Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan bagian tubuh yang rentan terhadap penyakit.

Rongga mulut merupakan bagian yang berfungsi sebagai pintu masuk makanan sehinnga mikroba (ja mur, virus dan bakteri) dengan mudah masuk kedalam rongga mulut. Hal ini menyeba bkan ronnga mulut menjadi rentan terhadap penyakit. Salah satu penyakit di rongg a mulut adalah Sariawan atau stomatitis aphtosa. Sariawan atau stomatitis aphtos a adalah suatu kelainan pada selaput lendir mulut berupa luka pada mulut yang be rbentuk bercak berwarna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung. Sariawan merupakan salah satu lesi atau kelainan berbentuk ulser (borok) di dalam rongga mulut yang sering kali dan banyak dialami orang. Lesi sariawan biasanya terdapat pada mukosa bibir, pipi, lidah, langit-langit lunak, dan dasar gusi. Penyebab s ariawan masih belum jelas, namun banyak teori yang menyebutkan bahwa sariawan be rhubungan dengan masalah kekebalan tubuh. Seriawan merupakan penyakit kelainan m ulut yang paling sering ditemukan. Sekitar 10% dari populasi menderita dari peny akit ini, dan wanita lebih mudah terserang daripada pria. Dalam hal ini masyarak at harus mengetahui macam-macam penyakit rongga mulut khususnya sariawan. Untuk itu diperlukan adanya penjelasan tentang etiologi, gambaran klinis, cara pencega han dan terapi yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sariawan? 2. Apa penyebab terjadinya sariawan ? 3. Bagaimana gambaran klinis dari sariawan ? 4. Bagaimana cara mencegah terjadinya sariawan ? 5. Bagaimana terapi yang dilakukan pada penderita sariawan ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mampu menjelaskan tentang definisi dari sariawan. 2. Mampu menjelaskan etiologi dari sariawan. 3. Mampu menjelaskan gambaran klinis dari sariawan. 4. Mampu menjelaskan cara mencegah terjadinya sariawan. 5. Mampu menjelaskan terapi yang dilakukan pada penderita sariawan. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Sariawan Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tun ggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkera tin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di sekitar bibir, lidah, a tau mungkin juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit mulut. Penyakit ini re latif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi b agi orang orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit y ang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. 2.2 Etiologi Sariawan Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya berkem bang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari: 1. Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa pali ng banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhub ungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SL S yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rent an terhadap iritasi. Beberap a penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang me nggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit. 2. Trauma Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser ter jadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karen a tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawata n gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. 3. Genetik Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel -sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke e pitelium. Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR mak a besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanp a riwayat keluarga SAR. 4. Gangguan Immunologi Adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu peneli tian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebi han pada pasien SAR seh ingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitoto ksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahu i. Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resik o terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou -Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR. 5. Defisiensi Nutrisi Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B 1,B2 d an B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kad ar vitamin-vitamin tersebut. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 b ulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkura ng. 6. Hormonal Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang men galaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron. Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron ecara mendad ak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-s el termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergan tian epitel mukosa mulut. 7. Infeksi Bakteri Infeksi bakteri Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. 8. Alergi dan Sensitifitas SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pok ok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gi gi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beber apa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang -kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kec il, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ul ser yang kemudian berkembang menjadi SAR. 9. Obat -obatan Penggunaan obat nonsteroidal anti - inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kem oterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pad a resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.

10. Penyakit Sistemik Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut ad alah penyakit Behcet s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV -AIDS, dan sindroma Sweet s. 11. Merokok Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang men derita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan p erokok. 12. Stres Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkung an yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres d inyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhad ap ulse r stomatitis rekuren ini. 2.3 Gambaran Klinis Sariawan Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1-2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongg a mulut.Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut ya ng terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepu h tersebut pecah dan menjadi berwarna putih di tengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan.Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas at au asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) me njadi meningkat. Berdasarkan cirri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi : 1. Stomatitis Apthous Recurrent minor Aptous minor mempunyai keceenderungan terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Sering terjadi pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti palatum durum dan gusi cekat. Gejala prodormal terkadang muncul. Apthous minor tampak sebagai ulkus oval, da ngkal, berwarna kuning-kelabu, dengan diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesicle yang terlihat pada ulkus ini. Tepi eritematosus yang mencolok mengelilin gi pseudomembran fibrinosa. Rasa terbakar merupakan keluhan awal, diikuti rasa s akit hebat beberapa hari. Kambuh dan pola terjadinya bervariasi. Ulkus bisa t unggal maupun multiple, dan sembuh spontan tanpa pembentukan jaringan par ut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan penderita mengalami ulser multiple pada 1 per iode dalam waktu 1 bulan. Stomatitis Apthous Recurrent mayor Aptous mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari aptous minor, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih sering timbul kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah cemas. Seringnya multiple, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir, pipi, d an lidah, kadang-kadang meluas sampai ke gusi cekat. Ulkus ini memiliki karakter istik, crateriform, asimetris dan unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan ceku ng. Ulkus sembuh beberapa minggu atau bulan, dan meninggalkan jaringan parut. 2. Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform Ulkus herpetiform ini, secara klinis mirip ulkus-ulkus pada herpes primer. Gamba ran berupa erosi kelabu yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang mem besar, bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul berkelompok 10-100 buah. Ulkus dikelilingi daerah eritematosus dan mempun yai gejala sakit. Biasanya terjadi hampir pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa labial. Sembuh dalam waktu 14 hari. 2.4 Pencegahan 1. Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8

jam sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya waktu tidur. Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress dapat menurunkan kualitas tidur. 2. Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya akan men cegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Perban yak sayuran hijau dan buah yang kaya akan asam folat, vitamin B-12 dan zat besi. Bila sedang menderita SAR, hindari makanan yang pedas dan asam. 3. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kum ur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. 2.5 Terapi Sariawan Stomatitis aphthous recurrent dapat sembuh secara spontan dalam 10-14 ha ri, namun kelainan ini dapat menimbulkan rasa yang sangat sakit. Tujuan dari te rapi harus dapat mengurangi inflamasi, meminimalisir rasa sakit dan rasa t idak nyaman, serta mempercepat proses penyembuhan. Beberapa pengobatan yang dianggap baik meliputi penggunaan antibiotik, obat kumur antimikroba, dan su plemen makanan. Pengobatan diberikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit . Bagi pasien yang mengalami stomatitis aftosa rekuren mayor, perawatan diberika n dengan pemberian obat untuk penyembuhan ulser dan diinstruksikan cara pencegah an. Bagi pasien yang mengalami SAR akibat trauma pengobatan tidak diindikasika n. Pasien yang menderita SAR dengan kesakitan yang sedang atau parah, dapat dibe rikan obat kumur yang mengandung benzokain dan lidokain yang kental untuk meng hilangkan rasa sakit jangka pendek yang berlangsung sekitar 10 -15 menit. Bagi m enghilangkan rasa sakit yang berlangsung sehingga enam jam, dapat diberikan zila ctin secara topikal. Zilactin dapat lengket pada ulser dan membentuk membran imp ermeabel yang melindungi ulser dari trauma dan iritasi lanjut. Dapat juga diberi kan ziladent yang juga mengandung benzokain untuk topikal analgesia. Selain itu, dapat juga menggunakan larutan betadyne secara topikal dengan efek yang sama. Dyclone digunakan sebagai obat kumur tetapi hanya sebelum makan dan sebelum tidu r. Aphthasol merupakan pasta oral amlexanox yang mirip dengan zilactin yang digu nakan untuk mengurangi rasa sakit dengan membentuk lapisan pelindung pada ulser. Bagi mempercepat penyembuhan ulser, glukokortikoid, baik secara oral atau topik al adalah andalan terapi. Topikal betametason yang mengandung sirup dan fluocino nide ointment dapat digunakan pada kasus SAR yang ringan. Pemberian prednison se cara oral ( sampai 15 mg / hari) pada kasus SAR yang lebih parah. Hasil terapeut ik dalam dilihat dalam satu minggu. Thalidomide adalah obat hipnotis yang mengan dung imunosupresif dan anti-inflamasi. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan stomatitis aftosa rekuren mayor, sindrom Behcet, serta eritema nodosum. Klor heksidin adalah obat kumur antibakteri yang mempercepatkan penyembuhan ulse r dan mengurangi keparahan lesi SAR. Selain itu, tetrasiklin diberikan sesuai de ngan efek anti streptokokus, tetrasiklin 250mg dalam 10 cc sirup direkomendasika n sebagai obat kumur, satu kali sehari selama dua minggu. Levamisol telah dianjurkan sebagai perawatan yang mungkin untuk SAR, namun oleh karena efek samping immunostimulatornya, pemakaian obat ini kurang diindikasikan . Pemberian obat -obatan tertentu yang tidak diperbolehkan hanya dapat merusak j aringan normal disekeliling ulser dan bila pemakaiannya berlebihan maka akan mem atikan jaringan dan dapat memperluas ulser. BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Sariawan, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pad a mukosa mulut yang tidak berkeratin, biasanya berupa ulser putih kekuningan. 2. SAR dapat terjadi karena pemakaian pasta gigi dan obat kumur sodium lau ryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifi tas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sis temik, dan obat -obatan. 3. Stomatitis aphthous recurrent dapat sembuh secara spontan, namun di

perlukannya terapi untuk mengurangi inflamasi, meminimalisir rasa sakit dan ras a tidak nyaman, serta mempercepat proses penyembuhan. 4. Pengobatan SAR diberikan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. DAFTAR PUSTAKA http://ebookbrowse.com/sariawan-pdf-d156952385 http://id.scribd.com/doc/62826202/Stomatitis-Aftosa-Rekuren-SAR-Yang-Dipicu-Oleh -Stres-Pada-Mahasiswa-Kedokteran-Gigi-USU#download http://repository.ubaya.ac.id/243/1/Anita%20Purnamayanti_Sariawan_2008.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27287/4/Chapter%20II.pdf http://staff.ui.ac.id/internal/130611236/material/STOMATITIS.pdf

Anda mungkin juga menyukai