I. Latar Belakang Pergantian musim mengakibatkan variasi kadar air pada tanah. Pada musim kemarau air dalam tanah akan terevaporasi sehingga kadar air dalam tanah turun. Sebaliknya, pada musim penghujan, air turun dan akan meresap kedalam tanah sehingga kadar air dalam tanah meningkat. Pada tanah lunak yang muka airnya jauh, variasi kadar air mengakibatkan tanah mengalami kembang susut. Sedangkan pada tanah yang muka airnya tidak terlalu dalam, variasi kadar air mengakibatkan muka air tanah mengalami pasang surut. Daerah pada tanah yang mengalami keadaan ini disebut zona aktif (Alwan & Indarto, 2010). Kuat geser tanah merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi daya dukung tanah. Kadar air yang sering mengalami perubahan akan berpengaruh pada kuat geser tanah. Perubahan kuat geser tanah, khususnya tanah lempung, ditandai oleh perubahan kohesi tanah. 2
Ketika tanah mengalami pembasahan maka kadar airnya meningkat sehingga kohesi tanah turun, begitu pula sebaliknya. Surabaya yang terletak di dataran rendah menyebabkan sebagian besar jenis tanah di Surabaya merupakan tanah alluvial. Tanah alluvial adalah tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap. Hal ini menyebabkan Surabaya memiliki berbagai macam jenis tanah lempung, seperti lempung pasiran dan lempung lanauan (Rismaharini, 2011). Selain itu tanah di Surabaya umumnya adalah tanah lempung ekspansif, tanah yang mudah mengalami kembang susut. Karena Surabaya termasuk dalam kawasan tropis maka Surabaya mengalami pergantian dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Seperti dijelaskan di atas, hal ini menyebabkan tanah di Surabaya sering mengalami variasi kadar air. Variasi kadar air sangat mempengaruhi kembang susut tanah ekspansif. Masalah yang sering dijumpai pada perencanaan pondasi di lapangan disebabkan oleh kurangnya perhatian dan pemahaman perilaku tanah lempung saat mengalami variasi kadar air. Berikut merupakan contohnya, yaitu tanah yang ambles di Jalan Lasem Bozem, Dupak Bangunrejo dan Bangunsari. Tanah tersebut mengalami kegagalan karena tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menahan beban di atasnya. Curah hujan yang tinggi di Surabaya juga turut mempengaruhi proses keruntuhan tanah karena kadar air yang tinggi akan berakibat pada turunnya daya dukung tanah (Anggara, 2012) Pada kasus pondasi tiang, perubahan kuat geser tanah berdampak pada daya dukung tiang, khususnya daya dukung friksi tiang. Variabel yang dibutuhkan untuk mendapatkan daya dukung friksi tiang (Q s ) adalah luas selimut tiang (A s ), parameter faktor adhesi (o) dan kuat geser tanah (c u ) (Al- Mhaidib, 2007). Seberapa besar perubahan daya dukung tiang saat mengalami perubahan kuat geser tanah menjadi permasalah utama dalam penelitian ini. Selain perubahan kadar air yang berpengaruh pada daya dukung tiang, rentang waktu antara pemancangan dan pembebanan, serta jenis material tiang akan diselediki pada penelitian ini.
3
II. Perumusan Masalah - Seberapa besar variasi kadar air yang terjadi pada tanah akibat perubahan musim berpengaruh pada kapasitas friksi pondasi tiang? - Berapa besar peningkatan kapasitas friksi tiang seiring berjalannya waktu setelah pemancangan? - Apakah jenis material turut mempengaruhi kapasitas friksi tiang?
III. Tujuan Penelitian - Mengetahui pengaruh variasi kadar air terhadap kapasitas friksi pondasi tiang. - Mengetahui peningkatan kapasitas friksi tiang seiring berjalannya waktu setelah pemancangan. - Mengetahui pengaruh perbedaan jenis material terhadap kapasitas friksi tiang pancang.
IV. Ruang Lingkup Tanah yang diuji berasal dari Surabaya barat dan lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta pengambilan tanah. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL 4
Tanah sampel yang akan digunakan merupakan jenis tanah lempung ekspansif. Pengambilan dilakukan pada kedalaman 1 meter dari permukaan tanah. Hal ini dikarenakan zona aktif tanah lempung umumnya terletak dekat dengan permukaan. Proses pengambilan sampai pada pengujian dikondisikan dalam keadaan tidak terganggu (undisturbed). Percobaan ini menggunakan 3 macam variable yang meliputi kadar air, waktu dan jenis material.
V. Tinjauan Pustaka A. Tanah lempung (Thohiron, 2012) Definisi tanah lempung menurut beberapa ahli : 1. Terzaghi (1987) Merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tidak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 2. DAS (1988) Merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah. 3. Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %. 4. Hardiyatmo (1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. 5
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki diameter 2 m atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Pada beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral- mineral lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel- partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid dan merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu kurang dari 1 m (2 m merupakan batas atas). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbon dioksida.
B. Karakteristik lempung ekspansif Lempung ekspansif adalah tanah yang mempunyai sifat kembang susut yang besar, sifat kembang susut ini sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang ada di dalam tanah tersebut. Jika kandungan airnya banyak maka tanah tersebut akan mengembang dan kekuatan daya dukungnya akan berkurang demikian sebaliknya jika kadar airnya berkurang atau kering maka tanah itu akan menyusut dan mengakibatkan tanah pecah-pecah pada permukaannya sedangkan daya dukungnya akan meningkat. Karakteristik tanah ekspansif dipengaruhi oleh 2 hal yaitu faktor mikroskopik dan faktor makroskopik. 1. Faktor Mikroskopik Beberapa faktor mikroskopik yang menyebabkan tanah ekspansif mengalami perilaku kembang susut antara lain adalah 6
mineralogi tanahnya, perilaku kimiawi air tanah, dan jumlah exchangeable cation (CEC), serta besarnya spesifik surface dari partikel tanah. Mineral utama pembentuk tanah lempung adalah Montmorilonite, Illite, dan Kaolinite. Ketiga mineral tersebut membentuk kristal Hidro Aluminium Silikat (Al 2 O 3 nSiO 2 .kH 2 O), namun demikian ketiga mineral tersebut mempunyai sifat dan struktur dalam yang berbeda satu dengan lainnya, yaitu : o. Mineral Montmorilonite, mempunyai sifat pengembangan yang sangat tinggi, sehingga tanah lempung yang mengandung mineral ini akan mempunyai potensi pengembangan yang sangat tinggi. Rumus kimia mineral Montmorilonite adalah Al Mg(Si 4 O 10 )(OH) 2 .kH 2 O. |. Mineral Illite, mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang sedang sampai tinggi, sehingga material lempung yang mengandung mineral ini mempunyai sifat pengembangan yang medium. Rumus kimia mineral Illite adalah K y Al 2 (FeMg 2 Mg 3 )(Si 4-y Al y O 10 (OH) 2 . _. Mineral Kaolinite, mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dan mempunyai sifat pengembangan yang lebih kecil. Rumus kimia untuk mineral ini adalah Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 . 2. Faktor Makroskopik Perilaku kembang susut tanah biasanya ditunjukkan oleh karakteristik tanah makro antara lain : - Mempunyai harga batas cair dan indeks pastisitas yang tinggi. - Mempunyai harga batas swelling index yang besar. - Mempunyai kandungan organik karbon, clay, dan montmorillonite yang besar. - Arah atau deformasi volume yang biasanya bersifat isotropik.
