Anda di halaman 1dari 14

JOSEPH SCHACHT VS AL-AZAMI :

PENDEKATAN STUDI AL-QURAN


DAN HADIST
BIOGRAFI JOSEPH SCHACHT
Nama lengkap Amin J. Schacht lahir pada tanggal 15 Maret 1902, di Ratibor,
Silesia yang dulu berada di wilayah Jerman dan sekarang masuk
Polandia. Schacht lahir dari keluarga yang agamis dan terdidik. Ayahnya Eduard
Schacht adalah penganut katholik dan guru anak-anak bisu dan tuli, ibunya
bernama Maria Mohr. Pada tahun 1945, ia menikah dengan wanita Inggris yang
bernama Louise Isabel Dorothy, anak perempuan Joseph Coleman. Karirnya
sebagai orientalis diawali dengan belajar filologi klasik, semitik, teologi dan
bahasa-bahasa Timur di Universitas Berslauw dan Universitas Leipzig. Ia meraih
gelar doctor (D.Phil) dengan predikat summa Cum Laude dari Universitas
Berslauw pada tahun 1923, ketika berumur 21 tahun.
BIOGRAFI MUHAMMAD MUSTAFA AZAMI

Muhammad Mustafa Azami adalah seorang ahli hadis kontemporer yang dikenal dengan
kajian kritisnya terhadap teori-teori para orientalis Islam dari Barat seperti Ignaz Goldziher, David
Margoliouth, dan Joseph Schacht.
Muhammad Mustafa Azami lahir di kota Mano, India Utara, pada tahun 1932. Ayahnya
seorang pecinta ilmu dan membenci penjajahan, serta tidak menyukai bahasa Inggris. Watak ini
mempengaruhi perjalanan studi Azami dimana ketika masih duduk di SLTA beliau pindah ke
sekolah Islam yang menggunakan bahasa Arab oleh ayahnya. Perjalanan ilmiahnya
membuatnya belajar ilmu hadis dari sekolah barunya tersebut. Setelah tamat dari sekolah Islam
(SLTA), M.M. Azami kemudian melanjutkan studinya di College of Science di Deoband, sebuah
perguruan terbesar di India yang juga mengajarkan studi Islam (Islamic Studies). Berkat
ketekunan dan keuletannya, akhirnya Ia dapat menamatkan studinya di tahun 1952. Rupanya
hasrat besar intelektualnya selalu mendorong dirinya untuk melanjutkan studi lagi ke Fakultas
Bahasa Arab, Jurusan Tadris (pengajaran), di Universitas al-Azhar, Cairo, Mesir, dan lulus tahun
1955.
KRITIK JOSEPH SCHACHT TERHADAP HADITS

1. KONSEP SUNNAH AWAL


2. BACK PROJECTION
3. COMMON LINK
4. ARGUMENTUM E SILENTIO
1. TEORI KONSEP SUNNAH AWAL
Teori Schacht Mengenai Konsep Awal Sunnah bagian sentral tesis Schacht
bergantung pada penggunaan dan konsep kata Sunnah. Secara ringkas, dia
berpendapat bahwa:
• Konsep awal Sunnah adalah kebiasaan atau praktek yang disepakati secara
umum, yang disebutnya “tradisi yang hidup”. Untuk sampai pada kesimpulan
ini dia mengikuti D.S. Margoliouth dan mengutip Ibn al-Muqaffâ’, yang
menurutnya, mendapatkan istilah itu digunakan pada awal abad kedua untuk
kepentingan regulasi administratif pemerintahan Bani Umayyah.
• Konsep Sunnah Nabi pada asal-usulnya relatif terlambat, dibuat oleh orang-
orang Irak pada sekitar abad kedua.
• Bahkan penggunaan istilah "Sunnah Nabi’’ tidak berarti Sunnah yang
sebenarnya berasal dari Nabi Saw. ia sekadar “tradisi yang hidup” dari
mazhab yang ada yang diproyeksikan ke belakang hingga ke lisan Nabi Saw.
2. BACK PROJECTION
Schacht berpandangan bahwa melalui studi
terhadap isnad yang merupakan elemen kunci untuk
menentukan otentisitas masing-masing hadis
memungkinkan kita untuk menentukan awal
kemunculan hadis-hadis itu. Ia mengajukan teori
bahwa isnad pada mulanya belum sempurna dan
memiliki kecenderungan tumbuh ke belakang serta
mengklaim otoritas yang lebih tinggi, demikian
seterusnya hingga kepada Nabi saw. (Schacht, 1964:
5).
3. COMMON LINK

Common link yaitu istilah yang dipakai untuk seorang


periwayat hadis yang mendengar suatu hadis dari (jarang
lebih dari) seorang yang berwenang, lalu mengajarkannya
kepada sejumlah murid yang pada gilirannya kebanyakan
dari mereka mengajarkannya lagi kepada dua atau lebih
dari muridnya. Schacht (1950: 171-172) berpandangan
bahwa keberadaan common link (tokoh penghubung)
dalam rantai periwayatan mengindikasikan bahwa hadis
itu berasal dari masa tokoh tersebut.
4. ARGUMENTUM E SILENTIO

Argumentum e silentio menurut Schacht (1950: 140) adalah cara


terbaik untuk memastikan bahwa sebuah hadis tidak ada pada
masa tertentu dengan menunjukkan bahwa hadis itu tidak
digunakan sebagai argumen hukum dalam diskusi yang diharuskan
merujuk kepada hadis tersebut jika memang hadis itu ada. Artinya,
suatu hadis dinyatakan tidak ada pada saat tertentu jika ia tidak
dipakai sebagai argumen hukum. Ide Schacht ini berpijak dari
premis dasar yang dibangunnya yaitu jika suatu hadis tidak dirujuk
dalam diskusi hukum, maka hadis itu pasti telah dipalsukan pada
PEMBELAAN
MUSTHAFA AL-
A'ZAMI
TERHADAP
KRITIK JOSEPH
SCHACHT
1. KONSEP SUNNAH/HADIS
Jika dianalisis, teori Schacht bahwa sunnah Nabi saw. tidak dikenal
masyarakat Islam, dan bahwa hadis-hadis hukum teknis belum ada pada abad I
H. tidaklah logis dan mengabaikan realitas umat Islam pada masa-masa awal.
Bagaimana mungkin perkataan, tindakan dan pendirian Muhammad saw. sebagai
teladan umat Islam tidak diikuti dan dicontoh sebagai sunnah Nabi saw.? Realitas
yang terjadi adalah para sahabat dengan seksama selalu memperhatikan
tindakan keseharian Nabi saw. untuk menjadi teladan mengenai cara bertingkah
laku dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ajaran Islam dan sunnah
Nabinya. Al-A‘zami (1996: 77-78) (tiga) kelemahan dalam teori yang dibangun
Schacht terkait konsep sunnah hadis yaitu:
1. Penggunaan materi sumber secara sewenang-wenang.
2. Generalisasi yang berlebihan.
3. Inkonsistensi internal.
1. BACK PROJECTION
Menurut al-A‘zami (1996: 105), teori Back Projection Schacht sangat paradoks
dengan teori-teori lain yang dibangunnya sendiri.
Teori ini juga dipandang al-Aʻzami (1978: 242-243; 1992: 431) menyisakan
beberapa persoalan. Pertama, Jika para periwayat itu benar memalsukan isnad hadis
dan melakukan back projection mengapa mereka menyandarkan kepada sahabat yang
lebih muda, tidak kepada tokoh yang lebih tua atau sahabat yang lebih terkemuka,
seperti penyandaran kepada Abu Hurairah dan Ibn ‘Abbas daripada kepada Abu Bakr
dan 'Usman.
Kedua, banyak hadis yang memiliki kesamaan baik dalam susunan maupun
kandungannya, yang ditemukan dalam literatur hadis yang dimiliki oleh aliran-aliran
teologi, seperti Sunni, Syiah, dan Khawarij. Padahal aliran-aliran ini telah berperang satu
sama lain dan masing-masing menolak ide-ide dan kepercayaan mereka.
Ketiga, kebanyakan para periwayat hadis berasal dari berbagai negeri yang
berbeda dan saling berjauhan sehingga sulit rasanya membayangkan adanya pertemuan
dan persetujuan mereka untuk samasama memalsukan isnād.
3. COMMON LINK
Setelah mengamati teori Schacht tentang common link, al-A‘zami (1978:
233) mengkritik bahwa Schacht terlalu menggeneralisir, karena ia hanya
mengungkap 1 (satu) kasus hadis untuk membuktikan kebenaran teorinya
kemudian diterapkan kepada hadis-hadis lainnya. Selain itu, al-A'zami (1996:
198-199) juga menilai bahwa teori common link Schacht ini justru
mengarahkan pada kesimpulan yang tidak valid disebabkan 2 (dua) alasan:
Pertama, pembuatan diagram yang salah oleh Schacht, karena di
dalamnya digambarkan seolah ‘Amr (w. 151 H.) meriwayatkan dari tiga orang
guru, padahal Schacht menyebut nama al-Mutallib yaitu guru ‘Amr ibn Abū
‘Amr sebanyak dua kali dan dari seorang suku Bani Salamah.
Kedua, Schacht tidak teliti dalam memahami teks hadis yang
dicontohkannya yang ia ambil dari kitab Ikhtilaf al-Hadis karya asy-Syafi'i.
4. ARGUMENTUM E SILENTIO
Al-A'zami (1978: 254; 448) berpandangan bahwa
argumentum e silentio yang diajukan Schacht tersebut
bertentangan dengan watak manusia. Siapa yang berani
mengklaim bahwa dirinya mengetahui semua hadis yang
bersangkutan dengan suatu masalah, dan tidak ada satu hadis
pun yang tidak ia ketahui? Apalagi tidak disebutkannya suatu
hadis oleh seorang ahli fiqih itu bukan berarti bahwa hadis itu
tidak pernah ada.
Selanjutnya, argumentum e silentio yang digunakan
Schacht untuk menilai kepalsuan hadis dibantah oleh al-Aʻzami
melalui reductio ad absurdum.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai