Anda di halaman 1dari 13

Sisi Lain Pencuri dalam

Geguritan Maling Teba


(Tinjauan Dekontruksi Sastra)
I Gede Doni Suryawan
PENDAHULUAN

Definisi geguritan dan Apa itu geguritan


Maling Teba

Tinjauan teori dekonstruksi dan keterkaitannya dengan


pendekatan linguistik

Artikel Riview:
1. Arisandy (2018) Analisis Dekontruksi Tokoh Utama Satar dalam Novel Dari Persemayaman Karya
T.,M. Dhani Iqbal: Perspektif Jacques Darida
2. Setyawati (2020) Dekontruksi Tokoh dalam Novel Sitayana Karya Cok Sawitri (Kajian Dekontruksi
Jacques Derida)
3. Lestari (2023) Dekonstruksi Pemaknaan Poligami dalam Film Komedi Madu Murni
Topik Bahasan
Dari uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkat sisi lain dari seorang pencuri yang mana telah diungkapkan
secara eksplisit ataupun implisit dalam geguritan tersebut dengan
memanfaatkan teori bedah Dekontruksi sastra Derida dan didukung
oleh pendekatan linguistik terutama menganalisis “tanda” berupa kata,
mampu mewakili penafsiran terhadap bedah teori dekontruksi
Sumber Data
• Penelitian ini menggunakan sumber
data primer berupa naskah alih
aksara Geguritan Maling Teba.
• Adapun naskah alih aksara tersebut
memuat beberapa geguritan
lainnya yaitu geguritan Bagus
Jenglar, Cecangkriman Kanda Pat
dan Nala Damayanti
• Fokus penelitian ini hanya pada
Geguritan Maling Teba
Geguritan Maling
Teba Pupuh Pada Isi

