Anda di halaman 1dari 14

Mengapa Pasal 20 ayat 1&2 PP

37/2021 Membatasi Manfaat


Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Tri Adi Putra
Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Pertama
Wilayah Karawang
Latar Belakang
Pemerintah dalam rangka mensejahterakan pekerja/buruh dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha serta
memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang
diamanatkan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) membentuk Undang
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sesuai dengan Konvensi International Labour Organization Nomor 102
Tahun 1952, Pemerintah wajib memberikan perlindungan jaminan sosial
yang paripurna bagi warga negaranya, maka perbaikan pelaksanaan jaminan
sosial terus dilakukan. Untuk itu melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja telah dilakukan penyempurnaan beberapa
ketentuan dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ketentuan dalam Pasal 82 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menyempurnakan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dengan menambahkan 1 (satu) program baru yakni Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP), sehingga secara keseluruhan program jaminan
sosial meliputi JKN, JKK, JHT, JP, JKM, dan JKP.
Lanjutan
Landasan pemikiran lahirnya program JKP sebagai akibat tidak adanya
jaminan sosial bagi pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
menggunakan manfaat JHT, sementara pada hakekatnya JHT merupakan
perlindungan sosial pada saat pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena
memasuki usia tua atau cacat total tetap.
Dalam situasi pekerja/buruh mengalami kehilangan pekerjaan tentu akan
berdampak terhadap derajat status sosialnya, khususnya lingkungan
tempat tinggalnya maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu,
penyelenggaraan JKP bertujuan mempertahankan derajat kehidupan yang
layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan/terkena Pemutusan
Hubungan Kerja sehingga akan memotivasi pekerja/buruh untuk
berkeinginan bekerja kembali atau berusaha mandiri.
Oleh karena itu lahirlah Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2021 Tentang
Program Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP 37/2021), PP
ini mengatur mengenai kepesertaan, iuran, manfaat, penyelenggaraan
program JKP yang terintegrasi dalam suatu sistem yang efektif, sumber
pendanaan, dan sanksi administratif.
Pasal yang membatasi
Pasal 20 ayat 1 terdapat syarat klaim manfaat JKP yang tidak berlaku
bagi Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan
mengundurkan diri,
dan dalam
Pasal 20 ayat 2, syarat klaim manfaat JKP hanya untuk peserta yang
mengalami pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha sebelum
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu tidak
berlaku bagi peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja
yang berakhir sesuai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu.
Definisi Operasional
• Pengunduran Diri
Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara
sukarela/Pengunduran diri, umumnya disebabkan
karena pekerja/buruh merasa tidak cocok dengan
perusahaan, termasuk didalamnya adalah
pengusaha, atasan, kolega, jabatan, jenis/sektor
usaha, upah/remunerasi atau pekerja/buruh
memperoleh pekerjaan ditempat lain.
Willy Farianto dan Darmanto, Himpunan Putusan
Mahkamah Agung dalam Perkara PHI tentang
Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) Disertai Ulasan
Hukum, ed 1, cet.2, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, Hal.
205
Definisi Operasional
• Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT)
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau
untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja waktu
tertentu didasarkan atas jangka waktu dan selesainya
suatu pekerjaan tertentu
Mohammad Syaufi Syamsuddin, Perjanjian Perjanjian
Dalam Hubungan Industrial, Jakarta, Sarana Bhakti
Persada, 2006, Hal.88
Definisi Operasional
• Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah jaminan sosial
yang diberikan kepada pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan kerja berupa
manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja
dan pelatihan kerja
Landasan Teori

• Grand Theory : Teori Maqashid al-Syariah (Al-Ghazali)


Al-Mashlahah sebagai Maqashid Al-Syariah
Segi tujuan :
Mendatangkan manfaat kepada umat manusia, baik bermanfaat
untuk hidup didunia,
Menghindarkan kemudaratan, baik dalam kehidupan di dunia,
maupun untuk kehidupan akhirataupun manfaat untuk
kehidupan di akhirat.
Segi sasaran atau ruang lingkup :
Memelihara agama atau keberagamaan
Memelihara jiwa atau diri atau kehidupan
Memelihara akal
Memelihara keturunan
Memelihara harta
Lanjutan
Segi tingkat kepentingan memeliharanya :
Tingkat Primer
Tingkat sekunder
Tingkat tertier
Segi hubungannya dengan nash sayara :
Mashlahat yang terkendali
Maslahat yang tertolak
Mashlahat bebas
Lanjutan
• Middle Theory : Teori Perikatan
Tiap tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan,
baik karena undang undang. Perikatan yang lahir dari
perjanjian memang dikehandaki oleh dua orang atau dua
pihak yang membuat suatu perjanjian sedangkan
perikatan yang lahir dari undang undang, diluar kemauan
dari para pihak yang bersangkutan.
Menurut Subekti, perikatan adalah suatu hubungan
antara dua oang atau dua pihak berdasarkan mana pihak
yang lain dan pihak lainnya berkewajiban untuk
memenuhi prestasi tersebut
Asas Itikad baik dalam arti objektif adalah perikatan yang
dibuat itu dilaksanakan dengan mengindahkan norma-
norma kepatutan dan kesusilaan, dalam arti subjektif
yaitu itikad yang baik yang terletak dalam sikap batin
Lanjutan
• Applied Theory : Teori Perundang undangan
Teori perundang undangan berorientasi pada mencarai
kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian pengertian
dan bersifat kognitif.
Asas Peraturan perundang undangan diantaranya asas
kejelasan tjuan, asas kelembagaan, asas dapat dilaksanakan,
asas dayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan
rumusan, dan asas keterbukaan
Teori norma berjenjang adalah norma hukum dalam negara
selalu berjenjang yakni norma fundamental, aturan dasar
negara, undang undang formal dan peraturan pelaksana
serta peraturan otonom
A.Hamid S Attamimi sebagaimana dikutip Ahmad Redi,
Hukum Pembentukan Peraturan Perundang undangan,
Kerangka Berpikir
Masalah : Pasal 20 ayat (1) dan (2)
PP 37/2021 Tentang JKP

Pisau Analisis : Teori Maqashid al Syariah,


Teori Perikatan
Teori Perundang undangan

Hasil : Gagasan Perbaikan Pasal 20 ayat (1)


dan (2) PP 37/2021 Tentang JKP
Padahal
• Pekerja mengundurkan diri, belum tentu ada batu loncatan, mungkin
pekerja mau upskill atau reskilling sehingga sesuai passionnya bekerja.
• Pekerja PKWT yang berakhir tidak sesuai masa kontrak, mendapat
ganti rugi dan kompensasi serta manfaat JKP.
• Pekerja PKWT yang berakhir sesuai masa kontrak, mendapat
kompensasi namun tidak mendapat manfaat JKP
Kesimpulan
• Apakah Pasal 20 ayat 1 & 2, diskriminatif?

Anda mungkin juga menyukai