Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN I.1. HATI Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.

500 gr atau 2% berat badan orang dewasa. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang tidak terlihat dari luas.2 Sirosis hati ialah penyakit hati kronis yang tidak diketahui sebab-sebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. Istilah sirosis diberikan pertama kali oleh laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning oranye (yellow orange), karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.3 Sirosis hati dijumpai diseluruh negara termasuk indonesia. Kejadian sirosis hepatis untuk tiap negara berbeda-beda. Menurut SPELLBERG, SCHIFF, kejadian di Cina, Ceylon, dan India berkisar antara 4-7%, di Afrika Timur 6,7%, Chili 8,5% dan di Amerika Serikat ditemukan 2-4% dari hasil otopsi. Kejadian sirosis hati Yogyakarta menurut ARYONO : selama observasi 6 tahun (1969-1974) ditemukan 5,53% dari seluruh penderita yang dirawat dibagian penyakit dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta. Di RSUP Padang menurut Yulius dan Hanif selama tahun 1968-1972 ditemukan 39,3% penderita sirosis dari seluruh penderita penyakit hati.3 Sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi.4 KOMPLIKASI Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita Sirosis Hati antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas serta pengalaman penulis sendiri maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi Sirosis Hati dengan komplikasi Asites di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2010. I.2. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui prevalensi Sirosis Hati dengan komplikasi Asites di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2010. I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui prevalensi penderita Sirosis Hati dengan komplikasi Asites berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2010. I.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini dapat disebar luaskan di media massa tentang prevalensi Sirosis Hati dengan komplikasi Asites sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bagi Rumah Sakit tempat penulis melakukan penelitiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HATI

2.1.1

Hati ialah organ terbesar dalam badan kita, dengan berat 1.200-1.500 gram.

Pada orang dewasa 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi 1/18 dari berat bayi. Pada hati terdapat 2 lobus, yaitu lobus kiri dan lobus kanan. Lobus kiri dipisahkan dengan lobus kanan oleh ligamentum falsiformis. Pada bagian inferior terdapat fisura untuk ligamentum teres, dan pada bagian posterior terdapat fisura untuk ligamentum venosum. Hati mendapat aliran darah yang rangkap, yakni : Vena Porta membawa darah venous dari intestine dan dari limpa : Arteri Hepatika mendapat darah dari arteri soliaka yang memberi darah arteriel untuk hati. Pembuluh darah tersebut masuk ke hati

melalui porta hepatis, yang kemudian dalam porta tersebut Vena Porta dan Arteri Hepatika bercabang menjadi 2 yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan.3

2.1.2 SIRKULASI Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan di alirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.2

2.1.3

FUNGSI DARI HATI Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar, juga mempunyai

fungsi yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat di lihat sebagai organ keseluruhannya di antaranya ialah : a. Membentuk dan mengekskresi empedu; saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan. b. Metabolisme lemak; penimbunan vitamin, basi, dan tembaga. c. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya. d. Mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar. e. Sebagai alat saringan (filter). Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestin akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.2,3

2.2.

SIROSIS HATI

2.2.1. Sirosis hati adalah entitas patologi yang berkaitan dengan suatu spektrum manifestasi klinis yang khas. Sirosis hati yang ditandai dengan adanya scar dan merupakan penyakit kronis yang telah menyebabkan dekstrusi difus dan generasi fibrosis dari sel hati. Istilah sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange. Karena terjadinya perubahan pada nodulnodul hati yang terbentuk. Menurut SHERLOCK ; secara anatomis sirosis hati ialah trjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, dan terjadinya fibrosis tidak hanya pada satu lobulus saja. Menurut GALL ; sirosis ialah penyakit hati kronis, dimana terjadi kerusakan sel hati yang terus menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrosis parenkim atau timbulnya inflamasi.5,3 2.2.2. EPIDEMIOLOGI Sirosis hati meningkat sejak perang dunia II, sehingga sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol. Peningkatan ini disebabkan oleh insidensi hepatis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna adalah karena asupan alkohol yang sangat menigkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya penyebab terpentingnya sirosis. Sirosis akibat alkohol merupkan penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian.2 2.2.3. ETIOLOGI Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam tabel. Di negara barat yang yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebasar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebab tidak diketahui dan termasuk virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.1 Tabel 1. Sebab-sebab sirosis dan/atau penyakit hati kronik.1 Penyakit infeksi Bruselosis Ekinokokus Skistosomiasis Toksoplasmosis Hepatitis virus (B, C, D, sitomegalovirus) Penyakit keturunan dan metabolik Defisiensi 1-antitripsin

Sindrom fanconi Galaktosemia Penyakit gaucher Penyakit simpanan glikogen Hemokromatosis Intoleransi fluktosa herediter Penyakit wilson Obat dan toksin Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkaholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer Penyebab lain atau tidak terbukti Penyakit usus inflamasi kronik Fibrosis kistik Pintas jejunoileal Sarkoidosis 2.2.4. PATOFISIOLOGI Faktor penyebab terjadinya sirosis, terutama adalah konsumsi alkohol, defisiensi gizi (asupan protein yang kurang), terpapar zat kimia seprti karbon tetraklorida, naftalen, terklorinisasi, arsen, fosfor, infeksi skistosomiasis yang menular. Insidensi tertinggi pada pria dengan usia antara 40-60 tahun. Sirosis Laennec merupakan sirosis hati yang ditandai dengan episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang berulang-ulang sepanjang perjalanan penyakit. Sel-sel hati yang hancur secara berangsur-angsur menjadi jaringan parut, yang jumlahnya melebihi jaringan hati yang masih berfungsi secara normal. 5 2.2.5. KLASIFIKASI Secara konvensional sirosis hati diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu : makronodular (besar nodul lebih dari 3mm) termasuk dalam klasifikasi ini ialah : postnekrotik, ireguler, postkolaps. Biasanya septa lebar dan tebal. Nodul besarnya macam-macam, beberapa diantaranya kemungkinan mempunyai diameter 2 inci dan mungkin mengandung beberapa asini.

mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm) pada golongan ini termasuk bentuk : ireguler, septal, uniform monolobuler, nutrisional dan Laennec. Gambaran mikroskopis terlihat septa yang tipis. campuran mikro dan makronodular seringkali sirosis hati yang ditemukan termasuk golongan ini. sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1. Alkaholik 2. Kriptogenik dan post hepatis pasca nekrotis 3. Biliaris 4. Kardiak 5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat.1,3

2.2.6. MANIFESTASI KLINIS Gejala awal sirosis hati (kompensata) meliputi : Perasaan mudah lelah dan lemas Selera makan berkurang Perasaan perut kembung Mual Berat badan menurun Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata) gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi meliputi : Hilangnya rambut badan Gangguan tidur Dan demam tak begitu tinggi Adanya gangguan pembekuan darah Perdarahan gusi Epistaksis Gangguan siklus haid Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat

Muntah darah/hemtemesis, berak darah/melena Perubahan mental Mudah lupa Sukar konsentrasi Bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan klinis Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekaisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbunemia. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kotraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, juga ditemukan hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menepouse. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menojol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Spelenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkaholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus pada kuliit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.1

2.2.7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Urine Dalam urine terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g).

Tinja Mungkin terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.

Darah Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena spelenomegali.

Tes faal hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati. Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum albumin kurang dari 3,0 gr% sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase lebih dari 40 U/L sebanyak 60,10%. Menurunnya kadar albumin tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%. Penderita sirosis yang disertai gangguan metabolisme bilirubin atau adanya ikterus umumnya mempunyai prognose yag tidak baik, dan sirosisnya masih berkembang terus.3

2.2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG Biopsi hati untuk mendeteksi destruksi dan fibrosis jaringan hati.

Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati. CT scan menentukan ukuran hepar dan nodus permukaan yang tidak teratur. Esofagopati untuk menentukan menentukan adanya varises esofagus. Parasentesis untuk menentukan cairan asites (mengetahui sel, protein, dan jumlah bakteri). Perbedaan PTC ekstrahepatik akibat ikterus dari obstruksi intrahepatik. Laparaskopi, selama biopsi hati, untuk melihat langsung hepar. Pada disfungsi hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun sementara kadar globulin serum meningkat. Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan hati, yaitu kadar alkali fosfatase, AST (SGOT), serta (ALT(SGPT) meningkat dan kadar kolinesterase serum dapat menurun.

MRI dan pemindai (scanning) radioisotop hati memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatik serta obstruksi aliran tersebut.

Analisa gas darah (AGD) arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan perfusi-ventilasi daan hipoksia pada sirosis hepatis.5

2.2.9. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien Sirosis Hati antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu Asites (penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritonium).1

2.2.10. PENATALAKSANAAN PADA SIROSIS HATI Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.

Pemberian asetaminofen, kolkisisin bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulangi sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkaholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata banyak juga yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis.

Pengobatan sirosis dekompensata : Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam di kombinasikan dengan obat-obat diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Enselopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB/hari.

Varises esofagus; sebeum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut dapat diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sepatoksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.1

2.3.

KOMPLIKASI SIROSIS HATI DENGAN ASITES

2.3.1. Asites adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritonium. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi penimbunan paling sedikit 500 Ml, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan menyebabkan distensi masif abdomen. Cairan yang biasanya berupa cairan serosa dengan protein 3 g/Dl (terutama albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi serupa, misalnya glukosa natrium, dan kalium seperti dalam darah. Cairan ini sedikit mengandung sel mesotel dan leukosit mononukleus.4 Pada dasarnya penimbunan cairan dirongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme sasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan dirongga peritonium yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit.1

2.3.2. MEKANISME Pertukaran cairan antara darah dan cairan interstinal di kontrol oleh keseimbangan antara tekanan darah kapiler yang mendorong cairan masuk kedalam jaringan interstinal dan tekanan osmotik dari plasma protein yang menarik cairan tetap tinggal dalam kapiler.3

2.3.3. ETIOLOGI

Asites cenderung terjadi pada penyakit menahun (kronis), paling sering terjadi pada sirosis, terutama yang disebabkan oleh alkoholisme. Asites juga dapat terjadi pada penyakit non-hati seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal, dan tuberkulosis. Pada pasien dengan penyakit hati, cairan merembes dari permukaan hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hipertensi portal, menurunnya kemampuan pembuluh darah untuk menahan cairan akibat adanya hipoalbuminemia, tertahannya cairan oleh ginjal, dan perubahan dalam berbagai hormon dan bahan kimia yang mengatur cairan tubuh.5

2.3.4. PATOFISIOLOGI Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites. Menurut teori underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi dan hipoalbuminemia. Menurut teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal.1

2.3.5. MANIFESTASI KLINIS

2.3.6. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik harus dipusatkan pada tanda hipertensi portal dan penyakit hati kronis. 1. Diduga penyakit hati jika ditemukan adanya ikterus, kemerahan pada telapak tangan, dan spiderangioma. 2. Hati mungkin sulit diraba jika terdapat cairan asites, tetapi kadang-kadang hati dapat teraba. 3. Peningkatan tekanan vena jugularis mengindikasikan adanya asites kardiak. 4. Nodus pada sisi kiri supraklavikula (virchows node) mengindikasikan adanya malignansi pada abdominal bagian atas.5

2.3.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pada pemeriksaan perkusi abdomen akan terdengar suara tumpul (teredam).

2. USG digunakan untuk mengetahui adanya asites dan menemukan penyebabnya. 3. Parasentesis diagnostik dilakukan untuk memperoleh contoh cairan yang selanjutnya akan diperiksa di laboratorium.5

2.3.8. PENATALAKSANAAN Tirah baring. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta. Diet. diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Diuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang di anjurkan antara 100-600 mg/hari.1

2.4.

PROGNOSIS Menurut SHERLOCK berpendapat bahwa sirosis hati bukan tergolong suatu

penyakit progresif, dan dengan terapi yang adekuat akan terjadi perbaikan, misalnya pada sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi fortal dengan pengobatan adekuat dapat menjadi tanpa kegagalan faal dan hipertensi fortal. Menurut READ, STEIGMAN berpendapat bahwa sekali terdapat sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi fortal prognosa biasanya jelek. Prognosis sirosis sangat berpariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait lain yang menyertai. 3,1

Anda mungkin juga menyukai