Anda di halaman 1dari 13

Sindroma uremik dibagi menjadi dua berdasarkan patofisiologinya yaitu (1) akibat penu mpukan produk metabolisme protein

contohnya peningkatan kadar ADMA (asymmetric dimethylarginine) dan homosistein (2) akibat gangguan fungsi ginjal contohnya ganggua n keseimbangan air dan elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan phosphat) serta ganggu an hormonal (peningkatan hormon parathiroid, insulin, glucagon, dan penurunan erythropoeitin)

Patofisiologi Aterosklerosis pada Penderita Gagal Ginjal Berdasarkan teori respon terhadap injury dalam perkembangan teori lesi aterosklerotik, perubahan paling awal dari pembentukan aterosklerotik terjadi di endotel (disfungsi endotel). Aterosklerotik merupakan hasil akhir dari berbagai macam paparan bahan. Sel endotel memproduksi beberapa molekul adhesi dan kemokin serta growth factor. Peningkatan perlekatan monosit, makrofag dan sel T memicu migrasi subendotel. Makrofag subendotel menjadi foam cell yang besar setelah mengumpulkan lemak. Fatty streak akan berkembang menjadi lesi intermediate dan akhirnya fibrous plaque akibat adanya inflamasi. Fibrous plaque jumlahnya akan semakin meningkat serta dapat menghambat aliran darah dan memicu terbentuknya trombus lebih lanjut. Pada penderita gagal ginjal, faktor resiko kardiovaskuler dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama adalah faktor resiko klasik yaitu hipertensi, diabetes, merokok dan hiperlipidemia. Kedua yaitu kelompok yang disebabkan karena bahan uremia yaitu ADMA, homosistein, radikal bebas (stress oksidatif), hiperfosfatemia dan hiperparatiroid. Kelompok yang ketiga adalah faktor resiko yang ditimbulkan akibat dialisis yaitu anemia, malnutrisi, dan infeksi. Ketiga kelompok faktor resiko tersebut meningkatkan pengeluaran sitokin pro inflamasi dan memicu disfungsi endotel. Peningkatan CRP mungkin dapat mempercepat proses aterosklerotik pada penderita gagal ginjal. (17) Beberapa keadaan yang dapat meningkatkan faktor resiko kardiovaskular pada penderita gagal ginjal yaitu : ADMA ADMA adalah arginin termetilasi yang didapat dari pemecahan protein. ADMA merupakan penghambat sintase NO (nitrit oxide) yang berasal dari dalam tubuh. (8) ADMA diekskresi melalui urine. Pada penderita gagal ginjal, kadar ADMA plasma dapat meningkat hingga 9 kali lipat dibandingkan populasi normal. Kadar plasma ini akan mencetuskan vasokonstriksi. (9) Pada sebuah penelitian klinis didapatkan korelasi positif antara kadar plasma ADMA dengan resiko terjadinya aterosklerosis. (10) Berbagai mekanisme sepertinya terkait dalam patogenesis disfungsi endotel dan aterosklerosis. Penurunan produksi NO di endotel menyebabkan gangguan relaksasi otot polos dinding pembuluh darah dan serta pengeluaran faktor vasokonstriktor lain seperti CRP. (11)

Anemia Pada laporan penelitian yang dilakukan Vlagopoulos (2005) didapatkan bahwa anemia pada penderita gagal ginjal mempunyai resiko tinggi mengalami penyakit jantung

