Anda di halaman 1dari 49

TUGAS MAKALAH ILMU KEALAMAN DASAR ISU MASALAH LINGKUNGAN

OLEH : ANDHI WIDYA PRATAMA 3101 1102 1939

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER BANJARBARU STMIK BANJARBARU 2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ISU MASALAH LINGKUNGAN. Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian ISU MASALAH LINGKUNGAN atau yang lebih khususnya membahas tentang masalah, akibat, dan pencegahan serta studi kasus ISU MASALAH LINGKUNGAN TERSEBUT. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Martapura,

Maret 2013

Penyusun

ii

BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG Masalah lingkungan mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Scochlom, Swedia, pada tanggal 15 Juni 1972. Di Indonesia, tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakannya Seminar pada tanggal 15-18 Mei 1972. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan penduduk yang pesat menimbulkan tantangan yang dicoba diatasi dengan pembangunan dan industrialisasi. Namun industrialisasi disamping mempercepat persediaan segala kebutuhan hdup manusia juga memberi dampak negatif terhadap manusia akibat terjadinya pencemaran lingkungan. 2. TUJUAN Tujuan dari pembahasan makalah yang penulis sajikan ini yaitu agar kita sebagai makhluk hidup yang ikut andil dalam terjadinya global warning dapat meminimalisir segala sesuatu yang dapat menyebabkan kondisi bumi kita ini semakin panas dan krisis. Dan mungkin menjadi suatu teguran para pengusaha yang tidak sensitive terhadap keadaan bumi kita sekarang dengan mengantisipasi limbah yang dihasilkan dari pabrikpabrik besar yang ada di Indonesia bahkan dunia sehingga nantinya anak cucu kita bisa merasakan bumi yang indah di zaman mereka kelak. Dan mungkin itu menjadi lebih mudah apabila kita lakukan dari hal terkecil dari diri kita sendiri. 3. RUMUSAN MASALAH Adapun masalah-masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu meliputi : 1) Pemanasan Global ( Global Warming ) 2) Pencemaran Residu Limbah Industri, Pertambangan, dan Perkotaan 3) Pencemaran Lingkungan di Kalimantan Selatan, Khususnya Banjarmasin.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING) Setiap tanggal 22 April, masyarakat dunia khususnya masyarakat peduli lingkungan memperingatinya sebagai Hari Bumi. Peringatan yang pertama kali dilakukan pada 22 April 1970 di Amerika Serikat atas prakarsa seorang senator yang bernama Geylord Nelson itu, bagi pejuang lingkungan hidup merupakan momen untuk mendesak masuknya isu lingkungan hidup dalam agenda tetap nasional dan mengingatkan manusia akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Isu dunia tentang lingkungan yang terhangat saat ini adalah masalah pemanasan global (global warming) dan akibat-akibatnya bagi kehidupan manusia. (BASKORO, 2009) 2.1.1. APA ITU PEMANASAN GLOBAL ? Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan *18,35 miliar* ton karbon dioksida (18,35 milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.000.000/kg karbon dioksida). Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek Rumah Kaca. Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15C (59F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 5,8 derajat Celsius (2,5 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100.

3 2.1.2. MENURUT IPTEK TENTANG PEMANASAN GLOBAL Sebagian besar para ilmuwan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama masyarakat dunia sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2, methan, nitrat oksida dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar dan dengan konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan panel antara pemerintahan antar perserikatan bangsabangsa/IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat celcius atau temperature rata-rata global telah meningkat sekitar 0,6 derajat celcius (33 derajat F) dibandingkan dengan masa sebelum industri. Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari sebelum era industri pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya temperature rata-rata global sebesar 2,5 derajat celcius, dengan peningkatan 4 derajat celcius di daratan. Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi ketika temperature permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini sebenarnya cukup untuk mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah meningkat karena blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan bahwa abad paling dalam millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak mengehrankan jika tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar diantaranya terjadi pada abad ke-20. Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan bersifat lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama dan polanya kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar terjadi

4 pada musim hujan dan magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau. Perubahan iklim sudah tidak lagi nmenyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun, sudah meluas pada aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, gangguan cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya, resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada kerusakan harta benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia. Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Pemanasan global seperti dilaporkan 441 pakar Intergovernmental panel on Climate change, 10 April 2007, menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi lima tahun mendatang berupa kegagalan panen, kelangkaan air, dan kekeringan. Diperkirakan asia akan mengalami dampak yang paling parah, produksi pertanian tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen, India akan mengalami kelangkaan air dan 100 juta rumah warga pesisir akan tergenang. Laju pemanasan global yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub dan meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil dan pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu karang yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem tersebut akibat sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang berkurang. Sifat perubahan Iklim tentu tidak mengenal batas Negara. Begitu pula distribusi dan dampaknya, bahkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara. Negara-negara industri adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim, sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit konstribusinya dalam fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang nyata. Oleh karena itu, semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan global dengan perannya masing-masing. Industri transportasi, ahli pertanian, aktifis lingkungan, pemerintah hingga individu harus mengerem peningkatan pemanasan global.

5 Pemanasan global menjadi salah satu isu panas yang diangkat di pertemuan ilmiah tahunan European Society Cardiology di Wina akhir September 2007, yang menyatakan bahwa apabila pemanasan global tidak dapat dikontrol, akan menimbulkan masalah kardiovaskular di tahun-tahun mendatang. Dr Karin Schenk-Gustafsson dari Departemen Kardiologi, Institut Karolinska di Swedia, bahkan dengan yakin menyatakan bahwa bila mana terjadi peningkatan suhu beberapa derajat celcius dalam tempo 50 tahun kedepan, akan terjadi peningkatan insiden penyakit kardiovaskular. Ia merujuk pada gelombang panas yang menyerang di kawasan eropa pada tahun 2003, berdasarkan data rekam medik dari beberapa rumah sakit dilaporkan terjadi kematian sebanyak 35.000 orang pada dua minggu pertama bulan Agustus. Di Prancis saja terjadi hamper 15.000 kematian pada saat itu. Sebagian besar kematian terjadi pada usia lanjut dan menderita penyakit jantung. Sependapat dengan pemikiran tersebut, DR. Gordon Tomaselli, ketua Departemen kardiologi di Universitas Johns Hopkins, menganalogikan proses aterosklerosis, penumpukan kolesterol di dinding pembulu darah, ibarat proses akarat di mobil. Karat akan mudah terjadi pada temperature yang lebih panas, demikian juga dengan aterosklerosis. Variasi musin terhadap factor resiko kardiovaskular, seperti tekanan darah, profil lipid, dan factor pembekuan darah telah banyak diketahui. Namun demikian, namun demikian manakah yang berdampak paling buruk terhadap jantung kita; temperature panas, dingin, atau lebarnya variasi harian. Mengutip laporan yang dipublikasikan di Environmental Health Perspectives Agustus 2003, di Denver, Colorado pada bulan juli dan Agustus tahun 1993 sampai denggan 1997, memperlihatkan peningkatan temperature berkaitan dengan peningkatan insidens serangan jantung pada mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Sebenarnya tubuh manusia memiliki kemampuan pengaturan agar menjaga suhu tetap stabil pada kisaran fisiologis. Apabila suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka tubuh akan memproduksi keringat agar terjadi penguapan pada permukaan tubuh, sehingga peningkatan suhu tubuh dapat di cegah. Selama proses tersebut, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi (pembesaran diameter lumen) untuk mengirim darah lebih

6 banyak ke kulit tubuh, dimana temperature lebih dingin. Sebagai akibatnya, tekanan nadi akan bertambah (takikardi) untuk mempertahankan curah jantung. Penurunan tekanan darah berarti pengurangan suplai oksigen ke otot jantung, sedangkan peningkatan denyut nadi adalah peningkatan demand. Kedua hal tersebut merupakan kombinasi yang dapat membahayakan orang usia lanjut yang pada umumnya menderita penyakit jantung koroner atau penderita lemah jantung. Di samping itu, keluar keringat berlebihan akan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi yang pada akhirnya mempermudah kecenderungan terjadi gumpalan darah. Berbagai laporan telah memperlihatkan bahwa perubahan iklim memiliki potensi besar untuk menimbulkan masalah kardiovaskuler. Namun demikian, para pakar kesehatan menyatakan bahwa terlalu banyak variable yang tidak diketahui yang mengaitkan antara pemanasan global dengan penyakit jantung koroner atau aterosklerosis, sehingga sulit untuk meramalkan dampaknya dikemudian hari. Harus diakui, bahwa hingga saat ini belum ada satupun penelitian membuktikan bahwa cuaca yang panas secara langsung dapat meningkatkan kecenderungan menderita aterosklerosis. Tampaknya, factor polusi atau kualitas udara lingkungan akibat pemanasan global akan lebih banyak memegang peran untuk terjadinya masalah kardiovaskular, dibandingkan peningkatan temperature sendiri. Para ahli klimatologi amerika sudah memprediksikan bahwa penyebab dari global warming adalah karena bumi menyeraplebih banyak energi matahari dari pada yang di pantulkan. Menurut mereka perbedaanya sangat_sangat fantastik 1 dibanding 7 Kesimpulan ini diambil dengan menggunakan stimulasi komputer mengenai data data pemanasan pada permukaan buni dan laut. Data tersebut semakin menguatkan pendapat para ahli tersebut. Para peneliti juga membandingkan energi tang masuk armosfer dengan energi yang di pantulkan ke angkasa. Ini sangat sulit di lakukan karena itu para peneliti menggunakan suhu permukaan laut Mengukur perubahan secara langsung sulit dilakukan, karena Anda harus mendeteksi variabel tertentu dari sekian banyak variabel, kata Gavin Smith, salah satu anggota tim peneliti dari NASA. Tapi kami tahu berapa besar energi yang diserap lautan dari pengukuran selama puluhan tahun melalui satelit maupun peralatan yang

7 ditempatkan langsung. Didukung pemahaman kami tentang atmosfer, hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa selama ini terjadi ketidakseimbangan di atmosfer, lanjutnya. Caranya dengan memonitor suhu permukaan laut dari ribuan pelampung (buoys) yang tersebar di berbagai lokasi. Data-data yang diambil dari berbagai tempat dimasukkan dalam komputer dan merepresentasikan model iklim yang kompleks meliputi aktivitas atmosfer, laut, angin, arus, gas, dan zat pencemar lainnya. Dari simulasi tersebut tampak bahwa atmosfer bumi menyerap energi 0,85 watt per meter persegi (secara keseluruhan setara dengan 7 triliun bola lampu 60 watt), lebih dari energi yang dilepaskan kembali. Penyebabnya adalah efek rumah kaca yang terbentuk oleh lapisan gas karbon dioksida. lapisan tersebut menyerap radiasi panas yang dipantulkan bumi yang seharusnya dilepaskan ke ruang angkasa. Menurut Gavin Schmidt, butuh energi yang besar untuk menghasilkan perubahan di permukaan bumi. Meskipun demikian penyerapan energi telah berjalan dalam rentang waktu yang lama. Berdasarkan laporan Nasa, penyerapan energi sudah terlalu besar sehingga peningkatan suhu bumi sebesar setengah derajat celcius tidak dapat dicegah kecuali manusia menghentikan produksi gas rumah kaca. 2.1.3. DAMPAK PEMANASAN GLOBAL Jika tidak segera diatasi, maka kenaikan temperatur karena pemanasan global hingga tahun 2100 akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9 100 cm (4 40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Diantara 17.500 pulau di Indonesia, sekitar 4000 pulau akan tenggelam. Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah.

8 Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990. Pada tahun 2006, akibat pemanasan global terlihat dengan terlambatnnya musim penghujan yang seharusnya sudah turun pada Oktober 2006. Namun hingga Desember 2006 hujan belum juga turun. Keterlambatan itu juga disertai dengan pendeknya periode hujan, namun intensitasnya tinggi. Akibatnya banjir melanda Jakarta dan sekitarnya. Pemanasan Global juga mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk (dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa) akan lebih singkat, sehingga jumlah populasi akan cepat naik. Mengganasnya penyakit yang disebabkan oleh nyamuk kemudian seolah menyebabkan jenis penyakit baru. 2.1.3.1. EFEK RUMAH KACA

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2 ) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya. Selain gas CO2 , yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2 ), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2 ) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4 ) dan khloro fluoro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca. Energi yang masuk ke bumi mengalami : 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.

9 Proses Efek Rumah Kaca berawal dari sinar matahari yang menembus lapisan udara (atmosfer) dan memanasi permukaan bumi. Permukaan bumi yang menjadi panas menghangatkan udara yang tepat diatasnya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik dan posisinya digantikan oleh udara sejuk. Tanpa Efek Rumah Kaca maka bagian bumi yang tidak terkena sinar matahari akan menjadi sangat dingin seperti di dalam freezer lemari es (-18C). Mekanisme yang sebenarnya menguntungkan kehidupan di bumi ini berbalik menjadi sebuah ancaman tatkala manusia memasuki era industrialisasi (abad ke-18). Untuk menunjang proses industri, manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi untuk menghasilkan bahan baker dan listrik. Proses pembakaran energi dari bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan berupa CO2. Otomatis kadar lapisan gas rumah kaca yang menahan dan memantulkan kembali udara panas ke bumi menjadi semakin banyak. Bumi pun semakin panas. 2.1.3.2. KAPITALISME TELAH MERUSAK KESEIMBANGAN ALAM

Penolakan Amerika Serikat dan Australia untuk melaksanakan Protokol Kyoto telah menunjukkan bahwa kapitalisme yang mereka emban lebih mementingkan keuntungan materi dari pada kepentingan bersama yang lebih besar. Dengan demikian, usaha mengurangi emisi gas rumah kaca tidak mungkin bisa dilakukan secara signifikan, karena tidak adanya kepedulian atas berbagai dampak buruk pemanasan global yang telah diprediksi oleh para ahli. Selain itu kapitalisme juga mengutamakan kepemilikan individu dan pendekatan yang utilitarian (mementingkan kemanfaatan) telah melahirkan sikap eksploitatif atas sumber daya alam seraya mengabaikan aspek moralitas Hal ini yang mengakibatkan hak penguasaan sumber daya alam, khususnya hutan bisa jatuh ke tangan individu. Padahal kelestarian hutan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan, serta seluruh ekosistem. Prinsip kapitalisme yang mementingkan keuntungan dan mengutamakan

kepemilikan individu terhadap sumber daya alam berakibat rusaknya keseimbangan alam. Selama ide kapitalisme masih diemban, maka kehidupan dan alam akan senantiasa pada

10 posisi yang tidak seimbang. Akibatnya, musibah akan senantiasa mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Dengan kenyataan tersebut, tentu sangat mengherankan apabila masih banyak manusia berharap dan merasa nyaman hidup dengan kapitalisme. Pemanasan global menurut agama : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Ruum : 41) Ayat Allah diatas menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di laut karena aktifitas manusia yang tidak mengikuti jalan yang benar (syariat Allah). Akibatnya, musibah akan senantiasa mengancam kehidupan manusia. Oleh karena itu, penerapan syariat Allah merupakan satu-satunya jalan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah terjadi. Sedangkan syariat Allah hanya bisa diterapkan apabila ada institusi yang menerapkannya. 2.1.3.3. AKIBAT BELEBIH-LEBIHAN

Lingkungan memiliki daya lenting berupa kemampuan untuk kembali ke keadaan semula setelah diintervensi. Lingkungan dapat kembali ke keadaan keseimbangan apabila terjadi intervensi, namun tingkat pengembaliannya memerlukan banyak waktu. Kecepatan intervensi manusia sendiri tergantung dari tingkat kebutuhan dan keinginannya. Penyebab utama pemanasan global adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Pembakaran bahan bakar fosil umumnya disebabkan aktivitas industri, transportasi, dan rumah tangga. Aktivitas tersebut meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan keinginan masyarakat modern yang semakin beragam. Pandangan Islam mengenai pertambahan penduduk dan keinginan masyarakat modern yang makin beragam adalah mengingatkan agar tindakan dan kebutuhan manusia tidak berlebih-lebihan (Al-Isra:27). Kebutuhan manusia dapat diperhitungkan dan dipenuhi oleh sumber alam yang ada di muka bumi, namun keinginan manusia sangatlah banyak. Memenuhi semua keinginan manusia hanya akan memperburuk keadaan.

11 Perbandingan pola produksi dan konsumsi di antara negara berkembang dan negara maju membuktikan hal tersebut. Dari data World Resources Institute tahun 1994 menunjukkan bahwa pada tahun 1991 AS mengkonsumsi energi hampir tiga kali lipat lebih banyak dari Jepang untuk menghasilkan 1 dolar AS GNP-nya. Dengan penduduk yang hanya 4,6 persen dari penduduk dunia, pada tahun 1991 AS menghasilkan 22 persen emisi global CO2. Dengan pola konsumsi energi sebagai indikator bagi lingkungan yang berkelanjutan, kelahiran bayi di AS menghasilkan 2 kali lipat dampak lingkungan bagi bumi dibandingkan seorang bayi yang lahir di Swedia, 3 kali lipat dibanding di Italia, 13 kali lipat dibanding Brazil, 35 kali dari India, dan 140 kali lipat dibanding Bangladesh. 2.1.3.4. BAHAYA PENYERAGAMAN

Pertanian yang dituding menjadi pemicu pemanasan global karena penggunaan pupuk, peptisida, dan konversi lahan dari hutan menjadi pertanian perlu juga dikaji. Sentralisasi yang dilakukan oleh orde baru terhadap pola makan bangsa Indonesia menyebabkan ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras sangat tinggi. Dulu beberapa kelompok masyarakat di Indonesia punya sumber-sumber pangan alternatif. Semestinya perbedaan sumber makanan itu disyukuri sebagai rahmat dari Allah. Penyeragaman sumber makanan menyebabkan ketergantungan pada sumber tertentu yang belum tentu cocok ditanam di wilayah tertentu sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, penyeragaman sumber makanan menyebabkan ekosistem di beberapa daerah berubah karena lahan yang semula tidak diperuntukan dan tidak cocok untuk pertanian, dipaksakan untuk menjadi lahan pertanian. Keanekaragaman hayati di daerah itu pun menjadi terancam musnah. Hewan-hewan yang biasa makan dari hasil hutan terancam punah dan beberapa binatang merusak lahan pertanian karena kehilangan tempat berlindung dan sumber makanan. Allah telah menciptakan alam dengan berbeda-beda jenisnya sesuai dengan keadaan masyarakat. Allah juga telah menciptakan sesuatu sesuai dengan kadarnya. Produksi yang tidak berasal dari daerah setempat, baik bahan mentah maupun sumber daya, akan

12 menyebabkan ketergantungan daerah tersebut pada sumber daya asing. Tambahan lagi produksi massal tentu akan menghasilkan jumlah polutan atau limbah yang massal juga. Sebenarnya alam memiliki kemampuan menyerap polutan yang timbul tetapi apabila jumlahnya banyak dan dalam waktu yang cepat maka alam tentu tidak akan sanggup melakukannya. 2.1.4. PENCEGAHAN PEMANASAN GLOBAL 2.1.4.1. MENGURANGI EFEK RUMAH KACA

Satu sisi, Efek Rumah kaca dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan alam. Namun, Efek Rumah Kaca yang berlebihan akibat aktifitas manusia akan berubah menjadi ancaman untuk kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, ketika manusia menyadari bahwa aktifitasnya telah mengakibatkan Efek Rumah Kaca yang berlebih, maka diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menguranginya sehingga mencapai keseimbangannya kembali. Dunia masih mempunyai kesempatan realistis hingga 2010 guna menghindari sebagian dari bencana meluas akibat pemanasan global (global warming). Demikian disampaikan dua peneliti lingkungan dari Universitas Princeton dan Universitas Brown, Michael Oppenheimer dan Brian ONeill, di AS dalam suatu kajian yang dimuat Journal Science. Sebuah laporan yang dikeluarkan di Cina pada tahun yang sama menyatakan ramalan, suhu global Bumi bisa meningkat sampai 5,8 derajat Celcius sedikitnya pada akhir abad ini. Pernyataan ini diperkuat pula oleh laporan lain dari NASA Goddard Institute for Space Studies yang mengatakan, ambang CO2 meningkat dari angka satuan 280 ppmv (/parts per million by volume/) pada tahun 1850 menjadi 360 ppmv pada tahun 2001. Padahal, dalam kajian yang lain dikatakan, ambang CO2 di atmosfer harus dicegah untuk tidak melebihi ambang 450 ppmv.

13 Para ilmuwan mempelajari cara-cara untuk membatasi pemanasan global. Kunci utamanya adalah: 1) Membatasi emisi CO2 Tehnik yang efektif untuk membatasi emisi karbon ada dua yakni mengganti energi minyak dengan sumber energi lainnya yang tidak mengemisikan karbon dan yang kedua penggunaan energi minyak sehemat mungkin. 2) Menyembunyikan karbon yang juga membantu mencegah karbon dioksida memasuki atmosfer atau mengambil CO2 yang ada. Menyembunyikan karbon dapt dilakukan dengan dua cara: a) Di bawah tanah atau penyimpanan air tanah Bawah tanah atau air bawah tanah bisa digunakan untuk menyuntikkan emisi CO2 ke dalam lapisan bumi atau ke dalam lautan. Lapisan bumi yang dapat digunakan adalah penyimpanan alami minyak dan gas bumi di tambang-tambang minyak. Dengan memompakan CO2 kedalam tempat-tempat penyimpanan minyak di perut bumi akan membantu mempermudah pengambilan minyak atau gas yang masih tersisa. Hal ini bisa menutupi biaya penyembunyian karbon. Lapisan garam dan batubara yang dalam juga bias menyembunyikan karbon dioksida. b) Penyimpanan di dalam tumbuhan hidup. Tumbuhan hijau menyerap CO2 dari udara untuk tumbuh. Kombinasi karbon dari CO2 dengan hidrogen diperlukan untuk membentuk gula sederhana yang disimpan di dalam jaringan. Mengingat pentingnya tumbuhan dalam menyerap CO2 , maka perlunya memelihara pepohonan dan menanam pohon baru lebih banyak lagi. 2.1.4.2. PROTOKOL KYOTO

Pemanasan global sudah menjadi isu internasional. Bahkan, keresahan dunia ini terwujud dalam konferensi Kyoto pada Desember 1997. Persetujuan konferensi itu berlaku mulai 16 Februari 2005. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yakni sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya. Jika sukses

14 diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata pemanasan global antara 0,02C dan 0,28C pada tahun 2050. Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Untuk mencapai protokol Kyoto ini, semua negara terus menciptakan teknologi yang ramah lingkungan, terutama negara maju. Karena, negara maju yang banyak mengeluarkan CO2 penyebab rumah kaca. Dengan mengedepankan Protokol Kyoto, industri-industri stategis seperti industri migas, industri transportasi, industri minyak dan gas didorong untuk menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan. Artinya, sedapat mungkin meninggalkan penggunaan migas yang merupakan sumber utama emisi gas karbon. 2.1.4.3. KHILAFAH HARUS MEMIMPIN DUNIA

Khilafah adalah institusi satu-satunya yang akan menerapkan syariat Allah di muka bumi. Penerapan syariat yang sesuai kehendak Allah sebagai pemilik bumi dan seisinya tentu akan mampu memberikan dampak positif pada keseimbangan alam. Karena itu, sudah menjadi kewajiban khalifah sebagai pemegang amanah dari Allah untuk selalu berusaha menjaga keseimbangan alam dan menghilangkan segala bentuk kemudharatan atau bahaya yang akan menimpa seluruh kehidupan karena akibat aktifitas manusia. Amanah ini didasarkan pada sabda Rasul SAW., Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya). (HR. Muslim) Kaidah fikih menyebutkan : Adh-dlarar yuzal, artinya segala bentuk kemudharatan atau bahaya itu wajib dihilangkan. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW Laa dharara wa laa dhiraara. (HR Ahmad & Ibn Majah), artinya tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain. Oleh karena itu sebagai upaya menjaga keseimbangan alam, maka Khalifah wajib menetapkan kebijakan untuk kemaslahatan umum dalam mengatasi pemanasan global, sebagai berikut : a) Memperbanyak tanaman untuk menyerap gas rumah kaca yang berlebih b) Menjaga dan mengelola hutan sesuai syariah

15 c) Menjaga keseimbangan antara tingkat polusi dan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di setiap wilayah d) Mewajibkan rakyat menjaga lingkungan masing-masing e) Menghidupkan tanah-tanah mati. f) Mengambil alih tanah-tanah yang tidak dikelola selama tiga tahun dan memberikan kepada orang lain untuk mengelolanya. g) Mengurangi emisi gas karbon dari industri, transportasi dan eksplorasi sumber daya alam h) Mengadopsi sains dan tekhnologi yang bisa menjaga kelestarian lingkungan i) Menciptakan mesin-mesin industri dan transportasi yang ramah lingkungan, termasuk menyediakan sistem transportasi yang baik j) Memberi subsidi untuk konversi bahan bakar industri yang ramah lingkungan k) Mendorong penelitian dan pengembangan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan l) Menetapkan metode yang ramah lingkungan untuk eksplorasi, misalnya metode carbon sequestration m) Menyiapkan SDM peduli lingkungan dan undang-undangnya n) Memberi pendidikan kelestarian lingkungan lewat jalur formal dan non formal o) Menyiapkan dan menyebar para qodli hisbah dan polisi p) Membuat Undang-undang kelestarian lingkungan hidup q) Tidak berlebih-lebihan r) Melakukan dakwah dan jihad Dakwah dan jihad merupakan sarana agar Khilafah memimpin dunia dengan Islam, sehingga menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang akibatnya keseimbangan alam bisa terjaga secara menyeluruh (global). Begitu pentingnya kehadiran khilafah untuk menyelamatkan manusia dan lingkungannya, maka wilayah kekuasaan khilafah harus meliputi seluruh dunia. Karena tentu tidak ada artinya apabila kebijakan yang berwawasan lingkungan tersebut hanya diterapkan di sebagian wilayah di dunia, sedangkan sebagian yang lain mengabaikannya. Dengan kondisi tersebut keseimbangan alam tidak akan tercapai secara maksimal, yang berarti masih ada potensi kerusakan dan ketidak seimbangan alam yang bisa menyebabkan musibah bagi manusia. Jadi, khilafah memang

16 harus memimpin dunia dengan Islam, sehingga keseimbangan alam terjaga sepenuhnya untuk menyelamatkan seluruh kehidupan dari musibah. 2.2. PENCEMARAN RESIDU LIMBAH INDUSTRI, PERTAMBANGAN, DAN PERKOTAAN Isu lingkungan lain yang perlu mendapat perhatian serius adalah dampak kegiatan atau sektor lain terhadap sumber daya pertanian dan lingkungan, yang berasal dari limbah industri, pertambangan, pemukiman, dan perkotaan. Beberapa senyawa beracun (B3) yang berdampak buruk terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian antara lain adalah logam berat, seperti Hg, Fe, Cd, Cu, Zn, Mn, dan bahan kimia seperti detergen. (Irsal Las, Subagyono, & Setiyanto, 2006) Walaupun belum terlalu serius, terdapat indikasi bahwa di banyak lokasi pertanian, terutama di lahan sawah, perairan, dan kolam ikan, senyawa kimia limbah tersebut telah mulai mencemari lahan dan air irigasi, bahkan juga produk pertanian seperti padi dan ikan. Sebagai contoh, hasil penelitian Kurnia et al. (2004) menunjukkan bahwa kandungan berbagai jenis logam berat dalam tanah pada lahan yang terpolusi limbah pabrik di beberapa lokasi di Jawa Barat meningkat sekitar 18-98% dibanding lahan yang belum terkena polusi. Polusi logam berat tersebut, selain menyebabkan kontaminasi pada produk (terutama gabah/beras) juga menurunkan produktivitas tanaman (Suganda et al.2002; Munarso dan Setyorini 2004). Remediasi tanah terpolusi logam berat di lahan pertanian dapat dilakukan dengan meningkatkan pH melalui aplikasi kapur dan bahan organik. Peningkatan pH tanah akan mengurangi kelarutan logam berat, sedangkan penambahan bahan organik bermanfaat untuk mengimobilisasi logam berat di dalam tanah. Asam humik dan fulvik (rasio 1:1) dapat menyerap logam berat seperti Pb, Fe, Mn, Cu, Ni, Zn, dan Cd. 2.2.1. AKIBAT YANG DITIMBULKAN 2.2.1.1. KERUSAKAN DAN DEGRADASI LAHAN Degradasi lahan ditandai oleh penurunan atau kehilangan produktivitas lahan, baik secara fisik, kimia, dan biologi maupun ekonomi. Degradasi lahan diakibatkan oleh kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan. Pengelolaan dan penggunaan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), penebangan hutan (deforestation), konversi

17 untuk nonpertanian, dan irigasi. Kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan akan menimbulkan polusi, erosi, kehilangan unsur hara, pemasaman, penggaraman (salinization), sodifikasi dan alkalinasi (sodification and alkalinization), pemadatan (compaction), hilangnya bahan organik, penurunan permukaan, kerusakan struktur tanah, penggurunan (desertification), dan kehilangan vegetasi alami dalam jangka panjang (Agus 2002). Memburuknya kondisi lahan menyebabkan masyarakat yang tinggal di kawasan yang mengalami degradasi menghadapi berbagai ancaman seperti kekurangan sumber air, kelaparan, dan munculnya berbagai penyakit. Selain itu, degradasi lahan secara global akan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan menaikkan suhu permukaan bumi. Pada tahun 1992, Departemen Pertanian mencatat lebih dari 18 juta ha lahan di Indonesia telah terdegradasi, meliputi 7,50 juta ha lahan potensial kritis, 6 juta ha lahan semikritis, dan 4,90 juta ha lahan kritis. Sementara itu Departemen Kehutanan mencatat 13,20 juta ha lahan yang terdegradasi, 5,90 juta ha terdapat di dalam kawasan hutan dan 7,30 juta ha di luar kawasan hutan. Badan Pusat Statistik (2002) bahkan mencatat luas lahan yang terdegradasi mencapai 38,60 juta ha. Perbedaan data ini terjadi karena kriteria yang digunakan untuk mendelineasi lahan tidak sama antara ketiga institusi tersebut. Selain itu, penelitian Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI menyimpulkan bahwa banyak lahan sawah intensif terutama di Jawa mengalami degradasi kesuburan (kimiawi) terutama penurunan kandungan Corganik, atau kadang disebut sebagai lahan sakit (soil sickness). Hal ini merupakan tantangan dalam menetapkan kriteria baku lahan terdegradasi sehingga dapat digunakan secara nasional dan perbedaan data yang mencolok dapat dihindarkan. Untuk program rehabilitasi lahan terdegradasi, luasan hasil delinease lahan secara nasional berperan sangat penting dalam perencanaan dan pencapaian target rehabilitasi. Untuk perbaikan lahan terdegradasi secara kimiawi dikembangkan sistem pertanian dan teknologi ramah lingkungan, termasuk pertanian organik dan pengelolaan tanaman terpadu.

18 2.2.2. PENCEGAHAN 2.2.2.1. INOVASI TEKNOLOGI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERTANIAN Sebagai salah satu negara anggota KTT Bumi, Indonesia yang ikut meratifikasi hasil konferensi tersebut mempunyai komitmen yang kuat untuk mengatasi masalah lingkungan, termasuk di sektor pertanian. Terkait dengan ketiga isu utama lingkungan di sektor pertanian, pemerintah melalui Departemen Pertanian telah menetapkan beberapa kebijakan, yang dibedakan atas dua pilihan utama. Pertama, kebijakan dalam pembangunan atau pengembangan pertanian. Kedua, kebijakan yang bersifat regulasi, pengawasan, dan pengendalian melalui peraturan dan perundang-undangan. 2.2.2.2. PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN Brown dan Hock (1999) mengemukakan bahwa selain produktivitas, setidaknya ada enam komponen yang menjadi tolok ukur dari pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu: 1) kepunahan spesies, 2) kerusakan hutan, 3) erosi tanah, 4) emisi karbon, 5) jumlah ikan yang ditangkap, dan 6) laju kelahiran manusia dibanding laju kematian. Oleh karena itu, keenam tolok ukur tersebut juga dijadikan acuan pengelolaan lingkungan terutama dalam konteks pengelolaan pembangunan yang bersih (clean development management), seperti isu keragaman hayati (biodiversity), ecolabelling dan penebangan hutan, mitigasi gas rumah kaca, dan polusi. Mengacu kepada pengalaman penerapan Revolusi Hijau I, pembangunan pertanian ke depan memerlukan reorientasi pendekatan, terutama dalam pengembangan sistem produksi padi dan tanaman pangan pada umumnya. Beberapa komponen dan pendekatan Revolusi Hijau I masih cukup relevan, namun ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki dan disem-purnakan, seperti:

19 1) penggunaan teknologi tinggi berbasis sumber daya (knowledge and resources approach), 2) penggunaan input yang rasional melalui pengembangan sistem pertanian modern (Good Agricultural Practices, GAP), 3) pemanfaatan sumber daya, teknologi (indigenous technology), dan kearifan lokal (local wisdom), dan 4) perhatian yang lebih serius terhadap aspek kesehatan, lingkungan, serta potensi dan kelestarian sumber daya pedesaan. Keempat pendekatan tersebut telah dikemas dalam konsep Revolusi Hijau Lestari (RHL) atau Evergreen Revolution. Meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan,

lingkungan, dan gizi telah mendorong peningkatan permintaan terhadap produk pertanian organik, terutama pangan. Di berbagai negara maju, produk pangan organik sudah menjadi agribisnis yang berkembang pesat. Dilaporkan, nilai penjualan pangan organik pada tahun 2003 mencapai US$ 23 miliar atau lebih dari Rp 230 triliun. Selaras dengan RHL dan semakin mengemukanya isu lingkungan serta kesehatan maka pembangunan pertanian berkelanjutan adalah pembangunan pertanian yang mengombinasikan teknologi tradisional dengan teknologi modern. Jika penggunaan pupuk organik dianggap sebagai teknologi tradisional dan penggunaan pupuk anorganik sebagai teknologi modern maka konsep pengelolaan hara terpadu yang mengombinasikan pemupukan organik dengan anorganik sudah memenuhi kriteria pertanian berkelanjutan. Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR) sebagai induk organisasi lembaga-lembaga penelitian internasional mendukung gagasan pertanian berkelanjutan, tetapi tidak sepakat dengan pengertian pertanian berkelanjutan yang diidentikkan dengan pertanian organik. CIMMYT mengartikan sustainable dengan supportable, yaitu memacu kenaikan produksi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. 2.2.2.3. PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK Di Indonesia, sebagai negara agraris yang beriklim tropis basah dengan sumber daya bahan organik yang melimpah, pengembangan sistem pertanian organik sangat potensial dan dimungkinkan. Oleh karena itu, Departemen Pertanian telah mencanangkan dan

20 memprogramkan pengembangan pertanian organik. Program tersebut sejalan dengan revitalisasi pertanian, di mana aspek peningkatan mutu, nilai tambah, efisiensi sistem produksi, serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan merupakan isu yang menjadi sasaran utama. Dengan moto Go Organic 2010, Indonesia memiliki obsesi sebagai produsen pangan organik utama dunia. Ke depan, permintaan pangan organik diperkirakan akan terus meningkat. Hal yang tidak kalah pentingnya dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pengertian dan persepsi berbagai pihak tentang pertanian organik memang masih beragam. Banyak batasan yang dikemukakan, namun secara sederhana, pertanian organik adalah cara dan sistem budi daya tanaman yang hanya atau mengutamakan penggunaan bahan-bahan alami (organik) dan tidak menggunakan atau membatasi penggunaan input kimia (anorganik) berupa pupuk dan pestisida kimia. Secara umum, ada dua pemikiran yang melatari pengembangan pertanian organik di Indonesia. Pertama, pemikiran yang merujuk kepada keprihatinan berbagai kalangan, baik nasional maupun internasional terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan petani. Kedua, pemikiran yang dilatari oleh degradasi fisik dan kimia sebagian lahan, terutama lahan sawah serta lingkungan, namun tetap peduli terhadap ketahanan pangan nasional yang harus bertumpu pada produktivitas tinggi dan stabil, khususnya untuk komoditas padi. Berdasarkan kedua pemikiran tersebut, pengembangan pertanian organik (dan penggunaan pupuk organik) dibedakan atas dua pemahaman umum, yang keduanya sama- sama penting dan patut dikembangkan (Fagi dan Las 2006). Pertama, pertanian organik absolut (POA) sebagai sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik, hanya menggunakan bahan alami berupa bahan organik atau pupuk organik. Sistem ini adakalanya dikaitkan dengan konsep pertanian berkelanjutan rendah input (Low Input Sustainable Agriculture, LISA). Sasaran utamanya adalah menghasilkan produk dan lingkungan (tanah dan air) yang bersih dan sehat (ecolabelling attributes). Sistem ini lebih mengutamakan nilai gizi (nutritional

21 attributes), kesehatan, dan ekonomi produk, yang konsumennya adalah kalangan tertentu (eksklusif), dan kurang mengutamakan produktivitas. Kedua, pertanian organik rasional (POR) atau pertanian semiorganik sebagai sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik). Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan biopestisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern (GAP) yang mengutamakan produktivitas, efisiensi sistem produksi, keamanan, serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Berbeda dengan pupuk kimia buatan (anorganik) yang hanya menyediakan satu sampai beberapa jenis hara saja, pupuk organik mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, fungsi kimianya jauh melebihi pupuk kimia buatan. Fungsi kimia tersebut antara lain adalah: 1) menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), 2) mencegah kahat unsur hara mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang, 3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan 4) membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam- logam tersebut tidak meracuni tanaman. Fungsi fisika pupuk organik antara lain adalah: 1) memperbaiki struktur tanah, karena bahan organik dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang mantap, 2) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air (water holding capacity) tanah meningkat dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah menjadi lebih baik, dan 3) mengurangi (bufer) fluktuasi suhu tanah. Fungsi biologi pupuk organik adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikro dan mesofauna tanah. Dengan ketersediaan bahan organik yang cukup, aktivitas organisme tanah yang juga mempengaruhi

22 ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah menjadi lebih baik. Pupuk kimia buatan hanya mampu menyediakan satu (pupuk tunggal) sampai beberapa jenis (pupuk majemuk) hara tanaman, namun tidak menyediakan senyawa karbon yang berfungsi memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, serta (kecuali untuk pupuk buatan tertentu) tidak menyediakan unsur hara mikro. Dengan demikian, penggunaan pupuk buatan yang tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik dapat merusak struktur tanah dan mengurangi aktivitas biologi tanah (Setyorini 2004). 2.2.2.4. SISTEM BUDI DAYA PERTANIAN EKOLOGIS Sistem budi daya pertanian ekologis (SBPE) adalah sistem pertanian yang memanfaatkan segala komponen, baik fisik, kimia maupun biologi yang ada dalam suatu ekosistem, baik di dalam tanah, udara maupun air untuk mencapai produktivitas yang optimal, sehat, dan berkelanjutan. Pertanian dan pendekatan SBPE ini dianggap sebagai resultan dinamis dari kegiatan makhluk hidup yang kompleks (manusia-tanah dan hara, air, tanaman, mikroorganisme) dalam memanfaatkan sumber daya alam seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia (Dilts dalam Kasryno 2006). Dalam kaitan ini, tanah diibaratkan sebagai makhluk hidup dalam suatu ekosistem yang dinamis. Tanah yang sehat dicirikan oleh kekayaannya akan organisme tanah yang berfungsi untuk mengubah sisa tanaman atau hewan menjadi unsur hara bagi tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip utama dari SPBE pada tanaman padi mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta ketersediaan hara fosfat dan nitrogen. Demikian juga kandungan mikroba tanah yang menguntungkan seperti Actinomycetes dan Azotobacter sebagai organisme pelarut P, dan Rhizobium jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian biasa (Setyorini 2004). 2.2.2.5. PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Untuk tanaman pangan, khususnya padi, pengembangan pertanian organik absolut secara luas berisiko tinggi dan mengancam revitalisasi pertanian, khususnya ketahanan pangan. Namun, dalam luasan terbatas dan bersifat eksklusif, terutama untuk menghasilkan

