Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan tekanan sistolik dan atau tekanan diastolik. Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on Prevention, Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi diklasifikan sebagai berikut1: Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi Kategori Normal Pre-Hipertensi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2 Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 160 Diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 100

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079 Sedangkan hipertensi adalah menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi, batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Hipertensi sampai saat ini merupakan masalah penting dalam dunia kesehatan karena prevalensinya yang tinggi dan komplikasi jangka panjang yang diakibatkannya2. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Budi Darmojo menyatakan bahwa 1,8 28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi, dan umumnya prevalensi hipertensi berkisar sekitar antara 8,610% dengan kecenderungan masyarakat perkotaanlah yang lebih beresiko menderita hipertensi bila dibanding pedesaan yang mayoritas adalah wanita3. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan berbagai macam komplikasi sehingga dapat terjadi kerusakan pada target organ seperti pada otak, mata, jantung,

ginjal, dan pembuluh darah lainnya yang dapat mengancam jiwa penderita, maka keadaan ini dikenal sebagai kegawat daruratan hipertensi atau hipertensi krisis4. Hipertensi krisis ialah keadaan klinik membahayakan karena peningkatnya tekanan darah secara tiba-tiba dimana tekanan diastolik mencapai 130 mmHg atau lebih yang disertai gengguan atau kerusakan pada target organ menurut tingkat kegawatannya dan untuk kepentingan tindakan, hipertensi krisis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran disebut hipertensi urgensi. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi emergensi3,4. Ensefalopati merupakan istilah umum yang menggambarkan disfungsi otak. Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, gangguan metabolik, dan penyakit sistem organ lainnya salah satunya adalah yang disebabkan oleh hipertensi dan dikenal dengan istilah hipertensi ensefalopati1. Hipertensi ensefalopati pertama kali diperkenalkan oleh Oppenheimer dan Fishberg dimana istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan ensefalopati dalam hubungannya dengan hipertensi oleh karena kenaikan tekanan darah yang menyebabkan hipertensi vaskulopati dan edema intraserebral. Dalam hal ini otak adalah organ sasaran yang terkena. Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang tinggi. Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak ditangani dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi otak1,5,6,7.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Hipertensi Ensefalopati adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh

kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. Dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri ratarata mencapai 200 atau 225 mmHg5.

2.2.

Epidemiologi Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan riwayat

hipertensi esensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk menderita hipertensi ensefalopati6.

2.3.

Etiologi Hipertensi ensefalopati dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain

penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut, pheokromositoma, sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Hipertensi ensefalopati lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama5,6.

2.4.

Patofisiologi Pada regulasi normal, CBF (Cerebral Blood Flow) adalah 50-60ml/100 gram jaringan

otak/menit, jadi jika diakumulasikan maka total aliran darah ke otak adalah 700-840ml/menit dengan berat total otak antara 1200-1400 gram. Secara keseluruhan maka volume otak, volume 4

darah, dan volume likuor harus dalam keadaan keseimbangan yang tetap dinamakan dengan hukum Monroe-Kellie11. Dalam hal ini yang berperan ada dua faktor utama, yaitu faktor ekstrinsik, dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang bersala dari suplai darah itu sendiri meliputi tekanan darah sistemik, kemampuan jantung (curah jantung), kualitas pembuluh darah kortikovertebral, dan kualitas dari darah. Sedangkan faktor intrinsik yang berpengaruh dari dalam sirkulasi otak itu sendiri, meliputi sistem autoregulasi arteri serebral, serta faktor biokimia yang bersifat regional di jaringan otak yang berlangsung dalam hitungan detik11. Ada dua teori yang dapat menjelaskan mengenai terjadinya hipertensi ensefalopati ini, teori pertama berupa reaksi autoregulasi pembuluh darah otak yang berlebihan, sedangkan teori yang kedua adalah mengenai kegagalan dari reaksi autoregulasi tersebut. Keduanya sama-sama dapat menyebabkan hipertensi ensefalopati5. Namun pada dasarnya adalah secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati)8. Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu tekanan darah sistemik, karbon dioksida, dan kadar ion H+. Hal tersebut inilah yang akan berpengaruh pada sistem aturegulasi di opembuluh darah orak terutama arteriol guna menjaga keseimbangan tekan perfusi didalamnya.

Bila tekanan arteri rata-rata rendah, maka arteriol serebral akan mengalami vasodolatasi agar aliran darah yang menuju ke otak adekuat, namun jika tekanan arteri rata-rata tinggi maka aretriol akan mengalami vasokonstriksi sehingga aliran darah yang masuk ke otak menjadi tetap. Mekanisme ini juga tidak selalu dapat mengatur aliran darah otak. Bila tekanan aretri rata-rata menjadi sangat rendah, perfusi darah ke otak menjadi tidak adekuat. Sedangkan bila tekan arteri rata-rata menjadi diatas 150 mmHg, maka akan terjadi peningkatan aliran darah otak yang secara pasif sebanding dengan peningkatan tekanan darak sistemik12.

2.4.1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulation theory of hypertensive encephalopathy) Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak yang secara tidak langsung akan menimbulkan iskemik. Vasokontriksi arteri di otak lebih ringan dibanding perifer, tetapi ini justru dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di otak sehingga akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga dapat timbul edema otak5.

Bagan 2.1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi Autoregulasi yang Berlebihan Blood pressure

Intense reflex cerebral vasoconstriction (Exaggerated autoregulation) Cerebral blood flow

Focal/Global cerebral ischemia - Transient focal deficits - Focal seizure

Vessel wall ischemia Arteriolar and capillary Damage ec capillary pressure

Localized cerebral edema

Petechial hemorrhages

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 175

2.4.2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive encephalopathy) Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak menyebabkan kegagalan autoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental, tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak 5.

Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan Autoregulasi

Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

Endothelial permeability

- Hyperperfusion - capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy (headache, nausea, vomiting, altered mental status, convulsion) Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Dari patofisiologi terjadinya hipertensi ensefalopati inilah ditemukan bahwa edema serebri ialah hal yang mendasari timbulnya gejala klinik hipertensi ensefalopati disertai beberapa manifestasi klinik lain yang mungkin berbeda dan dapat timbul mendadak ataupun perlahan4.

2.5.

Manifestasi klinis Hipertensi ensefalopati merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan dengan

ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang 8

bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke. Mikroinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi hipertensi atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal 4,9. Pemeriksaan Fisik6,9 Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada pengukuran tekanan darah yang akurat dan bukti/tanda adanya kerusakan target organ, khususnya pemeriksaan funduskopi dan pemeriksaan neurologik. Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan hipertensi krisis dapat dilihat tabel 2. Tabel 2. Hasil pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan hipertensi krisis. Sistem Keadaan umum Vital sign Hasil pemeriksaan Ansietas, gelisah Tekanan darah 180/120 (pada pengukuran pada kedua lengan) Keterangan/signifikasi Hipertensi ensefalopati atau kecemasan (ansietas) Tekanan darah yang sangat tinggi tanpa tanda hipertensi krisis seperti tidak ada kerusakan target organ dan papiledem Papile tidak selalu dapat dijumpai Bukti adanya dekompensasai ventrikel kiri Bukti penyakit arteri karotis atau penyakit arterosklerosis pembuluh perifer, hati-hati terjadi penurunan tekanan darah dengan cepat. Bedakan hipertensi ensefalopati dengan keadaan gawat darurat neurologis karena sebab lain.

2.6.

Mata Jantung/dada Pembuluh darah perifer

Perdarahan dan eksudat pada fundus, papil edema Rale-S3-S4 Arterial Bruits, Nadi berkurang

Neurologik

Tanda-tanda kelainan fokal

2.7.

Pemeriksaan Penunjang6,9 Untuk keadaan emergensi (dilakukan pada semua pasien) yang digunakan untuk

menyingkirkan komplikasi lain yang mungkin timbul yang disebabkan oleh hipertensi. 1. Darah : Ureum, kreatinin, elektrolit, kadar glukosa, hematokrit . 2. Urin : Urinalisis dan kultur urin. 3. EKG. 4. Foto thoraks PA. Pemeriksaan lanjutan (berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya dan gejala klinis). Untuk ensefalopati hipertensi, dapat dilakukan Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan otak9.

2.8

Diagnosis Dalam menegakkan diagnosis hipertensi ensefalopati, maka pada pasien dengan

peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin). Terakhir adalah pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan6,9. 2.9 Diagnosis Banding8 Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain: a. b. c. d. e. Stroke iskemik atau hemoragik Stroke trombotik akut Perdarahan intracranial Encephalitis Hipertensi intracranial 10

f. g.

Lesi massa SSP Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang memiliki gejala serupa

Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas 7. Penatalaksanaan4 1. Dasar pengobatan Seperti keadaan klinik yang gawat lainnya, penderita hipertensi krisis sebaiknya dirawat di ruang intensif. Pengobatan hipertensi ensefalopati dapat dibagi : a. Penurunan tekanan darah Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tetapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan perlu ditinjau kasus demi kasus. Terutama untuk penderita tua, tekanan daarah perlu dipertahankan pada tingkat yang tinggi. Juga penderita dengan hipertensi kronik yang disertai insufisiensi serebral, tekanan darah tidak boleh terlalu rendah sebagai pegangan, tekanan darah dapat diturunkan mencapai tekanan darah sebelum terjadi krisis10. b. Pengobatan target organ Walaupun penurunan tekanan darah yang tepat dapat memperbaiki fungsi target organ pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu4. 2. Obat anti hipertensi Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan monitoring secara tetap 11

2.10

dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan8. Untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi krisis diperlukan obat-obat hipertensi khusus yaitu obat-obat yang mempunyai sifat : bekerja cepat, efektif, aman dengan sedikit efek samping. Obat-obat yang dapat digunakan untuk hipertensi ensefalopati harus dirawat di rumah sakit dan harus diberikan 4,10: a.1. Furosemide 40 mg iv a.2. Obat anti hipertensi parenteral dapat berupa : sodium nitroprusid, diazoxid, trimetophan, labetolol, nitrogliserin, hidralazin (obat parenteral) Tabel 4. Obat parenteral yang dapat digunakan pada hipertensi krisis Obat Vasodilator : Sodium nitroprusid Nitrogliserin Diazoxid Hidralazin Adrenergic inhibitor Trimetaphan 10-20 mg IV Labetolol 10-50 mg IM 20 30 0,5-5 mg/menit melalui infus 20-80 mg IV bolus, tiap 10 menit dan Durasi : 3 8 jam 15 Durasi : 3 10 10 20 Parese usus dan kandung kemih, hipotensi ortostatik, penghilatan kabur, mulut kering Bronkokontriksi, AVblock, hipotensi ortostatik Dosis 0,5-10 mcg/kgBB/mnt melalui infus 5-100 mcg/min 25 melalui infus 50-150 mg, IV bolus, diulang, atau 15-30 mg/min infus Durasi : 3 5 menit 2-4 Durasi : 6 12 jam Methemoglobinemia Nyeri kepala, muntah, takikardi, Methemoglobinemia Hipotensi, takikardi, Takikardi, nyeri kepala, muntah, nyeri dada Efek (min) Segera Durasi : 1 2 menit awal Efek samping Mual, muntah, intoksikasi thiosianat, Berkeringat,

12

2 mg/menit melalui infuse

jam 5 10 Durasi : 3 6 jam

2.11 Prognosis Pada penderita hipertensi ensefalopati, jika tekanan darah tidak segera diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa5.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009: 1079. 2. Kaplan, N.M. Clinical Hypertension, 6th en. William & Wilkins, Boltimore, Maryland, USA, 1994; 90-281. 3. Sidabutar R.D, Wiguna P. Hipertensi Esensial, dalam Soeparman dan Waspadji S, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1990; 205-223. 4. Pranatu, S. Krisis Hipertensi, Cermin Dunia Kedokteran, 1991; 48-50-67. 5. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular .Cermin Dunia Kedokteran, No. 157, 2007: 173-79. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_157_Neurologi.pdf 6. Bonovich, David C. Chapter 9 Hypertension and Hypertensive Encephalopathy Available from:

http://neurologiauruguay.org/home/images/hypertension%20and%20hypertensive%20e ncephalopathy.pdf 7. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital Library. 2004: 1-8. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologiabdul%20majid.pdf 8. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and Reality. Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177. Available from:

http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Neuro_Nr3_2007_Art-02.pdf 9. Anonim. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and Brown R.ed. .Adam and Victors Principle of Neurology 8th Edition. Newyork: Division. 2005: 728-30 Mc Graw Hill Medical Publishing

14

10. Idris Idham, Manoefris K. Krisis Hipertensi, Buku Ajar Cardiologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996; 98-99. 11. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008 : 274-279 12. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf Ed. IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2010: 156160

15

Anda mungkin juga menyukai