7
X. Kuat Geser Tanah pada Tanah Lempung (Ukiman, 2010) Kuat Geser Tanah dihasilkan dari nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (|). Selain itu kondisi kadar air dan gradasi butiran juga mempengaruhi kuat geser tanah. Material tanah lunak pada umumnya tanah lempung (tanah di daerah dataran rendah) akan berubah kekuatannya bila terpengaruh air. Tanah lempung akan mengembang bila terkena air sehingga gaya tarik menarik antar molekul sejenis menurun, sedangkan pada permukaan akan memperlicin dan menurunkan nilai gesekan antar butir sehingga sudut geser dalam turun. Nilai kuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah. Ketika gaya geser bekerja pada permukaan tanah, maka akan bekerja pula tegangan normal. Persamaan umum untuk menghitung kuat geser dari Coulomb akan dipengaruhi oleh kohesi (c) tanah, tegangan normal yang bekerja, dan besar sudut geser dalam (internal friction). Solusi persamaan ini adalah = c + ' n x tgC (kg/cm 2 ). Nilai kohesi tanah pada lempung diperkirakan akibat tegangan air yang terserap oleh lempung. Bila tanah tidak jenuh, maka sifat kohesif itu kadang dapat terlihat sebagai tegangan permukaan dari air yang terdapat pada pori-pori. Jadi kekuatan geser tanah berubah-ubah sesuai dengan kadar air. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tanah lempung dipengaruhi nilai kohesi tetapi tidak dipengaruhi sudut geser. Selain itu nilai batas plastis dan batas cair memiliki pengaruh terhadap nilai kohesi dan sudut geser dalam.
A. Daya Dukung Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek Ditinjau dari cara mendukung beban, daya dukung tiang dapat dibagi menjadi dua macam (Hardiyatmo, 2002), yaitu : 1. Daya dukung ujung tiang (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya daya dukung ujung tiang digunakan ketika berada pada 8
zona tanah yang lunak dan unjungnya berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2a). 2. Daya dukung gesek tiang (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.
Gambar 2. Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya.
E. Pengaruh kadar air terhadap perilaku lempung Kandungan air sangat berpengaruh terhadap perilaku tanah berbutir halus, sehingga tingkatan plastis tanah dapat ditentukan apabila batas platis dan batas cairnya telah diketahui. Tingkat plastisitas tanah ditentukan berdasarkan Indeks Plastisitas (PI) tanah. Pengelompokkan tingkat plastisitas tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tiap jenis tanah lempung, batas cair dan batas plastis tanah bervariasi, dan batas cair lebih besar dari batas plastis. Besaran plastisitas menunjukkan bahwa semakin besar nilai numeriknya, semakin besar terjadinya susut pada waktu proses menjadi kering. 9
Menurut Atterberg, yang dikutip oleh Krebs & Walker (1971), plastisitas tanah dibagi dalam empat tingkatan berdasarkan nilai Indeks Plastisitasnya (PI) yang ada dalam selang antara 0 dan lebih besar 17%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Bila nilai PI=0, artinya batas cair sama dengan batas plastis maka tanah tersebut non plastis, sedangkan bila nilai PI antara nol sampai dengan 7% termasuk plastisitas rendah, nilai PI antara 7% sampai dengan 17% termasuk plastisitas sedang, sedangkan nilai PI lebih besar dari 17% disebut plastisitas tinggi.
Tabel 1. Tingkat Plastisitas Tanah Menurut Atterberg, 1911.
Nilai LI umumnya berkisar antara nol sampai dengan satu, bila LI kecil mendekati nol artinya kadar air tanah asli mendekati kadar air plastis, sehingga tanah tersebut agak keras, sedangkan bila nilai LI mendekati satu, artinya kadar air tanah asli cukup tinggi sehingga tanah tersebut lunak.
u. Jenis Bahan Material yang Digunakan untuk Pondasi. Pondasi tiang pancang digolongkan berdasar bahan material terdiri dari tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja, tiang pancang komposit (Bowlesh, 1991). Pada penilitian ini digunakan tiang pancang beton dan tiang pancang baja. 1. Tiang Pancang Beton Precast Renforced Concrete Pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam bekisting, kemudian setelah cukup kuat diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan dianggap sama dengan nol, 10
sedangkan berat sendiri dari pada beton besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (>50 ton untuk setiap tiang), hal ini tergantung dari dimensinya. Penampang Reinforced Concrete Pile dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan, untuk penampang persegi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tiang pancang beton precast concrete pile.
2. Tiang Pancang Baja Kekuatan tariknya sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada beton. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila diperlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja berbeda-beda tergantung dari kondisi tanah. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka 11
Pada tanah liat (clay) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20 ( 60 cm) dari muka air tanah terendah. Karat/korosi yang terjadi karena udara pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
I. Pengaruh waktu terhadap peningkatan daya dukung tiang pada tanah lunak (Wardana et al., 2012) Pada penelitian tersebut, peneliti melakukan perkuatan terhadap jenis tanah lanau plastisitas tinggi dengan memberikan kelompok tiang dan diuji kapasitas aksialnya berdasarkan pertambahan umur pemancangan. Hasil dari penelitian tersebut adalah kapasitas dukung ultimit (Q ult ) kelompok tiang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tenggang waktu atau umur pemancangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya kapasitas aksial kelompok tiang hingga rata-rata 50% pada akhir umur pemancangan (68 hari) dari kapasitas aksial kelompok tiang pada umur 1 hari.
12
VI. Metodologi Penelitian Tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat melalui diagram alir penelitian berikut ini :
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
1. Merencanakan langkah pengerjaan, menentukan lokasi pengambilan sampel dan menyiapkan peralatan. Langkah awal yang dilakukan dalam rangkaian penelitian ini adalah menentukan metode percobaan yang akan digunakan dan TAHAP AKHIR Penarikan kesimpulan dari hasil percobaan PENGOLAHAN DATA Mengelola hasil dari percobaan PERCOBAAN Percobaan meliputi Loading test dan Unconfined Compression Test. Variable yang digunakan meliputi kadar air, waktu dan jenis material. PERSIAPAN Pengambilan sampel di lapangan Melakukan pengetesan dasar untuk mengetahui kondisi tanah asli Mempersiapkan kondisi tanah sesuai dengan perencanaan awal PERENCANAAN Merencanakan langkah pengerjaan, menentukan lokasi pengambilan sampel dan menyiapkan peralatan Simulasi pengerjaan secara sederhana 13
menetapkan urutan pengerjaan agar dapat dilakukan seefisien mungkin. Setelah perencanaan proses pengerjaan telah ditetapkan, maka dipilih lokasi untuk pengambilan sampel. Lokasi yang dipilih adalah tanah dengan karakteristik tanah lempung ekspansif yang sesuai tujuan penelitian. Bila lokasi telah dipilih dan kondisi lapangan diketahui, persiapan alat-alat yang dibutuhkan dapat laksanakan. Peralatan yang dibutuhkan meliputi alat untuk pengambilan sampel seperti cangkul yang digunakan untuk menggali tanah, pipa PVC ukuran 6 dim dengan ketinggian rata-rata 15 cm yang digunakan sebagai wadah, dan penutup agar tanah dapat dijaga dalam kondisi undisturb. Selain itu proses pengangkutan juga harus diperhatikan. Peralatan selama proses percobaan juga harus diperhatikan, seperti modelling dari tiang pancang yang terbuat dari beton bertulang dan besi dengan diameter 1 cm. 2. Simulasi pengerjaan secara sederhana Tahap kedua dari penelitian ini adalah melakukan simulasi singkat seakan-akan percobaan telah berlangsung. Simulasi ini diadakan untuk mengetahui masalah-masalah yang akan dihadapi saat pengerjaan, sehingga dapat direncanakan penyelesaian dari masalah yang akan timbul pada percobaan sesungguhnya. Tahap ini dilakukan dengan harapan kesalahan-kesalahan dapat diminimalisasi. 3. Pengambilan sampel di lapangan Ketika segala sesuatunya telah siap dan percobaan dengan yakin dapat dilakukan hingga sukses sampai akhir, dimulailah tahap awal percobaan yaitu pengambilan sampel. Sampel yang diambil berupa 30 tabung PVC yang diisi penuh tanah. Bagian dasar tabung runcing sehingga tabung dapat dimasukkan dengan mudah. Tanah pada daerah yang telah ditentukan digali sedalam 1 meter, kemudian tabung dimasukkan ke dalam tanah (Gambar 5). Setelah tabung terisi tanah, bagian bawah tabung diberi alas dan tabung diangkat. Tanah yang berada di luar tabung akan dibersihkan. Tanah yang telah siap dibungkus dengan plastik wrap hingga rapat. Kemudian tabung akan ditutup dengan kain basah dan tanah diangkut 14
ke laboratorium mekanika tanah UK Petra. Saat proses pengambilan dan transportasi, tanah diusahakan tidak mengalami perubahan dari kondisi lapangan hingga tiba di laboratorium. 1 0 0 0 TABUNG PVC 16 DIM
Gambar 5. Pengambilan sampel di lapangan.
4. Melakukan pengetesan dasar untuk mengetahui kondisi tanah asli Setelah tanah tiba di laboratorium tanah, pengecekan awal dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah. Data yang didapat digunakan untuk persiapan variabel yang telah direncanakan. Pengecekan meliputi : o. Berat jenis tanah, untuk mengetahui berat tanah per satuan volume. |. Water Content, untuk mengetahui kadar air tanah asli di lapangan. _. Specific Gravity, untuk mengetahui berat jenis butiran tanah. o. Liquid Limit, untuk menentukan nilai kadar air dimana tanah berada pada batas antara cair dan plastis. c. Plastic Limit, untuk menentukan nilai kadar air dimana tanah berada pada batas antara plastis dan semi padat. |. Analisa Hidrometer, menentukan gradasi ukuran butir tanah (grain size distribution) dari suatu sample tanah yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0,075 mm. 1 000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15
. Unconfined Compression Test, untuk mengetahui kohesi tanah. 5. Mempersiapkan kondisi tanah sesuai dengan perencanaan awal Setelah mengetahui karakteristik tanah, langkah berikutnya adalah membuat tanah sesuai dengan kondisi pada perencanaan awal, yaitu drying 10 %, 20%, 30%, 40%, 50% dan wetting 100%, 200%, 300%. Proses yang digunakan untuk mencapai kondisi perencanaan adalah dengan memperhitungkan berat sampel, untuk proses drying tabung akan dibuka hingga mencapai berat yang dituju, sebaliknya untuk proses wetting tanah akan dibasahi. Setelah berat yang dituju tercapai, sampel tanah akan didiamkan selama 3 hari supaya kondisi tanah rata untuk setiap bagian. Pada percobaan ini akan disiapkan 3 tabung untuk masing-masing variabel kadar air tanah yang akan digunakan untuk model tiang beton, baja, dan Unconfined Compression Test. Setelah sampel tanah siap, maka percobaan untuk variable waktu dapat dilakukan. Tiang akan ditancapkan pada bagian tengah pipa. Setelah tiang dimasukkan ke dalam tanah maka tanah dikondisikan tetap untuk percobaan variabel waktu, variabel yang digunakan adalah 0 hari, 1 hari, 2 hari, 5 hari, 10 hari dan 30 hari. 6. Percobaan yang dilakukan untuk tiap tabung meliputi loading test dan Unconfined Compression Test. Variabel yang digunakan meliputi kadar air, waktu dan jenis material. Di awal telah disediakan tiga jenis tabung berisi tanah sampel yang memiliki kadar air yang sama untuk masing-masing parameter kadar air sesuai dengan perencanaan. Setelah kadar air tanah sesuai dengan harapan, maka tiang beton dan baja dimasukkan dan pengujian loading test dilakukan (Gambar 6). Setelah nilai load dialnya konstan maka pengujian dihentikan. Nilai load dial ini merupakan nilai inisial awal (0 hari). Setelah 1 hari dari saat pengujian maka akan dilakukan loading test kembali, begitu pula untuk parameter 2, 5, 10 dan 30 hari. Sedangkan satu tabung sisanya digunakan untuk uji Unconfined Compression Test (Gambar 7). 16
Pembacaan beban Pembacaan penurunan Tiang Tabung PVC 16 dim + sampel tanah Ring Penyangga
Gambar 6. Loading Test.
Gambar 7. Unconfined Compression Test 7. Mengelola hasil dari percobaan Ketika data dari hasil percobaan telah terkumpul, maka data tersebut diolah sehingga menghasilkan angka-angka yang mampu diintrepetasikan. Hasil data dapat berupa tabel maupun grafik sehingga dengan mudah dibandingkan dan ditarik kesimpulan. Disamping itu dilakukan evaluasi sehingga data yang dihasilkan dapat bernilai lebih.
