Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GANJIL

PRODI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH (MHU) SEMESTER III


FIDKOM UIN SGD BANDUNG
TAHUN AKADEMIK 2021/ 2022

Nama : Ahmad Raffiyudin


NIM : 1204070005
Dosen Mt.Kuliah : 1. Dr. H. Ahmad Sarbini, M.Ag
2. Ridwan Mubarak, S.Sos., M.Ag
Hari/ tanggal : Senin/20 Desember 2021
Bid. Studi : Filsafat Islam

Awali beragam aktivitas saudara dengan membaca Basmallah, dan jawablah pertanyaan di
bawah ini sesuai dengan batas kemampuan saudara!
1. Jelaskan secara singkat dan jelas apa yang dimaksud dengan kalimat berikut:
a. Proses masuknya filsafat Yunani ke dalam dunia Islam
b. Jelaskan hubungan filsafat Islam, tasawuf dengan ushul fiqh
c. Wahyu memandu ra’yu dalam kajian filsafat Islam
d. Filsafat Islam dan Filsafat Arab Skor (20)

2. Jawablah dan jelaskan secara singkat:


a. Apa persamaan dan perbedaan Fislosof dan Teolog dalam filsafat Islam?
b. Apakah terdapat dasar-dasar filosofis dalam Kitab Suci Al-Qur’an? Skor (20)

3. Jelaskan secara singkat saja esensi dari pemikiran filsafat berikut (Pilih tiga diantara empat):
a. Pemikiran Filsafat Mulla Sadra
b. Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd
c. Pemikiran Filsafat Ibnu Thufail
d. Pemikiran Filsafat Al-Ghazali Skor (30)

4. Hal apa yang menjadikan perbedaan mendasar antara tradisi keilmuan Barat (Eropa) dengan
tradisi keilmuan dunia Timur (Islam). Coba anda ulas tiga hal tersebut secara singkat dan
rinci !. Skor (15)

5. Para orientalis menyimpulkan bahwa “No Philosophy in Islam and kalam is the stepsister
born by the same mother“. Apa maksud pernyataan ini dan bagaimana anda menyangkal
pendapat ini. Jelaskan argumentasi anda dengan logis.?. Skor (15)

*** SELAMAT BERFIKIR ***

“Setiap orang bisa menjadi marah, itu adalah hal yang mudah, tetapi menjadi marah kepada
orang yang tepat, dengan kadar yang tepat, di saat yang tepat, dengan tujuan yang tepat serta
dengan cara yang tepat, bukanlah kemampuan setiap orang dan bukanlah hal yang mudah”.

“Kebaikan adalah satu-satunya investasi yang tidak akan pernah gagal”.


(Henry David Thoreau)
Jawaban

1. A. Filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8
Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Para Muslim di zaman klasik Islam
sangat menghargai pemikiran dari filsafat Yunani sejauh tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam.  

Mulanya, Karya-filsuf muslim klasik menemukan karya Filsafat Yunani seperti Plato, Aristoteles, Pitagoras,
Demokritos dan Plotinus, yang kemudian disesuaikan dengan ajaran atau syari'ah Islam.  Pada akhirnya, para
Muslim membangun satu corak filsafat baru yang kini dikenal sebagai filsafat Islam. Dan karena dihasilkan
dalam zaman klasik Islam, maka filsafat sering disebut dengan Filsafat klasik Islam. 

Filsafat Islam merupakan Filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Berkembangnya ilmu filsafat di
dunia Islam ini pada akhirnya telah menghasilkan nomor yang terkenal dari kalangan Muslim. Mereka antara
lain Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.

B. Hubungan filsafat Islam dengan Ushul fiqih : Kaum muslimin sebelum membicarakan persoalan-
persoalan teologis, terlebih dahulu membicarakan persoalan-persoalan amaliah yang berkaitan dengan
fiqh ( hukum islam ), meskipun keduanya alat bantu yang satu. Hukum islam sendiri merupakan ciri
produk dari sebuah ethical society ( masyarakat etis ) yang pada prinsipnya tidak dibedakan dari sebuah
doktrin. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu ini sebagaimana dalam ilmu-ilmu keislaman lain
memisahkan diri sebagai suatu disiplin ilmu keislaman yang menyajikan argumen-argumen logika dan
filosofis. Ushul fiqh dalam kinerjanya banyak banyak memakai argumentasi logika dan filsafat.
Ketergantungan ilmu ushul fiqh terhadap logika dan filsafat hanya dalam dimensi metodelogis bukan
dalam dimensi metafisis. Metodelogi filsafat yang diadopsinya itulah yang kemudian melahirkan
hukum-hukum fiqh. Logika yang digunakan oleh para ulama mutakallimin sebagaimana alat dalam
memajukan argumentasi kalamiyah mereka, juga digunakan oleh ulama dalam disiplin ilmu ushul fiqh.
Ilmu usul al-fiqh sendiri sebagai ilmu rasional tidak dapat terlepas dari logika. Sebagai metodelogi
pemikiran, sudag barang tentu ia membutuhkan kriteria standar secara logika. Ilmu ushul fiqh dalam
menetapkan hukum syariat juga mengunakan pemikiran filosof. Bahkan ia cendrung menggunakan ilmu
logika dengan cara, memberikan depinisi terlebih dahulu.

C. kata ra’yu adalah bentuk masdar dari kata (ra’â-yarâ-ru‘yan).Penggunaan kata ra’yu bisa
berubah arti sesuai dengan tempat penggunaannya. Jika seseorang melihat bulan dalam
keadaan sadar. pada kata ini bentuk masdarnya adalah ru’yah: tetapi kalau seseorang
melihat bulan dalam ke-adaan tidur atau bermimpi. Masdar pada kata r a’ a adalah
ru’ya: untuk sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata dan hanya dapat dipahami
dengan hati, maka bentuk masdarnya adalah ra’yu: selanjutnya kata ini dihususkan untuk
sesuatu yang dipandang hati setelah berfikir dan merenung yang mendalam.

D. ) Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan suatu kajian
sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan
gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam atau peradaban umat Muslim dan
berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam.

2. A. teologi dan filsafat akan terlintas bahwa kedua memiliki kesamaan, yakni menggunakan akal
dalam menguraikan narasi yang dikemukakannya sebagai argumentasi logis dari pemikirannya.
Teologi dan filsafat sesungguhnya sama-sama menggunakan metode sillogisme dalam cara
berpikirnya, suatu metode pengambilan kesimpulan atau pengetahuan yang didasarkan atas premis-
premis, premis mayor dan premis minor. Akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Dalam
filsafat, pengetahuan yang bisa dijadikan premis mayor harus benar-benar merupakan premis primer,
primes yang benar, pasti dan meyakinkan setelah diuji secara rasional. Sedangkan dalam teologi,
premis mayor bisa diambil dari sesuatu yang sudah diterima secara umum dalam masyarakat atau
yang diturunkan dan diyakini dari ajaran agama.

B. Anjuran Alquran kepada manusia untuk berpikir, maka sesungguhnya memberi kejelasan bahwa
Alquran menganjurkan manusia untuk berpikir (berfilsafat). Bahkan dengan jelas bahwa Alquran
telah menginspirasi terhadap lahirnya filsafat. Dengan demikian, Alquran menjadi inspirator bagi
lahirnya ilmu filsafat yang sangat penting bagi manusia dalam menjalani kehidupannya agar
bahagia di dunia dan di akhirat.

Alquran sangat mencela orang-orang yang bersikap taqli>d dan jumu>d kepada warisan para
leluhurnya sehingga mereka enggan menggunakan akalnya untuk memikirkan kebenaran dan
berpikir bebas guna mencapai kebenaran. Perintah Allah terkait dengan perintah untuk
menggunakan akal pikiran ini, sejalan dengan filsafat yang menggunakan akal. Dengan demikian,
sangat bisa dipahami bahwa Alquran sesungguhnya menyuruh manusia untuk berfilsafat. Bahkan,
Alquran telah menginspirasi bagi lahirnya filsafat. Karena itu, sangat bisa dipahami banyak lahir
dari umat Islam para pemikir (Filosof) yang terkenal terutama pada masa klasik seperti; al-Ra>zi>,
Ibn Rushd, alGhaza>li>, dan lain-lain.

3. A. Pemikiran Mulla Sadra

Mulla Sadra mengkritisi pemikiran filsafat Islam ke dalam pendekatan sintesis akhir berbagai
pemikiran filsafat. Basis utama pemikirannya yaitu bertumpu pada ajaran al-Qur‟an dan al-
Sunnah, filsafat peripatetik, iluminatif, kalam sunni dan syi‟i serta irfani (gnosis), Mulla Sadra
membuat sistesis secara menyeluruh yang kemudian ia namakan al-hikmah almuta’aliyah. Mulla
Sadra merasa yakin bahwa ada tiga jalan terbuka bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan;
wahyu, akal dan intelektual („Aql) dan visi batin atau pencerahan (kasyf).2 Suhrawardi pernah
mengusulkan penyatuan cara berpikir diskursif (bahth), diwakili terutama oleh Peripatetik, dan
menyadari atau mencicipi pengetahuan (dhawq) dicontohkan oleh metafisik Sufi (mistisisme).
Bagi Suhrawardi, filosof yang ideal adalah orang yang menggabungkan pemikiran analitis dan
intuitif pengetahuan, yang melaluinya orang mencapai pencerahan (isyraq). Dalam memperoleh
pengetahuan, Kemudian Mulla Sadra memasukkan model Suhrawardi dan bahkan mengambil
langkah lebih lanjut dengan mengartikulasikan kesatuan wahyu (qur'an), demonstrasi (burhan)
dan metafisik atau menyadari pengetahuan ('irfan). Mulla Sadra secara meyakinkan membangun
pemikirannya melalui pendekatan sintesis; antara al-isyraq (illuminatif), massya’i (peripatetik),
„irfan (gnosis), dan kalam (teologi).

B.Pemikiran Ibn Rusyd

Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, ibn Rusyd berpandangan bahwa mempelajari filsafat bisa dihukumi
wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tak ubahnya mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas
orang berusaha menarik pelajaran / hikmah / ’ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya
Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang maujud atau tentang
ciptaan Tuhan , maka semakin sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Bahkan
dalam banyak ayat-ayat-Nya Tuhan mendorong manusia untuk senantiasa menggunakan daya nalarnya
dalam merenungi ciptaan-ciptaan-Nya. Jika kemudian seseorang dalam pemikirannya semakin menjauh
dengan dasar-dasar Syar’i maka ada beberapa kemungkinan, pertama, ia tidak memiliki kemampuan /
kapasitas yang memadai berkecimpung dalam dunia filsafat, kedua, ketidakmampuan dirinya
mengendalikan diri untuk untuk tidak terseret pada hal-hal yang dilarang oleh agama dan yang ketiga
adalah ketiadaan pendamping /guru yang handal yang bisa membimbingnya memahami dengan benar
tentang suatu obyek pemikiran tertentu.

Pemikiran Metafisika, Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa Allah adalah Penggerak
Pertama (muharrik al-awwal). Sifat posistif yang dapat diberikan kepada Allah ialah ”Akal”, dan
”Maqqul”. Wujud Allah ia;ah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-an tidak berbeda dari zat-Nya. Konsepsi Ibn
Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali merupakan pengaruh Aristoteles, Plotinus, Al-Farabi, dan Ibn Sina,
disamping keyakinan agama Islam yang dipeluknya. Mensifati Tuhan dengan ”Esa” merupakan ajaran
Islam, tetapi menamakan Tuhan sebagai penggerak Pertama, tidak pernah dijumpai dalam pemahaman
Islam sebelumnya, hanya di jumpai dalam filsafat Aristoteles dan Plotinus, Al-Farabi, dan Ibnu Sina. Ibid,
hal.. 117

Dalam pembuktian terhadap Tuhan, Ibn Rusyd menerangkan dalil-dalil yang menyakinkan:

Dalil wujud Allah, Dalil ‘inayah al-Ilahiyah (pemeliharan Tuhan). Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan). d. Dalil
Harkah (Gerak.) dan Sifat-sifat Allah.

C. Pemikiran Filsafat Ibn Tufail


Ibnu Thufail berpendapat bahwa akal dapat membimbing manusia dari alam pagelaran setingkat demi
setingkat menuju kepada Cahaya Kebenaran secara hakiki

Ibnu Thufail membagi perkembangan alam pikir manusia menuju hakikat kebenaran itu ke dalam 6
bagian yaitu sebagai berikut

1. Dengan cara ilmu Hayy bin yaqzan yaitu dengan kekuatan akarnya sendiri memperhatikan
perkembangan alam makhluk ini bahwa setiap kejadian harus ada Penyebabnya.

2. Dengan cara pemikiran Habib ini akibat terhadap keteraturan peredaran benda-benda besar di langit
seperti matahari bulan dan bintang-bintang

3. Dengan memikirkan bahwa Puncak kebahagiaan seseorang itu mempersiapkan adanya wajib al-
wujud yang maha Esa.

D. Pemikiran filsafat imam al ghazali melalui metode dan keyakinan Secara tegas, Al-Ghazali menolak
segala bentuk pemikiran filosof metafisik non-Islam seperti Aristoteles yang tidak dilandasi dengan
keyakinan akan Tuhan.

4. Pertama, pemikiran filsafat Timur menekankan peranan intuisi dan pengalaman individu, sedangkan
pemiltiran ftlsafat barat sabagian besar lebih terfokus pada kemampuan akaI budi dalam menganalisis data
empiris.
Kedua, tujuan utama dalam pemikiran filsafat Timur untuk men jadi orang yang bijaksana dan bahagia.
dalam arti hidup ini penuh dengan ketenteraman dan keselamatan. Pemikiran filsafat Barat lebih diarahkan
untuk memahami rahasia alam semesta dan menemukan ilmu pengetahuan yang baru.
ketiga, pemikiran filsafat Timur sering lebih bersifat pesimis, pasif, dan menekankan harmoni, sedangkan
fllsafat .Barat bersifat optimis, utiC dan penuh konflik.. Begitupula manusia sebagai individu dalam
pemikiran Barat mendapatkan otonominya yang besar, sedangkan dalam pemikiran filsafat Timur lebih
ditekankan peranan manusia dalam kehidupan sosial dan angoggota masyarakat.

5. “No Philosophy in Islam and kalam is the stepsister born by the same mother, Tidak ada Filsafat dalam
Islam dan kalam adalah saudara tiri yang lahir dari ibu yang sama”

Maksud pernyataan di atas adalah para orientalis sependapat bahwa geneologi filsafat dalam
islam harus dilacak dari Yunani, sebab menurut mereka filsafat tidak ada akarnya dalam tradisi
intelektual Islam”.[1] Argumentsi lain muncul dari De Boer seorang orientalis periode awal, dengan
tegas menyatakan bahwa “Islam datang ke dunia ini tanpa Filsafat” sebab, pada abad pertama
masyarakat islam tidak mempunyai kesadaran akan metode atau sistim. Filsafat Islam hanyalah
eklektisism yang terkait dengan hasil terjemahan karya Yunani, dank arena itu kajian
kesejarahannya lebih merupakan asimilasi dari pada originasi.[2]
Untuk menyangakal pernyataan di atas, ada sebagian orientalis yang menyatakan bahwa
Ushul Fiqih memiliki peran penting dalam melahirkan filsafat dalam Islam.[3] Dan pendapat ini
benar adanya, karena kaidah-kaidah yang terdapat di dalam ushul Fiqh menggunakan rasio/akal.
Dan dikatakan ilmu ushul fiqh adalah salah satu ilmu rasional (al-Ulum al-‘Aqliyah). Al-‘Ulwani
mengatakan bahwa Mustafa ‘Abdu al-Razaq menegaskan urgensi ilmu ini dan menyatakan bahwa
peneliti filsafat islam harus mempelajari al-Ijtihad bi al-‘Ra’yi karena ini merupakan kajian rasional
pertama yang terbukti dilakukan oleh kaum muslimin hingga memunculkan mazhab-mazhab fiqh
dan ilmu ushul fiqh. ‘abd al-Raziq mengingatkan dan mengengpos rasionalitas ilmu ini secara
metodologis disertai dengan argumentasi rasional dan historis.

[1] Hamid Fahmi Zarkasyi, Makalah : Filsaat Islam, dari Tradisi Menuju Islamisasi, hal 7

[2] Seperti dikutip olejj Hamid Fahmi Zarkasyi dalam, De Boer, T.I, The History o Philosophy in Islam, Curzon Press,
Richmond, U.K.,1994, pp 28-29, 309. The emphasize on Translation see Myers, Eugene A., Arabic Thought and The Western
World.  Fredrick Ungar Publishing Co, New York, 1964, hal. 7-8

[3] Olivear Leamam, An Introduction to medieval Islamic Philosophy, Cambridge : Cambridge University Press 1985, hal
5

Anda mungkin juga menyukai