Anda di halaman 1dari 4

TATALAKSANA DEMAM (ANTIPIRETIK)

RIA MAYA SARI,0104001827,KEL-16 Tubuh kita memiliki hipotalamus anterior di otak yang bertugas mengatur agar suhu tubuh stabil (termostat) yaitu berkisar 37 +/- 1 derajat celsius. Pengukuran Suhu Suhu di daerah dubur (temperatur rektal) paling mendekati suhu tubuh sebenarnya (core body temperature) . Suhu di daerah mulut atau ketiak (aksila) sekitar 0,5 sampai 0,8 derajat lebih rendah dari suhu rektal, dengan catatan setelah pengukuran selama minimal 1 menit. Tidak dianjurkan mengukur suhu tubuh berdasarkan perabaan tangan (tanpa mempergunakan termometer), Efek Obat Pereda Demam (Antipiretik) Sebuah penelitian melaporkan relawan dewasa yang secara sukarela diinfeksi virus Rhinovirus dan diterapi dengan aspirin dosis terapetik (dosis yang lazim digunakan dalam pengobatan), lebih cenderung menjadi sakit dibandingkan yang mendapatkan plasebo. Hasil serupa (meski tidak signifikan), dilaporkan dengan penggunaan aspirin dan parasetamol. Lebih lanjut, penggunaan kedua obat ini, ditambah ibuprofen, meningkatkan penyumbatan di hidung (obstruksi nasal) dan menekan respon antibodi Penelitian-peneliti an lain belum menunjang temuan ini. Pada sebuah survei terhadap 147 anak dengan infeksi bakteri, tidak ada perbedaan lama rawat inap pada mereka yang diberi dua atau lebih obat antipiretik, dibandingkan yang menerima satu, atau sama sekali tidak diberi antipiretik. Sebuah penelitian randomized terhadap anak-anak demam yang diduga akibat virus, menunjukkan parasetamol tidak mengurangi lamanya demam dan tidak menghilangkan gejala-gejala yang terkait. Namun demikian, parasetamol membuat anak sedikit lebih aktif dan lebih bugar. TATA LAKSANA DEMAM C. ANTIPIRETIK 4 SALISILAT Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis. Kimia. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik, adalah ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Farmakodinamik. Salisilat khususnya asetosal obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesic, antipiretik, dan anti inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru melihatkan efek piretik sehingga ada keracunan berat terjadi demam. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 g/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gr/hari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh AINS yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi perbandingan penyakit artritis reumatoid. Farmakokinetik. Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat

dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Absorpsi pada pemberian secara rektal, lebih lambat dan tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas. Metil-salisilat juga diabsorpsi dengan cepat melalui kulit utuh, tetapi penyerapan di lambung lambat dan lama bertahan di lambung, oleh karena itu bila terjadi keracunan, bilas lambung masih berguna walaupun obat sudah ditelan lebih dari 4 jam. Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ka seluruh jaringan tubuh dan cairan transelular sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar uri. Kira-kira 80-90% salisilat plasma terikat pada albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, tetapi terutama di mikrosom dan mitokondria hati. safisilat diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu. Indikasi Antipiretik. Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 g per hari. Analgesik. Salisilat bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik misainya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia dan mialgia. Dosis sama seperti pada penggunaan untuk antipiretik. Sediaan. Aspirin (asam asetil salisilat) dan natrium salisilat merupakan sediaan yang paling banyak digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk dewasa. Metil-salisilat (minyak Wintergreen) hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk, digunakan sebagai keratolitik dengan dosis terantung dari penyakit yang akan diobati. SALISILAMID Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesik dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak ubah menjadi salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisimid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat glukuronidasi obat analgesik lain di hati misalnya Na salisilat dan asetaminofen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat tersebut. Salisilamid dijual bebas dalam bentuk obat tunggal atau kombinasi tetap. Dosis analgesik antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari, untuk anak 65 mg/kgBB/hari diberikan 6 kali/hari. PARA AMINO FENOL

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolik fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan Nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, perlu diperhatikan bahwa efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada. Farmakodinamik. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena Ku parasetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. Farmakokinetik. Parasetamol dan fenasetin diabsorpsi cepat dan sempuma melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 1 /2 jam dan mass paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol dan 30% fenasetin terikat protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oteh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Indikasi. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesik. Efek Samping. Reaksi alergi terhadap derivat para amino fenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemofitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjad met-Hb. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun teutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesik. Sedian. Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 mL. selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan

kombinasi tetap, dalam bentuk tablet atau cair. Dosis untuk dewasa 300mg 1g/ kali, maksimum 4 g/hr. untuk anak 6-12 tahun 150300 mg / kali, maksimum 1,2 g/hr. anak 1-6 tahun , 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun, 60 mg/kali.keduanya maksimum 6 kali/hr. PIRAZOLON DAN DERIVAT Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilon, oksifenbutazon, antipirin dan aminopirin. Dipiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan secara suntikan. Indikasi. Saat ini dipiron hanya digunakan sebagaI analgesik-antipiretik karena efek anti-inflamasi lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena lebih toksik daripada dipiron. Karena keamanan obat ini diragukan sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan analgesik-antipiretik yang lebih aman . Pada beberapa kasus penyakit Hodgkin dan periarteritis nodosa, dipiron merupakan obat yang dapat digunakan untuk meredakan demam yang sukar diatasi dengan obat lain. Dosis untuk dipiron ialah tiga kali 0,3-1 gram sehari. Dipiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500 mg/mL. KESIMPULAN Pandangan masyarakat akan demam terus berubah. Kini demam dianggap sebagai respon sehat terhadap penyakit dan dianggap wajar. Pengobatan secara agresif harus dibuktikan oleh bukti-bukti ilmiah. Sehingga terapi yang rasional adalah menenangkan pasien dan tenaga kesehatan, serta meyakinkan bahwa merekalah yang mengendalikan penyakit anaknya, bukan dikendalikan penyakit. Upaya menangani demamnya bukanlah prioritas utama. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi adakah infeksi bakteri (pneumonia, otitis media, faringitis streptokokus, meningitis, atau sepsis), dan kalau perlu merujuk ke RS untuk tindakan selanjutnya. Baik orangtua maupun tenaga kesehatan seharusnya tidak otomatis memberikan obat pereda demam pada semua anak demam. Tangani anaknya, bukan termometernya. Usaha meredakan demam lebih ditujukan mengatasi ketidaknyamanan anak (jika memang signifikan), dan biasanya diperoleh melalui pemberian parasetamol secara oral pada anak yang hanya mengalami demam tinggi saja. Hal ini akan menciptakan layanan kesehatan (dan keluarga) yang efisien semata-mata ditujukan bagi kebaikan anak, menekankan pada upaya mencari penyebab serta melalui usaha mengurangi polifarmasi yang tidak perlu, serta memprioritaskan pengobatan esensial saja. DAFTAR PUSTAKA 1. Kasper, et al. Harrisons principles of internal medicine.16th ed. USA: McGraw- Hill; 2005. 2. Setiawan B, Nainggolan L, Santoso WD, Chen K. Slide kuliah patogenesis demam. Jakarta: Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM; 2008 3. Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi edisi Kelima. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. halaman 234-239.

Anda mungkin juga menyukai