Anda di halaman 1dari 30

Laporan Simulasi Kasus

RHINITIS ALERGIKA
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti
Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :
Raudhah / I1A000064
Alfred H.L. Toruan / I1A004073

Pembimbing :
Dr. Agung Biworo, M.Kes

BAGIAN FARMAKOLOGI/TERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2009
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI

Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau

kronik. Rinitis akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma atau

menyertai campak, tetapi dapat juga menyertai infeksi bakteri seperti pertusi.

Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi,

rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalam rhinitis kronik.

Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu bentuk rhinitis kronis

adalah rhinitis atropi yang diduga disebabkan oleh kuman Kliebsiella ozaena atau

akibat sinusits kronis, defisiensi vitamin A.1

Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi

hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang

diperantarai IgE.4

Ada 2 jenis rhinitis alergika:5

1. Rhinitis alergika perennial

2. Rhinitis alergika seasonal

Rhinitis Alergika Perennial

 Alergi terjadi sepanjang tahun

 Alergen yang memicu terutama debu, bulu binatang, tungau, bau bahan-bahan

kimia. Alergen ini ditemui sepanjang tahun

1
Rhinitis Alergika Seasonal

 Alergi terjadi pada musim-musim tertentu

 Alergen berupa serbuk sari bunga, kayu, rumput dll

Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its

Impact on Asthma 2000 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu intermiten,

bila gejala <4 hari tiap minggu atau <4 minggu, dan persisten , bila gejala >4 hari

tiap minggu atau >4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat ringannya

penyakit, dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rinitis tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila sudah

terdapat 1 atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan bekerja.6

Gambar. Seorang penderita rhinitis alergika.6

1.2 ETIOLOGI

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor:4

1. Alergen

Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala

rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan

alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia,

2
sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang

penting.

2. Polutan

Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis.

Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar

termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida.

Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih

jelas.

3. Aspirin

Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis

alergika pada penderita tertentu.

1.3 PATOFISIOLOGI

Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi

dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi

yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit,

perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya

tidak saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular

yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel.

Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES

berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan

inflamasi alergi.4

Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil,

sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya

3
terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5,

IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast

menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin

akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES

menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan

masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.4

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan

cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika

menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil

menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi

langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator

Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala

bersin.4

Terdapat hubungan antara sistem imun dan sumsum tulang. Fakta ini

membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF)

dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi

alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons

imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.4

1.4 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis pada rhinitis meliputi:1

 Ingus kental umumnya menunjukkan telah ada infeksi sekunder oleh bakteri.

 Rinitis alergi maupun rhinitis vasomotor mudah dibedakan dari rhinitis infeksi

karena ingus yang putih dan encer yang hanya keluar saat serangan saja.

4
 Pada rhinitis atropi ingus kental diserta krusta berwarna hijau. Pada

pemeriksaan hidung tampak rongga hidung yang lapang karena konka

mengalami atropi.

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan

sumbatan hidung. Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang

abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas),

allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan

tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal

dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan

sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan.

Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan

masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan

disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-

morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif

maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non

sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain

yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan

kualitas hidup, menjadi intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-

sedang-berat.4

1.5 DIAGNOSIS

Cara pemeriksaan atau diagnosis rhinitis alergika:4

5
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan

uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan

riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran

nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika.

Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang

penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE

spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi

nasal masih terbatas pada bidang penelitian.4

Gambar. Allergic crease dan allergic shiner sebagai gejala dan tanda dalam

mendiagnosis rhinitis alergika.6

Menegakkan diagnosis rinitis alergi dapat dipersulit oleh perilaku buruk

seperti sering mengucek-ucek mata dan hidung, timbullah tanda-tanda khas:

allergic shiner (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan

pembuluh darah vena), allergic salute (akibat sering menggosok hidung dengan

punggung tangan ke arah atas), dan allergic crease (garis melintang di dorsum

nasi 1/3 bawah). Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna

pucat atau lipid disertai adanya sekret encer bening dan banyak. Perlu dicari

6
keadaan yang dapat menjadi faktor predisposisi misalnya polip hidung dan

kelainan septum. Sebagai pelengkap, dapat ditambah pemeriksaan sitologi hidung.

Peningkatan eosinofil (5 sel / lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi.

Untuk mencari penyebab dapat dilakukan uji kulit dengan cara uji cukit (prick

test), uji gores (scratch test), uji intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri

(skin end point titration). Bila alergen diduga berasal dari makanan, dapat

dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau intracutaneous provocative food test

(IPFT).6

1.6 DIAGNOSA BANDING

Rinitis alergika harus dibedakan dengan:4,7

1. Rinitis vasomotor

2. Rhinitis bacterial

3. Rinitis virus

4. Influenza (Flu)

Tabel. Diagnosis banding rhinitis alergika dan rhinitis vasomotor.3

7
Perbedaan rhinitis alergika dan influenza:7

1. Rinitis Alergi ( RA ) : Sesudah kontak dengan hal2

pencetus alergi

langsung timbul gejala.

Influenza ( I ) : Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3

hari baru gejala timbul.

2. RA : Memiliki gejala hidung

yang berlendir encer tanpa disertai

demam.

I : Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai

dengan demam.

3. RA : Serangan yang terjadi dapat

dalam kurun waktu selama masih ada

kontak dengan penyebab dan belum diobati.

I : Serangan 5 – 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas

pengobatan.

1.7 PROGNOSIS

Penyulit:4

1. Sinusitis kronis (tersering)

2. Poliposis nasal

3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan

sensitive terhadap aspirin)

4. Asma

8
5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah

6. Hipertropi tonsil dan adenoid

7. Gangguan kognitif

1.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rhinitis alergika meliputi:1

 Rinitis akut yang menyertai influenza dapat diobati dengan dekongestan

sistemik seperti influenza

 Kebiasaan menggunakan kongestan tetes hidung pada rhinitis kronis sering

menyebabkan terjadinya rhinitis medikamentosa yang secara klinis

menyerupai rhinitis vasomotor.

 Pada rhinitis atropi hidung dicuci dengan air garam. Dekongestan akan

memperburuk keadaan.

 Pengobatan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor dapat ditambah dengan

CTM 1-2mg/kali

Pemilihan Obat-Obatan

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal

antara lain:4

1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.

2. Tidak menimbulkan takifilaksis.

3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun

demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.

4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan

dengan adanya efek samping sistemik.

9
Jenis obat yang sering digunakan (untuk Anak):

1. Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4

kali/hari

2. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1

kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

3. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2�5 tahun: 2.5

mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

4. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30

mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4

kali/hari.

5. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan

2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

6. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15

mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60

mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

7. Kortikosteroid intranasal

Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih

parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

 Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4

tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

 Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11

tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis,

1 kali/hari.

10
 Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6

tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai

bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

8. Leukotrien antagonis

 Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.

Terapi imun spesifik (TIAS) atau allergen specific immunotherapy, masih

diperdebatkan rasional tidaknya. Dari berbagai penelitian ternyata TIAS efektif

apabila diberikan pada pasien rintis alergi yang IgE mediated dan sensitif terhadap

satu atau sejumlah terbatas alergen. TIAS saat ini telah direkomendasi oleh

JTFPP (Joint Task Force on Practice Parameters) yang mewakili the AAAAI, the

ACAAI, dan JCAAI) yang merupakan 3 perhimpunan Alergi Immunologi

terkemuka di dunia. JTFPP mengakui bahwa TIAS merupakan satu-satunya

pengobatan antigen-specific immuno-modulatory pada penggunaan rutin, dan

diakui memiliki manfaat jangka panjang dalam menurunkan gejala rinitis alergi

dan kualitas hidup pasien sampai 2-5 tahun setelah dihentikan.

Secara imunologis, TIAS mempengaruhi keseimbangan Th1/Th2 dalam lebih

meningkatkan respon Th1, dan menekan respon Th2. TIAS juga meningkatkan

kadar IgG4 spesifik yang mampu menghambat kinerja IgE in vitro. TIAS

menginduksi IL-10 dan TGF - producing T cells (TReg). IL-10 dan TGF-

memiliki potensi anti alergi terhadap sel mast, sel T, dan eosinofil. Kedua sitokin

tersebut juga menginduksi sel B dalam memproduk IgG4. dan IgA.

Sesuai dengan anjuran ARIA-WHO, pasien rinitis alergi, derajat mild-

persistent atau moderate-severe persistent, terhadap alergen debu rumah dan atau

11
tungau Dpt, maupun serbuk - serbuk bunga, yang mengalami kegagalan oleh

pengobatan medikamentosa dan telah bergejala lebih dari setahun, perlu

dianjurkan untuk menjalani TIAS. TIAS harus dikerjakan oleh tenaga kesehatan

yang kompeten.2

Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan memblok reseptor histamin. Dikenal 3

macam reseptor histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang diblok

pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus,

gastrointestinal, otot polos, dan otak.6

Gambar. Target-target terapi rhinitis alergika.6

Saat ini antihistamin (AH1) yang beredar di pasaran adalah generasi

pertama dan kedua. AH1 generasi kedua sudah mulai menggeser kepamoran

generasi pertama karena memiliki banyak kelebihan. Perbedaan menonjol di

antara keduanya terletak pada kemampuan menembus sawar darah otak dan

selektivitas/spesifisitas. AH1 generasi kedua bersifat lipofobik sehingga kurang

mampu menembus sawar darah otak, yang akhirnya mengakibatkan penurunan

12
efek sedasi. Di samping itu, generasi kedua lebih selektif sehingga tidak

mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik dan adrenergik

alfa.

Kelebihan lain generasi dua adalah mempunyai efek antialergi dan

antiinflamasi. Dikatakan antialergi karena dapat menghambat pelepasan histamin,

prostaglandin, kinin, dan leukotrien. Sedangkan antiinflamasi dikarenakan dapat

mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epitel konjungtiva.6

Kortikosteroid

Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikal

dan sistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita

rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan persisten (menetap), karena

mempunyai efek antiinflamasi jangka panjang. Kortikosteroid topikal efektif

mengurangi gejala sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.6

Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase cepat dan

lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil,

mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan pengerahan lokal dan

migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan eosinofil, menekan ekspresi GM-

CSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di

mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi, adhesi, kemotaksis

dan apoptosis eosinofil 1.

Studi meta-analisis oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari British

Medical Journal 1998, menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih baik

13
digunakan sebagai terapi lini pertama rinitis daripada antihistamin, ditilik dari segi

keamanan dan cost-effective-nya.

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada

penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.6

Dekongestan

Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengan

cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat topikal bekerja

dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek samping adalah

rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta perforasi septum. Yang

terakhir jarang terjadi. Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis medikamentosa)

dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang.6

Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan berakhir 6

jam kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah

tablet lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa iritabilitas, pusing

melayang (dizziness), sakit kepala, tremor, takikardi, dan insomnia.6

Penstabil Sel Mast

Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif

mengontrol gejala rinitis dengan efek samping yang minimal. Sayangnya, efek

terapi tersebut hanya dapat digunakan sebagai preventif. Preparat ini bekerja

dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion

kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Kelemahan lain adalah

frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga mempengaruhi

kepatuhan pasien.6

14
Immunoterapi

Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah dengan

cara mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam

peredaran darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab. Omalizumab

merupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE

dalam darah.6

Penelitian menunjukkan, omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE

bebas dan memperbaiki gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan, dosis

omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu.

Secrist H dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan,

immunoterapi dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi oleh limfosit T CD4 +.

Dengan demikian, produksi IgE pun akan berkurang.

Fototerapi

Alternatif terbaru yang ditawarkan bagi penderita rinitis yang tidak

mendapat respon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fototerapi. Hal itu

dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam Journal of Allergy and

Clinical Immunology 2005.6

Ide ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fototerapi digunakan pada

beberapa penyakit kulit seperti psoriasis karena dapat merangsang apoptosis

limfosit T. Penelitian ini membandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan

cahaya tampak intensitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi

gejala rinitis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3

minggu. Dosis inisial sinar ultraviolet adalah 1,6 J/cm2 dan dinaikkan 0,25 J/cm2

15
setiap 3 kali pengobatan. Sedangkan cahaya tampak intensitas rendah diberikan

sebesar 0,06 J/cm2.

Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan jumlah

eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok sinar

ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.

Menghindari Alergen

Sebenarnya cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan

menghindari alergen. Cara ini murah dan rasional tapi sulit diterapkan. Ada 3 tipe

pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal

yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan

maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan

padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah mencegah

gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa.

Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi

atau berlanjutnya penyakit.6

Banyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan antara rinitis

alergi dengan penurunan kualitas hidup penderitanya. Bahkan, bila dihitung

secara kasar, negara pun ikut merugi. Sebagai contoh, International Congress of

Allergy and Clinical Immunology (ICACI) tahun 1997 di Mexico mengemukakan,

rinitis alergi menyebabkan hilangnya 3,5 juta hari kerja dan 2 juta hari sekolah

setiap tahun dan menghabiskan dana 3,8 milyar US$ sebagai akibat kehilangan

produktivitas kerja dan terapi dengan antihistamin di Amerika Serikat. Oleh

16
karena itu, pencegahan melalui edukasi menjadi hal yang tak boleh dilupakan.

Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa antihistamin dan

kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dan tidak hanya saat

diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya minimal persistant

inflammation (inflamasi minimal yang menetap) serta komplikasi rinitis alergi.

Penderita juga diberitahu mengenai efek samping obat yang mungkin timbul, apa

yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan komplikasi apa saja yang dapat

terjadi pada rinitis alergi. Tanpa edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang

optimal.6

17
BAB II

SIMULASI KASUS

2.1 KASUS

Nn. Irma 22 tahun, pekerjaan tenaga administrasi honorer di Rektorat

UNLAM. Alamat Jalan Sultan Adam No.12 Banjarmasin, datang ke klinik jam

08.00 pagi dengan keluhan pilek. Sejak setengah bulan yang lalu penderita

memgeluh sering bersin dan hidung meler, terutama bila pagi atau bila hujan.

Mata dan hidung terasa gatal dan keluar ingus yang berwarna bening. Bersin dan

hidung meler sering kadang hilang sendiri bila sudah siang hari, kadang perlu

diberi obat, yang sering dipakai pasien adalah Intunal®. Tetapi walapun sudah

minum obat, besoknya gejala muncul lagi. Tidak ada demam dan batuk jarang,

kadang ada kadang tidak. Ibunya menderita asma, sedangkan ayahnya menderita

kencing manis, dan seorang perokok berat.

Pemeriksaan fisik :

Tanda vital : TD : 110/60 mmHg

Nadi : 90 kali/menit

Suhu : 37 0C

Respirasi : 24 kali/menit

Mata : dalam batas normal

Hidung : edem mukosa dan konka nasal, ada sekret encer bening

Tenggorokan : tidak ada hiperemi

Thorak, abdomen, ekstremitas: tidak ada kelainan

Diagnosa : Rhinitis alergika

18
2.2 TUJUAN PENGOBATAN

 Mengobati simtomnya dengan memberikan dekongestan, antihistamin dan

kortikosteroid

 Menghindari penyebab (allergen)

2.3 DAFTAR KELOMPOK OBAT DAN JENISNYA UNTUK KASUS

TERSEBUT

Kelompok Obat Nama Obat


Dekongestan Oksimetazoline HCl,
fenilpropanolamin, antazoline HCl,
Antihistamin H1 Klorfeniramin maleat, loratadin,
dimetinden maleat
Kortikosteroid Fluticasone, Mometasone, Budesonide

2.4 PERBANDINGAN KELOMPOK OBAT/JENIS OBAT TERSEBUT

MENURUT KHASIAT, KEAMANAN DAN KECOCOKANNYA:8,9,10,11

Kelompok/Jenis Khasiat (Efek) Keamanan BSO Kecocokan


Obat (Efek Samping (Kontraindikasi
Obat) BSO)
Obat
Decongestan Pengobatan pada Rasa panas di Idiosinkrasi
1. Oksimetazolin rhinitis, faringitis, tenggorokan, mual, terhadap
HCl laryngitis serta sakit kepala, iritasi simpatomimetik,
mengurangi edem local, keekringan hipertensi, penyakit
mukosa untuk mksd mukosa nasal. koroner, hipertiroid
diagnostic.  Adakalanya
 Hidung timbul rasa panas di
tersumbat. hidung atau
 Pengobatan dan tenggorokan, iritasi
pencegahan infeksi lokal, mual, sakit
telinga tengah. kepala, mukosa
 Memudahkan hidung kering.
pemeriksaan  Hidung tersumbat
intranasal. kembali
 Persiapan terjadi/kambuh (pada
13
operasi. penggunaan jangka
panjang).
 Kesulitan

19
bernapas, kolaps pada
bayi.
2. Fenilpropanola sebagai dekongestan Efek samping PPA apabila PPA
min (meredakan meliputi jantung digunakan
penyumbatan berdebar, hipertensi, bersamaan dengan
hidung). Seringkali rasa cemas, insomnia, teofilin, maka akan
digunakan sebagai pusing, gemetar, dan terjadi interaksi
campuran pada obat perasaan bingung. merugikan yang
influenza.15 Selain itu terdapat dapat menyebabkan
pula efek samping depresi pernafasan.
yang berpotensi fatal,
yakni krisis hipertensi
dan hemorrhagic
15
stroke.
Obat
antihistamin H1 Mengobati Sedasi, tinnitus, lelah, Pemberian
1. Klorfaniramin hipersensitifitas atau penat, inkoordinasi, bersamaan dengan
maleat keadaan lain yang penglihatan kabur, MAOI
disertai pelepasan euphoria, gelisah,
histamine endogen tremor.
berlebih;
mengahmabt
peningkatan
permeabilitas dan
udem akibat
histamin;
2. Loratadin Loratadine efektif Loratadine tidak Hipersensitif
untuk mengobati memperlihatkan efek terhadap loratadine.
gejala-gejala yang samping yang secara
berhubungan dengan klinis bermakna,
rinitis alergi, seperti karena rasa mual,
pilek, bersin-bersin, lelah, sakit kepala,
rasa gatal-gatal pada mulut kering, jarang
hidung serta rasa dilaporkan. Frekuensi
gatal dan terbakar efek-efek ini pada
pada mata. loratadine maupun
Selain itu loratadine placebo tidak berbeda
juga mengobati secara statistik.
gejala-gejala seperti
urtikaria kronik dan
gangguan alergi pada
kulit lainnya.16
3. Dimetinden Alergi & gatal- Sering : mengantuk. Hindari
maleat gatal.17 Kadang-kadang : mengoperasikan
gangguan saluran kendaraan atau
pencernaan, kering mesin.

20
pada Interaksi obat :
mulut/kerongkongan, alkohol, hipnotik,
vertigo, eksitasi, sakit dan sedatif.
kepala.
Obat
kortikosteroid Pencegahan dan Iritasi dan kekeringan Ibu hamil
1. Fluticasone pengobatan rhinitis pada hidung dan
perineal dan rhinitis tenggorokan
vasomotor
2. Mometasone Profilaksis dan
mengobati gejala Pendarahan, mukur Hipersensitif,
rhinitis atau sinusitis bercampur darah, infeksi local pada
musiman atau keluar flek darah, mukosa hidung
14
parennial. faringitas, nasal yang tidak diobati,
burning, dan iritasi infeksi jamur lokal
hidung.14 di hidung dan
faring.
3. Budesonide Pengobatan dan Endocrin metabolic: 1. Reaksi
pencegahan asma, Cushing's syndrome hipersensitivitas
Rhinitis, allergic and Gastrointestinal: terhadap produk
non-allergic, Crohn's Diarrhea (10%), budesonide
disease.12 Indigestion (6%), 2. Sebagai terapi
Nausea (11%) primer pada
Musculoskeletal: Status
Arthralgia (5%) asthmaticus atau
Neurologic: Pusing, episode akut
Sakit kepala (21%) asma. Tidak
Respiratory: dapat digunakan
Epistaxis, nasal sebagai reliever
mukosa yang kering, pada
rasa bronkospasme
terbakar/tersengat akut.
pada hidung, infeksi
saluran nafas(11%),
Sinusitis (8%), iritasi
tenggorokan.
Efek samping yang
cukup serius:
Endocrine metabolic:
Cushing's syndrome,
symptoms of (5% to
15%), Secondary
hypocortisolism
Ophthalmi: Cataract,
Glaucoma.

21
2.5 OBAT PILIHAN UNTUK KASUS TERSEBUT

1. Obat Dekongestan

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif


Nama Obat Generik: Generik: -
fenilpropanolamin
Paten: Iliadin®
®
Paten: Agrippin (Oksimetazolin HCl)
(Fenilpropanolamin HCl BSO dan kekuatan: Botol
BSO dan kekuatan: 10 ml tetes hidung; botol
12,5 mg terdapat bersama- 10 ml semprot
sama dengan paracetamol
300 mg, klorfeniramin
malleat 1 mg, dan vit C 25
mg).
BSO yang diberikan Tablet. Orang dewasa Obat tetes atau semprot
dan alasannya lebih mudah menelannya. hidung, karena secara local
sudah efektif
Dosis Referensi Dewasa 3-4 x 2 tablet. Spray 0,025%.17 Dewasa
dan Anak > 6 tahun 2 x 2-3
semprot sehari.
Dosis Kasus tersebut 3 x 2 tablet. Spray 2 x 2-3 semprot
dan alasannya sehari
Frekuensi pemberian 3 x sehari selama 10 hari 2 kali sehari selama 10 hari
dan alasannya
Cara pemberian dan Diminum. Pasien dapat Semprot hidung. Pasien
alasannya melakukanya sendiri. dapat melakukan
semprotan sendiri
Saat pemberian dan Sesudah makan karena Sesudah makan karena
alasannya salah satu efeknya efek salah satu efeknya efek
sampingnya menimbulkan sampingnya menimbulkan
mual mual
Lama pemberian dan 10 hari 10 hari
alasannya

2. Obat Antihistamin

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif


Nama obat Generik: klorfeniramin Generik: loratadin:
maleat BSO dan kekuatan:
BSO dan kekuatan: tablet Tablet 10 mg
4 mg
Paten: Alloris®
®
Paten: Alleron BSO dan kekuatan

22
BSO dan kekuatan: Tablet 10 mg
Kaplet 4 mg.

BSO yang diberikan dan Tablet. Orang dewasa Tablet. Orang dewasa
alasannya dapat mudah dapat mudah
menelannya. menelannya.
Dosis Referensi 0,35 mg/kgbb/hari dalam (2-12 tahun 6 mg/hari).17
dosis terbagi.17 1 x 1 tablet
(3-4 x 1 tablet)
Dosis kasus tersebut dan 3 x 1 tablet 1 x 1 tablet
alasannya
Frekuensi pemberian dan 3x. sesuai referensi 1x. sesuai referensi
alasannya
Cara pemberian dan Diminum. Orang dewasa
alasannya dapat melakukannya
Saat pemberian dan Sesudah makan karena Sesudah makan karena
alasannya salah satu efeknya efek salah satu efeknya efek
sampingnya sampingnya
menimbulkan mual menimbulkan mual
Lama pemberian dan 10 hari 10 hari
alasannya

3. Obat Kortikosteroid

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif


Nama obat Generik: Fluticasone Generik: Mometasone
propionate. furoate.
BSO dan kekuatan: BSO dan kekuatan:

Paten: Flixonase® Paten: NASONEX®


BSO dan kekuatan: BSO dan kekuatan:

BSO yang diberikan dan Semprotan untuk hidung Semprotan untuk hidung
alasannya 0,05%. (tiap semprot 50 µg/dosis x 60 dosis
mengandung 50 mcg terukur.
fluticasone propionate)
Dosis Referensi 2 semprotan per lubang Dewasa dan anak >12
hidung sekali sehari, tahun : 2 semprotan (50
dianjurkan pada pagi mcg/semprot) pada tiap
hari. Pada beberapa kasus lubang hidung sekali
kadang dibutuhkan 2 sehari. Total dosis 200
semprotan 2 kali sehari. mcg.
Maksimal semprotan tiap
hidung per hari adalah 4

