Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN AHLI WARIS

(ASHABUL FURUDH,
ASHOBAH DAN
DZAWIL ARHAM)
A.Pengertian ashabul furud furudhul muqaddarah
Ashabul furud furudhal muqaddarah,Kata al-furud adalah bentuk jamak dari kata fard artinya
bagian (ketentuan). Al-Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furud almuqaddarah adalah bagian-
bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta
peninggalan. Bagian itulah yang akan diterima ahli waris menurut jauh dekatnya hubungan
kekerabatan.

Ahli waris yang termasuk Ahli waris ashab al-furud adalah ahli waris yang bagiannya telah
ditetapkan secara pasti dalam al-Qur’an dan hadist nabi.

Mereka menerima harta warisan dalam urutan yang pertama,atau ahli waris yang secara
hukum syara’ berhak menerima warisan karena tidak ada yang menutupnya.

  Bagian yang telah di tentukan dalam Al-Qur’an ada enam macam, yaitu ½(setengah),
¼(seperempat), 1/3(sepertiga), 2/3(dua pertiga),1/6(seperenam),dan 1/8(seperdelapan). Enam bagian
dalam penyelesaian hukum waris yang telah ditentukan
ini disebut furud muqaddarah.
B.Bagian masing masing ashab furudh
Jumlah bagian yangg telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah
(1/2),seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

1. Ashabul Furudh yang Berhak Mendapat Setengah


Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada
lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashabul furudh tersebut
ialah suami,anak perempuan,cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan,dan saudara perempuan seayah.Rinciannya seperti berikut:

a. Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta warisan, dengan syarat apabila
pewaris tidak mempunyai keturunan,baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak
keturunan itu dari suami tersebut ataupun bukan.
Dalilnya ialah firman Allah:
“dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka
tidak mempunyai anak ...”
b. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan pewaris,
dengan dua syarat:
1. Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai
saudara laki-laki).
2. Apabila anak perempuan itu ialah anak tunggal. Dalilnya ialah firmanAllah:
"dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang
ada".
Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat
bagian setengah.
c. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo,dengaan tiga syarat:
1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-
laki)
2. Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai
cucu tunggal)
3. Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
d.Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan,dengan tiga syarat:
1. Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
2. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
3. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek,dan tidak pula mempunyai keturunan, baik
keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.

e. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan peninggalan
pewaris, dengaan empat syarat:
1. Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki
2. Apabila ia hanya seorang diri
3. Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan
4. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun
perempuan.

2. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat


Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta
peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri.
Rinciannya sebagai berikut:
1). Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan istrinya
dengan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak
laki-lakinya, baik anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain
(sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:

"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya” (an-Nisa': 12:2)
Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan suaminya dengan
satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari
rahimnya ataupun dari rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak
..." (an-Nisa': 12).

3. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan


Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) yaitu
istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan
suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari
rahim istri yang lain.
Dalilnya ialah firman Allah SWT:

"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-
utangmu ..." (an- Nisa': 12)

4. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga


Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan
pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
1). Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki,yakni
anak laki-laki dari pewaris.
2). Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3). Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
4). Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.

5.Ashabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga


Adapun ashhabul furudh yangg berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya
dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.
Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:
1) Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anaklaki-laki
2)Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih(laki-laki maupun perempuan), baik
saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu.
Dalilnya ialah firman Allah:
"dan jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga" (an-Nisa': 11)

6. Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam


Adapun asbhabul furudh yangg berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang.
Mereka ialah:
(1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki,
(5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli,(7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.
 
C. Pengertian Ashobah dan Pembagiannya
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”ashib” yang artinya mengikat,
menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang
bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi
kepada ahli waris dzawil furudh.
Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga kemungkinan: Pertama; mendapat
seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh tidak ada. Kedua; mendapat sisa harta waris
bersama ahli waris dzawil furudh saat ahli waris zawil ada. Ketiga; tidak mendapatkan sisa harat
warisan karena warisan telah habis dibagikan kepada ahli waris Żawil Furud. Di dalam istilah
ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu:

a. Ashabah Binafsihi
yaitu ahli waris yang menerima sisa harta warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan
orang. Ahli waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
1.Anak laki-laki
2.Cucu laki-laki
3.Ayah
4.Kakek
5.Saudara kandung laki-laki
6.Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
7.Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
8.Paman kandung
9.Paman seayah
10.Anak laki-laki paman kandung
11.Anak laki-laki paman seayah
12.Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ashabah ada, maka tidak semua ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus
didahulukan orang-orang (para ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang
meninggal. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut tersebut di atas.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka
mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa.
Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
Firman Allah dalam al-Qur’an :

‫ُأْلثَيَ ْي ِن‬ َّ Uِ‫ ۖ ل‬U‫ ٓىَأ ْو ٰلَ ِد ُك ْم‬UUU‫هَّلل ُ ِف‬UU‫ ٱ‬U‫صي ُك ُم‬
‫ ن‬U ‫ظِّ ٱ‬U‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َح‬ ِ ‫و‬UU‫ۚ ي‬
ُ

Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


yaitu :bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”. (Q.S.An-
Nisa’[4] : 11)

b.Ashabah Bilghair
Yaitu anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah
jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-
laki yang setingkat ).Berikut keterangan lebih lanjut terkait beberapa perempuan yang menjadi
ashabah dengan sebab orang lain:
1.Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
2.Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
3.Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
‘ashabah.
4.Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
Ketentuan pembagian harta waris dalam ashabah bil ghair, “bagian pihak laki-laki (anak,
cucu, saudara laki-laki) dua kali lipat bagian pihak perempuan (anak, cucu, saudara
perempuan)”.

c.‘Ashabah Ma’algha’ir (‘ashabah bersama orang lain)


yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan.
Mereka adalah :
1.Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang
atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki
2.Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu
perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki
D. Pengertian Dzawil Arham
Arham adalah bentuk jamak dari kata rahmun, yang asalnya dalam bahasa Arab berarti
'tempat pembentukan/menyimpan janin dalam perut ibu‘.kemudian dikembangkan menjadi
'kerabat', baik datangnya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu.
Adapun lafazh dzawil arham yang dimaksud dalam istilah fuqaha adalah kerabat pewaris
yang tidak mempunyai bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam Al-Qur'an ataupun Sunnah,
dan bukan pula termasuk dari para 'ashabah. Maksudnya, dzawil arham adalah mereka yang
bukan termasuk ashhabul furudh dan bukan pula 'ashabah.
Jadi, dzawil arham adalah ahli waris yang mempunyai tali kekerabatan dengan pewaris,
namun mereka tidak mewarisinya secara ashhabul furudh dan tidak pula secara 'ashabah.
Misalnya, bibi (saudara perempuan ayah atau ibu), paman (saudara laki-laki ibu), keponakan
laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya.
Sekian, Alhamdulillahi Jazaakumullahu Khoiroo

Anda mungkin juga menyukai