Dapat terjadi : 1. Antara seorang WNI dengan sesama WNI 2. Antara WNI dan WNA
Pasal 56 UUP, menentukan perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri antara seorang WNI dengan WNI serta seorang seorang WNI dengan WNA adalah sah jika dilakukan menurut hukum yang berlaku dinegara dimana perkawinan berlangsung dengan memenuhi ketentuan UUP Dalam waktu 1 tahun setelah suami istri tersebut kembali ke Indonesia maka surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan di wilayah hukum tempat tinggal mereka.
Ketentuan pasal 56 tersebut mengambil alih dari ketentuan pasal
83 dan 84 KUHPerdata. Jika dibandingkan ketentuan dalam UUP dan KUHPerdatamengenai perkawinan di luar negeri maka dapat disimpulkan bahwa pasal 83 dan 84 KUHPerdata tersebut tidak dapat dipisahkan dari prinsip yang diatur dalam pasal 26 KUHPerdata, sehingga dalam konsep BW perkawinan tersebut tidak menimbulkan masalah. Sementara menurut UUP dalam hal sahnya perkawinan harus memperhatikan hukum agama. Sebagaimana diatur dalam UUP. Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah. Keputusan bersama Mentri Agama RI dan mentri LN tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkawinan WNI di Luar Negeri
WNI yang beragama islam melaksanakan perkawinan di LN
sebagaimana dimaksud pasak 56 UU perkawinan dicatat oleh pegawai pencatat nikah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Tempat pencatatan perkawinan di LN adalah KBRI atau perwakilan Indonesia di LN Syarat pengangkatan pegawai pencatat nikah : menguasai hukum dan peraturan perundang-undangan dibidang perkawinan serta administrasi nikah-talak-rujuk. Diankat dan diberhentikan oleh mentri agama berdasarkan usul oleh mentri LN Lampiran keputusan bersama Mentri Agama RI dan Mentri LN RI No. 586 tahun 1999 dan No. 182/OT/X/99/01 tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan perkawinan WNI di LN Yang dimaksud dengan perkawinan di luar negeri adalah perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri antara 2 orang WNI atau seorang WNI dengan WNA yang kedua-duanya beragama islam Penghulu adalah pegawai atau petugas yang ditunjuk oleh perwakilan RI di LN untuk melaksanakan tugas menghadiri, mengawasi, dan mencatat pelaksanaan nikah dan rujuk bagi umat islam di wilayahnya. PERKAWINAN DI LUAR NEGERI Dapat terjadi : 1. Antara seorang WNI dengan sesama WNI 2. Antara WNI dan WNA
Pasal 56 UUP, menentukan perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri antara seorang WNI dengan WNI serta seorang seorang WNI dengan WNA adalah sah jika dilakukan menurut hukum yang berlaku dinegara dimana perkawinan berlangsung dengan memenuhi ketentuan UUP Dalam waktu 1 tahun setelah suami istri tersebut kembali ke Indonesia maka surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan di wilayah hukum tempat tinggal mereka.
Ketentuan pasal 56 tersebut mengambil alih dari ketentuan pasal
83 dan 84 KUHPerdata. Jika dibandingkan ketentuan dalam UUP dan KUHPerdatamengenai perkawinan di luar negeri maka dapat disimpulkan bahwa pasal 83 dan 84 KUHPerdata tersebut tidak dapat dipisahkan dari prinsip yang diatur dalam pasal 26 KUHPerdata, sehingga dalam konsep BW perkawinan tersebut tidak menimbulkan masalah. Sementara menurut UUP dalam hal sahnya perkawinan harus memperhatikan hukum agama. Sebagaimana diatur dalam UUP. Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah. Pengaturan Perkawinan Campuran
Akibat Hukum Terhadap Suami Istri Dan Anak-Anak
yang Dilahirkan Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Pengertian perkawinan
Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa Bahagia hidup normal bersama anak-anak dengan damai dan sejahtera Kekal hanya putus karena kematian / cerai mati Pengertian perkawinan campuran
GHR perkawinan antara orang-orang yang
tunduk kepada hukum yang berlainan karena berlainan agama, tempat, dan golongan Menurut UUPerkawinan perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang yang tunduk kepada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satunya berkewarganegaraan indonesia. Azas-azas Perkawinan Campuran UU Perkawinan mengatur prinsip-prinsip perkawinan campuran dalam pasal 59 ayat 2 yaitu prinsip teritorial, maksudnya adalah siapa yang melakukan perkawinan di Indonesia harus tunduk dan mengikuti UU perkawinan nasional di Indonesia sekalipun salah satu pihak adalah berkewarganegaraan asing Prinsip Personalitas tercermin pada pasal 60 ayat 1 perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti syarat-syarat perkawinan yang berlaku bagi masing2 pihak terpenuhi. Perkawinan dapat dilakukan oleh
◦ Satu warganegara (WNI) satu
agama ◦ Satu warganegara (WNI), beda agama ◦ Berbeda kewarganegaraan satu agama ◦ Berbeda warganegara berbeda agama Pengertian perkawinan campuran Pasal 57 UU no 1 Tahun 1974 Perkawinan antara 2 orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia Rumusan hukum yang berlainan
GHR perkawinan antara orang-orang
yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena pebedaan golongan Ps 57 UU no 1 thn 1974 perkawinan antara orang Indonesia (WNI) dengan orang asing (WNA) Perbedaan penafsiran Apakah perkawinan campuran menurut pasal 57 UUno 1tahun 1974 termasuk juga perkawinan beda agama ? Prof Koesnoe : perkawinan campuran tdk termasuk perkawinan beda agama Dr Ichtiyanto perkawinan campuran dalam Pasal 57 UU no 1 tahun 1974 mengandung 3 gagasan :
1. Perkawinan antara 2 (dua) orang Indonesia
yang tunduk pada hukum yang berlainan ------- beda agama 2. Perkawinan antara 2 (dua) yang berbeda kewarganegaraan dan salah satu pihak WNI 3. Perkawinan antara 2 (dua) orang asing (WNA) Pasal 59 ayat (2) UU no 1 Tahun 1974 Perkawinan campuran dilangsungkan di Indonesia. Dilakukan menurut UU no 1 Tahun 1974 Artinya harus memenuhi syarat-syarat menurut UU tersebut yaitu syarat material dan syarat formil Pasal 60 UU no 1 tahun 1974
Ayat (1) ----- perkawinan tidak dapat dilangsungkan
sebelum terbukti bahwa syarat-syarat yang ditentukan “Hukum yang berlaku bagi masing-masing pihak telah terpenuhi “ Ayat (2) untuk membuktikan bahwa syarat-syarat telah terpenuhi----dibuktikan dengan “surat keterangan “ yang diberikan pihak yang berwenang menurut hukum masing-masing pihak Pasal 61 UU no 1 tahun 1974
Ayat (1) Perkawinan campuran dicatat oleh
pegawai yang berwenang Ayat (2) Barang siapa yang melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan diancam hukuman kurungan selama2nya 1 bulan Keabsahan perkawinan
Menurut Pasal 2 UU no 1 tahun 1974
ayat (1) perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing agama dan kepercayaan ayat (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Akibat perkawinan campuran
Terhadap pasangan suami istri
Jika memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) maka perkawinannya sah Jika tidak memenuhi maka perkawinannya tidak sah Terhadap anak yang dilahirkan 1.Status keperdataan perkawinan orang tuanya sah ----menjadi anak sah perkawinan orang tuanya tidak sah menjadi anak luar kawin 2.Status kewarganegaraan anak sah -- menurut UU no 12 tahun 2006 otomatis menjadi WNI anak luar kawin jika ibu WNA ,ayah WNI maka agar anak menjadi WNI ayah harus mengakui anak tersebut sebelum anak berusia 18 tahun PENUTUP Dalam perkawinan campuran hendaknya para pihak yang terlibat harus mempertimbangkan faktor-faktor yang tidak menguntungkan baik bagi pasangan suami istri dalam perkawinan campuran tersebut terutama baik anak-anak yang akan dilahirkan dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan sehingga hak anak untuk tumbuh dalam suasana yang konduktif dapat terwujud Perkawinan campuran beda agama
Perkawinan model sylvanus dan Gray
Supiah menerapkan 2 kentuan agama yang mereka anut dalam perkawinan mereka Paham yang berkembang dalam masyarakat ttg perkawinan beda agama
1 telah diatur larangan perkawinan melalui pasal
8 huruf (f) 2telah diatur dalam pasal 57 UU perkawinan Dalam pengertian luas 3.paham yang berpendapat UU perkawinan tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama mengacu pada GHR mengabaikan pasal 8 (f) Paham yang meyebut kan perkawinan beda agama tidak diatur . Dalam uu Perkawinan Paham tersebut sebagai akibat adanya perbedaan penafsiran atas ketentuan pasal 8 (f) dan pasal 57
Pasal 8 huruf (f) sering diabaikan
Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin Kata hubungan menimbulkan 2 penafsiran 1. penafsiran hubungan dalam ketentuan pasal 8 a,b,c,d,e adalah hubungan darah dan lain2 tidak diatur secara tegas larangan perkawinan beda agama 2.penafsiran hubungan adalah untuk melangsungkan perkawinan jelas berarti larangan perkawinan beda agama karena pada dasarnya semua agama menghendaki perkawinan seiman Pasal 57 UU perkawinan
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam pasal 57
tersebut adalah perkawinan Antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia Ada dua pendapat yang menafsirkan pasal 57 tersebut. Pendapat pertama perkawinan campuran dalam arti luas yaitu pendapat yang mengatakan perkawinan campuran adalah juga termasuk perkawinan beda agama Pendapat kedua perkawinan campuran dalam arti sempit tidak mengenal perkawinan campuran beda agama karena yang dimaksud perkawinan campuran dalam pasal 57 tersebut hanya lah perkawinan campuran beda kewarganegaraan