Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

KONSEP FIKIH DAN


IBADAH DALAM ISLAM
MATERI PEMBELAJARAN
1. Konsep Fikih dalam Islam

2. Ruang Lingkup Fikih

3. Perbedaan Fikih dengan Syariah

4. Ibadah dan Karakteristiknya

5. Tujuan ibadah dalam Islam

6. Keterkaitan ibadah dalam kehidupan


3 UNSUR DALAM
SYARI’AT
ISLAM
llmu Tauhid
01 yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama
Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya,
peraturan yang berhubungan dengan rukun iman.

Ilmu Akhlak
02 yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan
jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji,
harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.

Ilmu Fikih
03 yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan
hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian:
pertama fiqih ibadah, kedua fiqih muamalah
KONSEP FIKIH DALAM ISLAM
PENGERTIAN FIKIH SECARA BAHASA

- Kata Al-fiqh berarti Al-’ilm (pengetahuan) atau Al-fahm


(pemahaman).
- Fikih secara bahasa adalah paham, baik secara mendalam
maupun dangkal. Pola fa’–qaf–ha’ menunjukkan pada
pemahaman terhadap sesuatu.
- Kata Fikih juga bentukan dari kata fiqhun yang secara
bahasa fahmun amiqun berarti (pemahaman yang
mendalam).
PENGERTIAN FIQIH SECARA ISTILAH

‫الْ ِعمْل ُ اِب ْ َأل ْحاَك ِم الرَّش ْ ِع َّي ِة ْال َع َم ِل َّي ِة ْامل ْكت َ َسب ِم ْن َا ِدلَّهِت َا التَّ ْف ِص ْيل َّي ِة‬
“ ilmu tentang hukum-hukum syar’i (agama) yang praktis yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci ”.

‫ْامل ْس َتن ْ َب َط ُة ِم ْن َا ِدلَّهِت َا التَّ ْف ِص ْي ِل َّي ِة‬ َ ‫ال ِعمْل ُ اذَّل ِ ى يُ َبنِّي ُ ْاَأل ْحاَك َم الرَش ْ ِع َّي َة الَّىِت تَ َت َعلَ ُق اِب َ ْف َع ِال ْامللَك َّ ِفنِي‬
“ ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan dari dalil-dalil yang terperinci”.

Fikih : Hukum Islam yang bersifat praktis (amaliah) yang diperoleh dari dalil
yang terperinci.
‫الْ ِعمْل ُ اِب ْ َأل ْحاَك ِم الرَّش ْ ِع َّي ِة ْال َع َم ِليَّ ِة ْامل ْكت َ َسب ِم ْن َا ِدلَّهِت َا التَّ ْف ِص ْيليَّ ِة‬
1. Kata) ُ ‫ْل ِعمْل‬555‫ا‬
al-‘ilm/ilmu pengetahuan) berarti pemahaman yang mencapai keyakinan
maupun dugaan, mengingat hukum-hukum amaliah praktis terkadang ditetapkan oleh
dalil qath’i–yaqini (pasti dan meyakinkan) dan umumnya ditetapkan oleh dalil zhanni
(kira-kira dan dugaan).
2. Kata)‫َأل ْحاَك م‬5 ‫ا‬
al-ahkam/hukum-hukum) adalah bentuk jamak dari kata ‘Hukum’. Pengertian
Hukum adalah tuntutan Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan
orang mukallaf. Kata al-ahkam mengecualikan seluruh jenis pengetahuan yang tidak
bersinggungan dengan hukum.

3. Kata) ‫لرَّش ْ ِع َّي ِة‬555‫ا‬


al-syar’iyyah/Syariah) mengecualikan hukum-hukum inderawi seperti
matahari bersinar, hukum-hukum logika seperti keseluruhan itu lebih besar dari sebagian,
hukum-hukum tata bahasa seperti Fa’il itu dibaca Rofa’, dan hukum-hukum lainnya yang
tidak berkaitan dengan Syariah.
4. Kata)‫ل َع َم ِل َّي ِة‬555‫ا‬
al-‘amaliyyah/praktis) berhubungan dengan aktivitas hati – seperti niat– dan
aktivitas anggota tubuh lainnya seperti shalat. Kata al- ‘amaliyyah ini juga mengecualikan
hukum-hukum ilmiah dan keyakinan, seperti Ushul Fiqih dan Ushuluddin.
Lanjutan...
4. Kata)‫ب‬5‫س‬ ْ ‫ امل‬al-muktasab/yang
‫تَ َك‬555555 diperoleh) bermakna: ilmu pengetahuan yang digali

melalui penalaran dan ijtihad, sehingga mengecualikan ilmu Allah SWT; ilmu malaikat;
ilmu Rasulullah SAW yang dihasilkan melalui wahyu, bukan melalui ijtihad; serta ilmu
yang bersifat pasti (aksiomatis), yaitu ilmu yang tidak membutuhkan pada dalil dan
penalaran, seperti kewajiban shalat lima waktu.
5. Kata) al-adillah al-tafshiliyyah/dalil-dalil terperinci) berarti berdasarkan dalil tertentu yang
terdapat dalam al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Kata al-adillah mengecualikan ilmu
orang yang bertaklid, karena dia memperolehnya dari perkataan orang lain, yakni
mujtahid atau ulama Fikih. Sedangkan kata al-tafshiliyyah mengecualikan ilmu Ushul
Fiqih yang mengkaji dalil-dalil global (al-ijmaliyyah).
Contoh: Dalil shalat dan zakat menurut Ushul Fiqih adalah al-Qur’an, sedangkan dalil shalat
dan zakat menurut Fikih adalah Surat al-Baqarah: 43.
RUANG LINGKUP FIQIH
Ruang lingkup yang terdapat pada ilmu Fikih adalah semua hukum yang berbentuk amaliyah untuk diamalkan oleh setiap
mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani atau diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syariah Islam dengan
tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).

OBJEK KAJIAN FIKIH


Pertama, Pengetahuan tentang hukum-hukum Syariah mengenai perbuatan
manusia yang praktis.
Kedua, Pengetahuan tentang dalil-dalil yang terperinci dan mendetail pada Your Picture Here
setiap permasalahan. Contoh: jika dikatakan bahwa setiap penambahan dari
harta pokok itu disebut riba, maka harus disertai dalilnya yang terperinci, Your Picture Here
misalnya Surat al-Baqarah: 279, bukan menyebut dalil yang global, misalnya
al-Qur’an.

TUJUAN ILMU FIQIH


Kajian Fikih bertujuan untuk mengetahui mana perbuatan yang
diwajibkan, disunnahkan, diharamkan, dimakruhkan dan
dimubahkan, di samping itu ada pula dalam bentuk yang lain
seperti sah, batal, benar, salah dan sebagainya.
Objek Kajian Fikih Di Bagi Ke Dalam Dua Bagian

1. Fikih Ibadah 2. Fikih Muamalah


Hukum-hukum Ibadah Hukum-hukum Hukum-hukum Muamalah Hukum-hukum
ibadah meliputi thaharah, shalat, zakat, muamalah meliputi berbagai jenis akad yang
puasa, haji, perawatan jenazah, kurban bertujuan untuk mengatur hubungan antar umat
dan akikah, serta hukum-hukum lain yang manusia, baik secara individu maupun kolektif.
bertujuan untuk mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an
menyinggung hukum-hukum ibadah
dengan berbagai jenisnya sekitar 140 ayat.
MACAM-MACAM FIQIH MUAMALAH
a. Hukum Keluarga (al-Ahwal al-Syakhshiyyah). Yaitu hukum terkait keluarga
mulai dari awal pembinaan hingga berakhirnya keluarga. Tema bahasannya
antara lain: pernikahan, perceraian, nasab, nafkah dan warisan. Dalam al-
Qur’an terdapat sekitar 70 ayat yang membahas hukum keluarga. Antara lain:
al-Baqarah: 221, 230, 232, 235; al Nisa’: 3, 4, 22, 23, 24, 25, 129; al-Nur: 32, 33;
al Mumtahanah: 10, 11; dan al-Thalaq: 1, 2.
b. Hukum Perdata (al-Madaniyyah). Yaitu hukum yang berkaitan dengan
muamalah antar individu, masyarakat dan kelompok yang berkaitan dengan
harta atau kekayaan dan memelihara hak masing-masing. Tema bahasannya
adalah: jual beli, sewa-menyewa, gadai, syirkah, dan lain-lain. Al-Qur’an
membahas hukum perdata pada kisaran 70 ayat. Misalnya: al-Baqarah: 282,
283; dan al-Nisa’: 29.
c. Hukum Pidana (al-Jinaiyyah). Yaitu hukum menyangkut kejahatan yang
dilakukan mukallaf dan sanksi pidana yang pantas diterima. Hukum ini
dimaksudkan untuk memelihara ketentraman hidup, harta kekayaan,
kehormatan, hak-hak dan kewajiban manusia. Bahasan hukum pidana ini
terdapat dalam sekitar 30 ayat al-Qur’an. Misalnya: al-Baqarah: 178, 179; al-
Nisa’: 92, 93; al-Nur: 2; dan Shad: 40.
Lanjutan....

d. Hukum Acara (al-Murafa’at). Yaitu hukum yang berhubungan dengan lembaga pengadilan,
masalah saksi dan sumpah, serta melaksanakan prinsip-prinsip keadilan antra manusia.
Setidaknya ada 20 ayat (versi Wahbah Zuhaili) atau 13 ayat (versi ‘Abd al-Wahhab Khallaf) yang
terkait bahasan ini. Misalnya: al-Baqarah: 282; al-Nisa’: 65, 105; al-Maidah: 8; dan Shad: 26.
e. Hukum Perundang-undangan (al-Dusturiyyah). Yaitu hukum yang terkait aturan dan dasar-
dasar hukum. Hukum yang memberikan ketentuan-ketentuan bagi hakim dan terdakwa, serta
penetapan hak-hak pribadi dan masyarakat. Hukum ini tertera dalam al-Qur’an sekitar 10 ayat.
Misalnya: Ali ‘Imran: 104, 110, 159; al-Nisa’: 59; dan al-Syura: 38.
f. Hukum Ketatanegaraan (al-Dawliyyah). Yaitu hukum yang membicarakan tentang hubungan
antara Negara-negara Islam dan Negara-negara non-Islam; serta aturan pergaulan antar non-
Muslim di dalam Negara Islam maupun antara umat Islam dengan non-Muslim di Negara Islam.
Ada sekitar 25 ayat yang relevan dengan hukum ketatanegaraan. Misalnya: al-Baqarah: 190,
191, 192, 193; al-Anfal: 39, 41; al-Tawbah: 29, 123; dan al-Hajj: 39, 40.
g. Hukum Ekonomi dan Harta Benda (al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah). Yaitu hukum yang
memperbicangkan hak-hak fakir miskin, kewajiban orang kaya serta mengatur sumber-sumber
pendapatan dan pembelanjaannya. Bahasan ini meliputi harta milik negara, masyarakat,
keluarga hingga milik pribadi. Setidaknya ada 10 ayat yang berhubungan dengan hukum ini.
Misalnya: al-Baqarah: 275, 282, 284; Ali ‘Imran: 130; al-Nisa’: 29; dan al-Muthaffifin: 1, 2, 3.

Anda mungkin juga menyukai