koroner, stroke dan kematian (confidence of interval 95%). Anemia bukan merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis bila tidak disertai gagal ginjal. Beberapa hal yang kemungkinan dapat menjelaskan hasil tersebut. Pertama, penderita gagal ginjal mungkin telah mengalami setidaknya kerusakan salah satu organ termasuk jantung dengan manifestasi mikrovaskuler dan atau makrovaskuler dari pembuluh darah koroner atau LVH (Left Ventricle Hypertrophy) dan kemudian mungkin mengalami iskemia yang dicetuskan oleh anemia. Kedua, patofisiologi terjadinya anemia pada penderita gagal gi njal adalah adanya defisiensi erytopoietin (EPO). EPO, sebagai usaha koreksi anemia, pada penelitian in vitro maupun in vivo pada hewan percobaan mempunyai beberapa efek yang menguntungkan terhadap sistem kardiovaskuler, termasuk menurunkan kerusakan miokard, pro angiogenik dan efek antiapoptosis dalam sel endotel, sehingga dengan adanya defisiensi EPO maka terjadinya efek yang tidak diinginkan. Ketiga, anemia merupakan salah satu faktor yang mencetuskan inflamasi. (12) Stress oksidatif Beberapa laporan telah menyebutkan adanya hubungan antara uremia dan stress oksidatif. Anemia merupakan salah satu faktor utama terjadinya stress oksidatif. Defisiensi besi sebagai komplikasi yang tersering dari anemia pada penderita gagal ginjal akan menyebabkan kation ion ferrous menjadi kofaktor yang diperlukan untuk menghasilkan radikal hidroksi, dimana akan menyebabkan sitotoksisitas dan kerusakan jaringan. Dalam penelitian mengenai aterosklerosis didapatkan bahwa peningkatan produk ROS (reactive oxidative stress) akan meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis. ROS berperan dalam oksidasi LDL, dimana akan ditangkap makrofag dan membentuk foam cells (13) . Hiperhomosisteinemia Pada tahun 1969, McCullys pertama kali mendapatkan peningkatan kadar homosistein pada penderita gagal ginjal, stroke, infark myokard, dan vena trombosis. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan hiperhomosistein menyebabkan gangguan fungsi pembuluh darah. Hiperhomosisteinemia menyebabkan disfungsi endotel, proliferasi otot polos, agregasi platelet, aktifasi faktor V, X, XII dan meningkatkan tissue plasminogen activator yang memberikan kondisi protrombotik. Bagaimana hiperhomosistein mempercepat proses aterosklerosis? Kemungkinan ada 3 mekanisme yaitu : hiperhomosi steinemia mencetuskan respon inflamasi dan menyebabkan penarikan monosit di dinding pe mbuluh darah. Kedua, hiperhomosisteinemia meningkatkan reaksi oksidatif LDL, dan mem percepat ambilan LDL kolesterol oleh makrofag. Ketiga, hiperhomosisteinemia menggan ggu metabolisme kolesterol dan trigliserida di sel pembuluh darah pada proses pengikatan sterol pada protein. Malnutrisi dan Inflamasi Malnutrisi energi protein biasa terjadi pada penderita gagal ginjal. Malnutrisi pada penderita ini dapat disebabkan karena intake yang kurang dan peranan sitokin pro inflamasi. Sitokin proinflamasi dapat mennyebabkan malnutrisi berdasarkan aktifitasnya

secara langsung di sistem saluran perncernaan dan secara tidak langsung dengan menurunkan nafsu makan dan meningkatkan pengeluaran energi saat istirahat. Sitokin juga dapat menyebabkan malnutrisi dengan meningkatkan metabolisme protein dan pemecahan protein otot. Sebaliknya malnutrisi akan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi. Hubungan yang erat antara malnutrisi, inflamasi dan aterosklerosis disebut juga dengan malnutrision, inflammation and atherosclerosis syndrome (MIA). (15) Hiperfosfatemia dan Hiperparatiroid Peningkatan insidens dan keparahan kalsifikasi vaskuler dalam uremia berkaitan dengan gangguan metabolisme mineral, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal. Pada penelitian observasional didapatkan hubungan yang erat antara kematian mendadak pada penderita cuci darah dan tingginya kadar serum fosfor, kadar serum kalsium-fosfat dan kadar serum hormon paratiroid pada penderita gagal ginjal. Pada penurunan GFR, terjadi penurunan ekskresi fosfat, sehingga terjadi peningkatan kadar serum fosfat. Peningkatan kadar serum fosfat menurunkan kadar kalsium yang bebas, sehingga meningkatkan sekresi paratiroid, dengan tujuan meningkatkan ekskresi fosfat. Hipokalsemia akan menyebabkan penurunan ekskresi kalsium di ginjal sehingga kadar kalsium darah meningkat. Bersamaan dengan penurunan fungsi ginjal, kadar plasma vitamin D dan kalsium menurun. Hal ini menyebabkan sekresi paratiroid yang lebih tinggi. Akibatnya retensi fosfat lebih jauh meningkatkan sekresi paratiroid walaupun tanpa pengaruh dari kadar kalsium dan vitamin D (akibat hiperplasi kelenjar paratiroid yang ireversibel) (Slatopolsky, Brown, & Dusso, 1999). Pengendapan kalsium dan fosfat akibat kosentrasi yang berlebihan, mengaktifasi osteoblast pada dinding otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan kalsifikasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Movilli E didapatkan data dimana kadar kalsium fosfat juga berkaitan dengan tingginya kadar CRP. Patofisiologi yang terjadi meliputi : a. Toksik Azotemia (metabolit toksik) Bila terdapat penurunan LFG baru terjadi retensi dari beberapa toksin azotemia (Ureum, Metilguanidin, GSA). Misalnya GSA (guanidinosuccinic acid), zat ini menghambat ADP (adenosine difosfat) yang digunakan untuk melepaskan trombosit factor 3, sehingga akan menyebabkan gangguan koagulasi. Meskipun urea serum dan konsentrasi kreatinin digunakan untuk mengukur kapasitas ekskretoris pada ginjal, akumulasi dari kedua molekul itu sendiri tidak menjelaskan banyak gejala dan tanda-tanda yang menjadi ciri sindrom uremik pada gagal ginjal canggih. Ratusan racun yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik. Ini termasuk yang larut dalam air, hidrofobik, protein terikat, diisi, dan senyawa bermuatan. Kategori tambahan produk ekskretoris nitrogen meliputi senyawa guanido, urat dan hippurates, produk dari metabolisme asam nukleat, poliamina, myoinositol, fenol, benzoat, dan indoles. Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da, yang disebut molekul menengah, juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian jelas bahwa konsentrasi plasma urea dan kreatinin harus dilihat sebagai mudah diukur, tetapi tidak lengkap, tanda pengganti senyawa ini, dan pemantauan tingkat urea dan kreatinin pada pasien dengan fungsi ginjal terganggu merupakan penyederhanaan yang luas dari uremik negara. Sindrom uremik dan keadaan penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal canggih melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris. Sejumlah fungsi metabolisme dan endokrin biasanya dilakukan oleh ginjal juga terganggu, dan hasil ini pada anemia, kekurangan gizi, dan metabolisme abnormal karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, kadar plasma hormon,

termasuk PTH, insulin, glukagon, hormon seks, dan prolaktin, perubahan dengan gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin, penurunan degradasi, atau peraturan yang abnormal. Akhirnya, gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya inflamasi sistemik. Peningkatan kadar C-reaktif protein terdeteksi bersama dengan reaktan fase akut, sementara tingkat yang disebut negatif reaktan fase akut, seperti albumin dan fetuin, penurunan dengan kerusakan ginjal progresif. Jadi, gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutritioninflammation-atherosclerosis/calcification, yang memberikan kontribusi pada gilirannya untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan komorbiditas yang terkait dengan penyakit ginjal lanjut. Singkatnya, patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam tiga bidang disfungsi: (1) konsekuen untuk akumulasi racun biasanya mengalami ekskresi ginjal, termasuk produk dari metabolisme protein mereka, (2) konsekuen untuk hilangnya orangorang lainnya ginjal fungsi, seperti homeostasis cairan dan elektrolit dan regulasi hormon, dan (3) inflamasi sistemik progresif dan konsekuensinya pembuluh darah dan nutrisi. b. Trade off hypothesis (Intak nephron hyphothesis) Menurut konsep ini, faal seluruh ginjal akan diambil oleh nefron-nefron yang masih utuh (intac). Dalam nefron-nefron tersebut terdapat kenaikan konsentrasi dari zat-zat terlarut misal urea, sehingga terjadi diuresis osmotik untuk mengeluarkan urea per menit yang mengakibatkan volume urin meningkat. Mekanisme kompensasi ini bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh (homeostasis) . c. Kelainan Metabolisme 1) Metabolisme hidrat arang Mekanisme intoleransi glukosa ini tidak diketahui, diduga mempunyai hubungan dengan toksin azotemia. Hipotesis ini berdasarkan kenyataan klinik bahwa intoleransi glukosa ini dapat dikoreksi dengan hemodialisis intermiten. 2) Metabolisme lemak Hipertrigliseridemia terjadi pada pasien-pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa intermiten. Mekanismenya tidak diketahui, diduga akibat dari kenaikan sintesis triglyceride-rich lipoprotein dalam hepar . 3) Metabolisme protein Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama dapat menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen. Sebaliknya pada pasien PGK pembatasan jumlah protein dalam menu tidak akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen . 4) Metabolisme asam urat Hiperurikemia sering dijumpai pada PGK, walaupun kenaikan asam urat serum ini tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan faal ginjal. Untuk prosesnya masih belum diketahui dengan jelas . 5) Metabolisme Elektrolit a) Metabolisme Na Diduga adanya hormon atau natriuretic factors yang menghambat reabsorbsi ion natrium pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan ekskresi natrium. Bila faal ginjal terus memburuk disertai penurunan jumlah nefron-nefron yang masih utuh, natriuresis makin meningkat . b) Metabolisme Air Pada beberapa pasien PGK dengan jumlah nefron makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga akan berkurang sehingga dengan mudah terjadi keracunan air (water overload) baik renal maupun ekstra renal yang menyebabkan hiponatremia . c) Metabolisme kalium

Hipokalemia dapat dijumpai pada pasien PGK disebabkan oleh karena diet miskin kalium, diuretik kuat yang tidak terkontrol, hiperaldosteronisme sekunder dari deplesi volume dan penyakit tubulus seperti pada sindrom fanconi, dan karena nefritis interstisial . d) Keseimbangan asam-basa Patogenesis asidosis metabolik pada PGK yaitu : (1) Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron. (2) Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan absorbsi melalui usus berkurang. (3) Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting) . e) Metabolisme Kalsium Pada pasien PGK sering ditemukan hipokalsemia, disebabkan penurunan absorbsi Ca melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia . f) Fosfor Hiperfosfatemia yang terjadi pada PGK memegang peranan penting untuk timbul hipokalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan penyebaran kalsifikasi pada organ-organ lain (metastatic calcification) . g) Magnesium Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan atau gejala, kecuali magnesium yang mengandung laksantif dan antasida akan menekan SSP . DEFINISI Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Sesuai rekomendasi dari NKF-DOQI (The National Kidney Foundation Disease Outcomes Quality Initiative) (2002) :

1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan. Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu manifestasi: Kelainan patologi, atau Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urine, atau kelainan 2. GFR <60ml/men/1,73 m2 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

radiologi

GFR <60ml/men/1,73 m2 3 bulan diklasifikasikan sebagai PGK tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakan ginjal oleh karena pada tingkat GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya 50% dan terdapat komplikasi. Disisi lain adanya

kerusakan ginjal tanpa memperhatikan tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai PGK. Pada sebagian besar kasus, biopsi ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan pada adanya beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen (hematuria, pyuria dengan cast),kelainan darah yang patognomonik untuk kelainan ginjal seperti sindroma tubuler (misalnya asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik),serta adanya gambaran radiologi yang abnormal misalnya hidronefrosis. Ada kemungkinan GFR tetap normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat PKG, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardiovaskuler. Definisi PKG diatas tidak memperhatikan penyebab yang mendasari terjadinya kelainan ginjal. Walaupun demikian tetap harus diupayakan untuk menegakkan diagnosis penyebab PKG,derajat kerusakan ginjal, derajat penurunan fungsi ginjal maupun risiko hilangnya fungsi ginjal lebih lanjut serta risikon timbulnya penyakit kardiovaskuler.

STADIUM Menurut untuk menentukan stadium CKD, perlu untuk memperkirakan GFR. Dua persamaan yang umum digunakan untuk memperkirakan GFR ditunjukkan di bawah ini, dan menggabungkan konsentrasi plasma kreatinin diukur, usia, jenis kelamin, dan asal etnis. Sekarang banyak laboratorium melaporkan estimasi GFR, atau "e-GFR," menggunakan salah satu persamaan. 1. Persamaan dari studi mengenai modifikasi diet dalam penyakit ginjal

Perkiraan GFR (mL / menit per 1,73 m2) = 1.86 x (PCR) -1,154 x (usia) -0,203 Catatan: Kalikan dengan 0,742 untuk wanita Kalikan dengan 1,21 untuk Afrika Amerika 2. Cockcroft-Gault persamaan (140-umur)x berat badan Klirens kreatinin (ml/men.)= jika wanita) 72 x kreatinin serum x (0,85

Stadium penyakit ginjal kronis menurut NKF-DOQI

Stadium

Deskripsi

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR

GFR (ml/men/1,73 m2) 90 30-59 60-89 15-29 < 15 atau dialisis

2 3 4 5

ringan Penurunan GFR sedang Penurunan GFR berat Gagal ginjal

Penurunan rata-rata tahunan pada GFR yang normal dengan usia dari GFR puncak (~ 120 ml / menit per 1.73 m2) dicapai selama dekade ketiga kehidupan adalah 1 mL / menit per tahun per 1,73 m2, mencapai nilai rata-rata 70 ml / ~ min per 1,73 m2 pada usia 70. GFR berarti lebih rendah pada wanita dibandingkan pada pria. Misalnya, seorang wanita 80-an dengan kreatinin serum yang normal mungkin memiliki GFR hanya 50 mL / min per 1,73 m2. Jadi, bahkan elevasi ringan konsentrasi kreatinin serum [misalnya, 130 mol / L (1,5 mg / dL)], sering menandakan pengurangan substansial dalam GFR pada beberapa individu. Pengukuran albuminuria juga berguna untuk memantau cedera nefron dan respon terhadap terapi dalam berbagai bentuk CKD, terutama penyakit glomerular kronis. Sementara urin tampung 24-jam akurat adalah "standar emas" untuk pengukuran albuminuria, pengukuran rasio albumin-kreatinin pada sampel urin pagi seringkali lebih praktis untuk mendapatkan dan berkorelasi baik, tetapi tidak sempurna, dengan urin tampung 24-jam. Nilai tetap dalam urin > 17 mg albumin per gram kreatinin pada pria dewasa dan 25 mg albumin per gram kreatinin pada wanita dewasa biasanya menandakan kerusakan ginjal kronis.

Mikroalbuminuria mengacu pada ekskresi albumin dalam jumlah terlalu kecil untuk dideteksi oleh dipstick urine atau tindakan konvensional protein urin. Ini adalah skrining tes yang baik untuk deteksi dini penyakit ginjal, khususnya, dan dapat menjadi penanda bagi adanya

penyakit mikrovaskular pada umumnya. Jika seorang pasien memiliki jumlah besar dari albumin diekskresikan, tidak ada alasan untuk melakukan uji untuk mikroalbuminuria. Tahapan 1 dan 2 CKD biasanya tidak berhubungan dengan gejala yang timbul dari pengurangan GFR. Namun, mungkin ada gejala dari penyakit ginjal itu sendiri, seperti edema pada pasien dengan sindrom nefrotik atau tanda-tanda hipertensi sekunder untuk penyakit parenkim ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik, beberapa bentuk glomerulonefritis, dan banyak parenkim ginjal dan penyakit pembuluh darah lainnya, bahkan dengan GFR terawat baik. Jika penurunan GFR berkembang ke tahap 3, dan 4 komplikasi klinis dan laboratorium CKD menjadi lebih menonjol. Hampir semua sistem organ yang terkena, tetapi komplikasi yang paling jelas termasuk anemia dan kelelahan mudah terkait; penurunan nafsu makan dengan gizi buruk progresif, kelainan pada kalsium, fosfor, dan hormon pengatur mineral, seperti 1,25 (OH) 2D3 (calcitriol) dan hormon paratiroid (PTH), dan kelainan pada natrium, kalium, air, dan asam-basa homeostasis. Jika pasien berkembang ke tahap 5 CKD, racun menumpuk sehingga pasien biasanya mengalami gangguan yang ditandai dalam kegiatan mereka sehari-hari, kesejahteraan, status gizi, dan air dan homeostasis elektrolit, terutama pada sindrom uremik. Seperti dibahas di atas, keadaan ini akan berujung pada kematian kecuali bila diterapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi).

