Anda di halaman 1dari 12

Teori Explosive Sanad

(Kajian Pemikiran Nabia Abott terhadap Hadis)


Oleh : Izza Royyani
Program Magister Konsentrasi Studi Qur’an Hadis
Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakutas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2018

Abstrak

Tulisan ini membahas tentang argumen orientalis menyikapi sumber hukum


islamyang kedua, hadis. Tulisan ini konsen terhadap pemikiran Nabia
Abbott yang termasuk dalam orientalis non-skeptis berdasarkan
pernggolangan orientalis menurut Herbert Berg. Berkenaan dengan ke-
autentisitasan hadis, Abott memiliki teori Explosive Isnad yakni tentang
ledakan jalur periwayatan hadis. Teori ini sebagai kritik balasan terhadap
kaum skeptis yang mengatakan bahwa pemalsuan hadis yang
mempengaruhi keautentikan hadis disebabkan adanya periwayatan matan
yang ganda. Dalam hal ini penulis menampilkan pemikiran Ignaz Goldziher.

Pendahuluan

Kajian terhadap sumber hukum Islam yang ke-dua tidak hanya


berkembang dikalangan muslim, akan tetapi juga di kalangan kesarjanaan barat.
Kecenderungan para sarjanawan barat meneliti tentang segala sesuatu yang ada di
timur inilah yang kemudian disebut sebagai orientalisme1. Herbert berg dalam
bukunya yang berjudul The Development of Exegesis in Early Islam : The
Aauthenticity of Muslim Literature form the Formative Period, menerangkan
bahwasanya orientalis yang mengkaji tentang Islam khususnya hadis dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok, yakni skeptis (scepticism), non skeptis (Againts

1
Orientalisme berasal dari kata orient (direction of rising star) dan isme. Secara
geografis, kata orient berarti dunia timur dan secara etnologis berarti dunia-dunia timur. Adapun
istilah isme berarti aliran, pendirian, paham, keyakinan dan sistem. Dengan demikian yang
dimaksud dengan orientalisme adalah ilmu tentang ketimuran atau studi tentang dunia timur. Lihat
Idri, Orientalisme, (Jakarta :Kencana, 2003), hlm. 305
scepticism) dan middle ground.2 Perbedaan tujuan agaknya membedakan para
orientalis ini, seperti apalogetik, kajian yang bernuansa imperialis dan akademis.

Dari pemetaan kajian orientalis di atas, terdapat banyak nama yang tercatat
sebagai orientalis, dari kalangan skeptis tercatat Ignaz Goldziher, Josepsh
Schacht, middle ground terdapat nama Harald Motzki, sedangkan Nabia Abott
dan Fuad Seizn tercatat sebagai orientalis yang tidak skeptis terhadap hadis.
Beberapa orientalis yang kita ketahui berangkat dari ke-skeptisannya dalam
memandang hadis, hal ini dapat dipahami karena kebanyakan dari mereka
awalnya mengkaji Islam dengan tujuan apologetis. Asumsi ini mungkin harus di
cross check kembali karena dalam mengungkapkan argumen ke-skeptisan-nya
kelompok ini menggunakan data-data sejarah. namun, jika berbincang mengenai
orientalis yang terlanjur mendapatkan stigma negatif dalam mengkaji Islam,
pandangan kita pun harus tertuju pada kelompok non-skeptis. Dengan notabene
non-muslim yang sering dianggap mengkaji Islam menggunakan pijakan
missonaris, dapatkah mereka membantah argumen skeptis para penadahulunya.
Melalui kritik dari buah pemikirannya dalam hal ini terhadap hadis. Hal ini tentu
menarik untuk digali kembali. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai pemikiran Nabia abott, khususnya tentang teori Explosive isnad yang
dipandang sebagai bantahan atau kritkan kembali terhadap kaum skeptis dalam
hal ini lebih condong kepada Ignaz Goldziher. Kemudian akan dibahas pula
seberapa kuat teori nabia abott dalam menangkis argumen dari pihak lawan.