17
8. Penarikan kesimpulan dari hasil percobaan Pada tahap terakhir, diambil kesimpulan dari hasil percobaan yang telah dilakukan. Kesimpulan ini diharapkan akan menghasilkan pengetahuan bagi proses perencanaan pondasi tiang pancang di tanah ekspansif. Hasil yang diharapkan adalah koefisien friksi yang dipengaruhi jenis material, kadar air tanah dan waktu. Selain itu hasilnya diharapkan dapat mengkondisikan keadaan sesungguhnya di lapangan. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, tentunya masih ada kekurangan atau keingintahuan yang belum bisa terjawab pada penelitian ini sehingga diperlukan saran untuk penelitian lebih lanjut. 18
VII. Jadwal Percobaan No Kegiatan Des Januari Februari Maret April Mei Juni Jul 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 1 Penentuan topik dan judul 2 Studi Literatur 3 Persiapan alat dan penentuan tempat
4 Simulasi singkat 5 Pembuatan Proposal dan slide 6 Pengambilan Sampel 7 Percobaan untuk karakteristik tanah
8 Sidang Proposal 9 Percobaan menggunakan parameter kadar air, waktu dan jenis material
10 Pengelolaan data 11 Analisa hasil percobaan 12 Penarikan hasil dan kesimpulan 13 Sidang Tugas Akhir
19
VIII. Daftar Pustaka
Al-Mhaidib, A.I., 2007. Loading Rate Effect on Piles in Clay from Laboratory Model Tests. Riyadh: Department of Civil Engineering, King Saud University. Alwan, I. & Indarto, 2010. Pengaruh variasi kadar air terhadap daya dukung pondasi tiang type friction pile pada tanah ekspansive. In Seminar Nasional IV - Pengembangan Infrastruktur dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Surabaya, 2010. Teknik Sipil ITS. Anggara, N., 2012. Detik Surabaya. [Online] Available at: http://surabaya.detik.com/read/2012/01/13/113316/1814583/466/tanah-di- jalan-lasem-ambles-pakar-bencana-lahan-di-bozem-kondisi-jelek [Accessed 11 Januari 2013]. Badawi, S. & Indarto, 2010. Behaviour of Expansive Undisturbed Soil and Remolded Soil Under Drying and Wetting Cycle. In Seminar National VI - Pengembangan Infrastruktur Dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Surabaya, 2010. Teknik Sipil ITS. Bowlesh, J.E., 1991. Analisa dan Desain Pondasi, Edisi keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Dennis, J.N.D. & Olson, R.E., 1983. Axial Capacity of steel pipe piles in clay. In Geotechnical Practice in Offshore Engineering. New York, 1983. American Society of Civil Engineering. Hardiyatmo, H.C., 2002. Teknik Pondasi 2. Yogyakarta: Beta Offset. Hosen, D., n.d. Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah. Indarto, n.d. Pengaruh Siklus Drying-Wetting terhadap Kegagalan Pondasi. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS. Rismaharini, T., 2011. Badan Lingkungan Hidup. [Online] Available at: http://lh.surabaya.go.id/weblh/?c=main&m=kehati2011 [Accessed 11 Januari 2013]. Semple, R.M. & Rigden, W.J., 1984. Shaft Capacity of Driven Pipe Piles in Clay. In Meyer, J.R. Analysis and Design of Pile Foundations. San Fransisco: American Society of Civil Engineers. pp.59 -77. 20
Soemitro, R.A.A. & Khaidir, 2004. Assessment to the influence on the degree of saturation to soil strength parameters of undisturbed silty soil-induced slope safety factor. Tesis Pasca Sarjana ITS Surabaya. Thohiron, D., 2012. Definisi tanah lempung. [Online] Available at: http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2271259-definisi-tanah- lempung/ [Accessed 28 Januari 2013]. Ukiman, 2010. Kajian Parameter Geser Pada Tanah Berbutir Halus Terhadap Kandungan Lempung dan Nilai Plastisitas Indeks. ORBITH, pp.397-402. Wardana, R.A.C., Fatnanta, F. & Nugroho, S.A., 2012. Pengaruh Waktu Terhadap Peningkatan Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Pada Tanah Lunak. [Online] Available at: http://repository.unri.ac.id/handle/123456789/770 [Accessed 2013].