Anda di halaman 1dari 10

STUDI HADIS DALAM PERSPEKTIF SARJANA

BARAT: JOSEPH SCHACHT


Khaula Firrizqy
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri
Jl. Sunan Ampel no.7, Kota Kediri, Jawa Timur

ABSTRAK: Penelitian ini untuk mengetahui studi hadis perspektif sarjana


barat yakni Joseph Schacht. Kajian hadis perspektif Joseph Schacht
memiliki pengaruh besar dalam pemikiran orientalis perkembangan studi
hadis kontemporer di Indonesia. Penelitian ini bersifat studi kepustakaan
yang bersumber dari jurnal yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu,
Pemikiran orientalis Joseph Schacht mempunyai pengaruh yang cukup
masif dan dominan dalam kajian orientalis dan studi hadis di Indonesia.
Mayoritas peneliti hadis Indonesia membandingkan pemikiran Schacht
dengan para pengkritiknya seperti Azami dan Motzki. Sebagian lainnya
cenderung membantah dan tidak menyetujui pemikiran Schacht dan
sebagian kecil hanya melakukan eksplorasi. Pemikiran Joseph Schact
mengenai hadis bertentangan dengan studi hadis di Indonesia, sehingga
pemikirannya dianggap kontroversial.

Kata kunci: Joseph Schacht, Kajian Hadis Kontemporer, Orientalis, Studi


Hadis Indonesia.

PENDAHULUAN
Kajian terkait autentitas hadis muncul dan berkembang sejak abad
ke-19 dan menempati posisi sentral dalam studi Islam baik oleh sarjana
muslim maupun non-muslim. 1 Di antara tokoh kontroversial atas tindakan
skeptisnya terhadap keaslian hadis adalah Ignaz Goldziher pada tahun 1850-

1Amin, “Muslim Wetern Scholarship of Hadith and Western Scholar Reaction: A Study On
Fuat Sezgin’s Approach To Hadith Scholarship”, dalam Jurnal Of Islamic Studies, Vol. 46
No. 2 (2008), 253-277.
1921 yang mengkritik hadis dengan historis sistematis dan menganggap
hadis sebagai hasil pergumpulan dari konflik sosial oleh generasi tabi’in.
Senada dengan Goldziher, Joseph Schacht hadir dengan menggabungkan
tiga teori dalam kajian kritik hadis yakni teori projecting back
(memproyeksikan kembali), Argumentum E-selentio dan Common link yang
kemudian dikembangkan oleh penerusnya. Pandangan Joseph Schacht terkait
hadis kontemporer, dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Origins of
Muhammadan Jurisprudence.2 Menurut Ali Mustafa Yaqub, untuk
mengetahui kajian hadis di kalangan orientalis, cukup dengan menelusuri
pemikiran Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, karena orientalis yang
datang setelah mereka hanya mengikuti pendapat keduanya. 3 Pendapat ini
kemungkinan jadi benar, karena pada realnya hampir setiap pengkaji hadis
kontemporer mengutip dan bersandar terhadap teori dan pendapat dari
kedua-nya.
Menurut J Koren dan Nevo mengklasifikasikan terkait pemikiran
orientalis terhadap autentitas hadis di bagi menjadi 2 kelompok yakni
kelompok tradisionalis (yang sejajar dengan sarjana muslim) dan kelompok
oriental atau revisionis (mereka yang mempelajari berangkat dari sikap
skeptis). Oleh karena itu menurutnya Joseph Schacht termasuk dalam
kategori kelompok oriental yang bersifat skeptis. Dari segi metode dan
pembahasan Motzki membagi kepada 4 kategori pertama menggunakan
matan, seperti yang dilakukan oleh Goldzhiher, Joseph Schacht, dan
Martson Speight. Kedua, penanggalan berdasarkan koleksi kitab hadis,
seperti yang dilakukan oleh Schacht. Ketiga, penanggalan terhadap isnad,
tokohnya Schacht dan Juynboll. Dan keempat, menggunakan matan dan
isnad yang di ajukan oleh Harald Motzki. 4
Dari pembagian diatas yang dilakukan oleh Motzki, tampak jelas
bahwa Schacht selalu berada dalam kategori sarjana barat yang skeptis

2 Maghen,”Dead Tradition: Jospeh Schacht and The Origins Of “Popular Practise”, dalam
Jurnal Islamic Law And Society, Vol. 20 No. 3 (2003), 276-347.
3 Abdul Karim, “Pola Pemikiran Imam Syafi’I dalam Menetapkan Hukum Islam”, dalam

Jurnal Adabiyah, Vol. XIII No. 2 (2013), 187.