• Sebagian besar geguritan ini dibangun Pangkur 97 Menceritakan mengenai


dengan bahasa Bali terutama ketika tokoh Maling Teba
terjadi dialog atau membicarakan
tokoh entitas manusia. Aktualisasi Sinom 32 -Turunnya Bhatara dan
dialog dengan entitas dewa Maling Teba untuk
menyaksikan kebaikan Made
menggunakan bahasa Jawa Kuna Teleh
-Anugerah Bhatara kepada
• Geguritan ini dibangun atas tiga DeTeleh
-Carcan Ayam
pupuh yakni Pupuh Pangkur, Pupuh
Sinom, dan Pupuh Semarandana serta Semarandana 24 - Banyak bercerita tentang
anak De Teleh yang Bernama
tidak terjadi pengulangan. Adapun I Suranggana dan I
rinciannya dapat dilihat pada tabel Wiranggana
berikut
Metode
• Pengumpulan Data • Analisis Data: • Penyajian hasil
Heuristik : Membaca Deskripsi, kualitatif analisis data
secara berulang-ulang Metode informal
Pembahasan dan Diskusi
• Dekontruksi sastra sangat berkaitan dengan resepsi sastra. Ciri khas
dekontruksi sebagaimana yang diungkapkan Derida adalah
penolakannya terhadap logosentrisme dan fonosentrisme yang secara
keseluruhan melahirkan oposisi biner dan cara berfikir lain yang
bersifat hierarkis dikotomis. Oposisi biner adalah anggapan bahwa
unsur yang pertama merupakan pusat, asal-usul, dan prinsip, dengan
konsekuensi logis unsur yang lain menjadi sekunder, marginal,
manifestasi, dan padanan lengkap lainnya
Watak Keras Kepala Tokoh Maling Teba
• Jani keto baan bapa, masambada tekening cai gusti, tuah bapa ngabanin lacur, tekening
cai mapianak", I Maling Teba angling, "Ah suba Guru, apan tiang tani bagia, katuduh
ring Sang Hyang Widhi. (Pangkur, 7)
‘Demikian isi hati ayah menasihatimu sayang, memang ayah bernasib malang, mempunyai
anak kamu" I Maling Teba jengkel, "Sudahlah Pak, memang saya tidak berbahagia,
ditakdirkan oleh Tuhan’
• Puput reke sapunika, I Maling Teba ya kocapan ne mangkin, jangkep sesengkeranipun,
mantuk sira ka suargan, nulia pejah matine matine mamaling nyuh, kagegerang baan
sang ngelah, katumbak ia ngemasin mati (Puh Pangkur 13)
‘Demikianlah konon I Maling Teba sekarang diceritakan, sudah tiba saatnya, dia pu1ang ke
surga karena mati, mati saat mencuri buah ke1apa, yang diributkan o1eh pemiliknya,
ditombak 1alu dia mati.’
Oposisi Biner
• Sami pada berag-berag, tanpa neda kalih tanpa nginum sami, atman I Maling Teba iku, kagaok
tumingal, atatakon ujare asemu sendu, kangen mangke ring raga, tan urung tuah sapuniki (Pupuh
Pangkur, 20).
‘Semua pada kurus-kurus, tidak makan dan minum semuanya, roh I Maling Teba itu heran melihat, 1alu
bertanya dengan hati sedih, juga sedih · memikirkan diri, pasti akan demikian juga.
• Atmane I Mating Teba, jejeh masa tan urung sapuniki, katon atma pada ngunngun, tuara kaicen teda,
dadi merang I Maling Teba punika, asru ta pangucapira, maring sang atma mangke iki (Pupuh
Pangkur, 21)
‘Roh I Maling Teba tentu takut akan demikian jadinya, terlihat semua roh sayu, tidak diberi makan, lalu
marah I Mating Teba, berkata dengan suara keras kepada roh-roh itu
• I Mating Teba angucap, "Mangke ingsun mangamet iku mangkin," raris munggah de nira asru,
angalap daun tabia, akeh tedun enak sang atma anuduk, tur sami pada nadah, lanang wadon samia
mamukti. (Pangkur, 24)
‘.I Mating Teba berkata, "Sekarang aku memetik daun itu," lalu segera dia memanjat, memetik" daun
cabai, banyak yang dijatuhkan amat senang para roh memungut dan semua lalu makan, laki perempuan
semua menikmati makanan’
• Hyang Yama srengen ngandika, "Atagana watek yamane mangkin!", wus prapta mangke tumedun, ebek maring
bencingab, Betara Yama mangke ngandika asru, ''lngsung akon amilara, atma candala wus prapti! "(Pangkur, 35)
‘. Batara Yama tambah marah bersabda, "Panggil semua rakyatku!" setelah semuanya datang berkumpul, penuh sesak
di depan istana, Betara Yama lalu bersabda dengan keras, "Aku perintahkan untuk menyiksa, rob jahat yang baru
datang!"
• Tan keweran I Maling Teba, twi manggeh apupuh nora ana gingsir, watek Yama gelis malayu, matura ring Hyang
Yama, ''Nuun bendu kauleng Paduka Prabu, wus alah apaperanga, ring sang atma wau prapti". (Pangkur, 45)
Tidak takut I Maling Teba, memang tangguh kena tendang sedikit pun tak gentar, bala Batara Yama segera lari melapor
kepada Batara Yama, "Mohon. ampun hamba Paduka Tuanku, ham ba kalah berperang melawan sang rob yang baru
datang itu.
"I Maling Teba punika, tan sah catak pangesane kagisi, amburu Hyang Yama iku, gelis malayu ring Pura, anginebaken
lawangnira asru, aglis matura sira, ring Sang Hyang Paduka Aji. (Pangkur, 52)
‘I Maling Teba itu, tetap memegang catak pangesan, memburu Batara Yama, yang cepat lari ke surga, segera
menutupka., pintu, dengan cepat beliau melapor kepada Tuhan’
• Hyang Betara angandika, "Ih sang atma aja mangkana malih!", I Maling Teba umatur, “kawula anda sampura, kadi
capala kawula ring Sang Tuduh, kangen titiang mangatonang, ring sakueh atma iriki (Pangkur, 61)
‘Hyang Batara bersabda, "Hai kamu sang roh jangan demlkian lagi!" I Mating Teba menjawab, "Hamba mohon ampun,
hamba terlalu berani kepada Paduka Tuanku, hamba sedih melihat, kepada semua rob yang ada di sini.
• Singgih ne mangkin sampura, matur uninga ring Paduka Hyang Widhi yan ring mrecapada iku, ana
sawitran kawula, De Teleh pidagingan wastanipun, jati daat goroh pisan, ring wong tiwas muang sugih.
(Pangkur 63)
‘. Terlebih dahulu hamba mohon ampun, melaporkan ke hadapan Paduka Hyang Widhi kalau di dunia ada
sahabat hamba De Teleh namanya, memang sangat dermawan sekali, kepada orang yang miskin maupun
yang kaya’
• Sausane sapunika, Hyang Betara ne mangkin, nulia mangandika alon, "De Teleh apa kar idih, emas
selaka muang pipis, yadyapin ento anak eluh", De Teich matur alon, "Titiang mamindah Hyang Widhi,
titiang ngalungsur, paica manik marga (Pupuh Sinom 12)
‘Setelah itu Hyang Batara lalu bersabda, "De Teleh apa yang kau minta, emas perak dan uang, ataupun gadis
itu", De Teleh menjawab, "Hamba tidak rnohon itu Hyang Widhi, hamba memohon anugrah permata ajaib.’
Pembahasan Oposisi Biner
- Dari sekian kutipan yang disajikan dianggap mampu mewakili konteks terhadap oposisi biner
yang disajikan pengarang terhadap tokoh Maling Teba, sikap yang terlihat diantaranya welas
asih, berani, bhakti kepada Yang Kuasa, setia kawan
- Dengan demikian, pengarang mendekontruksi topik “mencuri” ini menjadi hal yang mampu
menuai pujian. Asumsi dasar pencuri adalah tindak criminal memang disepakati dan
dicerminkan juga pada analisis awal yang mana hubungan sebab-akibat karena keras kepala
tokoh utama meski telah dinasehati ayahnya. Pada bagian selanjutnya pengarang justru
mengulas niat baik si pencuri di alam baka, yang bahkan dampak positifnya tidak hanya untuk
si pencuri belaka namun untuk entitas lain (roh-roh) dan sahabat karibnya yang dianugerahi
keturunan.
-Sisi lain ini menjadi menarik sebab dapat memberikan cerminan kepada khalayak luas untuk
memandang suatu hal agar lebih luas lagi, tidak terkukung pada hal yang sudah ada atau
normatif hendaknya diniatkan untuk ditelisik kembali. Penilaian akan dosa tidak dapat
dirumuskan begitu saja dan menjadi hal yang sangat rahasia dan yang menjadi catatan
penting sebagai penutup adalah segala hal yang diniatkan dengan tulus, dan baik maka tidak
ada keraguan untuk melakukannya
Mohon Saran dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai