Abstrak:
1
A.Pendahuluan
2
ulama hadis, dari kalangan tradisionalis maupun kalangan modernis, yang
melahirkan tokoh-tokoh kontemporer dan memiliki pemahaman hadis
secara kontekstual. Di antara tokoh kontemporer yang banyak berbicara
tentang hadis atau sunnah adalah Kamil Musthafa al-Siba’iy, yang memiliki
konsep hadis dan sunnah tersendiri
3
kalinya, karena dianggap oleh Prancis telah mengkoordinir teman-tamannya
dalam menyebarkan selebaran yang berisikan kritikan atas kebijaan penjajah
Prancis.
4
ke Palestina dan dikurung di sana selama empat bulan, kemudian ia
dibebaskan dengan jaminan. Selanjutnya ia tidak diperkenankan kembali ke
Mesir (padahal waktu itu ia sedang mempersiapkan disertasi doktoralnya)
karena dianggap sebagai pemicu gerakan anti Inggris (Britania).
5
tanggal 4 Mei 1949 M dan melakukan sidang disertasi pada tanggal 24
Jumadil akhir.
C. Pembahasan
1
Ahmad Amin, Al-Akhlak, (Beirut: Dar al-Kutub, 1967), h. 224-225. 11 Hadis ini diriwayatkan oleh
al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad bin Hambal.
2
Musthafa as-Siba’I, As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ al Islami,(Beirut: Maktabah al-
Islami, 1978), h. 238-241.
3
Musthafa as-Siba’I, As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ al Islami,(Beirut: Maktabah al-Islami,
1978), h. 234.
6
dalam menuturkan sesuatu yang datang dari beliau dan menjauhi
kebohongan terhadap beliau bertalian dengan hal-hal yang beliau sendiri
tidak menyabdakannya.4.
2. Kodifikasi Hadis
sementara pada waktu itu orang yang mampu menulis masih sangat
sedikit. Kedua, bahwa mayoritas orang Arab meyan darkan hafalan mereka
kepada ingatan, sementara pada waktu itu para sahabat masih terkonsentrasi
4
Musthafa as-Siba’I, As-Sunnah, h. 238-231.
5
Mustafa as-Siba’I, As-Sunnah…., h. 58.
7
untuk menghafal al-Qur’an. Ketiga, bahwa adanya kekhawatiran
tercampurnya al-Qur’an dengan Hadis nabi yang sangat banyak konteksnya.
Ketiga alasan di atas, bukan berarti tidak pernah terjadi penu lisan
Hadis secara tidak resmi. Ada sejumlah bukti yang ditunjukkan oleh al-
Siba’I mengenai telah terjadi pencatatan Hadis pada masa Nabi SAW
seperti contoh berikut ini:
a. Bahwa Rasulullah pernah menulis surat dan mengirimnya kpeada raja-raja di
Jazirah Arab, dimana isi surat-surat tersebut seruan Nabi untuk memeluk
Islam.6
b. Bahwa Imam Ahmad dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Abu Hurairah berkata: ‚Tidak ada seorang pun yang lebih tahu tentang Hadis
Nabi daripadaku kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, sebab dia mentata apa
yang didengarnya dari Nabi dan saya tidak mencatat‛.
c. Bahwa Sahabat Rasulullah yang juga menantunya Ali RA dipastikan memiliki
lembaran yang didalamnya tertulis hukum-hukum diyat (perdata).7
d. Bahwa Rasulullah menulis surat kepada petugas yang berisi ketentuan-
ketentuan zakat unta dan doma.8
3. Kredibilitas Sahabat
6
Musthafa al-Siba’I, all-Sunnah… h. 59
7
Dikutip oleh Musthafa al-Siba’I dari Bin ‘Abd. Al-Bar dalam Jami’ Bayan al-‘Ilm, jilid II, h. 76.
8
Dikutip oleh Musthafa al-Siba’I, Ibid
8
dalam tlanslitersi bahasa Indonesianya ‚adil‛, artinya penilaian terhadap
kredibilitas perawi Hadis yang memiliki integritas moral-spiritual dan
intelegensi yang tinggi. Kata Al-Shahabah juga berasal dari bahasa arab
yang dikenal dalam bahasa Indonesia dengan sahabat atau teman. Yang
dimaksud dengan sahabat di sini adalah sahabat Rasulullah yang
meriwayatkan Hadis darinya. Dalam terminologi ‚ulum al-Hadis‛ seseorang
dapat dika takan sahabat jika dia memeluk agama Islam, pernah bergaul
dengan Rasulullah atau melihatnya, beriman kedanya, dan meninggal
dunia dalam keadaan Islam.9
9
Jalaluddin as-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi, (Beirut: Dar al-Fikr, 198), Jilid II, h. 208-214.
10
Musthafa al-Siba’I, as-Sunnah, h. 261.
11
Ahmad Amin, fajr al-islam, h. 216.
9
4. Teori Ta‘dil dan Tajrih dalam Penelitian Sanad
12
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 130.
13
Lihat juga ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
1989), h. 260.
14
Nur ad-din ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al Hadis, (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1997), h.
92.
10
Dalam hal ini Musthafa al-Siba’i menuturkan bahwa penilaian ta’dil
dan al-Jarh terhadap seorang perawi harus didasari pengetahuan yang
obyektif tentang keadaan seorang perawi. Jika seorang perawi jujur,
beriman, dan mempunyai daya hafal yang kuat, maka perawi tersebut dapat
dikatakan adil. Dan sebaliknya jika seorang perawi sudah diketahui
kebohongan, kefasikan, dan daya hafalnya yang rendah, maka perawi
tersebut dapat dikatakan cacat. Subyektifitas yang dilatar belakangi oleh
perbedaan madzhab tidak dapat dijadikan alasan untuk menta’dil atau
menjarh seseorang.
11
DAFTARPUSTAKA
Ad-din‘Itr N,ur, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al Hadis, (Beirut: Dar al-Fikr al-
Mu’ashir, 1997), h. 92
Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr,
1989
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, Juz IV Imam Muslim,
Shahih Muslim, Bandung: Syirkah al-Ma’arif at Thabi’ wa an-Nasyr, t.th,
Juz II
Al-Khatib,Ajjaj, Ushul al-Hadis, Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar al-
Fikr, 1989).
Al-Thahhan Mahmud, Taysir Mushthalahul Hadis, (Beirut: Dar al-Tsaqofah al-
Islamiyah, t. th),
Al-ZiriklyKhair al-Zirikly, al-A‘lam: Qamus TarajimAl aklam li Ashhur al-Rijal
wa al-Nisa’ min al-‘Arab wa al-Musta ‘ribin wa al-Mustashriqin Vol VII
(Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 2002).
As-Siba’I, Musthafa, As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ al Islami,(Beirut:
Maktabah al-Islami, 1978).
Imam Turmudzi, Sunan at-Turmudzi, Kairo: Musthafa al-Babi al Halabi, 1973,
Juz IV
Ismail,Syuhudi Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
IsmailM. Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995).
Jalaluddin as-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi, Beirut: Dar al-Fikr, 198, Jilid II
Kajian Komparatif), Al-Fath, vol. 6, No.1 , Januari-Juni, 2012,.
Muhammad Zarzur,Adnan, Mustafa al-Siba‘iy al-Da‘iyah al-Mujaddid
(Damaskus: Dar al-Qalam, 2000).
Muhin,Masrukhin,” Hadis Menurut Musthafa al-Siba‟i dan Ahmad Amin (Suatu
Mustafa al-Siba‟i, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, terj.
Mustaqim, Abdul, Paradigma, Integrasi, Interkoneksi dalam Memahami Hadis,
(Yogyakarta: Teras).
Nur ad-din ‘Itr, Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al-Hadis, Beirut: Dar al Fikr al-
Mu’ashir, 1997.
12