4 Ulummudin, “Pemetaan Penelitian Orentalis Terhadap Hadis Menurut Harald Motzi”,

dalam Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 3 No. 1 (2020), 86-104.


terhadap autentitas hadis, terutama dalam study sanad.
Selain itu juga Joseph Schacht menempati posisi strategis dalam
kajian hadis kontemporer di barat. Sebagian ada yang mendukung dan
mengembangkan teorinya, seperti Juynboll, sebagian lain menolak dan
membantahnya, seperti Motzki dan Azami. Oleh sebab itu, penulis tertarik
untuk meneliti lebih mendalam terkait pemikiran Schacht dan pengaruhnya
terhadap studi hadis kontemporer. Maka dari itu peneliti tertarik untuk
meneliti lebih dalam mengenai pemikiran Joseph Schacht terhadap kajian
hadis.

Joseph Schacht dan Pemikiran Hadis


Joseph Schacht dilahirkan pada 15 Maret 1902 di Rottbur, Silesia,
Jerman. Dia mengawali pendidikannya di Universitas Berslaw dan Leipzig
dengan mendalami kajian filologi klasik, teologi dan bahasa-bahasa timur.
Pada tahun 1923 saat usianya baru menginjak 21 tahun ia mendapat gelar
doktor dari Universitas Berslaw. Tahun 1925 Schacht mulai mengajar di
Universitas Fribourg dan 5 tahun berselang pada tahun 1929, beliau
dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas yang sama. Setelah itu, pada
tahun 1932 Schacht pindah ke Universitas Kingsburg. Dua tahun kemudian
Schacht meninggalkan Jerman dikarenakan menjadi dosen tamu yang
mengajar beberapa mata kuliah di antaranya Fiqih, bahasa Arab dan bahasa
Suryani di Universitas Fuad Awwal, Cairo Mesir sampai tahun 1939. 5
Pada tahun yang sama, saat terjadi perang dunia kedua, Schacht
pindah ke London dengan niat membantu kelancaran propaganda melawan
Jerman melalui kabar Radio BBC London tempat ia bekerja. Tindakan
tersebut didasari atas ketidaksepahamannya terhadap gerakan Nazi Jerman
semenjak dia mengajar di Mesir. Perpindahan Schacht menjadikannya resmi
dicatat sebagai warga negara Inggris sejak tahun 1947 sampai beliau
menikah dengan seorang gadis berdarah Inggris. 6 Disamping itu, dia juga

5 Muksin, “Al-Hadits Dalam Pandangan Orientalis (Joseph Scahaht)”, dalam Jurnal Ilmu
Dakwah, Vol. 4 No. 11(2015), 111.
6 Nugroho, “Orientalisme dan Haidts: Kritik Terhadap Sanad Menurut Pemikiran Joseph

Schaht”, dalam Jurnal Hukum Islam, Vol. 6 No. 2 (2020), 155-170.


melanjutkan perjalanan akademisnya tingkat master dan doktor pada tahun
1954 di Universitas Oxford. Kemudian dia melanjutkan karir mengajarnya
di Universitas Leiden, Belanda. Di tempat ini, Schacht dinobatkan sebagai
guru besar pada tahun 1959. Dia juga sempat menjadi pengawas cetakan ke-2
buku Dāirat al-Ma’rifat al-Islamiyyat. Joseph Schacht merupakan pakar
hukum Islam, namun karyanya tidak hanya terbatas pada di siplinnya,
melainkan tersebar dalam pelbagi disiplin ilmu seperti ilmu sains, filsafat,
kalam dan lain sebagainya.7
Di antara karya-karyanya yang dimiliki oleh Joseph Scahaht adalah
The Origins of Muhammadan Juriprudence yang diterbitkan pertama kali
pada tahun 1950 dan An Introduction to Islamic Law pada tahun 1960. Dua
karyanya tersebut menuai tentang adanya kontroversi di kalangan pengkaji
Islam, khususnya tentang keilmuan di bidang hadis dan ilmu hadis. 8 Di
antara pernyataan Schacht yang paling kontroversial adalah anggapan
bahwa hukum islam baru dikenal semenjak masa pembentukan sistem
peradilan dan hakim (qadi) pada dinasti bani umayyah. Schacht juga
berasumsi bahwa hadis tidaklah dari Nabi Muhammad SAW, melainkan
sesuatu yang lahir pada abad ke-2 Hijriah dengan kata lain hadis adalah
buatan oleh para ulama pada abad ke-1 dan ke-2. Selain itu juga Joseph
Schaht mengatakn bahwa bagian terbesar dari sanad hadis adalah palsu.
Joseph Schahct mengkaji hadis bukan untuk mencari kebenaran,
akan tetapi dalam rangka mencari bukti-bukti bahwa hadis yang disebut oleh
kaum muslim itu tidak ada kaitannya dengan Nabi Muhammad Saw. Namun
bukti-bukti yang dicari tidak ditemukan karena memang tidak ada,
kemudian Schacht membuat argumen palsu yang digunakan untuk
mendukung asumsinya. Maka dari itu Joseph Schacht menyusun beberapa
teori yang digunakan untuk membuktikan dasar pemikiran mengenai
kepalsuan hadis yang tidak ada kaitannya dengan Nabi Muhammad Saw.
Diantaranya adalah sebagai berikut :

7Ibid., 158.
8 Supian, “Studi Hadis di Kalangan Orientalisme”, dalam Jurnal Studi Islam dan
Kemasyarakatan, Vol. 9 No. 1 (2016), 31.
1. Projecting Back
Projecting back ialah penyandaran hadis ke masa
sebelumnya. Teori ini pada hakikatnya menyatakan bahwa asal-usul
suatu hadis dapat ditelusuri melalui sejarah hubungan antara hukum
Islam dengan hadis. 9 Teori ini berkaitan erat dengan teori
Commonlink yang sama-sama menyatakan bahwa hadis di buat-buat
(create) pada masa tabi’in. Teori Schacht ini sedikit berbeda dengan
teori Ignaz Goldziher, yaitu bahwa Goldziher mengakui sumber
hadis telah ada sejak awal masa Nabi dan sahabat, lalu di masa
kemudian terjadi pemalsuan besar-besaran. Sedangkan Schacht
mengatakan bahwa hadis muncul saat zaman tabi’in kemudian
diproyeksikan kepada tokoh-tokoh terpercaya sebelumnya hingga
Nabi Muhammad untuk kepentingan legitimasi. Dia menyimpulkan
bahwa tidak ada hadis yang benar-benar valid, terutama yang
berkaitan dengan hukum. Dia beralasan karena pada masa tabi’in
muncul jabatan qadi untuk menyelasaikan masalah-masalah hukum
pada dinasti Umayya. Kemudian mereka menyandarkan
pendapatnya ke generasi sebelumnya sampai kepada Nabi untuk
tujuan legitimasi.
Joseph Schacht juga beranggapan bahwa ketika sebuah hadis
harus disandarkan pada orang-orang sebelumnya, maka dapat
dipastikan hadis itu fikif (buatan para ulama sekitar abad ke dua-tiga
hijriah). 10 Jika hadis itu orisinil maka tidak butuh penyandaran.
Keraguan ini terus muncul dalam Schacht mengenai sanad hadis
yang pada awalnay sederhana, kemudian semakin ke belakang
berubah dan bertransformasi menjadi lebih banyak sampai kepada
tingkatan sebelumnya.

9 Suadi, “Menyoal Kritik Sanad Joseph Schacht”, dalam Jurnal Studi Islam, Vol. 2 No. 1
(2017), 86.
10 Munawwir, Ani Lestari & Fita Ratu Prilia, “Joseph Schacht dan Tranformasi Hadis

Tentang Hukum Islam dalam Konteks Dunia Timur”, dalam Jurnal Islamika, Vol. 20 No.
02 (2020), 28.
2. Argumentum E-Silentio
Menurut teori ini, “That legal hadith not adduced in a juristic
dispute did not exist prior to that dispute”. Teori ini pada dasarnya
menyatakan bahwa untuk membuktikan keautentikan hadis dapat
ditelusuri dengan menunjukkan bahwa hadis tersebut pernah atau
tidak pernahnya ia dijadikan sebagai landasan dasar argumen oleh
para fuqaha (ahli fiqih). Dengan kata lain, jika hadis tersebut tidak
terdapat dalam matan koleksi hadis pada masa awal atau tidak
didiskusikan oleh ahli fikih, maka hadis itu tidak pernah ada. 11
Dalam teori ini juga, disebutkan bahwa jika terdapat sebuah
hadis saat pertama kali ditemukan tanpa sanad yang lengkap lalu
dikemudian hari ditulis dengan sanad yang lengkap maka sanadnya
bermasalah. Atau apabila seorang periwayat tidak teliti atau gagal
dalam menyebutkan hadis atau jika suatu hadis diriwayatkan oleh
seorang periwayat yang datang kemudian, namun periwayat
sebelumnya tidak menggunakannya, maka hadis itu tidak pernah ada.
Asumsi Schacht ini didasari atas hadis-hadis hukum yang ia
teliti. Adapun contoh dari teori ini yaitu seperti yang disebutkan oleh
Kamaruddin Amin, tentang hadis puasa yang dihukumi palsu atau
dianggap tidak ada oleh Schacht karena ditemukannya salah satu
sanad pada koleksi hadis belakangan yaitu Shahih Muslim,
sedangkan tidak ditemukan pada Mushannaf Abd Razaq yang sudah
ada sebelum Shahih Muslim. Begitu juga dengan hadis yang ada dalam
al-Muwatta’ ditulis sebagai sanad mursal, tetapi dalam generasi
berikutnya dalam sahih al-Bukhari hadis tersebut ditulis dengan
sanad yang muttasil marfu’ sampai Nabi. Menurutnya, ini
membuktikan bahwa hadis tersebut telah dipalsukan.
3. Common link
Pendapat Schacht mengenai teori ini adalah jika memang
sebuah hadis telah ada semenjak zaman Nabi, mengapa hanya