Pembahasan

A. Menyinggung Pemikiran Ignaz Goldziher: sebagai oposisi

Sebelum membahas tentang pemikiran Nabia Abott, pada bagian ini akan
dibahas terlebih dahulu tentang pemikiran Ignaz Goldziher sebagai opposisinya.
Hadis menurut Goldziher tidak hanya dipandang sebagai refleksi yang muncul

2
Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam : The Aauthenticity of
Muslim Literature form the Formative Period, (Richmond: Crussen Press, 2000), hlm. 6
sebagai dokumen sejarah semata, melainkan juga sebagai refleksi yang muncul
dari berbagai kecenderungan, kemudian berkembang sesuatu yang terorganisir,
rapi dan memiliki kekuatan hukum. Bagi Goldziher, hadis tidak hanya berasal dari
ucapan nabi muhammad, akan tetapi juga gagasan-gagasan masyarakat muslim
yang memiliki kecenderungan tertetu.3 Ia juga berpendapat bahwasanya hadis
merupakan produk perkembangan agama, sejarah dan dimensi sosial Islam yang
muncul pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Hadis sarat akan tendensius
individ maupun kelompok.

Sementara mengenai argumen keraguannya terhadap hadis, ia mengatakan


bahwasanya hadis tidak layak untuk dibenarkan kebenarannya, karena telah
terjadi banya pemalsuan yang dilakukan oleh masyarakat Islam sendiri.
Menurutnya hadis telah kehilangan kesakralannya, terlebih setelah sepeninggal
nabi muhammad. Banyak dari generasi setelah sepeninggal nabi muhammad
menambahkan ucapan yang bermanfaat yang disandarkan kepada muhmammad
agar lebih menguatkan. Terlebih komentarnya terhadap isnad, yang dianggap
sebagai sebuah sistem yang diaplikasikan secara sewenang-wenang.

B. Mengenal Nabia Abott

Nabia Abott mengenyam pendidikan di sekolah Inggris yang berada di


India.kemudian beliau pindah ke Iraq. Pada tahun 1933, Beliau wanita yang
pertama kali dalami pendidikan di Universitas Chicago dan pada tahun 1963 telah
menyandang gelar professor.4 Dilihat dari segi pendidikannya, Abott termasuk
intelektual perempuan yang giat mempelajari manuskrip arab. Beberapa karyanya
membuktikan giat beliau dalam menekuni manuskrip arab, seperti New Papyrus
and A Review of the administration of ‘Ubayd allah bin alHabhab”, Arabic and
Islamic Studies in Honour of H.A.R Gibb, The Qurrah Papyri from Aprhodito in
the Oriental Institue, Arabic Paleography The Development of Early Islamic
Scripts, dan masih banyak lagi karyanya yang lain.

3
Ignaz Goldziher, Muslim Studies: Muhammeanische Studies, Vol. 2 (Chicago: State
University of New York Press, 1971), hlm. hlm. 19
4
Nur lathifah, Otentisitas Hadis Menurut Nabia Abott, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kaijaga Yogyakarta tahun , hlm. 19
Adapun mengenai tokoh yang berpengaruh atas titik awal pemikiran
beliau mengenai sanad adalah berpijak pada orientalis yang telah dahulu yakni
Ignatius Goldziher dan Joseph Schacht, melalui kedua pendahulunya tersebut
Abott menuangkan gagasannya dalam bentuk kritik dan pembuktian secara
filologis mengenai hadis khususnya tentang keotentisitasannya yang banyak di
kritik oleh orientalis skeptis. Abott mencoba memposisikan diri sebagai kelompok
objektif. Nabia Abott muali dikenal ketika mengkritik dua pendahulunya yang
menjadi kiblat pemikiran bagi oerintalis dalam mengkaji hadis.

C. Teori Explosive Isnad dan Isnad Family: Sebuah Repon

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwasanya Nabia Abott


merupakan salah satu orientalis yang mengkritik pandangan orientalis lain yang
skeptis terhadap hadis. Ke-skeptisan tersebut karena keraguan atau penolakan
mereka mnegenai autentisitas hadis. Abott menentang hal tersebut dan dengan
membuktikan lewat penelitiannya dengan pendekatan filologis dengan
menggunaka 14 manuskrip awal hadis yang ia miliki. Penelitian tersebut
berkesimpulan bahwasanya tradisi tulis menulis hadis sudah ada sejak masa nabi
dan kemudian dilanjutkan dengan pembukuan kitab-kitab hadis. 5

Pemikiran Abott yang menyangkal kepalsuan hadis dari kaum skeptis


terhadap hadis yakni tentang explosive Sanad, yang menyatakan bahawasanya
satu sampai dua ribu nama sahabat dan tabi’in telah terlibat dalam periwayatan
hadis. Ia menyoroti tentang pertumbuhan sanad yang diragukan oleh kaum skeptis
yang menyatakan bahwasanya transmisi tersebut tidak dapat diterima karena
kevaliditas-annya masih diragukan. Abott menanggapi hal tersebut dengan
menyatakan bahwasanya fenomena pertumbuhan hadis (the growth of tradition)
yang muncul pada abad ke-2 bukan disebabkan oleh perkembangan matan hadis,
tetapi disebabkan oleh bertumbuhnya jalur isnad (chains of transmission) yang

5
Nabia Abott, Studies in Arabic Literary Papyri II: Qur’anic Commentary and
Tradition, (Chicago: The University of Chicagi Press, 1967), hlm. 1-2
berkembang secara paralel dan berlipat ganda.6 Hal yang demikian seperti yang ia
tuliskan dalam bukunya:

However using geometric progression, we find that one to two


thousand companions and senior succesor transmitting two to five
tradition each would bring us well within the range of the total
number of traditions credited to the exhaustive collections of the
third century. Once its realized that the isnad did, indeed, initiate a
chain reaction that resulted in explosive increase in the number of
tradition, the huges numbers that are credited to Ibn Hambal,
Muslim, and Bukhai seem not so fantastic after all.

Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik pemahaman bahwasanya


pertumbuhann hadis telah ada pada masa sahabat dan tabi’in senior yang
dibuktikan dengan adanya periwayatan hadis yang melibatkan sahabat dan tabi’in
senior sekitar satu sampai dua ratus ribu yang masing-masing sahabat
meriwayatkan dua sampai lima hadis. Pertumbuhan sanad pada masa sahabat dan
tabi’in senior ini mengakibatkan banyaknya jalur isnad bahkan beberapa penulis
menyatakan pembengkakan isnad, yang terjadi pada abad 2 H tersebut merupakan
dampak dari periwayatan yang banyak ini. Oleh karena itu, nabia Abott
mengatakan bahwasanya tidaklah heran bahwa dalam kitab-kitab hadis seperti Ibn
Hambal, Shahih Muslim dan Shahih Bukhari tertulis banyak periwayatan hadis,
penyebabnya adalah pada masa sahabat dan tabi’in senior telah meriwayatkan
hadis secara berlipat ganda dan inialah yang disebut pembengkakan isnad.

Lebih lanjut, Abott menjelaskan bahwasanya perkembangan hadis


disebabkan adanya perkembangan matan hadis yang diriwayatkan lebih dari satu
kali. Terdapat banyak jalur periwayatan mengenai suatu matan hadis yang secara
substansial memiliki kesamaan. Dari fenomena ini, Abott kemudian menyatakan
bahwasanya kemungkinan terdapat proses reduksi atau pengurangan dari segi
matan hadis, karena sebuah teks hadis yang diriwayatkan dari satu periwayat ke

6
Nabia Abott, Studies in Arabic Literary Papyri II: Qur’anic Commentary and
Tradition, hlm. 2
periwayat lain boleh menggunakan periwayatan dengan bil ma’na.7 Sehingga
suatu redaksi matn hadis yang sekilas nampak berbeda, namun sebenarnya
memiliki substansi yang sama.

Berangkat dari fenomena tersebut, Nabia Abott mengeksplor tentang teori


explosive isnad dengan menggunakan geometris progression. Dengan
menggunakan pengukuran geometris progression ini dapat diketahui
pembengkakan jalur isnad dengan asumsi bahwa rata-rata para sahabat telah
meriwayatkan satu hadis kepada dua tabi’in, kemudian tabi’in tersebut
meriwayatkan dua hadis kepada dua generasi (thabaqat) setelahnya. Baris jalur
periwayatan dengan model seperti ini berlanjut hingga generasi ke empat dan ke
delapan. Generasi ke empat adalah era al-Zuhri dan generasi ke delapan adalah era
ibn hambal, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya paa generasi ke empat
isnad berjumlah 16 dan generasi ke delapan keseluruhan jalur isnad berjumlah
256.8

