Anda di halaman 1dari 20

1

STUDI MENGENAI KAPASITAS FRIKSI TIANG PADA


TANAH LEMPUNG EKSPANSIF YANG DIPENGARUHI
OLEH KADAR AIR, WAKTU DAN JENIS MATERIAL

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Lydia Loahardjo (21409062)
Roberto Siswanto Goni (21409147)

Dosen Pembimbing :
Daniel Tjandra, S.T., M.Eng.
Ir. Johanes Indrojono Suwono, M.Eng.

I. Latar Belakang
Pergantian musim mengakibatkan variasi kadar air pada tanah.
Pada musim kemarau air dalam tanah akan terevaporasi sehingga kadar air
dalam tanah turun. Sebaliknya, pada musim penghujan, air turun dan akan
meresap kedalam tanah sehingga kadar air dalam tanah meningkat. Pada
tanah lunak yang muka airnya jauh, variasi kadar air mengakibatkan tanah
mengalami kembang susut. Sedangkan pada tanah yang muka airnya tidak
terlalu dalam, variasi kadar air mengakibatkan muka air tanah mengalami
pasang surut. Daerah pada tanah yang mengalami keadaan ini disebut zona
aktif (Alwan & Indarto, 2010).
Kuat geser tanah merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi daya dukung tanah. Kadar air yang sering mengalami
perubahan akan berpengaruh pada kuat geser tanah. Perubahan kuat geser
tanah, khususnya tanah lempung, ditandai oleh perubahan kohesi tanah.
2

Ketika tanah mengalami pembasahan maka kadar airnya meningkat
sehingga kohesi tanah turun, begitu pula sebaliknya.
Surabaya yang terletak di dataran rendah menyebabkan sebagian
besar jenis tanah di Surabaya merupakan tanah alluvial. Tanah alluvial
adalah tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap. Hal ini
menyebabkan Surabaya memiliki berbagai macam jenis tanah lempung,
seperti lempung pasiran dan lempung lanauan (Rismaharini, 2011). Selain
itu tanah di Surabaya umumnya adalah tanah lempung ekspansif, tanah yang
mudah mengalami kembang susut. Karena Surabaya termasuk dalam
kawasan tropis maka Surabaya mengalami pergantian dua musim, yaitu
musim penghujan dan musim kemarau. Seperti dijelaskan di atas, hal ini
menyebabkan tanah di Surabaya sering mengalami variasi kadar air. Variasi
kadar air sangat mempengaruhi kembang susut tanah ekspansif.
Masalah yang sering dijumpai pada perencanaan pondasi di
lapangan disebabkan oleh kurangnya perhatian dan pemahaman perilaku
tanah lempung saat mengalami variasi kadar air. Berikut merupakan
contohnya, yaitu tanah yang ambles di Jalan Lasem Bozem, Dupak
Bangunrejo dan Bangunsari. Tanah tersebut mengalami kegagalan karena
tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menahan beban di atasnya.
Curah hujan yang tinggi di Surabaya juga turut mempengaruhi proses
keruntuhan tanah karena kadar air yang tinggi akan berakibat pada turunnya
daya dukung tanah (Anggara, 2012)
Pada kasus pondasi tiang, perubahan kuat geser tanah berdampak
pada daya dukung tiang, khususnya daya dukung friksi tiang. Variabel yang
dibutuhkan untuk mendapatkan daya dukung friksi tiang (Q
s
) adalah luas
selimut tiang (A
s
), parameter faktor adhesi (o) dan kuat geser tanah (c
u
) (Al-
Mhaidib, 2007). Seberapa besar perubahan daya dukung tiang saat
mengalami perubahan kuat geser tanah menjadi permasalah utama dalam
penelitian ini. Selain perubahan kadar air yang berpengaruh pada daya
dukung tiang, rentang waktu antara pemancangan dan pembebanan, serta
jenis material tiang akan diselediki pada penelitian ini.

3

II. Perumusan Masalah
- Seberapa besar variasi kadar air yang terjadi pada tanah akibat
perubahan musim berpengaruh pada kapasitas friksi pondasi tiang?
- Berapa besar peningkatan kapasitas friksi tiang seiring berjalannya
waktu setelah pemancangan?
- Apakah jenis material turut mempengaruhi kapasitas friksi tiang?

III. Tujuan Penelitian
- Mengetahui pengaruh variasi kadar air terhadap kapasitas friksi pondasi
tiang.
- Mengetahui peningkatan kapasitas friksi tiang seiring berjalannya
waktu setelah pemancangan.
- Mengetahui pengaruh perbedaan jenis material terhadap kapasitas friksi
tiang pancang.

IV. Ruang Lingkup
Tanah yang diuji berasal dari Surabaya barat dan lokasi
pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta pengambilan tanah.
LOKASI
PENGAMBILAN
SAMPEL
4

Tanah sampel yang akan digunakan merupakan jenis tanah
lempung ekspansif. Pengambilan dilakukan pada kedalaman 1 meter dari
permukaan tanah. Hal ini dikarenakan zona aktif tanah lempung umumnya
terletak dekat dengan permukaan. Proses pengambilan sampai pada
pengujian dikondisikan dalam keadaan tidak terganggu (undisturbed).
Percobaan ini menggunakan 3 macam variable yang meliputi kadar air,
waktu dan jenis material.

V. Tinjauan Pustaka
A. Tanah lempung (Thohiron, 2012)
Definisi tanah lempung menurut beberapa ahli :
1. Terzaghi (1987)
Merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan
sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi
penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan
kering, dan tidak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.
Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar
air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah
lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. DAS (1988)
Merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu
yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah.
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang
mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002
mm dalam jumlah lebih dari 50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu
antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat
kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi
lambat.
5

Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung
memiliki diameter 2 m atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO,
USCS). Pada beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm
sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung
(ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya
berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran
partikel lempung tersebut juga mengandung mineral- mineral
lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai
tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-
partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika
dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat
plastis). Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran
koloid dan merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu kurang
dari 1 m (2 m merupakan batas atas). Tanah lempung merupakan
hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu
penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen,
dan karbon dioksida.

B. Karakteristik lempung ekspansif
Lempung ekspansif adalah tanah yang mempunyai sifat
kembang susut yang besar, sifat kembang susut ini sangat dipengaruhi
oleh kandungan air yang ada di dalam tanah tersebut. Jika kandungan
airnya banyak maka tanah tersebut akan mengembang dan kekuatan
daya dukungnya akan berkurang demikian sebaliknya jika kadar
airnya berkurang atau kering maka tanah itu akan menyusut dan
mengakibatkan tanah pecah-pecah pada permukaannya sedangkan
daya dukungnya akan meningkat. Karakteristik tanah ekspansif
dipengaruhi oleh 2 hal yaitu faktor mikroskopik dan faktor
makroskopik.
1. Faktor Mikroskopik
Beberapa faktor mikroskopik yang menyebabkan tanah
ekspansif mengalami perilaku kembang susut antara lain adalah
6

mineralogi tanahnya, perilaku kimiawi air tanah, dan jumlah
exchangeable cation (CEC), serta besarnya spesifik surface dari
partikel tanah.
Mineral utama pembentuk tanah lempung adalah
Montmorilonite, Illite, dan Kaolinite. Ketiga mineral tersebut
membentuk kristal Hidro Aluminium Silikat (Al
2
O
3
nSiO
2
.kH
2
O),
namun demikian ketiga mineral tersebut mempunyai sifat dan
struktur dalam yang berbeda satu dengan lainnya, yaitu :
o. Mineral Montmorilonite, mempunyai sifat pengembangan
yang sangat tinggi, sehingga tanah lempung yang mengandung
mineral ini akan mempunyai potensi pengembangan yang
sangat tinggi. Rumus kimia mineral Montmorilonite adalah Al
Mg(Si
4
O
10
)(OH)
2
.kH
2
O.
|. Mineral Illite, mineral ini mempunyai sifat pengembangan
yang sedang sampai tinggi, sehingga material lempung yang
mengandung mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang
medium. Rumus kimia mineral Illite adalah
K
y
Al
2
(FeMg
2
Mg
3
)(Si
4-y
Al
y
O
10
(OH)
2
.
_. Mineral Kaolinite, mempunyai ukuran partikel yang lebih
besar dan mempunyai sifat pengembangan yang lebih kecil.
Rumus kimia untuk mineral ini adalah Al
2
Si
2
O
5
(OH)
4
.
2. Faktor Makroskopik
Perilaku kembang susut tanah biasanya ditunjukkan oleh
karakteristik tanah makro antara lain :
- Mempunyai harga batas cair dan indeks pastisitas yang tinggi.
- Mempunyai harga batas swelling index yang besar.
- Mempunyai kandungan organik karbon, clay, dan
montmorillonite yang besar.
- Arah atau deformasi volume yang biasanya bersifat isotropik.



7

X. Kuat Geser Tanah pada Tanah Lempung (Ukiman, 2010)
Kuat Geser Tanah dihasilkan dari nilai kohesi (c) dan sudut
geser dalam (|). Selain itu kondisi kadar air dan gradasi butiran juga
mempengaruhi kuat geser tanah. Material tanah lunak pada umumnya
tanah lempung (tanah di daerah dataran rendah) akan berubah
kekuatannya bila terpengaruh air. Tanah lempung akan mengembang
bila terkena air sehingga gaya tarik menarik antar molekul sejenis
menurun, sedangkan pada permukaan akan memperlicin dan
menurunkan nilai gesekan antar butir sehingga sudut geser dalam
turun.
Nilai kuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya
dukung tanah. Ketika gaya geser bekerja pada permukaan tanah,
maka akan bekerja pula tegangan normal. Persamaan umum untuk
menghitung kuat geser dari Coulomb akan dipengaruhi oleh kohesi (c)
tanah, tegangan normal yang bekerja, dan besar sudut geser dalam
(internal friction). Solusi persamaan ini adalah = c + '
n
x tgC
(kg/cm
2
).
Nilai kohesi tanah pada lempung diperkirakan akibat
tegangan air yang terserap oleh lempung. Bila tanah tidak jenuh,
maka sifat kohesif itu kadang dapat terlihat sebagai tegangan
permukaan dari air yang terdapat pada pori-pori. Jadi kekuatan geser
tanah berubah-ubah sesuai dengan kadar air. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil bahwa tanah lempung dipengaruhi nilai kohesi tetapi
tidak dipengaruhi sudut geser. Selain itu nilai batas plastis dan batas
cair memiliki pengaruh terhadap nilai kohesi dan sudut geser dalam.

A. Daya Dukung Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek
Ditinjau dari cara mendukung beban, daya dukung tiang dapat
dibagi menjadi dua macam (Hardiyatmo, 2002), yaitu :
1. Daya dukung ujung tiang (end bearing pile) adalah tiang yang
kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang.
Umumnya daya dukung ujung tiang digunakan ketika berada pada
8

zona tanah yang lunak dan unjungnya berada di atas tanah keras.
Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan
keras yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak
mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang
sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang
berada dibawah ujung tiang (Gambar 2a).
2. Daya dukung gesek tiang (friction pile) adalah tiang yang
kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek
antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2b).
Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah
dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2. Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya.

E. Pengaruh kadar air terhadap perilaku lempung
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap perilaku tanah
berbutir halus, sehingga tingkatan plastis tanah dapat ditentukan
apabila batas platis dan batas cairnya telah diketahui. Tingkat
plastisitas tanah ditentukan berdasarkan Indeks Plastisitas (PI) tanah.
Pengelompokkan tingkat plastisitas tanah dapat dilihat pada
Tabel 1. Pada tiap jenis tanah lempung, batas cair dan batas plastis
tanah bervariasi, dan batas cair lebih besar dari batas plastis. Besaran
plastisitas menunjukkan bahwa semakin besar nilai numeriknya,
semakin besar terjadinya susut pada waktu proses menjadi kering.
9

Menurut Atterberg, yang dikutip oleh Krebs & Walker (1971),
plastisitas tanah dibagi dalam empat tingkatan berdasarkan nilai
Indeks Plastisitasnya (PI) yang ada dalam selang antara 0 dan lebih
besar 17%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Bila nilai PI=0, artinya batas cair sama dengan batas plastis
maka tanah tersebut non plastis, sedangkan bila nilai PI antara nol
sampai dengan 7% termasuk plastisitas rendah, nilai PI antara 7%
sampai dengan 17% termasuk plastisitas sedang, sedangkan nilai PI
lebih besar dari 17% disebut plastisitas tinggi.

Tabel 1. Tingkat Plastisitas Tanah Menurut Atterberg, 1911.

Nilai LI umumnya berkisar antara nol sampai dengan satu, bila
LI kecil mendekati nol artinya kadar air tanah asli mendekati kadar air
plastis, sehingga tanah tersebut agak keras, sedangkan bila nilai LI
mendekati satu, artinya kadar air tanah asli cukup tinggi sehingga
tanah tersebut lunak.

u. Jenis Bahan Material yang Digunakan untuk Pondasi.
Pondasi tiang pancang digolongkan berdasar bahan material
terdiri dari tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang
baja, tiang pancang komposit (Bowlesh, 1991). Pada penilitian ini
digunakan tiang pancang beton dan tiang pancang baja.
1. Tiang Pancang Beton
Precast Renforced Concrete Pile adalah tiang pancang dari
beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam bekisting,
kemudian setelah cukup kuat diangkat dan dipancangkan. Karena
tegangan tarik beton kecil dan dianggap sama dengan nol,
10

sedangkan berat sendiri dari pada beton besar, maka tiang
pancang beton ini haruslah diberi penulangan yang cukup kuat
untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu
pengangkatan dan pemancangan. Tiang pancang ini dapat
memikul beban yang besar (>50 ton untuk setiap tiang), hal ini
tergantung dari dimensinya. Penampang Reinforced Concrete Pile
dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan, untuk
penampang persegi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tiang pancang beton precast concrete pile.

2. Tiang Pancang Baja
Kekuatan tariknya sangat besar sehingga dalam
pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah
seperti halnya pada beton. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini
akan sangat bermanfaat apabila diperlukan tiang pancang yang
panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja berbeda-beda
tergantung dari kondisi tanah.
Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap,
maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam
tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi
pada udara terbuka
11

Pada tanah liat (clay) yang mana kurang mengandung
oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang
mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.
Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah
lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung
oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan
menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang
baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian
atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan
karena Aerated-Condition pada lapisan tanah tersebut dan adanya
bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi
dengan memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau
dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20 ( 60 cm) dari
muka air tanah terendah. Karat/korosi yang terjadi karena udara
pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah
dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

I. Pengaruh waktu terhadap peningkatan daya dukung tiang pada tanah
lunak (Wardana et al., 2012)
Pada penelitian tersebut, peneliti melakukan perkuatan terhadap jenis
tanah lanau plastisitas tinggi dengan memberikan kelompok tiang dan
diuji kapasitas aksialnya berdasarkan pertambahan umur
pemancangan. Hasil dari penelitian tersebut adalah kapasitas dukung
ultimit (Q
ult
) kelompok tiang memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap tenggang waktu atau umur pemancangan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan meningkatnya kapasitas aksial kelompok tiang
hingga rata-rata 50% pada akhir umur pemancangan (68 hari) dari
kapasitas aksial kelompok tiang pada umur 1 hari.



12

VI. Metodologi Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat melalui diagram alir
penelitian berikut ini :

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

1. Merencanakan langkah pengerjaan, menentukan lokasi pengambilan
sampel dan menyiapkan peralatan.
Langkah awal yang dilakukan dalam rangkaian penelitian ini
adalah menentukan metode percobaan yang akan digunakan dan
TAHAP AKHIR
Penarikan kesimpulan dari hasil percobaan
PENGOLAHAN DATA
Mengelola hasil dari percobaan
PERCOBAAN
Percobaan meliputi Loading test dan Unconfined Compression Test.
Variable yang digunakan meliputi kadar air, waktu dan jenis material.
PERSIAPAN
Pengambilan
sampel di
lapangan
Melakukan pengetesan
dasar untuk mengetahui
kondisi tanah asli
Mempersiapkan kondisi
tanah sesuai dengan
perencanaan awal
PERENCANAAN
Merencanakan langkah pengerjaan, menentukan lokasi
pengambilan sampel dan menyiapkan peralatan
Simulasi pengerjaan
secara sederhana
13

menetapkan urutan pengerjaan agar dapat dilakukan seefisien mungkin.
Setelah perencanaan proses pengerjaan telah ditetapkan, maka dipilih
lokasi untuk pengambilan sampel. Lokasi yang dipilih adalah tanah
dengan karakteristik tanah lempung ekspansif yang sesuai tujuan
penelitian. Bila lokasi telah dipilih dan kondisi lapangan diketahui,
persiapan alat-alat yang dibutuhkan dapat laksanakan. Peralatan yang
dibutuhkan meliputi alat untuk pengambilan sampel seperti cangkul
yang digunakan untuk menggali tanah, pipa PVC ukuran 6 dim dengan
ketinggian rata-rata 15 cm yang digunakan sebagai wadah, dan penutup
agar tanah dapat dijaga dalam kondisi undisturb. Selain itu proses
pengangkutan juga harus diperhatikan. Peralatan selama proses
percobaan juga harus diperhatikan, seperti modelling dari tiang pancang
yang terbuat dari beton bertulang dan besi dengan diameter 1 cm.
2. Simulasi pengerjaan secara sederhana
Tahap kedua dari penelitian ini adalah melakukan simulasi singkat
seakan-akan percobaan telah berlangsung. Simulasi ini diadakan untuk
mengetahui masalah-masalah yang akan dihadapi saat pengerjaan,
sehingga dapat direncanakan penyelesaian dari masalah yang akan
timbul pada percobaan sesungguhnya. Tahap ini dilakukan dengan
harapan kesalahan-kesalahan dapat diminimalisasi.
3. Pengambilan sampel di lapangan
Ketika segala sesuatunya telah siap dan percobaan dengan yakin
dapat dilakukan hingga sukses sampai akhir, dimulailah tahap awal
percobaan yaitu pengambilan sampel. Sampel yang diambil berupa 30
tabung PVC yang diisi penuh tanah. Bagian dasar tabung runcing
sehingga tabung dapat dimasukkan dengan mudah. Tanah pada daerah
yang telah ditentukan digali sedalam 1 meter, kemudian tabung
dimasukkan ke dalam tanah (Gambar 5). Setelah tabung terisi tanah,
bagian bawah tabung diberi alas dan tabung diangkat. Tanah yang
berada di luar tabung akan dibersihkan.
Tanah yang telah siap dibungkus dengan plastik wrap hingga rapat.
Kemudian tabung akan ditutup dengan kain basah dan tanah diangkut
14

ke laboratorium mekanika tanah UK Petra. Saat proses pengambilan
dan transportasi, tanah diusahakan tidak mengalami perubahan dari
kondisi lapangan hingga tiba di laboratorium.
1
0
0
0
TABUNG PVC 16 DIM





Gambar 5. Pengambilan sampel di lapangan.

4. Melakukan pengetesan dasar untuk mengetahui kondisi tanah asli
Setelah tanah tiba di laboratorium tanah, pengecekan awal
dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah. Data yang didapat
digunakan untuk persiapan variabel yang telah direncanakan.
Pengecekan meliputi :
o. Berat jenis tanah, untuk mengetahui berat tanah per satuan volume.
|. Water Content, untuk mengetahui kadar air tanah asli di lapangan.
_. Specific Gravity, untuk mengetahui berat jenis butiran tanah.
o. Liquid Limit, untuk menentukan nilai kadar air dimana tanah
berada pada batas antara cair dan plastis.
c. Plastic Limit, untuk menentukan nilai kadar air dimana tanah
berada pada batas antara plastis dan semi padat.
|. Analisa Hidrometer, menentukan gradasi ukuran butir tanah (grain
size distribution) dari suatu sample tanah yang memiliki ukuran
lebih kecil dari 0,075 mm.
1 000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
15

. Unconfined Compression Test, untuk mengetahui kohesi tanah.
5. Mempersiapkan kondisi tanah sesuai dengan perencanaan awal
Setelah mengetahui karakteristik tanah, langkah berikutnya
adalah membuat tanah sesuai dengan kondisi pada perencanaan awal,
yaitu drying 10 %, 20%, 30%, 40%, 50% dan wetting 100%, 200%,
300%. Proses yang digunakan untuk mencapai kondisi perencanaan
adalah dengan memperhitungkan berat sampel, untuk proses drying
tabung akan dibuka hingga mencapai berat yang dituju, sebaliknya
untuk proses wetting tanah akan dibasahi. Setelah berat yang dituju
tercapai, sampel tanah akan didiamkan selama 3 hari supaya kondisi
tanah rata untuk setiap bagian. Pada percobaan ini akan disiapkan 3
tabung untuk masing-masing variabel kadar air tanah yang akan
digunakan untuk model tiang beton, baja, dan Unconfined Compression
Test.
Setelah sampel tanah siap, maka percobaan untuk variable
waktu dapat dilakukan. Tiang akan ditancapkan pada bagian tengah
pipa. Setelah tiang dimasukkan ke dalam tanah maka tanah
dikondisikan tetap untuk percobaan variabel waktu, variabel yang
digunakan adalah 0 hari, 1 hari, 2 hari, 5 hari, 10 hari dan 30 hari.
6. Percobaan yang dilakukan untuk tiap tabung meliputi loading test dan
Unconfined Compression Test.
Variabel yang digunakan meliputi kadar air, waktu dan jenis
material. Di awal telah disediakan tiga jenis tabung berisi tanah sampel
yang memiliki kadar air yang sama untuk masing-masing parameter
kadar air sesuai dengan perencanaan. Setelah kadar air tanah sesuai
dengan harapan, maka tiang beton dan baja dimasukkan dan pengujian
loading test dilakukan (Gambar 6). Setelah nilai load dialnya konstan
maka pengujian dihentikan. Nilai load dial ini merupakan nilai inisial
awal (0 hari). Setelah 1 hari dari saat pengujian maka akan dilakukan
loading test kembali, begitu pula untuk parameter 2, 5, 10 dan 30 hari.
Sedangkan satu tabung sisanya digunakan untuk uji Unconfined
Compression Test (Gambar 7).
16

Pembacaan
beban
Pembacaan
penurunan
Tiang
Tabung PVC 16 dim
+ sampel tanah
Ring Penyangga

Gambar 6. Loading Test.


Gambar 7. Unconfined Compression Test
7. Mengelola hasil dari percobaan
Ketika data dari hasil percobaan telah terkumpul, maka data
tersebut diolah sehingga menghasilkan angka-angka yang mampu
diintrepetasikan. Hasil data dapat berupa tabel maupun grafik sehingga
dengan mudah dibandingkan dan ditarik kesimpulan. Disamping itu
dilakukan evaluasi sehingga data yang dihasilkan dapat bernilai lebih.


17

8. Penarikan kesimpulan dari hasil percobaan
Pada tahap terakhir, diambil kesimpulan dari hasil percobaan
yang telah dilakukan. Kesimpulan ini diharapkan akan menghasilkan
pengetahuan bagi proses perencanaan pondasi tiang pancang di tanah
ekspansif. Hasil yang diharapkan adalah koefisien friksi yang
dipengaruhi jenis material, kadar air tanah dan waktu. Selain itu
hasilnya diharapkan dapat mengkondisikan keadaan sesungguhnya di
lapangan. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, tentunya masih
ada kekurangan atau keingintahuan yang belum bisa terjawab pada
penelitian ini sehingga diperlukan saran untuk penelitian lebih lanjut.
18

VII. Jadwal Percobaan
No Kegiatan
Des Januari Februari Maret April Mei Juni Jul
4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1
1 Penentuan topik dan judul
2 Studi Literatur
3
Persiapan alat dan penentuan
tempat

4 Simulasi singkat
5 Pembuatan Proposal dan slide
6 Pengambilan Sampel
7
Percobaan untuk karakteristik
tanah

8 Sidang Proposal
9
Percobaan menggunakan
parameter kadar air, waktu dan
jenis material

10 Pengelolaan data
11 Analisa hasil percobaan
12 Penarikan hasil dan kesimpulan
13 Sidang Tugas Akhir

19

VIII. Daftar Pustaka

Al-Mhaidib, A.I., 2007. Loading Rate Effect on Piles in Clay from
Laboratory Model Tests. Riyadh: Department of Civil Engineering, King Saud
University.
Alwan, I. & Indarto, 2010. Pengaruh variasi kadar air terhadap daya
dukung pondasi tiang type friction pile pada tanah ekspansive. In Seminar
Nasional IV - Pengembangan Infrastruktur dalam Menunjang Pembangunan
Ekonomi Nasional. Surabaya, 2010. Teknik Sipil ITS.
Anggara, N., 2012. Detik Surabaya. [Online] Available at:
http://surabaya.detik.com/read/2012/01/13/113316/1814583/466/tanah-di-
jalan-lasem-ambles-pakar-bencana-lahan-di-bozem-kondisi-jelek [Accessed 11
Januari 2013].
Badawi, S. & Indarto, 2010. Behaviour of Expansive Undisturbed Soil and
Remolded Soil Under Drying and Wetting Cycle. In Seminar National VI -
Pengembangan Infrastruktur Dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional.
Surabaya, 2010. Teknik Sipil ITS.
Bowlesh, J.E., 1991. Analisa dan Desain Pondasi, Edisi keempat Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Dennis, J.N.D. & Olson, R.E., 1983. Axial Capacity of steel pipe piles in
clay. In Geotechnical Practice in Offshore Engineering. New York, 1983. American
Society of Civil Engineering.
Hardiyatmo, H.C., 2002. Teknik Pondasi 2. Yogyakarta: Beta Offset.
Hosen, D., n.d. Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah.
Indarto, n.d. Pengaruh Siklus Drying-Wetting terhadap Kegagalan
Pondasi. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS.
Rismaharini, T., 2011. Badan Lingkungan Hidup. [Online] Available at:
http://lh.surabaya.go.id/weblh/?c=main&m=kehati2011 [Accessed 11 Januari
2013].
Semple, R.M. & Rigden, W.J., 1984. Shaft Capacity of Driven Pipe Piles in
Clay. In Meyer, J.R. Analysis and Design of Pile Foundations. San Fransisco:
American Society of Civil Engineers. pp.59 -77.
20

Soemitro, R.A.A. & Khaidir, 2004. Assessment to the influence on the
degree of saturation to soil strength parameters of undisturbed silty soil-induced
slope safety factor. Tesis Pasca Sarjana ITS Surabaya.
Thohiron, D., 2012. Definisi tanah lempung. [Online] Available at:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2271259-definisi-tanah-
lempung/ [Accessed 28 Januari 2013].
Ukiman, 2010. Kajian Parameter Geser Pada Tanah Berbutir Halus
Terhadap Kandungan Lempung dan Nilai Plastisitas Indeks. ORBITH, pp.397-402.
Wardana, R.A.C., Fatnanta, F. & Nugroho, S.A., 2012. Pengaruh Waktu
Terhadap Peningkatan Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Pada Tanah Lunak.
[Online] Available at: http://repository.unri.ac.id/handle/123456789/770
[Accessed 2013].

Anda mungkin juga menyukai