11Syarifah & Mustofa, “Teori Projecting Back dan Argumentum E-Silentino Josep Schact
Serta Aplikasinya Dalam Studi Kritik Hadis”, dalam Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 1 No. 2
(2020), 171-186.
diriwayatkan secara tunggal di era sahabat atau tabi’in, lalu baru
menyebar kepada generasi setelah common link. Menurutnya, sanad
pada mulanya sangat sederhana, namun setelah paruh abad ketiga
menjadi lebih sempurna dan lengkap. Hal ini menandakan sanad
telah dipalsukan. Di antara sarjana barat yang terpengaruh dan
mengembangkan teori ini adalah Juynboll yang diakuinya sendiri. Ia
menganggap bahwa common link adalah yang pertama kali
memproduksi dan mempublikasikan hadis dengan menambahkan
jalur ke belakang sampai ke Nabi Muhammad SAW. Schacht dan
Juynboll memahami bahwa hadis-hadis Nabi adalah palsu.

Kritik Orientalis Terhadap Teori Kritik Sanad Joseph Schacht


Beberapa peneliti hadis Indonesia yang menolak mengenai teori
Joseph Schacht adalah sebagai berikut :
1. Harald Motzki
Motzki menolak teori-teori dalam kajian kritik hadis yang
dihadirkan oleh Joseph Schacht terkait awal munculnya sebuahs
hadits. Menurutnya minim sekali kemungkinan mengenai
keberagamaan data periwayatan hadits merupakan hasil dari
pemalsuan hadits yang direncanakan oleh ummat Islam. Menurut
Motzki, sanad dan matan hadits yang terdapat di dalam kitab hadits
layak dipercaya. Dia mendasarkan pendapatnya ini setelah
melakukan kajian terhadap kitab al-Musahannaf karya Abdurrazzaq
as-Shan’ani.
2. Michael Cook
Michael mengkritik mengenai metode Common Link dengan
menarik dan memperluas salah satu dari pengertian teori Schacht
tersebut, yang mengatakan bahwa sanad itu adalah sekedar
periwayatan untuk matan yang sama, hal ini berbeda dengan asumsi
Michael Cook. Menurutnya, proses penyebaran sanad paling tidak
dapat terjadi dengan tiga cara.
Pertama melewati-mengabaikan atau menghilangkan
periwayat yang sezaman, hal ini diasumsikan dengan contoh,
seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang muhaddits yang
sezaman dengannya dan muhaddits itu mendengar hadits tersebut
dari gurunya perawi yang meriwayatkan haditsnya, kemudian perawi
tersebut tidak menyebutkan muhaddits itu, tapi langsung mengutip
dari gurunya. Kedua, menyandarkan hadis pada seorang guru yang
berbeda. Dan ketiga, mengatasi persoalan hadits-hadits yang
terisolasi (menyendiri).
3. Norman Calder
Norman Calder secara khusus mengkritik teori common link
Joseph Schacht. Baginya, teori common link tidak relevan dengan
penanggalan hadits. Sebuah hadits yang memiliki common link
dalam rangkaian sanad, tidak serta merta hasil dari pemalsuan yang
dilakukan oleh teori common link. Calder memahami bahwa
common link adalah hasil kompetisi yang muncul di antara
kelompok fiqh pada abad ke-tiga Hijriyah. Kompetisi yang
dimaksud Calder adalah ketika sebuah matan diterima oleh beberapa
kelompok, maka masing-masing kelompok membuat-buat sanad
untuk mengesankan tradisi ilmiah masing-masing. 12
4. M. Azami
Azami melakukan kritik keras terhadap tuduhan Schacht
yang tidak di dasarkan pada pengetahuan memadai tentang hadis.
Selain itu juga Azami mengatakan bahwa kekliruan Schacht meneliti
hadis yag terpaku pada kitab-kitab hukum islam tepatnya mengenai
fiqih. 13 Maka dari itu Azami yang sangat banyak kritikan terhadap
asumsi Joseph Schacht terkait kajian Hadis.

12 Suadi, “Menyoal Kritik Sanad Joseph Schacht”, dalam Jurnal Studi Islam, Vol. 2 No. 1
(2017), 98-100.
13 Munawwir, Ani Lestari & Fita Ratu Prilia, “Joseph Schacht dan Tranformasi Hadis

Tentang Hukum Islam dalam Konteks Dunia Timur”, dalam Jurnal Islamika, Vol. 20 No.
02 (2020), 30.
Kesimpulan
Joseph Schacht memiliki pengaruh dalam dinamika kajian hadis
kontemporer. Teori yang banyak diangkat dan dikaji oleh para pengkaji
hadis indonesia, adalah Common link, Projecting Back dan e- silentio.
Para pengkaji hadis di barat menjelaskan bahwa tampak jelas Schacht
selalu berada dalam kategori sarjana barat yang skeptis terhadap autentitas
hadis , terutama dalam studi sanad. Joseph Schacht menempati posisi yang
strategis dalam kajian hadis kontemporer di barat, namun ada sebagian yang
mendukung dan mengembangkan teorinya, seperti Juynboll, ada juga yang
menolah dan membantah, seperti Motzki dan Azami.
Pernyataan Joseph Schact yang paling kontroversial yaitu mengenai
anggapan hukum islam baru dikenal semenjak masa pembentukan sistem
peradilan dan hakim pada dinasti ummayah. Harld Motzki, Michael Cook,
Norman Calder dan M. Azami merupakan pengkritik orientalis terhadap
kritik sanad teori Joseph Schacht.
Dengan banyaknya artikel yang membahas pemikiran kritis Joseph
Schacht terhadap autentitas hadis ini menandakan bahwa pemikirannya
memiliki pengaruh dan mendapatkan perhatian akademik yang cukup besar
dalam studi hadis kontemporer di Indonesia, khususnya mengenai orientalis.

Daftar Pustaka

Abdul Karim, M. A. (2013). Pola Pemikiran Imam Syafi’i dalam


Menetapkan Hukum Islam. Jurnal Adabiyah Vol. XIII Nomor, 187.

Amin, Kamarudin. 2008. Muslim Western Scholarship of Hadith and


Western Scholar Reaction: A Study On Fuat Sezgin’s Approach To
Hadith Scholarship. Al-Jmiah: Journal Of Islamic Studies, 46 (2),
253-277.
Maghen, Z. (2003). Dead Tradition: Joseph Schacht and The Origins Of
“Popular Practice.” Jurnal Islamic Law And Society, 10 (3), 276-
347.
Muksin, U. (2015). Al-Hadits Dalam Pandangan Orientalis (Joseph
Schacht). Jurnal Ilmu Dakwah, 4(11), 111.
Munawwir. Lestari, Ani & Ratu, Prilia, Fita. (2020). “Joseph Schacht dan
Tranformasi Hadis Tentang Hukum Islam dalam Konteks Dunia
Timur”, dalam Jurnal Islamika: Ilmu-Ilmu Keislama, 20 (02) , 28.
Nugroho, I. Y. (2020). Orientalisme dan Hadits: Kritik Terhadap Sanad
Menurut Pemikiran Joseph Schacht. Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum
Islam, 6(2), 155–170.
Suadi, H. (2017). Menyoal Kritik Sanad Joseph Schacht . Riwayat: Jurnal
Studi Hadis, 2 (1), 86.
Supian, A. (2016). Studi Hadis di Kalangan Orientalisme, dalam Jurnal
Nuansa, 9 (1).
Syarifah, N & Mustofa, A. Z. (2020). Teori Projecting Back dan Argumen
e-silentio Josep Schacht Serta Aplikasinya Dalam Studi Kritik
Hadis. Al-Bukahri: Jurnal Ilmu Hadis, 3 (2), 171-186.
Ulummudin. (2020). Pemetaan Penelitian Orientalis Terhadap Hadis
Menurut Harald Motzi. Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis, 3(1), 86–
104.

Anda mungkin juga menyukai