selain teori eksplosive isnad, dikenal juga teori isnad family an isnada non-
family. Term family dalam hal ini adalah mencakup hubungan antara keluarga
dan teman karib (mawali) yang biasanya disusun degan formula so-and-so
(periwayatan lain yang bersumber dari ayahnya dan dari kakeknya), formula ini
biasa terjadi dalam periwayatan isnad family. Hal ini bisa diartikan bahwa ahli
hadis menyampaikan hadisnya kepada orang tertentu yang memiliki hubungan
darah dengannya, atau kepada kerabat dekatnya, seperti Nafi’ yang merupakan
teman karib dari ibn umar.periwayatan isnad family dilakukan daimasa sahabat
yang kemudian dilanjutkan sampai tiga generasi berturut-turut, atau kadang
melompati satu generasi, atau kadang jalur tersebut bersebrangan dalam mata
rantai keluarga. Bisa disimpulkan bahwasanya yang dimaksud dengan isnad
family apabila periwayatan tersebut, pertama, ketika riwayat tersebut
diriwayatkan dari atas ke bawah, atau biasa juga melompati satu generasi. Kedua,

7
Nabia Abott, Studies in Arabic Literary Papyri II: Qur’anic Commentaryand Tradition,
hlm. 70
8
Nabia Abott, Studies in Arabic Literary Papyri II: Qur’anic Commentaryand Tradition,
hlm. 72.
hadis tersebut diriwayatkan menyamping yang menyimpang dari garis lurus
hubungan keluarga. Ketiga, hadis tersebut diriwayatkan oleh seorang periwayat
yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan periwayat lain. Biasanya
isnad non-family dimulai dari generasi para sahabat dan tiga generasi setelahnya,
bahkan kadang isnad family melompat satu generasi dibawahnya.9

D. Contoh Penerapan Teori

Berikut merupakan redaksi Hadis No.8 dari Naskah Suhayl bin Abu
Shalih.

Abdul Aziz bin Mukhtar-Suahil bin Abu Shalih-Bapaknya Abu Shalih


– Abu Hurayrah meriwayatkan dan Nabi Saw., ia bersabda, allah ta’ala
berfirman “setiap perbuatan anak cucu adam adalah untuknya. Setiap
kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat kecuali puasa.
Sesungguhnya puasa itu adalah milik-Ku dan aku (sendiri) akan
memberi balasannya. Ia meninggalkan makanan karena aku,
meninggalkan minuman karena aku, meninggalkan kelezatan karena
aku,. Apabila seseorang diantara kamu berpuasa, maka hendaknya ia
tidak melakukan hubungan seks dan tidak berkata kotor. Jika ada yang
mengejeknya, hendaklah ia berkata,”sesungguhnya aku sedang
berpuasa. Bagi orang berpuasa itu dua kebahagiaan: kebahagiaan di
waktu berbuka dan kebahagiaan di hari ia bertemu tuhannya. Bau
mulutnya lebih wangi dari sisi allah daripada bau minyak wangi.”

Matan hadis ini panjang dan sebagian ulama’ meriwayatkannya sebagian


saja. Ibn Hanbal telah meriwayatkannya dalam musnad sekurang-kurangnya dua
puluh empat kali. Adapun dari segi sanad, Abu Hurairah setidaknya memiliki
sebelas murid yang meriwayatkan hadis ini, yakni ssembilan orang dari Madinah,
satu orang dari Bashrah dan satu orang dari Kuffah. Dari sebelas orang ini
kemudian diriwayatkan oleh dua puluh orang. Sembilan orang dari Madinah, satu

9
Nabia Abott, Sudies in Arabic Literay Papyri II, hlm. 72
orang dari Makkah, empat orang dari Kuffah, lima orang dari Bashrah, satu orang
dari Wasit, satu orang dari Hijaz dan satu oranglagi dari Khurasan.10

Dari rangkaian isnad tersebut, ciri yaang perlu diamati adalah bahwa tidak
semua periwayat dari Madinah, Kuffah da Bashrah merupakan dari periwayat
yang sama. Sembilan orang murid yang berasal dari Madinah itu memperoleh
hadis itu dari tujuh orang guru dari Madinah yang berbeda. Tiga dari lima orang
murid yang berasal dari Bashrah itu menerima hadis itu dari dari seorang guru dari
Bashrah, seorang dari mereka menerimanya dari seorang guru dari Madinah dan
seorang yang lain lagi menerimanya dari seorang guru yang lain juga yang berasal
dari madinah.11

Apabila hadis tersebut tersebar pada abad ketiga Hijriyyah, maka jelas
bahwasanya antar periwayat itu memiliki tempat tinggal yang berjauhan.selain
abu Hurayrah, setidaknya ada beberapa sahabat lain setidaknya tujuh sahabat yang
juga meriwayatkan hadis ini. Sehingga bertambahlah jumlah periwayat.

Dari uraian di atas semakin memperjelas bahwasanya pada perkembangan


transmisi hadis, jalur periwayatan atau sanad mengalami ledakan pertumbuhan
secara berlipat ganda. Namun, hal demikian tidak terjadi pada matan. Dengan
demikian, jalur periwayatan hadis benar-benar mengalami ledakan, bukan hanya
puluhan akan tetapi bisa sampai ratusan. Dampak dari pembengkakan isnad ini
adalah sebagai seranagan empuk bagi para pemalsu hadis.12

Dengan demikian, nampak bahwa banyaknya hadis yang mengandung


esensi yang sama seperti yang dikatakan oleh Ignaz Goldziher bukan merupakan
suatu alasan adanya pemalsuan hadis, akan tetapi berkembangnya jalur
periwayatan yang meriwayatkan matan hadis yang sama merupakan penyebab
dipalskan hadis pada abad ke-II.

10
M.M. A’zami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1994), hlm. 669
11
M.M. A’zami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, hlm. 669
12
Ali Masrur, Nabia Abott (1897-1981) Tentang Pertumbuhan Isnaddan Periwayatan
Hadits Secara Tertulis, Jurnal Wawasan, Vol. 33 No. 1, Januari-Juni, 2010, hlm. 18
E. Kritik Terhadap Explossive Isnad

Sebuah teori tentu tidak lepas dari pro dan kontra, begitu juga dengan
explosive isnad. menurut Harald Motzki, kalangan Non-Skeptis belum mampu
menunjukkan literatur yang valid dari pengarangnya yang asli, literatur yang
digunakan merupakan copy-an. Nabia Abott hanya berpijak pada literatur yang
belum tentu jelas penulis asli atau bukan. Abott juga tidak menjelaskan tentang
hadis yang muncul belakangan yang memiliki jalur isnad berbeda. Sehingga, teori
Geometrical progression belum cukup meyakinkan kelompok skpetis karna lebih
menitik beratkan pada fakta historis.

Meskipun Abbott mengemukakan gagasannya melalui teori explosive


isnad sebagai sanggahan atau kritikan terhadap keelompok skeptis, nyatanya ia
tidak sepenuhnya menyatakan bahwasanya hadis itu autentik. Abott menyatakan
bahwasanya semua jalur periwayatan hadis perlu dicurigai. Hal ini seperti seperti
bersebrangan. Di satu sisi ia mempercayai dengan membuat teori eksplosive isnad
yang digunakan untuk menyangkal isu pemalsuan hadis atau membukikan
keotentikan hadis. Sementara di sisi lain, beliau mengatakan nabi muhammad
tidak menerima wahyu dari allah swt, beliau adalah sebagai pebuat puisi atau
prosa. Al-Qur’an hanyalah karangan muhammad yang materi-materinya diambil
dari referensi-referensi yang sudah ada, seperti kitab nasrani. Ia menganggap
bahwasanya nabi muhammad saw. telah mempelajari bible dari seorang pendeta
terkenal bernama Waraqah bin Naufal . sehingga menurutnya, al-Qur’an
merupakan hasil dari proses penyarian isi kitab sebelumnya. Hal ini berarti hadis
merupakan buatan muhammad sama seperi karya-karya sastra lain karena tidak
bersumber dari tuhan. Hal ini tentu bersebrangan dengan pemahaman akidah
Islam bahwasanya Waraqah bin Naufal merupakan seorang yang lanjut usia yang
matanya telah buta. Beliau termasuk orang sangat alim tentang isi kitab taurat dan
injil. Pertemuan Waraqah dan nabi Muhammad adalah ketika Waraqah
menjenguk nabi pasca bertemu dengan malaikat jibril. Justru, Waraqah berkata
jika ia diberi kesempatan umur yang panjang, ia akan mengimani kerasulan
nabi.13

Terkait dengan argumen yang Abott kemukakan bahwasanya hadis telah


melalui proses kodifikasi pada abad ke-II hijriyah, yang menjadi bukti keotentikan
hadis dalam menangkal tuduhan kelompok skeptis. Namun, disisi lain Abott juga
mengatakan bahwasanya para ahli hadis yang hidup setelah wafatnya nabi
Muhammad juga telah melakukan pemalsuan hadis.14

Dari beberapa argumen tersebut, meninjau kembali pada posisi Nabia


Abott yang ditempatkan pada posisi non-skeptis oleh Herbert Berg sepertinya
kurang tepat. Dengan melihat sanggahannya terhadap pendahulunya yakni Ignaz
Goldziher mengenai keotentikan hadis melalui jalur periwayatan, kemudian ia
buktikan dengan teori explosive isnad, bahkan argumennya yang lain mengenai
kodifikasi hadis, sama dengan pendapat para ahli hadis. maka bisa saja ia
dikatakan sebagai kelompok non-skeptis. Akan tetapi, dengan melihat kembali
argumen Abott yang memilki relasi pemikiran Ignaz mengenai keotentikan wahyu
yang ia anggap sebagai proses pensarian konten oleh nabi muhammad dari bible,
juga pendapatnya mengenai para sahabat yang malakukan pemalsuan hadis
setelah wafatnya nabi, ia bisa saja dianggap sebagai kelompok non-skeptis.

Menurut penulis, dengan adanya dua argumen yang nampaknya


bersebranga ari tulisan Nabia Abott, ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi,
pertama, bahwasanya usaha Nabia Abott terkait teori explosive isnad perlu
diapresiasi, karena telah memperkaya khazanah pemikiran hadis tentang jalur
periwayatan dalam rangka membahas keotentikan hadis. Kedua, sisi skeptisnya
terhadap hadis yang ia kemukakan melalui argumen yan lebih mengarah ke sisi
negatif seperti yang telah dikemukakan diatas , sebenarnya menurut penulis
sebagai sisi ke-orientalisan beliau. Hal ini mungkin saja masih terdapat bias
pendahulunya dalam latar pemikiranya, sehingga Abott terkesan tidak memihak

13
Ismail Abu ‘Abdullah al-Bukhari, al-Jami’ al-Shahih, Vol. 12, (beirut: Dar Ibn Katsir,
1407), hlm. 74
14
Nabia Abott, Sudies in Arabic Literay Papyri II, hlm. 82
salah satu. Ketiga, dengan demikian menurut hemat penulis, Abott kurang tepat
jika diposisikan sebagai orientalis non-skeptis sebagaimana klasifikasi Herbert
berg, akan tetapi lebih tepat dalam posisi middle ground, denga beberapa alasan
yang telah dikemukakan di atas antara argumennya yang memihak namun di sisi
lain tidak memihak.

Kesimpulan

Nabia Abott merupakan salah satu orientalis penggiat hadis yang menitik
beratkan gagasannya pada literatur klassik arab. Ia mengkritik pendahulunya yang
menolak otentisitas hadis, yang menurut mereka hadis hanya buatan generasi
kedua dan ketiga, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya literatur hadis. Atas
kritikan dari pendahulunya, Abott merespon dengan menyatakan bahawasanya
telah ada tradisi tulis menulis pada abad ke-II H, kemudian dilanjutkan dengan
pembukuan kitab hadis. Lebih jauh Nabia Abott kemudian menuangkan lewat
teori explosive isnad. Teori ini menyatakan bahwasanya perkembangan isnad
dimulai sejak masa sahabat dan tabi;in senior dimana mereka menyebarkan satu
hadis atau lebih kepada dua orang generasi selanjutnya dan berlanjut hingga
generasi ke delapan.

Menurut penulis, Nabia Abott kurang tepat jika diposisikan pada orientalis
non-skeptis, karena beberapa argumen yang di satu sisi terlihat memihak dan sisi
lain menolak. Maka menurut penulis, ia lebih tepat dikelompokkan dalam posisi
middle ground.
DAFTAR PUSTAKA

Afidah, Lathifah Nur. Otentisitas Hadis Menurut Nabia Abbott. Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun
2008.

Amin, Kamarudin. 2009. Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis.


Jakarta: Mizan Publika.

Masrur, Ali. Nabia Abott (1897-1981) Tentang Pertumbuhan Isnad Dan


Periwayatan Hadis Secara Tertulis. Jurnal Wawasan Vol. 33 No, 2,
Januari-Juni, 2010.

Arif, Syamsudin. 2008. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema


Insani.

Hanafi, A. 1981. Orientalisme: Ditinjau Menurut Kacamata Agama (Qur’an dan


Hadits). Jakarta: Pustaka Alhusna.

Syamsudin, Sahiron dan M. Nur Kholis Setiawan. 2007. Orientalisme al-Qur’an


dan Hadis. Nawesea Press.

Anda mungkin juga menyukai