Anda di halaman 1dari 4

Lembar Tugas Mahasiswa Modul Metabolik Endokrin

Pemeriksaan Fisik, Penunjang, dan Anamnesis Diabetes Mellitus


Kindy Aulia NPM 1006775344
Anamnesis Gejala yang paling umum dikeluhkan oleh pasien diabetes mellitus (DM) antara lain adalah poliuria, polidipsia (banyak minum), poliphagia, mual, dan pandangan yang kabur, semua gejala ini merupakan hasil dari hiperglikemi pada pasien. Namun, pada sebagian besar pasien DM tipe 2 tidak menunjukkan gejala-gejala tesebut sehingga tidak terdiagnosis sampai beberapa tahun.1 Poliuria terjadi disebabkan oleh adanya diuresis osmotik sekunder pada hiperglikemi. Enuresis nokturnal yang parah dapat terjadi sebagai indikasi dari onset DM pada anak-anak. Rasa haus merupakan respon yang biasa dirasakan pasien karena keadaan tubuh yang hiperosmolar dan menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi.1 Kelelahan dan rasa lemas dapat disebabkan oleh otot yang mengalami atrofi yang merupakan akibat dari defisiensi insulin, hipovolemia, dan hipokalemia. Keram otot disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit. Pandangan yang kabur merupakan hasil dari keadaan lensa dan vitreous humor yang hiperosmolar. Glukosa dan metabolitnya menyebabkan pembengkakan osmotik pada lensa sehingga panjang fokal normalnya berubah.1 Gejala-gejala biasanya sudah terlihat sejak beberapa hari sampai minggu sebelum pasien menyadari bahwa dia mengidap suatu penyakit. Namun, hancurnya sel beta sudah dapat terjadi sejak beberapa bulan atau bahkan mencapai tahunan sebelum gejala penyakit muncul.1 Onset gejala dari penyakit tersebut biasanya terjadi secara mendadak. Pada pasien DM tipe 1 cukup jarang ditemukan diabetes ketoasidosis (DKA) yang dapat terjadi sebagai gejala sekunder terhadap penekanan penyakit ataupun pembedahan. Ledakan onset gejala pada pasien muda dengan berat badan normal dengan ketoasidosis biasanya dapat didiagnosis sebagai DM tipe 1.1 Seiring berjalannya waktu, pasien dengan onset baru DM tipe 1 akan mengalami penurunan berat badan, baik pada pasien yang nafsu makannya bertambah atau berkurang, karena adanya kekurangan air pada tubuh dan keadaan katabolik dengan berkurangnya glikogen, protein, dan trigiserida. Penurunan berat badan dapat dihindari bila penanganan diinisiasi tidak lama setelah onset penyakit terjadi. Gejala pada sistem gastrointestinal dari DM tipe 1 antara lain:

1. Mual, rasa tidak nyaman atau bahkan nyeri pada abdomen, perubahan gerakan pada gerakan usus
yang dpat disertai DKA akut.

2. Fatty liver akut yang dapat mengakibatkan distensi dari kapsul hepatik sehinggan terjadi nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen.

3. Nyeri abdomen yang persisten dapat mengindikasikan adanya masalah serius lain yang menyebabkan
DKA (contoh: pankreatitis).

4. Gejala gastrointestinal kronis pada DM tahap lanjut disebabkan oleh neuropati saraf otonomik viseral.
Neuropati terjadi hampir pada 50% pasien dengan DM tipe 1, namun neuropati dengan gejala merupakan tipikal dari hiperglikemia kronis yang telah berkembang setelah beberapa tahun. Neuropati perifer biasanya terjadi sebagai baal pada kedua tangan dan kaki.1 Sejarah penyakit pasien diabetes mellitus1 Sangat pentig untuk mengetahui tipe dan durasi dari DM yang dialami pasien dan juga mengenai penanganan yang telah ia terima. Menentukan tipe dari diabetes dapat didasarkan pada sejarah, terapi, dan keputusan secara klinis. Komplikasi kronik dari diabetes memiliki hubungan yang erat dengan lamanya waktu pasien mengidap penyakit tersebut.

Dengan tujuan mengetahui pengobatan apa yang sudah diterima oleh pasien, yang perlu diketahui antara lain seperti jenis insulin yang digunakan, cara pemberian, dosis, dan frekuensi. Tanyakan juga mengenai obat anti diabetes oral yang pernah diterima bila pasien memang pernah menggunakan obat tersebut. Pada pasien yang sudah hampir dapat dipastikan mengidap penyakit diabetes, perlu ditanyakan beberapa hal seperti: 1. Apakah diabetes pasien dikontrol dengan baik atau tidak dengan menjaga glukosa darah agar mendekati batas normal? (Pasien diabetes dengan kontrol glukosa darah yang buruk akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses penyembuhan dan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami infeksi dan komplikasi lain). 2. Apakah pasien memiliki reaksi hipoglikemi yang berat atau tidak? (Bila pasien memiliki sejarah reaksi hipoglikemi yang berat, maka ia memiliki kemungkinan yang cukup tinggi untuk pingsan secara mendadak yang tentu saja berbahaya). Pemeriksaan Fisik Pada pasien diabetes baru, temuan pemeriksaan biasanya normal. Namun pada pasien dengan DKA, ditemukan mengalami respirasi Kussmaul (salah satu hiperventilasi), tanda-tanda dehidrasi, hipotensi, perubahan status mental.1 fisik akan jenis dan

Bila diagnosis sudah ditegakkan, pasien harus diperiksa setiap 3 bulan untuk kemungkinan adanya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Mereka harus menjalani pemeriksaan funduskopi untuk retinopati dan pengujian monofilamen untuk neuropati perifer.1 Pemeriksaan fisik berfokus pada diabetes1, 2 Pemeriksaan fisik berfokus pada diabetes meliputi penilaian terhadap tanda vital, pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan vaskuler dan neurologis yang terbatas, dan pemeriksaan kaki. Sistem organ lain juga harus dinilai sesuai dengan indikasi pada keadaan klinis pasien. 1. Penilaian tanda vital Pasien dengan diabetes dan neuropati otonom dapat memiliki hipotensi ortostatik. Tanda-tanda vital ortostatik dapat berguna dalam menilai status volume dan dapat menandakan adanya neuropati otonom. Pengukuran denyut nadi penting, takikardia relatif merupakan temuan khas di neuropati otonom, bahkan seringkali melebihi perkembangan hipotensi ortostatik. Jika tingkat dan pola pernapasan menunjukkan adanya respirasi Kussmaul, DKA harus dipertimbangkan secepatnya dan tes yang sesuai harus dilakukan. DKA lebih banyak terjadi pada pasien DM tipe 1, meskipun pada DM tipe 2 juga dapat terjadi. 2. Pemeriksaan funduskopi Pada pemeriksaan funduskopi perlu memperhatikan retina pasien dengan teliti. Papil dan macula harus dapat divisualisasikan. Jika perdarahan atau exudat terlihat, pasien harus segera dirujuk ke dokter mata. Kemungkinan apakah diabetes pasien sudah berkembang hingga mencapai komplikasi retinopati diabetik bergantung pada lamanya mereka menderita diabetes dan kontrol pada tingkat glikemik tubuh. Pada DM tipe 2 seringkali diagnosis tertunda, kurang lebih Gambar 1. Funduskopi pasien
retinopati diabetik3

20% pasien sudah memiliki retinopati ketika mereka didiagnosis. 3. Pemeriksaan kaki Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior perlu dipalpasi dan dicatat apakah pulsasi terasa atau tidak. Hal ini sangat penting pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena pada tungkai yang aliran darahnya buruk akan mengakibatkan proses penyembuhan terhambat dan juga meningkatkan resiko amputasi. Selain itu perlu juga memperhatikan ekstremitas bawah yang sudah mengalami neuropati sensorik, hal ini berguna pada pasien dengan ulkus pada kaki karena adanya penurunan penyampaian sensasi yang mereka rasakan pada ekstremitas membatasi kemampuan pasien untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Jika neuropati perifer ditemukan, pasien harus diedukasikan bahwa perawatan kaki (temasuk pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah perluasan ulkus kaki dan amputasi tungkai bawah. Pemeriksaan Penunjang Berikut ini beberapa kriteria dari American Diabetes Association (ADA) untuk diagnosis DM, antara lain:4

1. Tingkat HbA1c mencapai tingakt 6,5% atau lebih. Tes harus dilakukan dalam laboratorium yang
sudah disertifikasi oleh National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP). 2. Glukosa plasma saat puasa mencapai 126 mg/dL atau lebih. Definisi puasa di sini adalah tidak mendapat asupan kalori selama minimal 8 jam. 3. Tingkat glukosa plasma (selama 2 jam) mencapai 200 mg/dL atau lebih pada tes toleransi glukosa oral 75 gram. 4. Tingkat glukosa plasma (sewaktu) mencapai 200 mg/dL atau lebih dengan gejala hiperglikemia. Pemeriksaan glukosa plasma Glukosa plasma dapat ditentukan dengan mengambil darah ke dalam tabung dengan tutup berwarna abuabu (sodium flourida), yang berguna untuk menghambat glikolisis dari sel darah merah.5 Kadar glukosa plasma dan tanda-tanda khas diabetes memegang peranan yang sangat penting bagi diagnosis DM seseorang.5 Di samping in merupakan bagan yang merupakan langkah-langkah pada pemeriksaan glukosa plasma yang dapat digunakan untuk mendiagnosis DM, toleransi glukosa terganggu (TGT), atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Setelah pemeriksaan glukosa plasma sewaktu dan saat puasa dilakukan namun masih belum menunjukkan hasil yang pasti apakah orang tersebut DM, normal, dan lain-lain, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral.5 Selain pemeriksaan glukosa plasma, terdapat DM5 beberapa pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk diagnosis dan klasifikasi DM, seperti: 1. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan kadar insulin, pro-insulin, dan sekresi peptida penghubung (Cpeptide). Nilai-nilai glycated hemoglobin, nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga memiliki manfaat yang besar pada penilaian kerusakan ini.5
Gambar 2. Langkah-langkah diagnostik

2. Indeks proses diabetogenik Pada saat ini sudah dapat dilakkan penentuan tipe dan sub-tipe HLA untuk penilaian proses diabetogenik. Adanya tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau Langerhans, anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya, adanya cell mediated immunity terhadap pankreas, ditemukannya DNA yang susunannya spesifik pada genoma manusia, dan juga ditemukannya penyakit lain pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.5 Pemeriksaan untuk membedakan DM tipe 1 dan tipe 2 Mengukur konsentrasi insulin atau peptida-C terkadang dibutuhkan untuk membedakan DM tipe 1 dan tipe 2. Kadar insulin cukup tinggi pada awal onset DM tipe 2 dan akan menurun seiring berjalannya waktu.2 Pemeriksaan kadar peptida-C dengan hasil lebih dari 1 ng/dL pada pasien yang sudah mengidap DM selama 1-2 tahun merupakan salah satu tanda dari DM tipe 2. Konsentrasi peptida-C tetap ditemukan pada pasien DM tipe 2 tahap lanjut, sedangkan pada DM tipe 1 tidak dapat ditemukan peptida-C, hal ini mengindikasikan adanya kerusakan total pada sel beta. 2 Autoantibodi dapat juga digunakan untuk membedakan DM tipe 1 dan tipe 2. Sel islet (IA2), anti-GAD 65 (Glutamic Acid Decarboxylase), dan autoantibodi anti-insulin dapat ditemukan pada DM tipe 1, tapi tidak pada tipe 2. Untuk IA2 akan berkurang setelah 6 bulan, sedangkan anti-GAD 65 persisten pada pasien DM tipe 1.2
Referensi:

1. Khardori R, Griffing GT (2012). Type 1 Diabetes Mellitus Clinical Presentation. Medscape Reference. [diakses
27 September 2012]. http://emedicine.medscape.com/article/117739-clinical#showall

2. Khardori R, Griffing GT (2012). Type 2 Diabetes Mellitus Clinical Presentation. Medscape Reference. [diakses
27 September 2012]. http://emedicine.medscape.com/article/117853-clinical#showall

3. Google images. [diakses 27 September 2012] http://www.theeyepractice.com.au/images/blog/Dec


%202011/Diabetes-fundus_10495760.jpg

4. [Guideline] Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. Jan 2010;33 Suppl 1:S62-9.
[diakses pada tanggal 27 September 2012] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3005455/ 5. Reno Gustaviani, Sudoyo W, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (2006). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal. 18791881.

Anda mungkin juga menyukai