23 beras fungsional dengan karakteristik dan mutu tertentu, pengembangan padi organik dinilai prospektif. Berbagai hasil penelitian menunjukkan penerapan pertanian organik absolut pada tanaman padi tidak mampu menjamin produktivitas yang tinggi, bahkan cenderung menurun. Hal ini terkait dengan lambatnya penyediaan hara makro yang perlu tersedia bagi tanaman dalam waktu yang cepat dan dalam jumlah yang cukup, sebagaimana yang dibutuhkan oleh varietas unggul modern yang berpotensi hasil tinggi (> 6,50 t/ha), yang biasanya tercukupi dari pemberian pupuk anorganik seperti urea, TSP, dan KCl. Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian, IRRI, dan FAO sejak 2001/2002 telah mengembangkan konsep Integrated Crop and Resource Management (ICM) atau lebih populer disebut Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), dan Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT). Model PTT/SIPT merupakan pendekatan dalam sistem usaha tani padi yang berlandaskan pada aspek sinergisme dan keterpaduan antara sumber daya dan pengelolaan tanaman, yang salah satu komponen teknologinya adalah sinergi pemupukan anorganik dan organik, sesuai dengan konsep GAP dan POR. Dalam PTT/SIPT, pemberian pupuk atau bahan organik merupakan salah satu syarat utama (compulsory technology), yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan sekaligus sebagai suplemen untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Aplikasi pupuk anorganik didasarkan pada konsep pengelolaan hara spesifik lokasi yang menganut prinsip feed what the crop need. Pupuk diberikan secara proporsional dan rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, aplikasi pupuk organik (terutama pupuk kandang dan jerami) dan pupuk anorganik sama-sama menjadi andalan dalam peningkatan produktivitas, efisiensi input, sekaligus untuk perbaikan dan kelestarian sumber daya lahan dan lingkungan. Dengan PTT dan SIPT, produktivitas padi dapat ditingkatkan 1636% dan penggunaan pupuk anorganik berkurang hingga 35% (Las etal.2004). 2.2.2.6. INOVASI TEKNOLOGI MITIGASI GRK LAHAN PERTANIAN Sejak lebih dari 10 tahun terakhir, Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian makin intensif melakukan penelitian dan pengkajian terhadap aspek lingkungan pertanian. Selain informasi tentang emisi GRK di lahan pertanian, telah dihasilkan pula informasi tentang residu agrokimia dan dampaknya terhadap lingkungan. Beberapa inovasi,

24 baik pendekatan maupun teknologi mitigasi, juga telah dihasilkan. Untuk menekan emisi GRK dari lahan sawah, ada empat pendekatan yang dapat dikembangkan, yaitu : 1) Pengelolaan air dan sistem irigasi, 2) Pengelolaan dan pengolahan tanah, 3) Teknik budi daya, dan 4) Perakitan atau pemilihan varietas unggul. Pengelolaan air dan sistem irigasi (penggenangan dan drainase) sangat mempengaruhi proses fisio-fisiko-kimia tanaman-tanah-air, seperti pH, Eh, dan sirkulasi udara yang sangat berperan dalam proses, reaksi kimia, dan aktivitas mikroba tanah yang terkait dengan emisi GRK, terutama gas metana dan N2O (Wihardjaka et al. 1998). Irigasi tetes dan irigasi berselang (intermitten irrigation) di lahan sawah dapat menekan emisi GRK lebih dari 40% dibandingkan dengan penggenangan terus-menerus, sebagaimana yang masih dipraktekkan oleh sebagian besar petani padi hingga kini (Setyanto etal. 2000; 2003; 2004). Makin terbatas pengolahan tanah, makin besar pengurangan emisi GRK dari lahan sawah. Teknik budi daya, terutama sistem tanam yang terkait dengan umur tanaman di lapang dan penyiangan, sangat berpengaruh terhadap emisi GRK. Pengaruh varietas unggul terhadap emisi GRK terkait dengan perakaran, jumlah anakan, dan jaringan aerenkhim tanaman. 2.2.2.6. PENGENDALIAN HAMA TERPADU Tidak dapat dipungkiri bahwa pestisida merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan produksi pertanian, terutama pangan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pestisida juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk itu, sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam sistem produksi pertanian, terutama tanaman pangan. Konsep PHT yang diimplementasikan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) pada dasarnya bertujuan untuk mendorong agar penggunaan pestisida sebagai obat, dan harus seminimal dan seselektif mungkin. Dalam hal ini, aplikasi

25 pestisida (kimia) merupakan pilihan terakhir setelah pendekatan atau teknologi pengendalian lain, seperti pengendalian secara biologi, mekanis, penggunaan biopestisida, dan penanaman varietas tahan hama dan penyakit, sudah tidak lagi efektif. Selain itu, aplikasi pestisida dilakukan pada kondisi tertentu, misalnya jika kerusakan tanaman telah mencapai ambang ekonomi atau pada saat yang paling efektif dengan dosis yang tepat. 2.2.2.7. REGULASI PENGGUNAAN PESTISIDA DAN PUPUK Beberapa peraturan dan perundangundangan yang berkaitan dengan regulasi Penggunaan agroinput adalah: 1) Permentan No. 7/1973 tentang peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, 2) Kepmentan No. 280/1973 tentang pendaftaran, aplikasi dan lisensi pestisida, 3) Permentan No. 429/1973 tentang pengepakan dan pelabelan pestisida, 4) Kepmentan No. 944/1984 tentang pembatasan pestisida, 5) Kepmentan No. 536/ 1985 tentang pengawasan pestisida, 6) UU No. 12/1992 tentang budi daya pertanian, 7) Kepmentan No. 6/1995 tentang perlindungan tanaman, dan 8) Kepmentan No. 01/2006 tentang rekomendasi pemupukan dan penghematan pupuk. Selain sebagai pejabat pengawas yang bersifat struktural di Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan dan Departemen Kesehatan, Menteri Pertanian juga telah membentuk Komisi Pestisida untuk mengefektifkan penerapan berbagai Kepmentan dan Permentan dalam regulasi penggunaan pestisida. Komisi yang beranggotakan perwakilan dari berbagai departemen serta para pakar lembaga penelitian dan perguruan tinggi tersebut, bertugas membantu Menteri Pertanian dalam mengendalikan, mengawasi, dan mengevaluasi penggunaan pestisida di Indonesia. 2.2.2.8. KEBIJAKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, terutama yang berkaitan dengan dampak yang disebabkan oleh pesatnya penggunaan input agrokimia, sejak 1978 Badan Litbang Pertanian merintis berbagai penelitian yang berkaitan dengan isu lingkungan di sektor pertanian. Penelitian mencakup pengaruh residu pestisida terhadap tanah, air,

26 tanaman, ternak, ikan, dan fauna yang hidup di lingkungan pertanian seperti burung dan katak. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan residu pupuk dan emisi GRK pada pertanaman padi juga dikembangkan melalui kerja sama dengan IRRI sejak 1990-an. Bahkan pada tahun 1995 dibentuk institusi khusus yang bertugas meneliti pencemaran lingkungan pertanian, yaitu Loka Penelitian Lingkungan Pertanian (Lolingtan) di Jakenan, Pati Jawa Tengah. Berdasarkan pertimbangan bahwa isu lingkungan akan makin penting dan strategis di sektor pertanian, kini Loka tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Balingtan). Balai ini bertugas melakukan penelitian pencemaran tanah, air, lingkungan dan produk pertanian, emisi GRK dari lahan pertanian, serta pengembangan pertanian ramah lingkungan. Selain itu, sejak tahun 1990-an Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian juga memberikan perhatian khusus terhadap perubahan iklim global atau pemanasan bumi, serta anomali iklim. Bahkan sejak tahun 1992, tugas pokok dan fungsi Pusat Penelitian Tanah dikembangkan menjadi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, dan selanjutnya pada tahun 2002 dibentuk Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat). Selain melakukan penelitian dan kajian terhadap dinamika iklim dalam konteks pertanian, Balitklimat juga melakukan berbagai penelitian dan kajian terhadap kekeringan dan banjir, serta pendekatan dan teknologi mitigasinya. Beberapa teknologi yang dihasilkan melalui penelitian dapat dikembangkan seperti teknologi insinerasi, pemadatan, penyimpanan (containment), dan bioremediasi. Penggunaan karbon aktif memberi harapan dikembangkan untuk mengatasi pencemaran tanah oleh pencemar organik dan anorganik (Cunningham et al. 1995). Karbon aktif dapat menjerap insektisida di dalam air hingga 99,90% dari konsentrasi awal sebesar 2.250 mg/l (Anonim 1991). Karbon aktif dapat dikombinasikan dengan pupuk sehingga menghasilkan pupuk dwifungsi, yaitu pupuk lambat urai (slow release) dan pengendali bahan pencemar di lahan pertanian. Oleh karena itu, selain melakukan pemantauan dan pengamatan terhadap pencemaran agrokimia dan kimia industri, serta mencari dan merakit teknologi mitigasi GRK dari lahan pertanian, penelitian lingkungan pertanian ke depan juga diarahkan untuk menghasilkan teknologi yang dapat mengurangi atau mengendalikan dampak residu tersebut.

27 2.3. PENCEMARAN BANJARMASIN Berdasarkan data BPS pada tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80. 235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir sebesar 4,2%, yang dibakar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan yang tidak tertangani sejumlah 53,3%. Di Kalimatan selatan, dengan jumlah penduduk kota 1. 347. 527 yang tersebar di 11 kota, cakupan yang terlayani oleh adanya pelayanan pemerintah dalam pengelolaan sampah hanya 550. 017 jiwa atau 40% (Bappenas, 2002). Keadaan Banjarmasin sekarang yang bisa dilihat, dengar, cium, dan rasakan adalah sampah-sampah di tempat pembuangan sampah sementara yang selalu menggunung, truktruk sampah yang selalu penuh bahkan kepenuhan, tempat sampah yang kadang kosong karena adanya tumpukan atau ceceran sampah ditempat notabene bukan tempat pembuangan sampah, kumuhnya kawasan karena dihiasi sampah, setiap hari truk sampah dan penyapu jalan bekerja. (NEORATNAYUWINDA, 2008) Sungai, pojok-pojok jalan, dibawah jendela, kolong rumah, kolong jembatan, di kampus, maupun kos-kosan tidak luput menjadi tempat pembuangan sampah, hampir tidak ada bedanya antara tempat tinggal seorang mahasiswa dengan gembel dibawah jembatan dari segi sampahnya. Apalagi sekarang sebagian mahasiswa terjangkit virus malas membersihkan kos-kosannya sehingga sampah-sampah yang dipermainkan kucing berhamburan begitu saja. Penyebab yang dapat diungkapkan dalam tulisan ini atas masalah yang dikemukakan ada dua, secara internal dan eksternal. Secara internal diantaranya adalah pola pikir masyarakat yang berhasil dibentuk oleh budaya pasar bebas yang tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri bahwa mereka dikonstruk untuk menjadi pendukung budaya konsumerisme, yang mana pusat perbelanjaan dan kaki tangannya sebagai lambang kemodernan. Ada citra harat dan kebanggaan tersendiri apabila sudah menenteng kresek Hypermart, Ramayana, Roberta, atau Mangga Dua, daripada belanja di Pasar Harum Manis atau Sudi Mampir. LINGKUNGAN DI KALIMANTAN SELATAN, KHUSUSNYA

28 Sementara yang memakai bakul dari purun dianggap kampungan, padahal secara lingkungan bakul dari purun, paikat, atau daun rumbia lebih ramah lingkungan karena dibuat dari bahan-bahan alami. Di Kuin, barang-barang kerajinan tangan dari bahanbahan tersebut diatas masih dijual bebas. Memang secara kualitas lebih cepat rusak, tetapi dari segi penguraiannya lebih cepat lingkungan daripada plastik. Dari pola pikir berkembang menjadi tindakan, kalau internalisasi dan sosialisasi tentang kebersihan dan penempatan sampah kurang, akan menyeret kita menjadi masyarakat sampah, apalagi kalau ditambah dengan ketidakperdulian kita yang selalu beranggapan bahwa masalah sampah bukan urusan dan masalah yang harus dipikirkan. Tindakan yang selalu dilakukan akan menjadi kebiasaan, kebiasaan berkembang lagi menjadi watak. Apabila membuang sampah sembarangan telah menjadi watak, tidak perduli laki-laki atau perempuan akan tega mencemari lingkungan tanpa rasa bersalah. Sedang penyebab secara eksternal adalah dengan bebasnya peredaran plastik dipasaran bebas dengan berbagai bentuk dan ukuran, dan ada pergeseran arti istilah dalam masyarakat tentang istilah modern dan kampungan. 2.3.1. DAMPAK YANG DITIMBULKAN Dampak paling nyata dirasakan oleh daerah yang memiliki masyarakat sampah adalah rasa malu secara nasional ketika kota Banjarmasin dinobatkan menjadi kota terkotor pada kunjungan Wapres pada beberapa waktu yang lalu. Padahal sebagian besar orang Banjar beragama Islam, dan Nabi Muhammad, SAW telah mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini sangat bertolak belakang dengan predikat kota terkotor. Kemudian dengan semangat hangat-hangat tahi ayam dilakukan lah gerakan jumat bersih seminggu sekali dilingkungan dinas pegawai negeri sipil, tetapi sampai sekarang yang bersih hanya didaerah yang eks perkampungan Belanda pada masa lalu yang sekarang menjadi daerah percontohan kebersihan. Sementara di tempat yang pada masa lalu hingga sekarang menjadi kampung pribumi tetap saja seperti biasa, dikelilingi sampah disekitarnya minimal sampah dedaunan dari pohon dihalaman rumah. Bahkan sekarang sampah malah tambah banyak ditandai dengan adanya rombongan anak-anak usia Sekolah Dasar yang ikut memunguti sampah untuk dijual seperti gelas plastik air minum kemasan.

29 Dampak berikutnya adalah meningkatnya jam kerja para armada kebersihan sementara skala kebersihan hanya berada dititik yang sama. Dampak terakhir yang dapat dikemukakan adalah banyaknya himbauan abah wali berupa baliho, plakat, maupun poster di ruas-ruas jalan yang menyerukan kebersihan. 2.3.2. PENCEGAHAN 2.3.2.1. ALAT PENGURAI SAMPAH DI BEBERAPA KOTA BESAR LAIN Tata ruang kota merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perkembangan kota yang cenderung mengabaikan kawasan hijau kota, berupa ruang terbuka hijau, hutan kota, dan taman kota sangat disayangkan. Ketiadaan hutan kota yang mestinya dapat berfungsi sebagai penyerap karbon, peredam kebisingan, dan pengatur tata air makin membuat kondisi lingkungan kota Banjarmasin makin parah. Masyarakat sampah yang ada di Banjarmasin adalah masyarakat setengah matang, semestinya pada saat mereka mengenal sampah, juga mengetahui dan mempunyai cara untuk mengatasi sampah, sehingga tidak mengorbankan lingkungan yang pada akhirnya mengancam kesehatan kita. Memang sampah adalah masalah klasik sebuah kota besar, namun tidak menutup kemungkinan jika kita bisa menangani sampah, kota yang bersih menjadi milik kita. Beberapa artikel yang membahas tentang penguraian sampah diantaranya : a) Jamur Pengurai Sampah Plastik Jakarta, Kamis, 08 Juni 2006 Kompas Jenis jamur tertentu yang biasanya menguraikan kayu ternyata juga dapat mengunyah plastik. Temuan para peneliti AS ini menawarkan metode pengolahan sampah plastik agar tidak tertimbun di tanah selamanya dan mencemari lingkungan. Namun, tidak semua jenis plastik dapat diuraikan. Plastik yang baru dapat diuraikannya adalah jenis resin fenol yang banyak digunakan untuk membuat lem plywood dan papan serat kayu atau pada cetakan mobil. Plastik memiliki molekul yang besar dan

30 sulit dipecahkan terbentuk dari molekul-molekul fenol berbentuk cincin dan formaldehida yang diberi tekanan dan panas tinggi. Jenis plastik ini populer sebab tahan lama. Namun, efek sampingnya sulit didaur ulang. Tidak seperti polietilen yang digunakan untuk kemasan air mineral, resin tersebut sangat keras sehingga sulit meleleh. Sekitar 2,2 juta ton resin fenol diproduksi di AS setiap tahun atau sekitar 10 persen dari jenis plastik yang diproduksi di sana. Sebagian sampah resin fenol digunakan lagi dalam bentuk aslinya. Percobaan daur ulang juga dilakukan dengan memanaskan pada suhu tinggi dan menggunakan larutan kimia. Namun, cara seperti ini mahal dan menghasilkan produk samping yang mencemari lingkungan. Adam Gusse dan koleganya dari Universitas Winconsin-La Crosse kemudian meneliti manfaat jamur yang biasanya hidup di pangkal batang yang membusuk. Jamur yang berwarna putih ini menghasilkan ramuan enzim yang dapat memecah lapisan lignin yang keras. Lignin memiliki struktur kimia yang mirip resin fenol karena disusun dari molekul-molekul yang saling berikatan. Gusse meletakkan serpihan-serpihan resin fenol ke lima spesies jamur berbeda untuk membandingkan pengaruhnya. Tim peneliti melihat terdapat satu spesies bernama Phanerochaete chrysosporium yang berubah warna tubuhnya dari putih menjadi merah muda setelah beberapa hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa jamur tersebut telah menguraikan resin menjadi molekul-molekul polimer lebih kecil yang berwarna merah muda. Mereka memastikan temuannya setelah memberi makan jamur tersebut dengan resin fenol yang mengandung isotop karbon lebih berat. Hasilnya, isotop terserap ke tubuh jamur setelah berpesta plastik. Kerusakannya jelas sekali terlihat, kata Gusse. Dengan mikroskop elektron, permukaan resin terlihat penuh dengan kawah seperti bekas dikunyah. Menurut Gusse, jamur tersebut bahkan dapat dimanfaatkan untuk mendaur ulang komponen-komponen fenol jika metode pemanfaatannya telah dikembangkan. Namun, ide tersebut masih jauh untuk dikomersialkan.

31 Sejauh ini, para peneliti belum menghitung seberapa efektif jamur menguraikan resin. Gusse memperkirakan butuh waktu beberapa bulan untuk menyelesaikannya. Jamur putih sejenis lainnya juga diketahui memiliki kemampuan menguraikan plastik jenis polystyrene atau polutan seperti polychlorinated biphenyl (PCB). Mereka mengeluarkan enzimnya dan memangsa apapun di sekitarnya, kata Gusse. b) Keranjang Ajaib Takakura Oct 29, 07 Dewasa ini pengelolaan sampah mandiri di Surabaya banyak menggunakan keranjang sakti Takakura. Keranjang sakti Takakura adalah suatu alat pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga. Yang menarik dari keranjang Takakura adalah bentuknya yang praktis, bersih dan tidak berbau, sehingga sangat aman digunakan di rumah. Keranjang ini disebut masyarakat sebagai keranjang sakti karena kemampuannya mengolah sampah organik sangat baik. Keranjang Takakura dirancang untuk mengolah sampah organik di rumah tangga. Sampah organik setelah dipisahkan dari sampah lainnya, diolah dengan memasukkan sampah organik tersebut ke dalam keranjang sakti Takakura. Bakteri yang terdapat dalam starter kit pada keranjang Takakura akan menguraikan sampah menjadi kompos, tanpa menimbulkan bau dan tidak mengeluarkan cairan. Inilah keunggulan pengomposan dengan keranjang Takakura. Karena itulah keranjang Takakura disukai oleh ibu-ibu rumah tangga. Keranjang kompos Takakura adalah hasil penelitian dari seorang ahli Mr. Koji TAKAKURA dari Jepang. Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistim pengolahan sampah organik. Selama kurang lebih setahun Mr. Takakura bekerja mengolah sampah dengan membiakkan bakteri tertentu yang memakan sampah organik tanpa menimbulkan bau dan tidak menimbulkan cairan. Dalam pelaksanaan penelitiannya, Mr. Takakura mengambil sampah rumah tangga, kemudian sampah dipilah dan dibuat beberapa percobaan untuk menemukan bakteri yang sesuai untuk pengomposan tak berbau dan kering. Jenis bakteri yang dikembang-biakkan oleh Takakura inilah yang kemudian dijadikan starter kit bagi keranjang Takakura. Hasil percobaan itu, Mr. Takakura

32 menemukan keranjang yang disebut Takakura Home Method yang dilingkungan masyarakat lebih dikenal dengan nama keranjang sakti Takakura. Selain Sistim Takakura Home Method, Mr. Takakura juga menemukan bentukbentuk lain ada yang berbentuk Takakura Susun Method, atau modifikasi yang berbentuk tas atau kontainer. Penelitian lain yang dilakukan Takakura adalah pengolahan sampah pasar menjadi kompos. Akan tetapi Takakura Home Method adalah sistim pengomposan yang paling dikenal dan disukai masyarakat karena kepraktisannya. Mr. Takakura, melakukan penelitian di Surabaya sebagai bagian dari kerjasama antara Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu di Jepang. Kerjasama antar kedua kota difokuskan pada pengelolaan lingkungan hidup. Kota Kitakyushu terkenal sebagai kota yang sangat berhasil dalam pengelolaan lingkungan hidup. Keberhasilan kota Kitakyushu sudah diakui secara internasional. Karena keberhasilan kota Kitakyushu itulah kota Surabaya melakukan kerjasama pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk kerjasama berupa pemberian bantuan teknis kepada kota Surabaya. Bantuan teknis yang diberikan Pemerintah Jepang adalah dengan menugaskan sejumlah tenaga ahli untuk melakukan penelitian tentang pengolahan sampah yang paling sesuai dengan kondisi Surabaya. Mr. Takakura adalah salah satu ahli yang ditugaskan itu. Sehari-harinya Mr. Takakura bekerja di perusahaan JPec, anak perusahaan dari J-Power Group. Suatu perusahaan yang sesungguhnya bergerak di bidang pengelolaan energi. Mr. Takakura adalah expert yang mengkhususkan diri dalam riset mencari energi alternatif. Kerjasama Kitakyushu-Surabaya untuk mengelola sampah dimulai dari tahun 2001 sampai 2006. Takakura menjadi peneliti kompos selama kerjasama tersebut sekaligus sebagai ahli pemberdayaan masyarakat. Selama itu Takakura dan timnya secara berkala datang ke Surabaya untuk melakukan penelitian dan melaksanakan hasil penelitian itu. Kadang-kadang Takakura datang ke Surabaya sampai enam kali dalam setahun. Selama penelitian kompos biasanya bisa mencapai 3 minggu ia harus mengamati perkembangan bakteri kompos. Yang unik dari Mr. Takakura adalah bahwa selama ia berada di Surabaya ia senantiasa memakai baju batik. Sumbangsih Mr. Takakura terhadap upaya pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya sangatlah besar. Keberhasilan itu malah diapresiasi oleh lembaga internasional IGES (Institut for Global Environment and Strategy).

33 Pada bulan Februari 2007, IGES mensponsori studi banding 10 kota dari 10 negara untuk melihat pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya. Kota-kota itu ingin mencontoh sistem pengomposan yang dikembangkan oleh Surabaya dengan bantuan Takakura Composting System. c) Briket sampah http://www.mail-archive.com/info@rw14.web.id/msg01018.html Bila mencermati informasi dari para pakar peneliti sumber daya alam. Mereka menyatakan, kandungan sumber minyak bumi di wilayah Indonesia diprediksikan hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri sampai tahun 2010. Jadi, sudah selayaknya semua pihak memikirkan alternatif bahan bakar lain yang tidak hanya mengandalkan bahan dasar minyak. Berdasarkan percobaan yang penulis terapkan pada siswa-siswa kelas VII SMP Negeri 3 Rancaekek, Bandung, ternyata diperoleh beberapa informasi mengenai keunggulan briket sampah dibandingkan penggunaan bahan bakar minyak tanah atau kayu. Pertama, cara pembuatan briket sampah ini relatif mudah, murah dan tidak memakan waktu lama. Cara pembuatannya mudah, karena yang diperlukan hanya sampah organik yang mudah ditemukan di sekitar kita. Bahan dasarnya dapat berupa, kayu-kayu sisa, daun-daun kering, makanan sisa, kertas. Bahan-bahan tersebut, pertama-tama dibakar sampai menjadi bentuk arang berwarna hitam pekat. Agar tidak sampai menjadi abu, pada saat bara api merata ke seluruh bagian bahan, segera disiram air secukupnya. Langkah selanjutnya, arang tersebut ditumbuk dengan menggunakan alat penumbuk, martil, batu, atau alat-alat berat lainnya sampai menjadi halus. Saat menumbuk ditambahkan daun-daun tanaman segar yang memiliki sifat lunak dan cukup kandungan air. Daun-daunan ini dapat diambil dari sisa-sisa sampah pasar atau sayuran yang sudah terbuang, contohnya bayam, kangkung, sawi, daun pepaya atau jenis-jenis sayuran lain. Hal tersebut sekaligus dapat menjadi solusi pengurangan penumpukan sampah yang banyak kita jumpai di pasar-pasar. Persentase komposisi bahan pembuatan briket organik adalah 80% sampah organik kering dan 20% campuran daun segar. Jadi bila ingin mencoba

34 membuatnya, seandainya sampah organik yang digunakan seberat 800 gram, maka daun segar yang ditambahkan sebanyak 200 gram. Atau kelipatan dari jumlah tersebut. Setelah kedua bahan tersebut tercampur rata, kemudian adonan dicetak dengan ukuran dan bentuk menurut selera pembuatnya. Briket yang telah dibuat selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Proses pengeringan bergantung kondisi cuaca. Pengeringan hanya memakan waktu sehari bila matahari bersinar penuh. Sedangkan tanda-tanda briket sudah kering atau belum mudah ditebak dengan cara meletakkan dan mengangkatnya di telapak tangan. Briket kering terasa lebih ringan dan jelaga di permukaan tidak terlalu mengotori permukaan telapak tangan. Sejumlah kelebihan penggunaan briket sampah organik adalah rasa dan aroma masakan. Dari percobaan hasil pengolahan masakan yang menggunakan kompor minyak tanah dan tungku briket sampah, diperoleh cita rasa berbeda. Nasi terasa lebih pulen dan masakan lain lebih legit. Kelebihan briket kedua adalah daya panas yang dihasilkan dari pembakaran briket sampah tak kalah dibandingkan dengan bahan bakar minyak. Hasil percobaan penulis, untuk memanaskan 1 liter air hanya memerlukan sekitar 300 gram briket dalam waktu kurang lebih 12 menit (dengan catatan bara api sudah merata). Di samping itu, briket sampah memiliki kemampuan penyebaran bara api yang baik, tak mudah padam, dan tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk pengipasan. Tanpa dikipasi pun briket sampah organik mudah menyala dengan stabil. Kelebihan ketiga adalah volume asap yang dikeluarkan briket sampah tidak sebanyak yang dihasilkan kayu atau minyak tanah. Dan yang lebih utama, kandungan karbon dioksida dan karbon monoksida sebagai hasil sampingan pembakaran tidak sedahsyat kayu atau bahan bakar minyak tanah.Berkurangnya asap yang diproduksi disebabkan karbon dioksida, karbon monoksida, dan kandungan air yang tersimpan dalam bahan briket telah direduksi pada saat proses pembakaran pertama (arang). Kelebihan keempat adalah peralatan tungku yang digunakan untuk keperluan bahan bakar briket relatif lebih murah dan lebih mudah dalam perawatannya. Jenis tungku yang digunakan terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa. Jenis tungku ini sudah dikenal sejak lama dalam masyarakat tradisional Indonesia. Dari segi aroma, briket sampah tidak jauh berbeda dengan bau khas arang yang dibakar. Bahkan masyarakat daerah tertentu, seperti masyarakat pedesaan lebih menyukai menggunakan bahan bakar nonminyak dengan alasan perbedaan rasa dan aroma.

35

BAB III KESIMPULAN

3.1.

PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING)

1) Pemanasan Global telah mengancam kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan 2) Pemanasan Global merupakan dampak negatif dari aktifitas manusia yang tidak diatur berdasarkan syariat Allah 3) Kapitalisme yang mendasari aktifitas manusia tersebut telah terbukti merusak 4) Khilafah adalah institusi satu-satunya harapan seluruh manusia yang akan mampu mengatasi pemanasan global dan menyelamatkan kehidupan seluruhnya. 5) Pemanasan global yang kini terjadi, sepenuhnya merupakan dampak dari perilaku berlebih-lebihan manusia di dunia. 6) Allah SWT telah menciptakan alam dengan segala keseimbangannya, namun perilaku manusia kemudian merusak keseimbangan itu. Karena itu, solusi yang ditawarkan Islam untuk menangkal pemanasan global adalah menghentikan gaya hidup yang berlebih-lebihan. keseimbangan alam dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut

3.2.

PENCEMARAN RESIDU LIMBAH INDUSTRI, PERTAMBANGAN, DAN PERKOTAAN Dampak pembangunan pertanian terhadap lingkungan telah teridentifikasi, dan

pencemaran lingkungan oleh bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) merupakan salah satu

dampak yang nyata. Selain itu, kesalahan pengelolaan lahan di masa lampau telah menyebabkan rusaknya sebagian lahan pertanian, yang berdampak pula terhadap penurunan produktivitas dan mutu produk pertanian, dan pada akhirnya berujung pula pada pencapaian revitalisasi pertanian. Identifikasi dan pemantauan, serta inovasi teknologi mitigasi dan penanggulangan

masalah lingkungan pertanian sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan. Dalam hal ini, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian beserta jajarannya, terutama Balai Penelitian Tanah, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, dan Balai Penelitian

36 Lingkungan Pertanian, mempunyai peran yang sangat strategis untuk menjadi trendsetter dalam pengelolaan lingkungan pertanian.

3.3.

PENCEMARAN

BANJARMASIN.

LINGKUNGAN

DI

KALIMANTAN

SELATAN,

KHUSUSNYA

Meskipun tergolong masalah klasik, sampah pada masa sekarang sudah menjadi masalah global. Dibeberapa tempat seperti Bantargebang pada waktu yang lalu sempat terjadi insiden berkaitan masalah sampah. diluar negeri, penanganan sampah juga masih menjadi masalah disamping pencemaran udara. Namun keunggulan mereka dibanding kita adalah lebih tertib dalam menyikapi peraturan pemerintah, tidak seperti kita yang menjadikan banyak aturan pemerintah tidak berfungsi. Sementara para civitas akademika di PT maupun sekolah bukannya ikut memikirkan

cara penanganan sampah ditempat kita, sebagian besar malah menjadi masyarakat sampah. karena kalau hanya mengandalkan para petugas kebersihan, sampah akan tetap banyak jika kita tidak ikut membantu. tugas kita tidak selesai dengan hanya membuang sampah ditempatnya. akan lebih baik jika bisa menyumbangkan ide tentang pengurai sampah. sehingga civitas akademika juga punya nilai dimasyarakat dan bukan menjadi klub eksklusif. sudah saatnya Banjarmasin mempunyai alat pengurai sampah sendiri dan bukan hanya mencetak sampahnya saja.

adanya tekad yang kuat dan kemauan yang mantap untuk melakukan perubahan. Selain itu juga diperlukan tim-tim yang tangguh untuk mengajak masyarakat kita melangkah kearah yang lebih ramah lingkungan. Dengan cara yang halus sesuai psikologi urang Banjar yang terbuka dengan sesuatu yang baru dan dengan perencanaan yang tepat, perubahan yang diinginkan insya Allah bisa diraih, and youll never know till you have tried.

Untuk berubah kearah sesuatu yang lebih baik tidak semudah berbicara, diperlukan

37

BAB IV STUDI KASUS


1. LATAR BELAKANG Gejala Masalah Sosial timbul sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, seperti yang diketahui dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Sejak adanya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek kehidupan masyarakat terpenuhi, atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu

masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para Sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial. Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara. Salah satu contoh masalah sosial yang ada ialah masalah rusaknya lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan-perbedaan sifat dasar masalah-masalah lingkungan hidup, baik dan konsekuensi logis dari kenyataan kerusakan lingkungan alam ini jelas akan menimpa semua bangsa dan seluruh umat manusia di dunia bahkan segala sumber hidup dan penghidupan, termasuk peradaban umat manusia itu sendiri. di negara-negara dunia ketiga maupun di negara-negara industri maju, namun implikasi

yang berupa : tanah, air dan udara dan sumber daya alam yang lain yang termasuk ke Namun demikian, harus disadari bahwa sumber daya alam yang kita perlukan mempunyai

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam

dalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan sumber daya alam yang (PUSBER.COM, 2013) baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat.

38

1.2. TUJUAN Tujuan utama makalah kasus lingkungan hidup ini adalah dengan merealisasikan ciri-ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan yang diantaranya adalah: a. Menjamin pemerataan dan keadilan. b. Menghargai keanekaragaman hayati. c. Menggunakan pendekatan integratif. d. Menggunakan pandangan jangka panjang. Sehingga tercipta adanya pelestarian terhadap lingkungan-lingkungan yang ada di

negeri ini, menghindari atau meminimalisasikan kerugian dari setiap bencana alam yang ada.

akan terjadi. Melakukan pelestarian tanah, hutan, laut dan pantai, flora dan fauna yang

I.3. SASARAN Secara keseluruhan bumi kita sedang mengalami masalah kesehatan yang cukup

kompleks. Banyak media terus menyoroti kesehatan bumi yang buruk. Beberapa orang

menjadi terbiasa dengan seringnya berita tentang bahaya terhadap lingkungan hidup, mungkin bahkan berpikir itu bukan masalah besar selama itu tidak mempengaruhi mereka. Karena pencemaran bumi kita kini begitu meluas, kemungkinan besar hal ini telah mengimbas lebih dari satu aspek kehidupan kita.

2. ANALISIS SWOT 2.1. KEKUATAN (STRENGTH) Hutan, laut, dan pantai adalah sebagian dari lingkungan hidup yangmerupakan aset pembangunan yang diperlukan untuk kesejahteraan manusia yang pemanfaatannya perlu dilestarikan. Keberagaman fungsilingkungan sangat memungkinkan Indonesia untuk bisa setara dan menjadi pelopor bagi negara-negara berkembang lainnya dalam hal mendesak negara-negara maju agar segera menurunkan emisi. Lingkungan-lingkungan yanga ada di Indonesia tidak akan pernah menjadi baik, apabila orientasi pemerintah hanya mengejar pendapatan negara dan demi kepentingan pemodal. Bila ada seseorang yang telah

39 melakukan pengrusakan, itu artinya dia telah merugikan semua orang di dunia yang seharusnya bisa dirasakan untuk hidup. 2.2. KELEMAHAN (WEAKNESS) Kerusakan sumber daya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak

kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti : 1) pencemaran udara, 2) pencemaran air, 3) pencemaran tanah, serta 4) kerusakan hutan.

Semuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri. Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Aktivitas manusia. Misalnya kerusakan samudra, sebagian besar ikan di samudra dikuras. Suatu laporan oleh Program Lingkungan Hidup PBB menyatakan bahwa 70% wilayah penangkapan ikan di laut sangat dieksploitasi sehingga reproduksi tidak dapat atau hanya dapat menghasilkan ikan sejumlah yang ditangkapi nelayan.

Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah : 1) Ego sektor daerah ; Otonomi daerah yang belum mampu dilaksanakan dengan baik 2) Pendanaan yang minim di bidang lingkungan hidup 3) Eksploitasi sumber daya alam mengedepankan keuntungan dari sisi ekonomi 4) Lemahnya pengawasan lingkungan (pencemaran, dan perusakan lingkungan) 5) Minimnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup dari tiap golongan, atas atupun menengah. 6) Pererapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.

40 Dampak kerusakan lingkungan hidup yang baik secara langsung atu tidak langsung dilakukan oleh manusia diantaranya : 1) Penggundulan hutan 2) Perburuan liar. 3) Merusak hutan bakau. 4) Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman. 5) Pembuangan sampah di sembarang tempat. 6) Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).

2.3.

PELUANG (OPPORTUNITY)

2.3.1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif Peranan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi bagian

terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelolalingkungan. Pengelolaan lingkungan secara terpadu disinyallir terbukti memberikan peluang pengelolaan yang cukup efektif dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi. Namun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable). Salah satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan efektifitas management). 2.3.2. Pemanfaatan Modal Sosial & Pemanfaatan Institusi Sosial A. Organisasi Masyarakat Komunitas/masyarakat memiliki adat istiadat, nilai-nilai sosial maupun kebiasaan dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis masyarakat (community based

yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Perbedaan dalam hal-hal tersebut menyebabkan terdapatnya perbedaan pula dalam praktek-praktek pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, dalam proses pengelolaan lingkungan perlu memperhatikan masyarakat dan kebudayaannya, baik sebagai bagian dari subjek maupun objek pengelolaan tersebut. Dengan memperhatikan hal ini dan tentunya juga kondisi fisik dan alamiah dari lingkungan hutan, proses pengelolaannya diharapkan dapat menjadi lebih padu, lancar dan efektif serta diterima oleh masyarakat setempat.

situasi dan kondisi lokal agar pendekatan pengelolaannya dapat disesuaikan dengan kondisi lokal daerah yang akan dikelola. Pandangan ini tampaknya relevan untuk dilaksanakan di

Proses pengelolaan lingkungan ada baiknya dilakukan dengan lebih memandang

41 Indonesia dengan cara memperhatikan kondisi masyarakat dan kebudayaan serta unsurunsur fisik masing-masing wilayah yang mungkin memiliki perbedaan disamping kesamaan. Dengan demikian, strategi pengelolaan pada masing-masing wilayah akan bervariasi sesuai dengan situasi setempat. Yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh suatu masyarakat yang merupakan kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Segenap gambaran wacana tersebut di atas secara umum memberikan cermin

bagaimana sebuah pengelolaan yang melibatkan unsur masyarakat cukup penting untuk dikaji dan diujicobakan. B. Organisasi Swasta Peran serta masyarakat dalam pengelolaan ini lebih dikenal dengan istilah pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) atau community based management (CBM). Menurut Carter (1996) [[Community-Based Resource Management (CBRM)]] didefinisikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan secara masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan berkelanjutan di suatu daerah terletak/berada di tangan organisasi-organisasi dalam

kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya dan lingkungan yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. C. Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting,yaitu: a) Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup. kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.

b) Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi

42 Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup oleh Masyarakat Bersama Pemerintah a) Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan) Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi b) Pelestarian udara air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta

1) Menggalakkan penanaman pohon atau pun tanaman hias di sekitar kita 2) Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran, lapisan ozon di atmosfer 3) Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat merusak

c) Pelestarian hutan

1) Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul. 2) Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang. 3) Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon. 4) Menerapkan sistem tebangtanam dalam kegiatan penebangan hutan. 5) Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan.

d) Pelestarian laut dan pantai Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara : sekitar pantai. 2) Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut. 3) Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam mencari ikan. e) Pelestarian flora dan fauna 4) Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan. 1) Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa. 2) Melarang kegiatan perburuan liar. 3) Menggalakkan kegiatan penghijauan 1) Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal

43 D. Kerja sama dan Jaringan Dalam rangka menyadarkan masyarakat terdapat tiga kunci penyadaran, yaitu (i) penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan (iii) lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana.Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah pelaksanaannya, yaitu: 1. PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, 2. Identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi kegiatan, 3. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, 4. Identifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut, 5. Identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan, rencana-rencana tersebut, dan 7. Identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan. Pelatihan keterampilan dasar perlu dilakukan untuk efektivitas upaya 6. Identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan

penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu : 1. Pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan, 2. Keterampilan tentang dasar-dasar manajemen organisasi, 4. Pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya, 3. Peranserta masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan, 5. Pelatihan pemantauan kondisi sosial ekonomi dan ekologi, dan 6. Orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya.

Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: 1) Melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat, 2) Meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-lembaga desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan prasarana. Pendanaan merupakan bagian terpenting dalam proses implementasi upaya

rencana

penanggulangan kerusakan lingkungan. Peran pemerintah selaku penyedia pelayanan

44 diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi upaya penanggulangan. Modal terpenting dalam upaya ini adalah adanya masyarakat setempat. 2.4. TANTANGAN/HAMBATAN (THREADS) Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak. Tantangan atau hambatan yang paling mendasar dalam pelestarian lingkungan kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya

adalah dari manusianya itu sendiri, Minimnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup dari tiap golongan, atas atupun menengah menjadi hambatan yang sangat besar

untuk kelangsungan pelestarian lingkungan, sehingga perlunya penyuluhan tentang lingkungan harus dilakukan untuk tiap-tiap golongan. 3. KESIMPULAN Salah satu contoh masalah sosial yang ada ialah masalah rusaknya lingkungan

hidup di sekitar kita. Kerusakan sumber daya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti : pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang semuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia dan pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain: a) Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak b) Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan. c) Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan atas martabat, keselamatan dan keamanan dari bencana. Masyarakat adalah pihak pertama yang langsung berhadapan adanya kawasan industri.

45 dengan ancaman dan bencana. Karena itu kesiapan masyarakat menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat.

Masyarakat yang terkena bencana adalah pelaku aktif untuk membangun kembali kehidupannya.Masyarakat meskipun terkena bencana mempunyai kemampuan yang bisa dipakai dan dibangun untuk pemulihan melalui keterlibatan aktif. Masyarakat adalah pelaku penting untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana.

46

DAFTAR PUSTAKA
BASKORO. (2009, 1 22).

http://baskoro06.wordpress.com/2009/01/22/makalah-pemanasan-global/ DALAM REVITALISASI PERTANIAN. JURNAL LITBANG.

BASKORO'06 BLOG. Retrieved 3 27, 2013, from

Irsal Las, K., Subagyono, & Setiyanto, A. (2006). ISU DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN NEORATNAYUWINDA. (2008, 6 15). MAKALAH PERSPEKTIF KELOMPOK 6. Retrieved 3 27, 2013, perspektif-kelompok-6/ from

http://neoratnayuwinda.wordpress.com/2008/06/15/makalah-

PUSBER.COM. (2013, 1 17). STUDI KASUS LINGKUNGAN HIDUP. Retrieved 3 27, 2013, from http://pusber.com/2013/01/contoh-makalah-kasus-lingkungan-hidup/

http://www.scribd.com/doc/6330078/Manusia-Dan-Lingkungan-Hidup http://id.wikibooks.org/wiki/Melibatkan-Masyarakat-dalam-Penanggulangan-KerusakanLingkungan-Pesisir-dan-Laut http://afand.cybermq.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkunganpengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian

Anda mungkin juga menyukai