari hasil analisis pada presisi intraday, dilakukan perhitungan nilai
akurasi sebanyak 3 kali pada 80%, 100% dan 120% dari spiked solutions
2. Nilai akurasi diekspresikan dengan %recovery

SPESIFISITAS
1. Spesifisitas ditentukan dengan melihat hasil pembacaan blanko, standar dan sampel
2. Dilihat kromatogram yang diperoleh
PEMBAHASAN
Bagian rossa
Preparasi Sampel
• Preparasi sampel memiliki tujuan yaitu untuk memisahkan analit dari matriks sampel yang
kompleks dan terbebas dari adanya pengotor atau senyawa pengganggu dalam sampel. Menurut
Farmakope Indonesia Edisi V, penetapan kadar pada sediaan tablet yaitu digunakan 20 tablet
kemudian diserbukkan. Maka agar dapat sampe secara acak, sampel harus terlebih dahulu digerus
secara homogen (Gandjar dan Rohman, 2007). Serbuk yang sudah digerus hingga halus dan
homogen ditimbang setara dengan 1 mg dan dilarutkan dengan pelarut yang digunakan sampai 100
mL sehingga konsentrasi larutan sampel yang diperoleh adalah 10 ppm.

Penentuan Konsentrasi Larutan Seri


Konsentrasi dari kelima larutan seri yaitu 8 ppm, 9 ppm, 10 ppm, 11 ppm dan 12 ppm. Konsentrasi ini dipilih
berdasarkan pada Farmakope Indonesia Edisi V yang menyatakan bahwa variasi konsentrasi dalam rentang
80%-120% dihitung dari larutan yang akan diujikan.
DAFTAR PUSTAKA

 British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia Volume I&II. London: The British Pharmacopoeia
Commission.
 Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
 Potawale, R. S., GILHOTRA, R. M., & GABHE, S. Y. (2018). Liquid Chromatography Tandem-mass
Spectrometry Method Development And Validation For Simultaneous Analysis Of Paracetamol,
Guaifenesin, Phenylephrine Hydrochloride, Chlorpheniramine Maleate, And Ambroxol Hydrochloride In
Bulk And In Tablet Dosage Form. Asian J Pharm Clin Res, 11(7): 375-382.
 Redasani, V.K.; Gorle, A.P.; Badhan, R.A.; Jain, P.S.; and Surana, S.J. 2013. Simultaneous determination
of chlorpheniramine maleate, phenylephrine hydrochloride, paracetamol and caffeine in pharmaceutical
preparation by RP-HPLC. Chem Industry Chem Eng Quarterly.19(1): 57−65.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai