Jaminan Kehilangan Pekerjaan Tri Adi Putra Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Pertama Wilayah Karawang Latar Belakang Pemerintah dalam rangka mensejahterakan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha serta memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) membentuk Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sesuai dengan Konvensi International Labour Organization Nomor 102 Tahun 1952, Pemerintah wajib memberikan perlindungan jaminan sosial yang paripurna bagi warga negaranya, maka perbaikan pelaksanaan jaminan sosial terus dilakukan. Untuk itu melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dilakukan penyempurnaan beberapa ketentuan dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ketentuan dalam Pasal 82 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menyempurnakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan menambahkan 1 (satu) program baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), sehingga secara keseluruhan program jaminan sosial meliputi JKN, JKK, JHT, JP, JKM, dan JKP. Lanjutan Landasan pemikiran lahirnya program JKP sebagai akibat tidak adanya jaminan sosial bagi pekerja/buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari menggunakan manfaat JHT, sementara pada hakekatnya JHT merupakan perlindungan sosial pada saat pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena memasuki usia tua atau cacat total tetap. Dalam situasi pekerja/buruh mengalami kehilangan pekerjaan tentu akan berdampak terhadap derajat status sosialnya, khususnya lingkungan tempat tinggalnya maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, penyelenggaraan JKP bertujuan mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan/terkena Pemutusan Hubungan Kerja sehingga akan memotivasi pekerja/buruh untuk berkeinginan bekerja kembali atau berusaha mandiri. Oleh karena itu lahirlah Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2021 Tentang Program Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP 37/2021), PP ini mengatur mengenai kepesertaan, iuran, manfaat, penyelenggaraan program JKP yang terintegrasi dalam suatu sistem yang efektif, sumber pendanaan, dan sanksi administratif. Pasal yang membatasi Pasal 20 ayat 1 terdapat syarat klaim manfaat JKP yang tidak berlaku bagi Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan mengundurkan diri, dan dalam Pasal 20 ayat 2, syarat klaim manfaat JKP hanya untuk peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu tidak berlaku bagi peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja yang berakhir sesuai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu. Definisi Operasional • Pengunduran Diri Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sukarela/Pengunduran diri, umumnya disebabkan karena pekerja/buruh merasa tidak cocok dengan perusahaan, termasuk didalamnya adalah pengusaha, atasan, kolega, jabatan, jenis/sektor usaha, upah/remunerasi atau pekerja/buruh memperoleh pekerjaan ditempat lain. Willy Farianto dan Darmanto, Himpunan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara PHI tentang Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) Disertai Ulasan Hukum, ed 1, cet.2, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, Hal. 205 Definisi Operasional • Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu dan selesainya suatu pekerjaan tertentu Mohammad Syaufi Syamsuddin, Perjanjian Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Jakarta, Sarana Bhakti Persada, 2006, Hal.88 Definisi Operasional • Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja Landasan Teori
• Grand Theory : Teori Maqashid al-Syariah (Al-Ghazali)
Al-Mashlahah sebagai Maqashid Al-Syariah Segi tujuan : Mendatangkan manfaat kepada umat manusia, baik bermanfaat untuk hidup didunia, Menghindarkan kemudaratan, baik dalam kehidupan di dunia, maupun untuk kehidupan akhirataupun manfaat untuk kehidupan di akhirat. Segi sasaran atau ruang lingkup : Memelihara agama atau keberagamaan Memelihara jiwa atau diri atau kehidupan Memelihara akal Memelihara keturunan Memelihara harta Lanjutan Segi tingkat kepentingan memeliharanya : Tingkat Primer Tingkat sekunder Tingkat tertier Segi hubungannya dengan nash sayara : Mashlahat yang terkendali Maslahat yang tertolak Mashlahat bebas Lanjutan • Middle Theory : Teori Perikatan Tiap tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehandaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang undang, diluar kemauan dari para pihak yang bersangkutan. Menurut Subekti, perikatan adalah suatu hubungan antara dua oang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang lain dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut Asas Itikad baik dalam arti objektif adalah perikatan yang dibuat itu dilaksanakan dengan mengindahkan norma- norma kepatutan dan kesusilaan, dalam arti subjektif yaitu itikad yang baik yang terletak dalam sikap batin Lanjutan • Applied Theory : Teori Perundang undangan Teori perundang undangan berorientasi pada mencarai kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian pengertian dan bersifat kognitif. Asas Peraturan perundang undangan diantaranya asas kejelasan tjuan, asas kelembagaan, asas dapat dilaksanakan, asas dayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan Teori norma berjenjang adalah norma hukum dalam negara selalu berjenjang yakni norma fundamental, aturan dasar negara, undang undang formal dan peraturan pelaksana serta peraturan otonom A.Hamid S Attamimi sebagaimana dikutip Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang undangan, Kerangka Berpikir Masalah : Pasal 20 ayat (1) dan (2) PP 37/2021 Tentang JKP
Pisau Analisis : Teori Maqashid al Syariah,
Teori Perikatan Teori Perundang undangan
Hasil : Gagasan Perbaikan Pasal 20 ayat (1)
dan (2) PP 37/2021 Tentang JKP Padahal • Pekerja mengundurkan diri, belum tentu ada batu loncatan, mungkin pekerja mau upskill atau reskilling sehingga sesuai passionnya bekerja. • Pekerja PKWT yang berakhir tidak sesuai masa kontrak, mendapat ganti rugi dan kompensasi serta manfaat JKP. • Pekerja PKWT yang berakhir sesuai masa kontrak, mendapat kompensasi namun tidak mendapat manfaat JKP Kesimpulan • Apakah Pasal 20 ayat 1 & 2, diskriminatif?