23
semprot.
Dosis kasus tersebut dan 1x2 semprot per lubang 1x2 semprot per lubang
alasannya hidung hidung
Frekuensi pemberian dan 1x sehari 1x sehari
alasannya
Cara pemberiam dan Semprotan. Orang Semprotan. Orang
alasannya dewasa dapat dewasa dapat
melakukannya sendiri melakukannya sendiri
Saat pemberian dan Pagi hari sesuai anjuran Pagi hari
alasannya
Lama pemberian dan 10 hari. 10 hari.
alasannya

2.6 RESEP YANG TEPAT DAN RASIONAL UNTUK KASUS TERSEBUT

Resep Obat Pilihan

24
Resep Obat Alternatif

25
2.7 PENGENDALIAN OBAT

Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen,

farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam

penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan

bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab

26
dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan

penyakit yang kronis, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan

penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kortikosteroid

hirupan atau semprotan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan

obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan

andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit.4

Pada kasus di atas digunakan bentuk sediaan nasal spray dan tablet karena

pasien mampu mengaplikasikannya sendiri. Pengobatan rhinitis alergika dapat

dilakukan selama 1-2 minggu. Untuk menghindari efek samping pada pemakaian

jika panjang, terapi dibatasi hingga 10 hari.

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Puskesmas Banjarangkan II. Protap Pelayanan Pemeriksaan dan
Pengobatan Pasien di Ruang Pengobatan Puskesma Banjarangkan II.
Dinas Kesehatan Banjarangkan II, 2005.

2. Peralmuni. Terapi Imun Alergen Spesifik Pada Rinitis Alergi: Kajian


Mekanisme Biomolekuler, Indikasi, Efektivitas. Online. 2006. Available from
URL: http://peralmuni.medindo.com/

3. Kartika H. Rhinitis Vasomotor. Online. 2008. Available from URL:


http://hennykartika.wordpress.com/

4. Mohammad. Rhinitis alergika. Online. 2009. Available from URL: http://nn-


no.facebook.com/topic.php?uid=100064742713&topic=9732

5. Melya. Atasi rhinitis alergika sekarang juga. Online. 2008. Available from
URL: http://doktermelya.dagdigdug.com/2008/12/23/atasi-rhinitis-alergika-
sekarang-juga/

6. Felix. Hidung Meler, di Balik Turunnya Kualitas Hidup. Antihistamin


dan kortikosteroid mengurangi terjadinya inflamasi minimal yang menetap
serta komplikasi rinitis alergi. Majalah Farmacia 2006, h.15. Online. 2006.
Available from URL: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=8

7. Pinnaera. Rhinitis alergika. Online. 2008. Available from URL:


http://pinnaera.blog.friendster.com/

8. Ganiswarna. Farmakologi dan Terapi. Jakarta; FKUI, 1998.

9. Hardjasaputra P et al. Data Obat Indonesia (DOI). Jakarta: PT. Medipres


Grafidian, 2002.

10. Winotopradjoko M. ISO Indonesia Volume 8, 2003. Jakarta: PT. AKA, 2003.

11. Bromillow D. MIMS Indonesia Volume 29 No.3, 2000. Jakarta; Medimedia.

12. Dinkes Propinsi JaBar. Informasi obat: Budesonid. Online. 2009. Available
from URL: http://www.diskes.jabarprov.go.id/

13. Medicastore. Afrin. Online. 2009. Available from URL:


http://medicastore.com/

28
14. Farmasia. Semprotan Peredam Radang. MEDIKAMENTOSA - Vol.5 No.11,
Juni 2006. Online. 2006. Available from URL: http://www.majalah-
farmacia.com

15. Diki. PPA vs Obat asama. Online. 2009. Available from URL:
http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/

16. Indofarma. Loratadin 10 mg. Online. 2009. Available from URL:


http://www.indofarma.co.id/

17. Diktat Panduan Kepaniteraan Farmakologi dan Terapi. Banjarmasin, FK


UNLAM, 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai