Anda di halaman 1dari 3

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus.

HIV merupakan retrovirus (genus Lentivirus) yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 sel limfosit T dan makrofag-komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai infeksi oportunistik karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah. AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. Faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan global antara lain: pola hidup, status ekonomi, lingkungan sosial, sistem komunikasi dan informasi, serta psikologis atau kejiwaan. Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui hubungan seksual dengan penderita, jarum suntik/transfusi darah, kontak cairan tubuh (serebrospinal, sinovial, amnion, saliva, dan mungkin keringat), penularan perinatal (dalam kandungan ibu), serta melalui ASI. Hubungan seksual memberikan kemungkinan tertular sebesar 90%. Penularan perinatal hanya berisiko 30%. Penyakit ini baru akan menampakkan gejala-gejala AIDS setelah 10-15 tahun pada orang-orang dengan gaya hidup sehat. Gejala penyakit HIV timbul sebagai penyakit biasa seperti demam, sakit kepala, keringat pada malam hari. Kadangkala, penyandang HIV juga kehilangan memori jangka pendek (menjadi pelupa). Berat badannya pun turun. Gejala lanjutan HIV dapat berupa infeksi oportunistik. Pasien HIV bisa saja mengalami gangguan percernaan akut karena penyerapan nutrisi yang tidak berjalan dengan semestinya. Komplikasi lain yang sering terjadi adalah munculnya tumor, TBC, hepatitis, serta infeksi-infeksi lain yang disebabkan oleh kuman dan jamur. Sejarah menyebutkan bahwa virus HIV-1 dan HIV-2 ditengarai pertama kali muncul di Amerika Serikat (1981) pada pria homoseksual. Risiko pada pasangan homoseksual besarnya hampir sama dengan pasangan heteroseksual. Penularan pada homoseksual terjadi melalui mukosa anal. Namun demikian, HIV-1 kemungkinan berasal dari spesies persilangan virus pada simpanse di Afrika Tengah. Penelitian ilmuwan difokuskan pada virus HIV-1 yang cenderung lebih agresif. Di dunia saat ini, kasus HIV paling sering terjadi di Afrika dan Amerika Tengah. Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara: Lintas program pemerintah untuk memutuskan rantai HIV; Makan makanan bergizi; Menjaga kesterilan jarum suntik. Sampah-sampah medis berupa jarum dan sarung tangan karet sudah seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar; Tidak melakukan hubungan seksual selain dengan istri/suami yang sah, jangan bergantiganti pasangan; Penggunaan kondom. Hal ini tidak dapat sepenuhnya menjamin keamanan dan kesehatan;

Penyuluhan pada para pekerja seks komersial dan kelompok-kelompok yang berisiko tinggi seperti para pengguna narkoba, pasangan homoseksual, dan tenaga medis; Pasien HIV tidak boleh menjadi donor darah/organ; Ibu dengan HIV sepatutnya tidak hamil demi menghindarkan keturunan dari penyakit yang dideritanya; Pentingnya pencatatan dan pelaporan pasien HIV/AIDS dengan baik; Promosi kesehatan sebagai pelajaran sekolah; Peran orangtua sebagai benteng keluarga.

Solusi atas penyakit HIV dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif (pencegahan dan pengobatan). Preventif: Pemerataan kesejahteraan, penyuluhan dan pemberian informasi pada kelompok berisiko tinggi, serta meningkatkan kemampuan medis. Kuratif: Kombinasi obat antiretroviral. Terapi obat ini harus dilaksanakan pada jam-jam yang sama dan teratur. Ketidakteraturan terapi obat akan membuat virus menjadi resisten. Antiretroviral hanya menekan replikasi virus dan bukan membunuhnya. Sebenarnya, penyakit ini masih belum ditemukan obatnya. HIV berbeda dengan AIDS. HIV adalah suatu fase antibodi (+), saat masuknya virus. AIDS adalah sekumpulan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tersebut. Di sini seseorang yang dianggap telah sakit/menderita. Pada saat berubah menjadi AIDS, gejala-gejala yang ditimbulkan virus pun menghilang (asimptomatik). Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 5-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut: Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apa pun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS. Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak kunjung sembuh) Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paruparu dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Bagaimana cara tenaga medis menyampaikan tentang HIV pada ODHA? Tenaga medis dan dokter harus membangun komunikasi yang baik berdasarkan bioetika. Bioetika adalah suatu disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan biologi dengan pengetahuan mengenai sistem nilai manusia, yang menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan

kemanusiaan, membantu menyelamatkan kemanusiaan dan membantu mempertahankan serta memperbaiki nilai beradab (Van Potter, 1970).

Kaidah-kaidah dasar bioetika: 1. Beneficience: sikap/perbuatan baik Berbuat baik Mengutamakan altruisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) Memandang pasien tidak hanya sejauh menguntungkan dokter 2. Non maleficience: tidak merugikan Tidak boleh melakukan perbuatan jahat yang membuat pasien menderita Jangan menyakiti secara fisik maupun mental Resiko minimal di pihak dokter dan pasien 3. Justice: memberi perlakuan sama terhadp pasien Kesamaan perawatan sesuai kebutuhan pasien Persamaan beban sesuai kemampuan pasien Memberikan hak pasien yang semestinya dan dapat diterima 4. Autonomy: otonomi kehendak/moral Pasien memiliki kebebasan bertindak, memutuskan, dan menentukan yang terbaik bagi dirinya Tanpa paksaan, hambatan, atau campur tangan pihak luar Komunikasi yang simetris dalam kemitraan antara dokter dan pasien Proses komunikasi: a) Melakukan pendekatan pribadi pada pasien, sehingga dokter dapat mengenali kekuatan mentalnya. Dokter dapat memilih komunikasi langsung atau tidak langsung. Keluarga dan orang-orang dekat pasien memiliki peranan penting dalam hal ini. b) Memberitahukan diagnosis dengan tutur kata yang empatik dan tidak menyakiti perasaan pasien c) Menghilangkan pikiran negatif d) Menghilangkan ketergantungan akan alkohol, narkotika, dan stres e) Memberi dukungan semangat dan motivasi untuk terus hidup Di Indonesia, virus HIV pertama kali dibawa masuk oleh seorang wisatawan Belanda yang berlibur ke Pulau Bali pada tahun 1987. Berdasarkan data, percepatan penyebaran virus HIV di Indonesia menempati peringkat ke-3. Memang penderitanya tidak sebanyak di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya, tempat berkembangnya seks bebas. Namun, penularan di Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Budaya Indonesia yang tertutup tampaknya turut berpartisipasi dalam penyebaran virus. Orang-orang cenderung menutupi kenyataan tentang penyakit HIV atau juga tidak mengerti. Lagipula, HIV masih sering dianggap tabu. Padahal itu bukan cara memandang yang benar. Banyak penyandang HIV/AIDS di Indonesia yang merasa kurang mendapatkan perhatian dan pemerimaan. Hal ini membuat mereka ingin orang lain mengalami penderitaan yang sama. Banyak penyakit HIV ditularkan secara sengaja oleh penderita. Kita harus merangkul dan menerima mereka; bukan mengucilkannya. Mereka membutuhkan kasih sayang dan kepedulian kita. Bayangkan jika Anda sendiri adalah penderita HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai