Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

Prevalensi prediabetes di Indonesia cukup tinggi, yakni + 10,2 %, sehingga diperkirakan 24 juta penduduk Indonesia telah menyandang prediabetes. Penyandang prediabetes dalam perkembangannya mempunyai 3 kemungkinan : sekitar 1/3 mya akan tetap sebagai prediabetes, 1/3 kasus akan menjadi diabetes mellitus tipe 2 (DMT2), dan 1/3 sisanya dapat kembali menjadi normoglikemi. Prediabetes meningkatkan risiko absolut menjadi DM sebesar 2-10 kali lipat, bahkan pada beberapa populasi peningkatan risiko tersebut dapat lebih tinggi lagi. Risiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada prediabetes sama besarnya dengan DM. berbagai keadaan tersebut semakin meyakinkan bahwa tindakan dan program pencegahan dini DM sangat diperlukan, antara lain melalui penanganan prediabetes. Identifikasi dan penatalaksanaan awal bagi para pasien prediabetes yang dapat menurunkan insiden DM serta komplikasinya akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi pasien, namun juga bagi keluarga dan pemerintah. Hasil dari survey penyakit di Jakarta pada tahun 2006, menunjukkan bahwa prevalensi pre-diabetes adalah 24.91%. Angka tersebut terdiri dari Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 17,90% dan Glukosa Puasa Terganggu (GPT) 7,01% . Data Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2007, disinggung bahwa prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu pada penduduk perkotaan di Indonesia adalah 10,2%. Angka ini melebihi prevalensi diabetes total sebesar 5,7%. Tiga provinsi dengan prevalensi TGT tertinggi di Indonesia adalah Papua Barat, Sulawesi Barat, dan Sulawesi, masing-masing provinsi mendapat persentase 21,8%, 17,6% dan 7,3%. Pra-diabetes adalah suatu kondisi yang serius. Siapapun yang mempunyai kondisi pradiabetes beresiko besar untuk didiagnosis menjadi diabetes mellitus. Penelitian yang dilakukan oleh Veg tetal menemukan bahwa progresivitas pradiabetes menjadi diabetes adalah 6-10% per tahun. Untuk pasien yang memiliki kedua kondisi TGT dan GPT, kejadian kumulatif dalam periode 6 tahun adalah 65%, dibandingkan dengan orang dengan tingkat glukosa darah normal.

DEFINISI Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US Department of Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan dimana kadar glukosa diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah untuk diagnosis diabetes. Kondisi ini mencakup toleransi glukosa terganggu (TGT) dan / ataupun glukosa puasa terganggu (GPT). American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan prediabetes sebegai GPT yaitu kadar glukosa puasa 100 mg/dl (5,6 mmol/L) 125 mg/dl (7,0 mmol/L) atau bila kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram 140-199 mg/dl (7,8 11 mmol/L) yang sering disebut dengan TGT. WHO mendefinisikan TGT sama dengan ADA, akan tetapi untuk kriteria GPT berbeda yakni kadar glukosanya minimal 110 mg/dl (6,1 mmol/L) Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus Type- 2 di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for Endocrinologist, Penegakan TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan algoritma diagnostik standar. Untuk pasien dengan keluhan diabetes klasik, Jika setelah dua kali uji dari satu kali glukosa darah dan glukosa darah puasa, kita mendapatkan hasil yang meragukan (di atas normal , tetapi tidak sampai pada kriteria diabetes), pasien akan diminta untuk melakukan tes beban OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral). Bila hasil darah dua jam beban glukosa pasca glukosa 140 -. 199 mg / dL , pasien akan dimasukkan dalam kriteria toleransi glukosa terganggu. Definisi diabetes dan prediabetes berdasarkan penilaian risiko penyakit serta distribusi populasi plasma glukosa. Data menunjukkan bahwa level glukosa plasma di atas nilai ambang batas memiliki insidensi retinopati meningkat secara signifikan dan telah digunakan untuk membantu mendefinisikan diabetes.

GEJALA Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis nigricans, adalah salah satu dari beberapa tandatanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau meliputi: Peningkatan rasa haus, Sering buang air kecil, kelelahan dan penglihatan kabur.
2

ETIOLOGI Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan lemak terutama lemak perutdan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi faktor penting dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa orang yang memiliki pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula (glukosa) dengan baik lagi. Hal ini menyebabkan gula dalam aliran darah lebih banyak dari pada gula yang melakukan fungsi yang normal yaitu memicu sel yang membentuk otot-otot dan jaringan lain. Sebagian besar glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang kita makan, khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang mengandung karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya makanan manis. Selama pencernaan, gula memasuki aliran darah dan dengan bantuan insulin kemudian diserap ke dalam sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Insulin adalah hormon yang berasal dari pankreas. Ketika kita makan, pankreas mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Insulin beredar merupakan seperti sebuah kunci yang membuka pintu mikroskopis yang memungkinkan gula memasuki sel. Insulin menurunkan jumlah gula dalam aliran darah. Apabila tingkat gula darah turun, maka sekresi insulin dari pankreas juga akan berkurang. Bila menderita pradiabetes, proses ini mulai bekerja tidak normal. Gula darah akan meningkat dari pada melaksanakan fungsinya untuk membuka sel-sel. Hal ini terjadi ketika pankreas tidak membuat cukup insulin atau sel-sel menjadi resisten terhadap tindakan insulin atau keduanya. Patofisiologi prediabetes umumnya didasari atas perubahan sensitivitas insulin dan fungsi -pancreas, biasanya karena peningkatan adiposit. Sensitivitas insulin berbanding terbalik dengan kadar glikemik, bahkan dalam rentang glukosa puasa normal. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma puasa dari 70 125 mg/dL (3,9 6,9 mmol/L) berkaitan dengan suatu penurunan sensitivitas insulin > 3 kali. Individu dengan isolated GPT menunjukkan penurunan sensitivitas insulin sekitar 25 %, dan individu yang, mengalami kombinasi GPT dan TGT menunjukkan penurunan sensitivitas insulin sekitar 80 % dibandingan dengan individu yang kadar glukosa puasanya berada dalam interval referensi.

FAKTOR RESIKO Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 merupakan factor risiko yang sama untuk terjadinya prediabetes, yaitu termasuk :

kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama untuk pradiabetes. Jaringan lemak lebih banyak yang dimiliki - terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap insulin.

Ketidakaktifan. Semakin sedikit beraktivitas, semakin besar risiko pradiabetes. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, dengan beraktivitas maka glukosa digunakan sebagai energi dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap insulin.

Bertambahnya usia. Risiko pradiabetes meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa otot dan menambah berat badan dengan bertambahnya usia mereka. Namun, orang tua bukanlah satu-satunya beresiko prediabetes dan diabetes tipe 2. Insiden gangguan ini juga meningkat di kelompok usia yang lebih muda.

Riwayat keluarga. Risiko bertambah pada orang yang memiliki orang tua atau saudara kandung yang menderita diabetes tipe 2 Ras. Meskipun tidak jelas sebabnya, orang-orang dari ras tertentu-termasuk AfrikaAmerika, Hispanik, Indian Amerika, Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik-lebih mungkin untuk menjad ipradiabetes

Diabetes gestasional. Bila pernah menderita diabetes gestasional saat kehamilan, maka risiko menderita diabetes akan meningkat. Apabila pernah melahirkan bayi dengan berat bada lebih dari 9 pound (4,1 Kg), maka ririko DM juga meningkat.

Sindrom ovarium polikistik. Bagi wanita, mengalami sindrom ovarium polikistikkondisi umum ditandai dengan periode menstruasi yang tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebih dan obesitas - meningkatkan risiko diabetes.

Kurang tidur. Beberapa penelitian terbaru telah menghubungkan kurang tidur atau terlalu banyak tidur dengan peningkatan risiko resistensi insulin. Penelitian menunjukkan bahwa rutin tidur kurang dari enam jam atau lebih dari sembilan jam malam sampai mungkin risiko pradiabetes atau diabetes tipe 2.

Kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan diabetes meliputi: Tekanan darah tinggi Rendahnya tingkat HDL, atau kolesterol "baik" yaitu di bawah 35 mg/dl 0,9 mmol/L

Tingginya kadar trigliserida ( di atas 250 mg/dl atau 2,83 mmol/L) memiliki tekanan darah tinggi.

DIAGNOSIS Test yang digunakan untuk mendiagnosis Prediabetes Pada bulan Juni 2009, sebuah komite internasional yang terdiri dari para ahli dari American Diabetes Association, the European Association for the Study of Diabetes dan the International Diabetes Federation merekomendasikan bahwa test untuk menegakkan diagnosis pradiabetes meliputi: Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi. A1C adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah rata-rata seseorang selama 2 sampai 3 bulan terakhir. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel dan kadangkadang bergabung dengan glukosa dalam aliran darah. Juga disebut hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi, tes ini menunjukkan jumlah glukosa yang menempel pada sel darah merah, yang proporsional dengan jumlah glukosa dalam darah. Nilai A1C antara 6 dan 6,5 persen dianggap pradiabetes. Sedangkan bila level 6,5 persen atau lebih tinggi pada dua tes berbeda menunjukkan diabetes. Kondisi tertentu dapat membuat tes A1C tidak akurat - seperti jika sedang hamil atau memiliki varian hemoglobin. HbA1c telah direkomendasikan oleh ADA sebagai pilihan untuk mendiagnosis diabetes (> 6,5%) dan juga untuk mendeteksi peningkatan risiko penyakit diabetes (5,7 6,4%). Sekarang ini HbA1c memang dinyatakan sebagai penanda yang lebih baik dibandingkan glukosa plasma puasa dalam memprediksi risiko mortalitas dan penyakit kardiovaskular pada individu nondiabetik, namun kurang baik bila dibandingkan dengan konsentrasi glukosa 2 jam, akan tetapi tidak semua studi mendukung pernyataan ini. Test lain yang dapat dipakai untuk mendiagnosis prediabetes yaitu : Tes gula darah puasa. Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama sedikitnya delapan jam atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang lebih rendah dari 100 mg / dL - 5,6 mmol / L adalah normal. Sebuah tingkat gula darah 100-125 mg / dL (5,6-6,9 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai glukosa puasa terganggu (GPT). Apabila kadar gula darah 126 mg / dL (7.0 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus.

Uji FPG adalah tes pilihan untuk mendiagnosis diabetes karena kenyamanan dan biaya rendah. Tes FPG yang paling tepat yaitu bila dilakukan di pagi hari. Hasil dan maknanya ditunjukkan pada Tabel 1. Orang dengan kadar glukosa puasa 100 sampai 125 mg / dL memiliki bentuk yang disebut pradiabetes glukosa puasa terganggu (GPT). Memiliki GPT berarti seseorang memiliki peningkatan risiko berkembang menjadi diabetes tipe 2 tetapi tidak belum diabetes. Apabila nilai FPG 126 mg / dL atau di lebih, dan sudah dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti didiagnosis sebagai diabetes. Table 1. FPG test Plasma Glucose Result (mg/dL) Diagnosis 99 or below 100 to 125 126 or above
*

Normal Prediabetes (impaired fasting glucose) Diabetes*

Confirmed by repeating the test on a different day.

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama sedikitnya delapan jam atau semalam. Kemudian pasien akan minum larutan gula, dan tingkat gula darah akan diukur lagi setelah dua jam. Tingkat gula darah kurang dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L) adalah normal. Tingkat gula darah 140-199 mg / dL (7,8-11,0 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai toleransi glukosa terganggu (TGT). Apabila nilai gula darah 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus. Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT lebih sensitif dibandingkan tes FPG untuk mendiagnosa pradiabetes, tetapi kurang nyaman untuk mengelola. TTOG memerlukan berpuasa selama minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Hasil dan maknanya ditunjukkan pada Tabel 2. Jika tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg / dL 2 jam setelah minum cairan, orang tersebut memiliki bentuk yang disebut pradiabetes toleransi glukosa terganggu (TGT). Memiliki TGT, seperti memiliki GPT, berarti seseorang memiliki peningkatan risiko berkembang menjadi diabetes tipe 2 tetapi belum menjadi DM.
6

Kadar glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih, dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti seseorang memiliki diabetes. Table 2. OGTT 2-Hour Plasma Glucose Result (mg/dL) Diagnosis 139 and below 140 to 199 200 and above
*

Normal Prediabetes (impaired glucose tolerance) Diabetes*

Confirmed by repeating the test on a different day.

Gestational diabetes juga didiagnosis berdasarkan pada nilai-nilai glukosa plasma diukur selama OGTT, sebaiknya dengan menggunakan 100 gram glukosa dalam cairan untuk ujian. Kadar glukosa darah diperiksa empat kali selama tes. Jika kadar glukosa darah yang di atas normal setidaknya dua kali selama pengujian, wanita memiliki gestational diabetes. Tabel 3 menunjukkan hasil di atas normal untuk OGTT untuk diabetes gestational Table 3. Gestational diabetes: Above-normal results for the OGTT* When Fasting At 1 hour At 2 hours At 3 hours Plasma Glucose Result (mg/dL) 95 or higher 180 or higher 155 or higher 140 or higher

Jika kadar gula darah Anda normal, dokter anda dapat merekomendasikan tes skrining setiap tiga tahun. Jika Anda memiliki pradiabetes, pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan. Misalnya, dokter harus memeriksa gula darah puasa Anda, A1C, kolesterol total, kolesterol HDL, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan trigliserida setidaknya sekali setahun, mungkin lebih sering jika Anda memiliki faktor risiko tambahan untuk diabetes. Dokter

mungkin juga merekomendasikan tes mikroalbuminuria tahunan, yang memeriksa protein dalam urin Anda - tanda awal kerusakan pada ginjal.

PENATALAKSANAAN Sebagaimana telah terbukti pada penatalaksanaan secara global dari jenis penyakit kardiometabolik, pilihan utama adalah pendekatan lifestyle. Cara ini yang menerapkan penataan dibidang makanan dan minuman serta diiringi oleh aktivitas fisik yang sesuai, telah teruji efektif, murah, dan aman dalam upaya menurunkan kadar glukosa darah serta menekan risiko kardiovaskuler. Namun, apabila cara ini gagal maka diperlukan intervensi farmakologis, mendampingi program lifestyle yang tetap dilaksanakan. Sasarannya adalah menekan peningkatan kadar glukosa darah dan risiko kardiovaskuler. Untuk ini mungkin diperlukan obat-obatan untuk menekan hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, penggunaan aspirin, penghentian merokok dan lain lain. Harus dipahami pula fakta bahwa fokus hanya terhadap usaha penurunan kadar glukosa saja tidaklah cukup, belum efektif menghindari komplikasi. Dianut suatu falsafah 2-track approach, yakni menurunkan kadar glukosa darah untuk menghindari konversi menjadi diabetes dan komplikasi mikroangiopati disatu pihak, dan dipihak lain menekan atau mencegah penyakit kardiovaskular. Lifestyle Modifikasi lifestyle merupakan tonggak utama dalam penatalaksanaan diabetes, begitu juga prediabetes. Efektivitasnya mencakup pencegahan konversi menjadi diabetes, menunda terjadinya komplikasi mikro dan makroangiopati. Diharapkan dengan melaksanakan secara baik program diet dan aktivitas fisik secara tepat, penderita prediabetes dapat menurunkan berat badan 5 10%, dan keadaan ini harus dipertahankan dalam jang waktu lama. Penurunan berat badan ini memberi dampak positif berupa penurunan massa lemak, kadar glukosa darah, tekanan darah, kadar kholesterol LDL dan trigliserida darah. Secara farmakologis, sibutramine dan orlistat telah dibuktikan efektif dalam menurunkan berat badan, perbaikan lipid serum dan glukosa darah. Bariatric surgery terhadap obesitas morbid ( BMI> 40 kg/m2 ), dilaporkan cukup efektif menurunkan angka konversi menjadi diabetes, namun untuk prediabetes tindakan ini masih kontroversi. Dapat direkomendasikan suatu program yang dirancang dalam bentuk latihan fisik dengan intensitas sedang secara reguler 30 60 menit perhari, 5 kali dalam seminggu.
8

Dianjurkan pula diet dalam bentuk restriksi kalori, komposisi serat yang tinggi, serta karbohidrat tidak berlebihan. Khusus bagi mereka yang disertai hipertensi, tentunya disertai pula dengan diet rendah sodium dan menjauhi alkohol. Modifikasi lifestyle ini berlaku bagi segala tingkat usia, dengan memperhatikan juga aspek individu dalam menerapkannya. Diakui, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai hambatan dalam konsistensi penerapan modifikasi lifestyle ini, terutama untuk jangka lama. Berbagai upaya juga harus dicarikan untuk meningkatkan kepatuhan misalnya melalui: kemandirian pasien dalam pemantauan, penerapan aturan secara bertahap dan realistik, meningkatkan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, stimulus stimulus khusus, dukungan sosial, penegakan disiplin yang tidak kaku. Terapi farmakologis 1. Aspek glukosa Sampai sekarang, FDA belum merekomendasikan upaya pencegahan diabetes menggunakan terapi farmakologis, baik untuk dewasa maupun remaja. Penggunaan terapi farmakologis saat ini bersifat individual dengan memperhatikan untung ruginya ditinjau dari segi obat yang digunakan dan individu yang hendak diberi obat tersebut. Pertimbangan pemberian obat secara farmakologis untuk prediabetes lebih mendapat tempat pada mereka yang berisiko tinggi ketimbang yang berisiko rendah. Namun begitu bila perburukan kadar glukosa pada follow up tanpa obat memperlihatkan progresivitas, meskipun modifikasi lifestyle telah diterapkan, terapi farmakologis merupakan pilihan. Yang tergolong berisiko tinggi adalah kombinasi GPT, TGT, dan sindroma metabolik ( 2 diantara 3 ) glisemia yang memburuk penyakit kardiovaskuler nonalcoholic fatty liver disease ( NAFLD ) riwayat diabetes gestasional policystic ovary syndrome ( PCOS ) Diantara obat obat yang digunakan, metformin dan acarbose telah terbukti melalui penelitian multisenter bermanfaat mencegah atau setidaknya menunda progresivitas konversi prediabetes menjadi diabetes. Meski efektivitas obat obat tersebut dibawah modifikasi lifestyle, tapi

penggunaannya tergolong aman. Dikatakan bahwa penggunaan acarbose


9

juga ada hubungannya dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler ( STOP NIDDM ). Disamping itu, manfaat thiazolidinedione dalam pencegahan konversi juga dilaporkan ( DREAM, DPP, ACT NOW ), meski harus hati-hati untuk penggunaan jangka panjang mengenai keamanannya. Penggunaan incretin atau DPP IV inhibitors tampaknya punya prospek yang bagus juga untuk prediabetes, meski untuk pemakaiannjangka panjang masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai khasiat dan efek sampingnya. 2. Aspek lipid Masalah penanganan lipid pada prediabetes tidak berbeda dengan

penanganannya pada diabetes. Statin direkomendasikan untuk penanganan kholesterol LDL sampai level 100 mg/dL. Obat ini juga diharapkan dapat membantu menurunkan non kholesterol HDL 130 mg/dL ( or apolipoprotein B 90 mg/dL ). Penggunaan bile acid sequestrants ( colesevelam ) memiliki efek tambahan yakni menurunkan kadar glukosa, serta menurunkan juga risiko kardiovaskuler. Disamping itu, golongan fibrat,ezetimibe dapat pula digunakan. Sedangkan niacin tidak dianjurkan oleh karena efek glikemiknya yang merugikan dan belum diteliti dampaknya pada prediabetes. 3. Aspek hipertensi Disepakati bahwa capaian pengendalian tekanan darah pada prediabetes tidak berbeda dengan diabetes yakni dibawah 130 mmHg untuk sistolik dan dibawah 80 mmHg untuk diastolik. Sebagai pilihan utama adalah ACE inhibitor atau ARB. Sedangkan pilihan kedua adalah Ca- antagonist. Sedangkan thiazide dan beta blockers harus dibawah pengawasan lebih tinggi karena efek glikemiknya.

Penilaian terhadap hasil pengobatan yang diberikan seyogianya dilakukan melalui pemantauan berkala terhadap masing masing individu berdasarkan tingkat tingginya faktor risiko yang dimilikinya. Pemantauan akan lebih sering dilakukan pada mereka yang berisiko lebih tinggi, seperti glisemia, kelainan lipid, tekanan darah, riwayat keluarga dan lain lain. Pada umumnya pemantauan ditujukan terhadap kadar glukosa puasa dan postprandial, dan A1c. Pada penderita prediabetes seharusnya juga dilakukan pemantauan terhadap mikroalbuminuria, kadar lipid puasa, tekanan darah, setidak-tidaknya sekali dalam setahun. Apabila berisiko tinggi ( memiliki 2 atau lebih dari 3 kelainan yang terdiri dari TGT, GPT, dan sindroma metabolik ), pemantauan hendaknya lebih sering dilakukan. Dimasa depan,
10

pemantauan terhadap biomarkers, dan genetic markers, diharapka telah dapat dijadikan target pengobatan, sekaligus target pemantauan, terutama untuk mereka dengan risiko tinggi

PENCEGAHAN Salah satu strategi, yang sudah disosialisasikan dalam organisasi kesehatan beberapa negara asing, khususnya organisasi diabetes, untuk membatasi peningkatan pradiabetes menjadi diabetes adalah Program Pencegahan Diabetes (DPP Diabetes Prevention Program). DPP memiliki dua tujuan, yang dibagi menjadi tujuan primer dan sekunder. Tujuan utama DPP adalah untuk mencegah atau mengurangi kecepatan perkembangan diabetes pada kondisi TGT. Sementara tujuan sekunder DPP adalah untuk mengurangi insiden kardiovaskular, risiko komplikasi cardio-vascular, dan mencegah aterosklerosis. DPP telah beroperasi di beberapa negara di seluruh dunia. Dua strategi DPP yang diterapkan secara luas adalah perubahan gaya hidup , dengan cara melakukan aktivitas fisik secara teratur setidaknya 150menit seminggu dan diet untuk mendapatkan penurunan berat badan sebesar 7% dari berat badan, dan penggunaan metformin 850 mg dua kali per hari. Di Amerika Serikat, hanya dengan mengubah gaya hidup saja, orang-orang dapat menurunkan rata-rata 58% risiko untuk menjadi diabetes. Perubahan gaya hidup sangat berpengaruh pada kelompok usia di atas 60 tahun (menurunkan progresivitas menjadi diabetes 71%). Pencegahan hanya dengan

metformin saja, mampu menurunkan progresivitas dari pra-diabetes menjadi diabetes 31% dan itu adalah yang paling efektif pada orang dewasa muda (25-44 tahun). Prediabetes dapat meningkatkan risiko komplikasi penyakit makrovaskular. Data penelitian Diabetes Prevention Program (DPP) menunjukkan bahwa 7,9 % pasien dengan TGT dan 12,6 % individu yang baru didiagnosis dibetes sudah mengalami retinopati. Berbagai studi prospektif juga mendukung adanya peningkatan risiko pernyakit kardiovaskular pada pasien TGT. Oleh karena itu prediabetes (TGT maupun GPT) dapat dicegah menjadi diabetes melalui perubahan gaya hidup maupun dengan intervensi farmakologis. Beberapa randomized controlled studies telah melakukan evaluasi pengaruh intervensi gaya hidup dan pengobatan yang berbeda pada perkembangan dari prediabetes hingga diabetes. Berikut ini adalah rekomendasi ADA 2011 terkait pencegahan atau penghambatan diabetes tipe 2 1) Pasien TGT, GPT ataupun HbA1c 5,7 6,4 % sebaiknya mempunyai target untuk mengurangi berat badan sebesar 7 % dan meningkatkan aktivitas fisik sedang minimal 150 menit / minggu, seperti jalan kaki
11

2) Melakukan follow up konseling 3) Terapi metformin untuk pencegahan diabetes tipe 2 dapat dipertimbangkan pada individu yang berisiko diabetes khususnya jika menunjukkan progresi hiperglikemi (misalnya individu dengan nilai HbA1c 6 %) meskipun telah dilakukan intervensi gaya hidup. 4) Pemantauan terhadap perkembangan diabetes pada pasien prediabetes sebaiknya dilakukan setiap tahun. Faktor predisposisi pra-diabetes di Indonesia adalah jenis kelamin laki-laki, usia tua, status sosial ekonomi tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, obesitas, obesitas sentral, dan hipertensi. Berdasarkan analisis dampak parameter, prioritas pencegahan pre-

diabetes/diabetes di Indonesia, harus diarahkan secara berurutan dengan penurunan tekanan darah, pencegahan obesitas sentral, dan berhenti merokok. Selain itu, pencegahan obesitas dan aktivitas fisik juga perlu mendapatkan perhatian, untuk mencegah kondisi pra-diabetes berkembang menjadi diabetes pada orang-orang di seluruh Indonesia. Pelaksanaan beberapa strategi dapat diringkas dan disosialisasikan di Indonesia Diabetes Prevention Program (IDPP). Pelaksanaan IDPP dimulai dari tahap studi klinis, rekomendasi, sosialisasi, hingga evaluasi prestasi harus dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter, organisasi profesional dan pihak yang menarik, bersama dengan Pemerintah (Departemen Kesehatan RI). Diharapkan IDPP akan dapat menjadi strategi nasional yang tepat dan memadai, untuk mengurangi pandemi diabetes dan pra-diabetes di Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai