PENDAHULUAN
Kajian terkait autentitas hadis muncul dan berkembang sejak abad
ke-19 dan menempati posisi sentral dalam studi Islam baik oleh sarjana
muslim maupun non-muslim. 1 Di antara tokoh kontroversial atas tindakan
skeptisnya terhadap keaslian hadis adalah Ignaz Goldziher pada tahun 1850-
1Amin, “Muslim Wetern Scholarship of Hadith and Western Scholar Reaction: A Study On
Fuat Sezgin’s Approach To Hadith Scholarship”, dalam Jurnal Of Islamic Studies, Vol. 46
No. 2 (2008), 253-277.
1921 yang mengkritik hadis dengan historis sistematis dan menganggap
hadis sebagai hasil pergumpulan dari konflik sosial oleh generasi tabi’in.
Senada dengan Goldziher, Joseph Schacht hadir dengan menggabungkan
tiga teori dalam kajian kritik hadis yakni teori projecting back
(memproyeksikan kembali), Argumentum E-selentio dan Common link yang
kemudian dikembangkan oleh penerusnya. Pandangan Joseph Schacht terkait
hadis kontemporer, dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Origins of
Muhammadan Jurisprudence.2 Menurut Ali Mustafa Yaqub, untuk
mengetahui kajian hadis di kalangan orientalis, cukup dengan menelusuri
pemikiran Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, karena orientalis yang
datang setelah mereka hanya mengikuti pendapat keduanya. 3 Pendapat ini
kemungkinan jadi benar, karena pada realnya hampir setiap pengkaji hadis
kontemporer mengutip dan bersandar terhadap teori dan pendapat dari
kedua-nya.
Menurut J Koren dan Nevo mengklasifikasikan terkait pemikiran
orientalis terhadap autentitas hadis di bagi menjadi 2 kelompok yakni
kelompok tradisionalis (yang sejajar dengan sarjana muslim) dan kelompok
oriental atau revisionis (mereka yang mempelajari berangkat dari sikap
skeptis). Oleh karena itu menurutnya Joseph Schacht termasuk dalam
kategori kelompok oriental yang bersifat skeptis. Dari segi metode dan
pembahasan Motzki membagi kepada 4 kategori pertama menggunakan
matan, seperti yang dilakukan oleh Goldzhiher, Joseph Schacht, dan
Martson Speight. Kedua, penanggalan berdasarkan koleksi kitab hadis,
seperti yang dilakukan oleh Schacht. Ketiga, penanggalan terhadap isnad,
tokohnya Schacht dan Juynboll. Dan keempat, menggunakan matan dan
isnad yang di ajukan oleh Harald Motzki. 4
Dari pembagian diatas yang dilakukan oleh Motzki, tampak jelas
bahwa Schacht selalu berada dalam kategori sarjana barat yang skeptis
2 Maghen,”Dead Tradition: Jospeh Schacht and The Origins Of “Popular Practise”, dalam
Jurnal Islamic Law And Society, Vol. 20 No. 3 (2003), 276-347.
3 Abdul Karim, “Pola Pemikiran Imam Syafi’I dalam Menetapkan Hukum Islam”, dalam
5 Muksin, “Al-Hadits Dalam Pandangan Orientalis (Joseph Scahaht)”, dalam Jurnal Ilmu
Dakwah, Vol. 4 No. 11(2015), 111.
6 Nugroho, “Orientalisme dan Haidts: Kritik Terhadap Sanad Menurut Pemikiran Joseph
7Ibid., 158.
8 Supian, “Studi Hadis di Kalangan Orientalisme”, dalam Jurnal Studi Islam dan
Kemasyarakatan, Vol. 9 No. 1 (2016), 31.
1. Projecting Back
Projecting back ialah penyandaran hadis ke masa
sebelumnya. Teori ini pada hakikatnya menyatakan bahwa asal-usul
suatu hadis dapat ditelusuri melalui sejarah hubungan antara hukum
Islam dengan hadis. 9 Teori ini berkaitan erat dengan teori
Commonlink yang sama-sama menyatakan bahwa hadis di buat-buat
(create) pada masa tabi’in. Teori Schacht ini sedikit berbeda dengan
teori Ignaz Goldziher, yaitu bahwa Goldziher mengakui sumber
hadis telah ada sejak awal masa Nabi dan sahabat, lalu di masa
kemudian terjadi pemalsuan besar-besaran. Sedangkan Schacht
mengatakan bahwa hadis muncul saat zaman tabi’in kemudian
diproyeksikan kepada tokoh-tokoh terpercaya sebelumnya hingga
Nabi Muhammad untuk kepentingan legitimasi. Dia menyimpulkan
bahwa tidak ada hadis yang benar-benar valid, terutama yang
berkaitan dengan hukum. Dia beralasan karena pada masa tabi’in
muncul jabatan qadi untuk menyelasaikan masalah-masalah hukum
pada dinasti Umayya. Kemudian mereka menyandarkan
pendapatnya ke generasi sebelumnya sampai kepada Nabi untuk
tujuan legitimasi.
Joseph Schacht juga beranggapan bahwa ketika sebuah hadis
harus disandarkan pada orang-orang sebelumnya, maka dapat
dipastikan hadis itu fikif (buatan para ulama sekitar abad ke dua-tiga
hijriah). 10 Jika hadis itu orisinil maka tidak butuh penyandaran.
Keraguan ini terus muncul dalam Schacht mengenai sanad hadis
yang pada awalnay sederhana, kemudian semakin ke belakang
berubah dan bertransformasi menjadi lebih banyak sampai kepada
tingkatan sebelumnya.
9 Suadi, “Menyoal Kritik Sanad Joseph Schacht”, dalam Jurnal Studi Islam, Vol. 2 No. 1
(2017), 86.
10 Munawwir, Ani Lestari & Fita Ratu Prilia, “Joseph Schacht dan Tranformasi Hadis
Tentang Hukum Islam dalam Konteks Dunia Timur”, dalam Jurnal Islamika, Vol. 20 No.
02 (2020), 28.
2. Argumentum E-Silentio
Menurut teori ini, “That legal hadith not adduced in a juristic
dispute did not exist prior to that dispute”. Teori ini pada dasarnya
menyatakan bahwa untuk membuktikan keautentikan hadis dapat
ditelusuri dengan menunjukkan bahwa hadis tersebut pernah atau
tidak pernahnya ia dijadikan sebagai landasan dasar argumen oleh
para fuqaha (ahli fiqih). Dengan kata lain, jika hadis tersebut tidak
terdapat dalam matan koleksi hadis pada masa awal atau tidak
didiskusikan oleh ahli fikih, maka hadis itu tidak pernah ada. 11
Dalam teori ini juga, disebutkan bahwa jika terdapat sebuah
hadis saat pertama kali ditemukan tanpa sanad yang lengkap lalu
dikemudian hari ditulis dengan sanad yang lengkap maka sanadnya
bermasalah. Atau apabila seorang periwayat tidak teliti atau gagal
dalam menyebutkan hadis atau jika suatu hadis diriwayatkan oleh
seorang periwayat yang datang kemudian, namun periwayat
sebelumnya tidak menggunakannya, maka hadis itu tidak pernah ada.
Asumsi Schacht ini didasari atas hadis-hadis hukum yang ia
teliti. Adapun contoh dari teori ini yaitu seperti yang disebutkan oleh
Kamaruddin Amin, tentang hadis puasa yang dihukumi palsu atau
dianggap tidak ada oleh Schacht karena ditemukannya salah satu
sanad pada koleksi hadis belakangan yaitu Shahih Muslim,
sedangkan tidak ditemukan pada Mushannaf Abd Razaq yang sudah
ada sebelum Shahih Muslim. Begitu juga dengan hadis yang ada dalam
al-Muwatta’ ditulis sebagai sanad mursal, tetapi dalam generasi
berikutnya dalam sahih al-Bukhari hadis tersebut ditulis dengan
sanad yang muttasil marfu’ sampai Nabi. Menurutnya, ini
membuktikan bahwa hadis tersebut telah dipalsukan.
3. Common link
Pendapat Schacht mengenai teori ini adalah jika memang
sebuah hadis telah ada semenjak zaman Nabi, mengapa hanya
11Syarifah & Mustofa, “Teori Projecting Back dan Argumentum E-Silentino Josep Schact
Serta Aplikasinya Dalam Studi Kritik Hadis”, dalam Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 1 No. 2
(2020), 171-186.
diriwayatkan secara tunggal di era sahabat atau tabi’in, lalu baru
menyebar kepada generasi setelah common link. Menurutnya, sanad
pada mulanya sangat sederhana, namun setelah paruh abad ketiga
menjadi lebih sempurna dan lengkap. Hal ini menandakan sanad
telah dipalsukan. Di antara sarjana barat yang terpengaruh dan
mengembangkan teori ini adalah Juynboll yang diakuinya sendiri. Ia
menganggap bahwa common link adalah yang pertama kali
memproduksi dan mempublikasikan hadis dengan menambahkan
jalur ke belakang sampai ke Nabi Muhammad SAW. Schacht dan
Juynboll memahami bahwa hadis-hadis Nabi adalah palsu.
12 Suadi, “Menyoal Kritik Sanad Joseph Schacht”, dalam Jurnal Studi Islam, Vol. 2 No. 1
(2017), 98-100.
13 Munawwir, Ani Lestari & Fita Ratu Prilia, “Joseph Schacht dan Tranformasi Hadis
Tentang Hukum Islam dalam Konteks Dunia Timur”, dalam Jurnal Islamika, Vol. 20 No.
02 (2020), 30.
Kesimpulan
Joseph Schacht memiliki pengaruh dalam dinamika kajian hadis
kontemporer. Teori yang banyak diangkat dan dikaji oleh para pengkaji
hadis indonesia, adalah Common link, Projecting Back dan e- silentio.
Para pengkaji hadis di barat menjelaskan bahwa tampak jelas Schacht
selalu berada dalam kategori sarjana barat yang skeptis terhadap autentitas
hadis , terutama dalam studi sanad. Joseph Schacht menempati posisi yang
strategis dalam kajian hadis kontemporer di barat, namun ada sebagian yang
mendukung dan mengembangkan teorinya, seperti Juynboll, ada juga yang
menolah dan membantah, seperti Motzki dan Azami.
Pernyataan Joseph Schact yang paling kontroversial yaitu mengenai
anggapan hukum islam baru dikenal semenjak masa pembentukan sistem
peradilan dan hakim pada dinasti ummayah. Harld Motzki, Michael Cook,
Norman Calder dan M. Azami merupakan pengkritik orientalis terhadap
kritik sanad teori Joseph Schacht.
Dengan banyaknya artikel yang membahas pemikiran kritis Joseph
Schacht terhadap autentitas hadis ini menandakan bahwa pemikirannya
memiliki pengaruh dan mendapatkan perhatian akademik yang cukup besar
dalam studi hadis kontemporer di Indonesia, khususnya mengenai orientalis.
Daftar Pustaka