Anda di halaman 1dari 9

Mengapa Corak Kulit Tiger dan Leopard Berbeda?

Miftachul Hadi1,2 , Ika Nurlaila2


1

Applied Mathematics for Biophysics Group

Physics Research Centre, Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Kompleks Puspiptek, Serpong, Tangerang 15314, Banten, Indonesia
1

E-mail: itpm.indonesia@gmail.com

1,2

Bima Sakti School

School of Science, Math and Art Kb. Kopi No.35, Pengasinan, Gn. Sindur, Bogor 16340, Indonesia
2

E-mail: queen.bionicwoman@gmail.com

Abstract Dibahas secara sangat ringkas Teori Murray, sistem difusi-reaksi, morfogenesis serta pembentukan pola kulit binatang.

Teori Murray

James D. Murray, penulis buku terkenal: Mathematical Biology, Profesor Emeritus, University of Washington dan Oxford University, menyarankan bahwa mekanisme tung

Publikasi di http://blog.sivitas.lipi.go.id/mift001, 2008.

2 SISTEM DIFUSI-REAKSI DAN MORFOGENESIS


gal dapat bertanggung jawab untuk membangkitkan seluruh pola umum yang teramati. Mekanisme ini berdasarkan sistem difusi-reaksi prapola morfogen, dan diferensiasi berikut dari sel untuk menghasilkan melanin dengan sederhana mereeksikan pola ruang konsentrasi morfogen. Melanin adalah zat warna (pigmen) yang mengakibatkan kulit, mata, rambut manusia dan mamalia lain menjadi berwarna. Morfogen adalah sembarang zat kimia dalam jaringan embrio yang mempengaruhi pergerakan dan organisasi sel selama morfogenesis dengan membentuk gradien konsentrasi. Perkembangan pola warna kulit mamalia terjadi menuju akhir embriogenesis, namun ia mereeksikan prapola yang mendasari. (Untuk zebra, prapola terbentuk sekitar 21-35 hari, dan keseluruhan periode kehamilan sekitar 360 hari.) Untuk menciptakan pola warna, sel yang ditentukan secara genetik tertentu, disebut melanoblast, bermigrasi pada permukaan embrio dan menjadi pigmen sel khusus, disebut melanocyte. Warna rambut berasal dari melanocyte yang membangkitkan melanin, dalam folikel rambut, yang kemudian lewat menuju rambut. Dari eksperimen, pada umumnya disepakati bahwa melanocyte menghasilkan melanin gayut pada keberadaan zat kimia, yang tidak kita ketahui.

Sistem Difusi-Reaksi dan Morfogenesis

Akhir-akhir ini, sistem difusi-reaksi telah menarik banyak perhatian sebagai model prototipe pembentukan pola. Pola yang disebutkan di atas (medan, pilinan, target, sudut enam, belang dan soliton disipatif) dapat ditemukan dalam berbagai jenis sistem difusireaksi. Proses difusi-reaksi adalah basis penting untuk proses terkait morfogenesis di dalam biologi dan bahkan mungkin terhubungkan dengan pigmen kulit dan mantel (coat) binatang. Alasan yang lain untuk meminati sistem reaksi difusi adalah bahwa meskipun sistem difusi-reaksi mewakili persamaan diferensial parsial nonlinier, terdapat seringkali

3 MORFOGENESIS
kemungkinan untuk perlakuan analitik.

Morfogenesis

Morfogenesis (dari Bahasa Yunani, morphe bermakna bentuk dan genesis, asal-usul), (secara literal, awal bentuk), adalah salah satu dari tiga aspek fundamental biologi perkembangan. Morfogenesis berhubungan dengan bentuk jaringan, organ dan keseluruhan organisme dan posisi dari berbagai tipe sel spesik. Pertumbuhan dan diferensiasi sel dapat terjadi dalam kultur sel atau di dalam massa sel tumor. Istilah morfogenesis dapat juga digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan bentuk kehidupan uniseluler yang tak memiliki tahapan embrio dalam siklus kehidupan, atau untuk merujuk ke evolusi struktur tubuh dalam grup taksonomi. Respon morfogenetik dapat diinduksi dalam organisme oleh hormon, kimia lingkungan mulai dari substansi yang dihasilkan oleh organisme lain hingga kimia toksik atau radionukleotida isotop radioaktif yang dikeluarkan sebagai polutan, dan tanaman lain, atau dengan stres mekanis yang diinduksi oleh pola ruang sel.

Pembentukan Pola Kulit Binatang

Mengapa kulit tipe tertentu binatang semisal leopard berpola bintik-bintik, sedangkan kulit binatang lain semisal tiger, zebra berpola loreng? Mengapa pola bintik-bintik jerapah berbeda dan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan leopard? Mengapa binatang tertentu, semisal tikus dan gajah tak memiliki corak? Mengapa beberapa binatang, semisal cheetah, jaguar, leopard memiliki tubuh berbintik-bintik dan ekor loreng, namun tak ada binatang dengan tubuh loreng dan ekor berbintik-bintik [2]? Pendekatan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dimodelkan secara matematis. Model dalam pertanyaan menndeskripsikan cara dimana dua produk kimia yang berbeda bereaksi dan dijalarkan pada kulit: satu mewarnai kulit, dan yang lain tidak mewarnai kulit; atau lebih tepatnya, satu merangsang produksi melanin (warna

4 PEMBENTUKAN POLA KULIT BINATANG


kulit) dan yang lain mencegah produksi melanin [2]. Apa yang luar biasa adalah persamaan menunjukkan bahwa pola berbeda kulit binatang bergantung pada ukuran dan bentuk daerah dimana mereka tumbuh. Jika dinyatakan dengan cara lain, persamaan dasar yang sama menjelaskan seluruh pola. Namun, mengapa tiger dan leopard memiliki pola kulit berbeda padahal tubuh mereka mirip? Hal ini disebabkan oleh pembentukan pola kulit tidak dihasilkan pada waktu yang sama selama pertumbuhan embrio. Untuk kasus tiger, pembentukan pola kulit dihasilkan pada tahap embrio masih kecil dan untuk kasus leopard, pembentukan pola kulit dihasilkan pada tahap embrio leopard lebih besar dibandingkan dengan embrio tiger [2]. Lebih tepatnya, persamaan menunjukkan bahwa tak ada pola yang terbentuk jika embrio sangat kecil, yang mana pola loreng terbentuk jika embrio adalah sedikit lebih besar, pola bintik-bintik terbentuk jika embrio lebih besar, dan tak ada pola sama sekali jika embrio begitu besar. Hal ini menjelaskan alasan bahwa tikus dan gajah tak memiliki pola kulit. Lebih jauh, sebagaimana permukaan dapat dibandingkan, bentuk permukaan menyebabkan perbedaan. Jika kita tinjau permukaan tertentu yang cukup besar agar memperkenankan pembentukan pola bintik-bintik, dan jika kita tinjau permukaan yang panjang, berbentuk silinder (seperti ekor) tanpa perubahan luas total, maka pola bintikbintik ditransformasi menjadi pola loreng. Dalam cara ini, sistem unik persamaan diferensial nampaknya berpengaruh atas seluruh pola kulit yang kita temui di alam. Tipe persamaan yang sama juga menjelaskan pola sayap kupu-kupu sebagaimana pola warna tertentu sisik ikan yang eksotik. Meskipun proses difusi kimia, yakni mekanisme difusi-reaksi, belum secara langsung teramati pada kulit binatang, bukti tak langsung tertentu nampak menguatkan keberadaan mekanisme difusi-reaksi yang efeknya teramati pada kulit binatang. Sejarah perkembangan topik ini sungguh luar biasa! Ia bermula pada awal tahun 1950-an dengan dua uraian yang terpisah. Pada satu sisi, landasan pekerjaan teoritik oleh matematikawan Inggris Alan M. Turing pada morfogenesis. Pada sisi lain, secara independen, terdapat pekerjaan eksperimen yang sangat penting dari biosikawan Rusia Boris Belousov. Banyak dari pekerjaan ini yang tidak dipublikasikan dan tidak dikenal

5 PERSAMAAN DIFUSI-REAKSI DAN POLA KULIT BINATANG


selama waktu bertahun-tahun. Oleh karena itu, teori difusi-reaksi tak aktif hingga sekitar tahun 1968 ketika sejumlah uraian datang bersamaan. Biokimiawan Rusia Anatoly Zhabotinsky menyempurnakan pekerjaan eksperimen Belousov dan ilmuwan Barat mempelajari darinya pada simposium di Prague 1968. Secara serentak, kimiawan Rusia Ilya Prigogine dan Rene Lefevre mengikuti pekerjaan Turing, memformulasikan dan menganalisis model untuk reaksi kimia terorganisasi-diri, cocok dengan pekerjaan awal Prigogine. Pekerjaan awal ini menunjukkan bahwa penciptaan spontan dari keteraturan tak dilarang oleh Hukum Kedua Termodinamika, dan berikutnya mengantarkan Hadiah Nobel Kimia tahun 1977 untuk Prigogine [2].

Persamaan Difusi-Reaksi dan Pola Kulit Bi-

natang
Sejak lama manusia memiliki ketertarikan dengan pola kulit binatang. Alan Turing adalah yang pertama memberikan penjelasan bagaimana pola kulit binatang seperti leopard, jaguar dan zebra ditentukan [3]. Alan M. Turing (1912-1954), salah satu ilmuwan besar abad 20, perancang mesin Turing (komputer teoritik) pada tahun 1930-an, penggagas teori nonlinier pertumbuhan biologi [4]. Turing menyatakan bahwa pola dapat muncul sebagai hasil ketakstabilan difusi dari zat kimia morfogen dalam kulit binatang selama tahap perkembangan embrio [3]. Turing menyarankan bahwa, dalam kondisi tertentu, zat kimia morfogen dapat bereaksi dan berdifusi dalam suatu cara untuk menghasilkan keadaan kesetimbangan nonkonstan, yang mewakili pola ruang (pattern formation) konsentrasi morfogen [6]. Sistem difusi reaksi menunjukkan ketakstabilan difusi atau ketakstabilan Turing jika keadaan tetap homogen adalah stabil terhadap gangguan ruang yang kecil dalam ketiadaan difusi, namun menjadi tak stabil terhadap gangguan ruang yang kecil ketika terdapat difusi. Mekanisme yang mendorong ketakstabilan inhomogenitas ruang adalah difusi: kombinasi reaksi dan difusi menentukan pola ruang [7].

5 PERSAMAAN DIFUSI-REAKSI DAN POLA KULIT BINATANG


Misalkan C adalah vektor konsentrasi morfogen. Persamaan vektor memberi dinamika ruang dan waktu konsentrasi morfogen [3] C = F (C) + D2 C t dimana F (C) adalah fungsi vektor nonlinier dan D adalah matriks diagonal. Persamaan dapat dimasukkan ke dalam bentuk sedemikian sehingga matriks diagonal D memiliki bentuk D = diag(1, d). Jadi d mewakili besar relatif koesien difusi dari satu morfogen dibanding yang lain. (1)

Prinsip Turing: Turing mengatakan, efek bahwa jika D = 0 dan C menuju solusi keadaan tetap (steady state solution) dari F (C ) = 0, maka dalam beberapa keadaan seperti ini pengenalan D tak nol dapat menciptakan variasi ruang yang menghasilkan pola. Untuk problema secara layak diformulasikan mesti terdapat kondisi awal dan kondisi batas spesik. Misalkan B menjadi daerah asal (domain) problema dan B menjadi batas domain. Maka kondisi batas dan kondisi awal adalah n.C = 0 pada B C(r, 0) = G(r). (2) (3)

Misalkan C menjadi solusi terhadap F (C) = 0 adalah solusi yang serbasama terhadap ruang dan jadinya 2 C = 0. Sekarang tinjau linierisasi persamaan sekitar (about) titik C . Jadi, C = F (C) + D2 C t C = F (C ) + D2 C t c = Ac + D2 c t

(4)

dimana c = C C dan A = F/C, dimana adalah parameter skala nondimensional yang sebanding dengan kuadrat dimensi linier dari sistem satu dimensi dan area sistem dua dimensi. Keberadaan dan hubungannya terhadap skala sistem memerlukan analisis lebih lanjut.

5 PERSAMAAN DIFUSI-REAKSI DAN POLA KULIT BINATANG


Ketiadaan variasi ruang dalam c, perilaku sistem untuk |c| kecil adalah sama sebagaimana solusi terhadap sistem z = Az. t Sistem ini stabil jika seluruh akar persamaan determinan det[I A] = 0 (6) (5)

memiliki bagian riil negatip. Secara umum, perkalian dari seluruh akar persamaan ini ketika A adalah n n sama dengan 2 det[A] dan jumlah akar sama dengan tr(A). Untuk sistem dua komponen, persamaan nilai eigen adalah 2 tr(A) + 2 det(A) = 0. (7)

Kondisi bahwa bagian riil dari kedua akar menjadi negatip adalah det(A) menjadi positip dan tr(A) negatip. Kondisi ini ekivalen terhadap kedua akar yang memiliki tanda sama dan jumlah akar adalah negatip. Sekarang mari kita kembali ke persamaan yanmg mencangkup variasi ruang dan meninjau pemisahan variabel, yakni c(r, t) = W (r)T (t) dimana W (r) adalah fungsi bernilai skalar dan T (t) adalah fungsi vektor. Jadi, W (r) T = W (r)AT (t) + 2 W (r)DT (t). t (8)

Untukl proses lebih lanjut, adalah perlu membatasi W menuju fungsi yang mana solusi menuju problema nilai batas: 2 W (r) = k 2 W (r) r.W = 0 untuk r pada B. Sekarang sistem persamaan adalah W (r) T AT + k 2 DT = 0 t (10)

(9)

Untuk solusi T (t) menjadi bentuk exp(t)T , kita harus memiliki W (r)[I A + k 2 D]T = 0 (11)

6 POLA ALAMI DAN SIMULASI


dan jadinya det[I A + k 2 D] = 0 (12)

adalah nilai eigen matriks M = A k 2 D. Untuk ketakstabilan ruang, salah satu nilai eigen untuk beberapa nilai k 2 harus memiliki bagian riil positip. Untuk k 2 = 0 tak satu pun dari nilai eigen memiliki bagian riil. Untuk sistem dua komponen, persamaan yang dipenuhi oleh nilai eigen adalah 2 tr(M ) + det(M ) = 0 (13)

Agar supaya salah satu solusi dari persamaan kuadratik memiliki bagian riil positip untuk beberapa nilai k, adalah perlu bahwa keduanya koesien adalah negatip suku konstanta adalah negatip. Karena tr(M ) = tr(A) + k 2 tr(D) dan tr(A) diasumsikan menjadi negatip untuk stabilitas keadaan tetap, tak ada cara bahwa koesien dari , tr(M ), dapat menjadi negatip. Oleh karena itu, satu-satunya cara bahwa pada paling sedikit satu akar dapat memiliki nilai riil positip adalah bahwa det(M ) menjadi negatip untuk beberapa nilai k2 . Grak menunjukkan kasus bahwa det(M ) adalah negatip untuk beberapa nilai k 2 . Agar kasus ini berlaku maka harus terdapat nilai d sehingga untuk nilai k 2 det(M ) = 0 dan turunan dari det(M ) berkaitan dengan k 2 adalah juga nol. Nilai d demikian sehingga det(M ) adalah tangen terhadap sumbu k 2 disebut nilai kritis dari d, dc [3].

Pola Alami dan Simulasi

Untuk solusi periodik dalam domain linier esensial, sebagai contoh pada kulit ular, pewarnaan seluruh daerah di atas batas ambang akan menghasilkan corak belang (stripes). Dalam domain yang lebih rektangular (rectangular) terdapat juga corak belang, nmaun dapat juga corak bintik sebagaimana ditunjukkan dalam buku Murray. Metode solusi Murray menggunakan solusi persamaan Helmholtz, 2 W (r) = k 2 W (r) (14)

REFERENCES
Murray menunjukkan pola yang terjadi pada domain khusus berbentuk heksagonal, belah ketupat (rhombuses) dan segi tiga. Simulasi Murray yang paling menyolok adalah domain berbentuk seperti kulit binatang dengan empat kaki, satu kepala dan satu ekor. Ia menguji persamaan apa yang memberikan gabungan pola belang horisontal pada kaki dengan pola belang vertikal pada badan. Hasil konsisten dengan pola belang zebra pada gabungan kaki dan badan [3].

References
[1] Wikipedia Encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/. [2] Anonymous, Animal Coat Pattern Formation, http://www.popmath.org.uk/rpamaths/rpampages/leopard.html. [3] Anonymous, Reaction Diusion Equations and Animal Coat Patterns,

http://www.sjsu.edu/faculty/watkins/murray.htm. [4] http://www.turing.org.uk/. [5] A. M. Turing, The Chemical Basis of Morphogenesis, Bulletin of Mathematical Biology, Vol.52, No.1/2, pp.153-197, 1990. Reprinted from the Philosophical Transactions of the Royal Society (part B), Vol.237, pp.37-72 (1953) with the permission of the Royal Society, London. [6] Junping Shi, Reaction Diusion Systems and Pattern Formation,

http://www.resnet.wm.edu/ jxshix/math490/lecture-chap4.pdf. [7] James D. Murray, Discussion: Turings Theory of Morphogenesis - Its Inuence on Modelling Biological Pattern and Form, Bulletin of Mathematical Biology, Vol.52, No.1/2, pp.119-152, 1990.

Anda mungkin juga menyukai