KELOMPOK VI Fiska Desi Ariyani 3351081447 Azhar iskandar 3351091004 Febdison b patabang 3351091011
TBC adalah..
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, yang dapat menyerang paru-paru maupun bagian lain dari tubuh manusia ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan hipersensitivitas yang diperantarai sel
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, untuk layanan sehingga bakteri diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC di paru-paru kadang-kadang disebut sebagai Koch Pulmonum ( KP) . Bersifat radang yang menahun Hampir seluruh organ tubuh dapat diserang tetapi paling banyak adalah paru-paru
Prevalensi TBC
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Global Penanggulangan TBC, laporan yang dikeluarkan oleh WHO di tahun 2004, insiden TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/ 100.000 populasi) , dan 46% di antara kasus baru diperkirakan. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia
Etiologi.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
Patofisiologi
Penyebaran Bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan atau dahak orang yang terinfeksi
Klasifikasi TBC
Tuberculosis Primer dan Post Primer Tuberculosis Paru aktif, non aktif, dan quiscent Minimal Tuberculosis, Moderately Advanced Tuberculosis, dan Far Advanced Tuberculosis
II
Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ) , tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
Sedang menderita TBC Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif Dicurigai TBC
III IV V
Manifestasi Klinis
Batuk berdahak kronis, Demam subfebril, Berkeringat tanpa sebab di malam hari, Sesak napas, Nyeri dada, dan Penurunan nafsu makan.
Gejala umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih Gejala klinis : 1. Gejala respiratorik: - batuk >= 2 minggu - batuk darah - sesak nafas - nyeri dada Gejala ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat, tergantung dari luas lesi. 2. Gejala sistemik: - demam - malaise (lemas) - keringat malam - anoreksia - berat badan menurun
Penularan Penyakit
Mycobacterium tuberculosis Jalan Pernafasan Droplet Batuk, Bersin, Berbicara Udara
Pemeriksaan radiologis Rontgen dada (thorax photo) Cara praktis menemukan lesi TBC
Pencegahan TBC
Mencegah terhadap infeksi tuberculosis
Isolasi penderita dan mengobati penderita Ventilasi baik, kepadatan penduduk dikurangi Jangan berbicara terlampau dekat Batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung dengan saputangan atau tissue untuk kemudian didisinfeksi dengan lysol atau dibakar
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan imunisasi BCG. Meningkatkan standar hidup, yaitu dengan makanan empat sehat lima sempurna/ gizi seimbang, perumahan dengan ventilasi yang cukup, tidur teratur, dan olahraga di udara segar.
TERAPI
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) 1. Mendeteksi pasien 2. Melakukan pengobatan 3. Melakukan pengawasan langsung
IMUNISASI
Vaksin BCG
Pengobatan TBC
Berdasarkan aktivitas
Aktivitas bakterisida
Aktivitas Sterilisasi
Fase Pengobatan
Fase Intensif
Terapi isoniazid kombinasi dengan pirazinamida dan rifampisin selama 1-2 bulan, untuk prevensi resistensi ditambahkan etambutol atau streptomisin.
Fase Pemeliharaan
Isoniazid dan rifampisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan. Total waktu terapi menjadi 6-9 bulan.
Keberhasilan pengobatan
1. 2. 3. 4.
2. Drop-out
Kekurangan biaya pengobatan Merasa sudah sembuh Malas berobat atau kurang motivasi
3. Penyakit
Lesi paru yang sakit terlalu luas atau sakit berat Penyakit lain yang menyertai seperti DM dan alkoholisme Adanya gangguan imunologis
OBAT SEKUNDER
Etionamid Protionamid Sikloserin PAS Tiasetazon Viomisin Kapreomisin
Obat Primer
Isoniazid
Dosis umumnya 5 mg/kg BB, maksimum 300 mg/hari. Untuk tuberculosis berat dapat diberikan 10 mg/kg BB, dosis maksimumnya 600 mg/hari. Anak di bawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kg BB per hari. Piridoksin harus diberikan juga dengan dosis 10 mg/hari .
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe Tuberkulosis (TB). Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti Piridoksin (vitamin B6).
Rifampisin Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg per hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg adalah 600 mg per hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kg BB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
Lanjutan
Pirazinamid Dosis oral ialah 20-35 mg/kg BB sehari (maksimum 3 gram), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari. Etambutol Dosis biasanya 15 mg/kg BB, diberikan sekali sehari. Ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kg BB selama 60 hari pertama, kemudian diturunkan menjadi 15 mg.kg BB Streptomisin Dosisnya 20mg/kg BB secara IM, maksimum 1 gram perhari selama 2-3 minggu. Kemudian frekuensi pemberian dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu
Obat Sekunder
Asam Para Amino Salisilat (PAS)
Dosis 500 mg yang diberikan dengan dosis oral 8-12 g sehari, dibagi dalam beberapa dosis.
Sikloserin
Dosis 500 mg, diberikan 2 kali sehari. Dengan dosis ini kemungkinan reaksi toksik kecil. Jika keadaan lebih berat dapat diberikan dosis lebih besar untuk jangka waktu yang lebih singkat. Hasil terapi paling baik bila dicapai kadar lembah dalam plasma sebesar 25-30 g/mL. Sikloserin dosis besar (250-500 mg tiap 6 jam) dapat digunakan dengan aman bila diberikan bersama piridoksin atau depressan SSP.
Tahap lanjutan: selama 5 bulan selanjutnya minum obat INH, rifampisin, dan etambutol tiga kali dalam seminggu
Diberikan kepada: Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif: selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid setiap hari
Tahap lanjutan: selama 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung TBC aktif.
Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari)
5-15 (maks 300 mg)
10-20 (maks. 600 mg) 15-40 (maks. 2 g)
INH
Rifampisin Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
50 (maks. 2,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH). 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid setiap hari selama 2 bulan pertama, ke mudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
INH Rifampisin
5 mg/kgBB/hari 10 mg/kgBB/hari
INH rifampisin
10 mg/kgbb/hari 15 mg/kgBB/hari
Interaksi Obat
1. INH Terjadi interaksi antara INH dengan phenytoin, karbamazepin dan ethosuksimid sehingga dosis obat obat tersebut harus diturunkan selama pengobatan. Terutama pada penderita yang mempunyai tipe slow acetylators. Meningkatkan efek/toksisitas : penggunaan bersama disulfiram menyebabkan reaksi intoleransi akut. Isoniazid dapat meningkatkan kadar/efek amiodaron, ampfetamin, benzodiazepin, beta-blocker, calcium channel blocker, citalopram, deksmedetomidin, antidepresan Menurunkan efek: efek/kadar isoniazid diturunkan oleh garam aluminium atau antasida. Isoniasid dapat menurunkan efek/kadar kodein, hidrokodone, oksikodon, tramadol.
2. Rifampisin
Menginduksi enzim enzim mikrosom (misalnya sitokrom P450), yang meningkatkan eliminasi berbagai macam obat lainnya termasuk methadone, antikoagulansia, beberapa antikonvulsan, penghambat protease, dan kontrasepsi. Rifampisin umumnya menyebabkan proteinuria rantai ringan. Jika diberikan kurang dari 2x seminggu, rifampisin menyebabkan suatu sindrom yang mirip serangan flu yang ditandai dengan demam, menggigil, anemia, mialgia, trombositopeni, dan kadang kadang diasosiasikan dengan nekrosis tubulus akut. Rifampisin dapat meningkatkan efek terapeutik clopidogrel, penggunaan bersama dengan isoniazid pyrazinamide atau protease inhibitor dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas; antibiotika makrolida dapat meningkatkan kadar/toksisitas rifampin. Rifampisin dapat menurunkan efek/kadar obat-obat berikut: asetaminofen, alfentanil, amiodaron,angiotensin II receptor blocker (irbesartan dan losartan, antifungi imidazol, barbiturat, benzodiazepin (dimetabolisme melalui oksidasi), beta blocker, kloramfenikol, kortikosteroid, siklosporin; aminofilin, amiodaron, bupropion, fluoksetin, fluvoksamin, ifosfamid, methsuksimid, mirtazapin, nateglinid, pioglitazon, promethazin, inhibitor pompa proton, ropinirol, rosiglitazon, selegilin, sertralin, teofilin, venlafaxin dan zafirlukast; dapson, disopiramid, kontrasepsi estrogen dan progestin, feksofenadin, flukonazol, asam fusidat, sulfonilurea. Efek rifampisin diturunkan oleh aminoglutethimide, barbiturat, karbamazepin, nafcillin, nevirapin dan fenitoin.
3. Pirazinamid
Efek efek yang tidak diinginkan dari pirazinamid termasuk hepatotoksisitas (dalam 1-5% jumlah pasien), mual, muntah, demam obat, dan hiperurisemia. Hiperurisemia dapat menyebabkan artritis pirai akut (GOUT). Pirazinamid jangan diberikan pada penderita GOUT. Karena metabolit primer dari pirazinamid yaitu asam pirazionik akan menghambat sekresi tubeler ginjal, sehingga meningkatkan asam urat yang selanjutnya dapat menimbulkan serangan Gout akut. Meningkatkan efek/toksisitas: kombinasi terapi dengan rifampin dan pirazinamid berhubungan dengan reaksi hepatotoksik yang fatal dan berat
4. Streptomisin
Streptomisin menyebabkan ototoksik dan nefrotoksik. Vertigo dan kehilangan pendengaran merupakan efek samping utamanya dan kemungkinan menjadi permanen. Toksisitas tergantung dosis, dan resiko makin besar pada usila. Bila sangat diperlukan, dianjurkan menggunakan dosis kecil dan disesuaikan berdasarkan fungsi ginjal. Kontraindikasi dari streptomisin adalah penderita dengan kelainan saraf VIII, kehamilan, miasteniagravis. Karena streptomisin merupakan neuromuscular blocker lemah dan pada penderita yang hipersensitif terhadap streptomisin. Meningkatkan efek/toksisitas ; peningkatan/perpanjangan efek dengan senyawa depolarisasi dan nondepolarisasi neuromuscular blocking. Penggunaan bersama dengan amfoterisin dan diuretic loop dapat meningkatkan nefrotoksisitas.
5. Etambutol
Hipersensitifvitas terhadap etambutol sangat jarang terjadi. Kejadian yang tidak diinginkan yang umum terjadi adalah neuritis retrobulber yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan dan buta warna merah hijau. Etambutol dikontraindikasikan pada anak anak yang masih terlalu muda untuk dinilai tajam penglihatan dan pembedaan buta warna merah hijau.
Absorbsi menurun jika digunakan bersama alumunium hidroksida. Hindari penggunaan bersama dengan antasida yang mengandung alumunium, beri jarak minimal 4 jam dari pemberian etambutol 6. Gangguan fungsi ginjal
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, Oat yang dianjurkan adalah INH, RMP, PZA dan diberikan dalam dosis normal.
7. Diabetes melitus
Penderita diabetes melitus, tidak ada modifikasi khusus yang dianjurkan bagi obat anti tuberculosis, tetapi rifampisin dapat mengadakan interaksi dengan OAD. Bila menggunakan rifampisin perlu penyesuaian dosis serta perlu dilakukan pemantauan kadar gula dalam darah.
8. Kehamilan
Pada kehamilan semua obat anti tuberculosis dapat diberikan kecuali streptomisin dan kanamisin.
Wassalamualaikum wr.wb