Anda di halaman 1dari 4

PANDANGAN JOSEPH SCHACHT TERHADAP HADIST

A. PENDAHULUAN

B. METODE PENELITIAN
Metode pendekatan dengan cara mempelajari sejarah pembentukan hukum
Islam terutama hadist. Metode pengumpulan data dengan melakukan riset di internet
dengan cara membaca dan mempelajari materi dan jurnal yang diperoleh. Metode yang
dilakukan penulis yaitu metode kompratif yang mana metode yang digunakan dengan
membanding- bandingkan dari beberapa data, jurnal atau pendapat yang masuk,
kemudian mengambil suatu kesimpulan yang dianggap lebih kuat dan tepat.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Biografi Joseph Schacht
Joseph Schacht merupakan seorang orientalis yang lahir di Ratibon pada tanggal
15 Maret 1902, karirnya sebagai seorang orientalis mampu menghasilkan banyak kajian
mengenai disiplin ilmu baik ilmu filologi, theology, dan Bahasa ketimuran di
Universitas Berslauw dan Leipzig. Dengan karir tersebut Jospeh Schacht mendapat
gelar doktor diusia ke 21 tahun. Tiga tahun selanjutnya tepat di tahun 1925, Schacht
mulai berkarir sebagai seorang dosen di Universitas Fribourg dan tak lama kemudian
ia dikukuhkan sebagai guru besar pada tahun 1929. Dua tahun berikutnya Schacht
meninggalkan Jerman untuk mengajar Bahasa Arab dan Suryani di Universitas Fuad
Awwal atau Universitas Kairo pada tahun 1939. Melihat dari sepak terjang prestasi
Joseph Schacht tentunya menjadi bukti bertapa pintarnya sosok orientalis ini. 1
Ketika saat terjadi perang Dunia ke II, Schacht beralih profesi menjadi seorang
penyiar radio disebuah penyiar radio terkemuka di Inggris. Ia juga menemukan
pasangannya di negara ini yang kemudian menjadi istrinya. Dinegara Inggris ini,
Schacht mampu meraih dua gelar akademis, yakni Master dan Doktoral di Universitas
Ozford. Hingga tahun 1954 dia melanjutkan karir dalam bidang akademis dengan
mengajar di Universitas Leiden di Belanda. Karirnya berakhir hingga ia tutup usia di
Universitas Colombia New York pada tahun 1969.
Sebagai seorang orientalis, Joseph Schacht mempunyai banyak karya di bidang
ilmu Islam seperti The Origins Muhammad Jurisprudence (1950), An Introduction to
Islamic Law (1964), Islamic Law in The Encyclopedia of Social Sciences (1932), Pre
Islamic Background and Early Development of Jurisprudence dalam Lae Middle East:
the Origins and Developmenit (1995), dan karya terakhirnya ialah Theology and Law
Islam (1971).2
Pandangan Joseph Schacht Tentang Hadist
Definisi konsep Islam menurut Jospeh Schacht tentang sunnah tidaklah lebih
dari sekedar revisi atas adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi turun-temurun nenek
moyang Arab, ia mendefinisikan sunnah sebagai konsepsi Arab yang lalu yang berlaku

1 Hariswandi, “Pemikiran Joseph Schacht dan Kontribusinya Terhadap Hukum Islam”. Skripsi, (Makasar: UIN
Alauddin Makassar, 2012), hal. 45
2 Ucin Muksin, “Al Hadist Dalam Pandangan Orientalis (Joseph Schacht)”, Jurnal Ilmu Dakwah: Academic

Journal for Homiletic Studies, Vol. 4 No, 11, 2008, hal. 115
kembali sebagai pusat pemikiran Islam. Menurut penilaian Schacht makna sunnah lebih
kepada praktek ideal dari komunitas, golongan setempat atau doktrin yang muncul dan
dipercaya di khalayak umum. 3 Sedangkan menurut Fazlur Rahman menyatakan bahwa
makna sunnah menurut Schacht sebagai tradisi tidak benar sama sekali hingga sampai
pertengahan abad II H/VII M bahwa kebiasaan atau sunnah atau hadist sebelum waktu
itu tidaklah dipandang sebagai sunnah Nabi, akan tetapi sebagai sunnah masyarakat,
karena sunnah tersebut adalah hasil penalaran bebas orang-orang.4
Teori Joseph Schacht Dalam Kajian Sanad Hadist
1. Teori Projecting Back
Maksud dari teori ini ialah untuk melihat keaslian hadist dapat dilakukan
dengan melakukan rekonstruksi penelusuran sejarah munculnya hadist Nabi. Dalam
teorinya Joseph Schacht menegaskan bahwa hukum Islam belum terlalu dikenal
pada masa seorang tokoh Tabi’in yaitu Amir bin Syurahbil asy Sya’bi. Beliau
merupakan ulama yang hafal ribuan hadist tanpa pernah menulisnya dan mendapat
kesempatan untuk bertemu sebanyak kurang lebih 500 sahabat yang mulia. Beliau
jugalah yang meriwayatkan hadist dari sahabat-sahabat utama seperti Ali bin Abi
Thalib, Sa’ad bin Abi Waqash, Zaid bin Tsabit, Ubadah bin Shamit, Abu Musa ak
Asy’ari, Abu Said al Khudri, Nu’man bin Basyir, Abdullah bin Abbas, Abu
Hurairah dll. 5 Menurut Joseph Schacht apabila ditemukan hadist yang berkiatan
dengan hukum Islam maka hadist tersebut merupakan buatan orang-orang yang
hidup sesudah al Sya’bi.
Pandangan Joseph Schacht tentang hadist yakni ia berpendapat bahwa hadist
yang terdapat dalam kitab hadist pada dasarnya bersumber dari para Tabi’in.
berawal dengan bentuk yang sederhana, dan kemudian diperbaiki sedemikian rupa
dan dikaitkan materi tersebut kepada tokoh-tokoh yang lebih awal darinya, seperti
para sahabat dan Nabi Muhammad SAW. Isnad hadis memiliki kecenderungan
berkembang ke belakang dalam rangka memperoleh legitimasi dan otoritas lebih
tinggi terhadap suatu materi hadis, yang pada awalnya hampir tidak pernah
bersumber dari Nabi atau sahabat, tetapi disebarkan berdasarkan otoritas tabi’in
atau tabi tabii. Berdasarkan pandangannya ini, Schacht kemudian melahirkan teori
Projecting Back atau Backward Projection (Proyeksi ke Belakang). 6
2. Teori Argumentum E Siliento
Teori ini merupakan sebuah teori yang disusun berdasarkan asumsi atau pendapat
seseorang sarjana (ulama/perawi) pada waktu tertentu tidak cakap dalam
menyebutkan hadist maupun gagal menyebutnya, maka hadist tersebut tidak pernah
ada. Jika satu hadits ditemukan pertama kali tanpa sanad yang komplit dan
kemudian ditulis dengan isnad yang komplit, maka isnad itu juga dipalsukan.
Dengan kata lain untuk membuktikan hadits itu eksis tidak cukup dengan
menunjukkan bahwa hadits tersebut tidak pernah dipergunakan sebagai dalil dalam

3 Abdul Karim, “Pemikiran Orientalis Terhadap Kajian Tafsir Hadist”, Addin, vol. 7 No. 2, 2013, hal. 326-327
4 Muhammad Lutfi, “Kritik Fazlur Rahman Terhadap Konsep As Syafi’I”, Skripsi, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah,
2018)
5 https://muslimobsession.com/asy-syabi-dan-kunci-memahami-ilmu/
6 Aan Supian, “Studi Hadis Di Kalangan Orientalisme”, NUANSA: Vol. IX No. 1, 2016, hal. 31
diskusi para fuqaha. Sebab seandainya hadits itu pernah ada pasti hal itu akan
dijadikan sebagai referensi.
3. Teori Common Link
Yakni sebuah teori yang beranggapan bahwa orang yang paling bertanggungjawab
atas kemunculan sebuah hadits adalah periwayat poros (common link) yang
terdapat di tengah bundel sanad-nya. Common link itulah yang menurut Juynboll
merupakan pemalsu dari hadits yang dibawanya. Argumennya satu: Jika memang
sebuah hadits itu telah ada semenjak Rasulullah saw, mengapa ia hanya
diriwayatkan secara tunggal di era Shahabat atau Tabi’in, lalu baru menyebar
setelah Common Link. Juynboll menganggap fenomena ini muncul karena common
link itulah yang pertama kali memproduksi dan mempublikasikan hadits tersebut
dengan menambahkan sebuah jalur sanad ke belakang sampai Nabi Saw.
Kesimpulan dari teori common link adalah tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa hadits dapat ditelusuri kesejarahannya sampai kepada Nabi Saw (Amin,
2009, hal. 155).
Ketiga teori di atas merupakan “terobosan” yang dilakukan oleh Joseph Schacht
dalam kajian hadits yang belum pernah diusung oleh orientalis sebelumnya. Tiga
teori itu menurut Joseph Schacht adalah metode alternative bagi metode yang lebih
dahulu dikembangkan oleh ummat Islam di dalam melakukan kritik terhadap sanad
dan matan hadits yang menekankan kepada bagaimana memverivikasi hadits untuk
kemudian menentukan otentik dan tidaknya hadits yang dikritik (Amin, 2009, hal.
156).
Teori tersebut di atas menurut Joseph Schacht digunakan untuk menentukan masa
awal kemunculan hadits (dating/penanggalan hadits) dan merupakan penjabaran
dari 3 metode berikut ini; (1) mencari koleksi kitab pertama yang menyinggung
subtansi hadits (dikembangkan dengan teori argumentum e silentio), (2)
membandigkan ragam bentuk matan sebuah hadits (dikembangkan dengan teori
projecting Back) dan (3) membandingkan sanadnya. Metode yang ketiga ini oleh
Schacht diterjemahkan menjadi lima kaidah yaitu pertama Sanad yang lebih
sempurna dan lebih tua adalah sanad yang muncul belakangan, kedua apabila ada
dua sanad yang berbeda, sanad pertama berakhir kepada t}abaqah tabi’in dan sanad
lainnya berakhir kepada thabaqah yang lebih tua, maka sanad yang kedua ini adalah
sanad yang muncul belakangan (disebut juga dengan teori backward growth), ketiga
jika sanad yang terdapat di dalam kitab-kitab hadits yang muncul belakangan
terdapat tambahan perawi (sumber hadits) maka ragam sanad tersebut dipastikan
palsu (diistilahkan dengan spread of Isnad), keempat, adanya common link dalam
sanad hadits merupakan indikasi bahwa sanad tersebut dipalsukan oleh common
link nya dan kelima ragam sanad yang tidak melalui common link dipastikan
muncul belakangan (Muna, 2008, hal. 77–79).
Di antara orientalis yang mengkaji hadits, teori yang terakhir ini banyak dipuji.
Tidak hanya berhenti disini, bahkan teori ini dikembangkan oleh orientalis lainnya
yaitu GHA. Juynboll dan disempurnakan berikutnya oleh Motzki dan menjadi
menjadi metode analisis isnad cuma matan (Masrur, 2007, hal. X) (metode ini
ditawarkan oleh Motzki, karena ia tidak sepenuhnya menerima teori yang Joseph
Schacht) . Untuk menjelaskan tentang teori common link yang digagas oleh Joseph
Schacht, berikut adalah contoh sanad hadits yang disinyalir oleh Joseph Schacht
terdapat common Link. Yaitu hadits yang terdapat di dalam kitab ikhtila>f al-
Hadi>ts yang ditulis oleh Imam Syafi’i. Nabi SAW Nabi SAW Nabi SAW Hasan
Suadi Riwayah: Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 1 2016 98 Menurut Joseph
Schacht, Common Link pada contoh struktur sanad di atas adalah Amr bin Abu
Amr. Karena ia merupakan perawi yang menjadi titik temu dari beberapa sanad
lainnya. Dapat ditegaskan pula bahwa Amr bin Abu Amr adalah pemalsu sanad
tersebut di atas. Teori common link dalam pandangan orientalis yang
mengembangkannya, sebenarnya “mirip” dan telah ada dan dikenal di antara ahli
hadits. Mereka mencontohkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Imam
atTirmidzi yang sebagian koleksi haditsnya mempunyai sanad yang hanya beporos
kepada satu perawi saja (dikenal dengan istilah madar) dan membentuk hadits
gharib, hadits yang dalam salah satu thabaqah nya hanya menyebutkan seorang
perawi saja. Namun terhadap gejala ini, orientalis menganggap bahwa kalangan
Islam tidak menyadari implikasi dari “kesendirian” sanad tersebut terhadap dating
hadits.

Anda mungkin juga menyukai