ETIOLOGI

dan

FAKTOR

RESIKO

Etiologi PGK sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Penyebab utama PGK di a. b. c. d. e. f. g. h. Tidak diketahui Penyakit Nefritis Penyakit sistemik (misal, ginjal lupus dan Hipertensi dan penyakit Amerika Serikat (1995-1999) Dibetes Tipe Tipe pembuluh darah adalah mellitus 1 2 besar : (44%) (7%) (37%) (27%) (10%) (4%) (3%) (2%) (2%) (4%)

Glomerulonefritis interstitial polikistik vaskulitis)

Neoplasma penyebabnya

Hingga tahun 2009, di Amerika Serikat dibetes mellitus dan hipertensi masih merupakan

penyebab utama dari PGK. Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu : a. b. c. d. e. Diabetes Obstruksi dan Hipertensi Glomerulonefritis Melitus infeksi 46,39% 18,65% 12,85% 8,46%

Sebab lain (ginjal polikistik, nefritis interstisial, nefrolitiasis, dan idiopatik) 13,65% 2006).

(Suwitra,

Penyebab paling sering CKD nefropati diabetes, yang paling sering sekunder untuk tipe 2 diabetes mellitus. Nefropati hipertensi adalah penyebab umum CKD pada orang tua, dimana iskemia ginjal kronis sebagai akibat dari penyakit pembuluh renovaskular kecil dan besar dapat underrecognized. Nephrosclerosis progresif dari penyakit vaskular adalah ginjal berkorelasi proses yang sama yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular. Meningkatnya insiden CKD pada orang tua telah dianggap berasal, sebagian, untuk penurunan mortalitas dari komplikasi jantung dan otak dari penyakit vaskular aterosklerotik pada individu-individu, yang memungkinkan segmen besar penduduk untuk mewujudkan komponen ginjal penyakit pembuluh darah umum. Namun demikian, harus dihargai bahwa sangat sebagian besar dari mereka dengan tahap awal penyakit ginjal, terutama asal vaskuler, akan menyerah pada konsekuensi kardiovaskular dan serebrovaskular dari penyakit pembuluh darah sebelum mereka dapat maju ke tahap yang paling maju CKD. Tahap awal CKD, mewujudkan sebagai albuminuria dan bahkan pengurangan kecil dalam GFR, kini diakui sebagai faktor risiko utama untuk penyakit jantung.

Variabilitas antarindividu yang mencolok dalam laju perkembangan untuk CKD memiliki komponen diwariskan penting, dan sejumlah lokus genetik yang berkontribusi terhadap perkembangan CKD telah diidentifikasi. Demikian pula, telah mencatat bahwa perempuan usia reproduksi yang relatif terlindungi perkembangan penyakit ginjal banyak, dan sekstanggapan khusus menjadi angiotensin II dan blokade telah diidentifikasi .

Faktor risiko potensial terhadap timbulnya PGK a. Faktor-faktor klinis Diabetes Hipertensi

Penyakit otoimun Infeksi sistemik Infeksi saluran kemih Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih bawah Keganasan Riwayat keluarga dengan PGK Sembuh dari GGA Penurunan massa ginjal Terpapar terhadap obat tertentu Berat badan lahir rendah b.. Faktor-faktor sosiodemografis Usia lanjut Status minoritas Amerika : Afrika, Amerika, Indian Amerika, Spanyol, Kepulauan Asia atau Pasifik terpapar terhadap beberapa kondisi kimiawi dan lingkungan pendidikan / pendapatan rendah

Anda mungkin juga menyukai