Anda di halaman 1dari 13

FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL

Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi dan mencapai puncaknya menjelang persalinan serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum. Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran sampai saat ini masih belum jelas benar. Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada aktivitas progesteron untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan. Asumsi ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar kehamilan mamalia nonprimata yang diteliti, pelucutan progesteron ( progesterone breakthrough) baik yang terjadi secara alami, terinduksi secara bedah atau farmakologis ternyata dapat mendahului inisiasi partus. Pada banyak spesies ini, penurunan kadar progesteron di dalam plasma ibu yang kadang-kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati 95% kehamilan. Di samping itu, percobaan dengan pemberian progesteron pada spesiesspesies ini pada akhir masa kehamilan dapat memperlambat awitan persalinan1. Namun, pada kehamilan primata (termasuk manusia), pelucutan progesteron ternyata tidak mendahului awitan partus. Kadar progesteron di dalam plasma perempuan hamil justru meningkat sepanjang kehamilan, dan baru menurun setelah kelahiran plasenta, jaringan yang merupakan lokasi sintesis progesteron pada kehamilan manusia2.

Fase-fase Persalinan Normal Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan istilah in labor

(kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini. Tiga Kala Persalinan Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudak lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berkahir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta. Diferensiasi Aktivitas Uterus Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah, relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil; Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi secara aktif; segmen bawah adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif. Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks, berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka gaya dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin keluar; sebagai respons terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi;

dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol keluar. Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas uterus atau segmen aktif, berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi yang menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada sisi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin. Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi uterus, terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen bawah dan segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks. Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen atas dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun, tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan dan masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan berturut-turut serabut otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.

Perubahan Bentuk Uterus Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada proses persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5-10 cm; tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otototot segmen bawah dan serviks.

Gaya-gaya Tambahan pada Persalinan Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan melalui upaya pernapasan paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan. Sifat gaya yang ditumbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defekasi, tetapi intensitasnya biasanya jauh lebih besar. Pentingnya tekanan intraabdominal pada ekspulsi janin paling jelas terlihat pada persalinan penderita paraplegi. Perempuan seperti ini tidak menderita nyeri, meskipun uterus mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung secara normal, tetapi ekspulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu diminta mengedan dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi uterus. Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks sudah membuka lengkap. Secara spesifik, tekanan ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi mengejan hanya membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan intraabdominal mungkin juga penting pada

kala tiga persalinan, terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dapat dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat. Perubahan-perubahan pada Serviks Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran serviks-pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tetapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun, pada mutlipara khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan bisa berlangsung sangat cepat. Pendataran Serviks Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek. Dilatasi Serviks Jika dibandingkan dengan corpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong

amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala, yang akan diuraikan secara rinci kemudian. Pola-pola Perubahan pada Persalinan Pola Dilatasi Serviks Friedman3, dalam risalahnya tentang persalinan; menyatakan bahwa; ciri-ciri klinis kontrkasi uterus yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai ukuran kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan.pola dilatasi serviks yang terjadi berlangsungnya persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase deselerasi. Lamanya fase laten lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh faktorfaktor luar dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil hubungannya dengan perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase akselerasi biasanya mempunyai nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir persalinan tersebut. Friedman menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang bagus terhadap efisiensi mesin ini secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubunganhubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, kala dua persalinan mulai; sesudah itu hanya progresivitas turunnya bagian terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai kemajuan persalinan. Pola Penurunan Janin Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai sebelum persalinan mulai dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin ke pintu atas panggul mulamula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu persalinan. Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk

beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun biasanya bertambah cepat selama fase lereng maksimum dilatasi serviks. Pada waktu ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai dasar perineum3. Kriteria Persalinan Normal Friedman2 juga berusaha memilih kriteria yang akan memberi batasan-batasan persalinan normal sehingga kelainan-kelainan persalinan yang signifikan dapat segera diidentifikasi. Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang tidak mempunyai disproporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif. Semuanya mempunyai panggul normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks, dan bayi berukuran rata-rata. Dari penelitian ini, Friedman mengembangkan konsep 3 bagian fungsional persalinan yaitu persiapan, dilatasi dan pelvik untuk menjelaskan sasaran fisiologik pada setiap bagian persalinan. Ia menemukan bahwa bagian persiapan dalam persalinan mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi. Meskipun terjadi dilatasi serviks kecil pada waktu ini, terjadi perubahan besar pada matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen jaringan ikat lainnya) pada serviks. Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi dengan laju yang paling cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau analgesi konduksi. Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselerasi dilatasi serviks. Mekanisme-mekanisme klasik persalinan yang melibatkan pergerakan-pergerakan utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu, kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan mungkin malah lebih cepat. Ketuban Pecah Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini dan bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kedangkala disebut caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan mana pun disebut ketuban pecah.

Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya yang demi praktisnya dapat dianggap sebagai dasar panggul. Kelompok otot ini menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. Di sisi lain, m. levator ani terdiri atas bagian pubokoksigeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m. koksigeus pada sisi lain. Ketebalan m.levator ani bervariasi dari 3-5 mm meskipun tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama kehamilan ini, m. levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekedar sebagai penyokong. Pada kala satu persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina. Namun, setelah ketuban pecah perubahanperubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut mm. levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum yang berubah bentuk dari massa jaringan berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan dengan teba < 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2-3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini robek. Pelepasan Plasenta Kala tiga persalinan dimulai setelah kelahiran janin dan melibatkan pelepasan dan ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif selesai. Karena bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi yang sudah kosong berupa

suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilikus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan bidang tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah lapisan spongiosa atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya. Pada seksio sesaria fenomena ini mungkin dapat diamati langsung bila plasenta berimplantasi di posterior. Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang longgar, yang dapat disamakan dengan garis perforasi pada perangko. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta yang sedang terpisah dan desidua yang tersisa. Pembentukan hematoma biasanya merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut karena pada beberapa kasus perdarahan dapat diabaikan. Namun, hematoma dapat mempercapat proses pemisahan. Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetep menempel pada miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi. Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran. Brandt4 da peneliti lain, berdasarkan hasil yang diperoleh dari gabungan penelitian klinis dan radiografik mendukung gagasan bahwa karena bagian perifer plasenta mungkin merupakan bagian yang paling mendekat, pemisahan biasanya mulai di mana pun. Kadangkala beberapa derajat pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan yang mugkin menjelaskan terjadinya kasuskasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum ekspulsi janin. Pemisahan Amniokorion Pengurangan besar-besaran luas permukaan rongga uterus secara bersamaan menybabkan membran janin (amniokorion) dan desidua parietalis terlepas menjadi lipatan yang banyak sekali dan menambah ketebalan lapisan tersebut dari <1 mm menjadi 3-4 mm. lapisan uterus pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa banyak lapisan parietal desidua parietalis termasuk di dalam lipatan-lipatan amnion dan korion laeve yang melekuk-lekuk tersebut. Membran-membran tersebut biasanya tetap in situ sampai pemisahan plasenta hampir

lengkap. Kemudian membran ini terkelupas dari dinding uterus, sebagian karena kontraksi miometrium yang lebih kuat dan sebagian karena tarikan yang dilakukan oleh plasenta yang terlepas, yang terletak di segmen bawah uterus yang lebih tipis atau di bagian atas vagina. Korpus uteri pada waktu itu normalnya membentuk suatu massa otot yang hampir padat, yang dinding posteriornya masing-masing mempunyai ketebalan 4-5 cm, terletak saling menempel sehingga rongga uterus hampir hilang. Ekstrusi Plasenta Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar dari lokasilokasi itu akibat meningginya tekanan abdomen, tetapi ibu yang dalam posisi telentang sering tidak dapat mendorong keluar plasenta secara spontan. Dengan demikian, diperlukan caracara artificial untuk menyelesaikan stadium ketiga. Metode yang biasa dilakukan adalah bergantian menekan dan menaikkan fundus sambil melakukan traksi ringan pada tali pusat. Mekanisme Ekstrusi Plasenta Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral atau tipe biasa, hematoma retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengan dan kemudian sisanya. Dengan demikian, plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma tersebut kemudian turun. Karena membran di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya dapat turun dengan menyeret membran secara perlahan-lahan; kemudian membran-membran tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya kantong yang terbentuk oleh membran tersebut mengalami inversi, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap di atas permukaan plasenta atau ditemukan di dalam kantong inversi. Pada proses ini yang dikenal sebagai ekspulsi plasenta secara mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekspulsi plasenta. Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan yakni pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akibat darah mengumpul di antara membran dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara menyamping dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva.

MEKANISME PERSALINAN NORMAL Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum. Menjadi pertanyaan mengapa janin dalam persentase yang tinggi berada dalam uterus dengan presentasi kepala? Keadaan ini mungkin disebabkan kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume bokon dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Ini dikenal sebagai teori akomodasi. Dalam mempelajari mekanisme partus ini, imaginasi stereometrik kepala janin dan ruang panggul harus benar-benar difahami. Seperti telah dijelaskan terdahulu 3 faktor penting yang memegang peranan pada persalinan ialah (1) kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan; (2) keadaan jalan lahir; dan (3) janinnya sendiri. His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan sinklitismus yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman; ialah apabila keadaan adalah sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis daerah posterior lebih luas jika dibandingkan dengan ruangan pelvis daerah anterior. Hal asinklitismus penting, apabila daya akomodasi panggul agak terbatas. Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala yang akan

menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hukum Koppel: a kali b = c kali d. Pergeseran di titik B lebih besar daripada di titik A. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm) sampai di dasar panggul kepala janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yag berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan sehingga di dasar atas panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiaphis vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengejan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu baru kemudian trokanter belakang. Bila mekanisme partus yang fisiologik ini dipahami dengan sungguh-sungguh maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, tali pusat dijepit di antara 2 cunam pada jarak 5 dan 10 cm, kemudian digunting di antara kedua cunam tersebut lalu diikat. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi segera akan menarik napas dan menangis. Bila bayi telah lahir, uterus mengecil. Partus berada dalam kala III (kala uri). Walaupun bayi telah lahir, kala uri tidak kalah pentingnya daripada kala I dan II. Kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi apabila pimpinan kala III kurang

cermat dikerjakan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya berkurang. Akibat his ini, uterus akan mengecil sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari (1) tengah (sentral menurut Schultse); (2) pinggir (marginal Mathew-Duncan); (3) kombinasi 1 dan 2. Yang terbanyak ialah menurut Schultze. Umumnya kala III berlangsung selama 6-15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sol
    Sol
    Dokumen27 halaman
    Sol
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Dokumen4 halaman
    Diare Dengan Dehidrasi Berat
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen9 halaman
    Latar Belakang
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Referat HIV
    Referat HIV
    Dokumen39 halaman
    Referat HIV
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Dokumen25 halaman
    Case Neuro Cephalgi Kronis Ec SOL
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Akne
    Akne
    Dokumen10 halaman
    Akne
    lala
    Belum ada peringkat
  • BST Tumor Nasofaring
    BST Tumor Nasofaring
    Dokumen8 halaman
    BST Tumor Nasofaring
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Dokumen22 halaman
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dr. Eka
    Tugas Dr. Eka
    Dokumen47 halaman
    Tugas Dr. Eka
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Refresh Hidung
    Refresh Hidung
    Dokumen24 halaman
    Refresh Hidung
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Refresh Hidung Lutfi
    Refresh Hidung Lutfi
    Dokumen34 halaman
    Refresh Hidung Lutfi
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Mental Organik
    Gangguan Mental Organik
    Dokumen15 halaman
    Gangguan Mental Organik
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Dokumen22 halaman
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Tenggorok
    Tenggorok
    Dokumen40 halaman
    Tenggorok
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    Dokumen39 halaman
    Power Point Materi HIV Narkoba Dan Gaya Hidup
    mindanilam
    Belum ada peringkat
  • Infeksi SSP
    Infeksi SSP
    Dokumen40 halaman
    Infeksi SSP
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Crs-Ca Naso
    Crs-Ca Naso
    Dokumen49 halaman
    Crs-Ca Naso
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Tugas Audiogram
    Tugas Audiogram
    Dokumen8 halaman
    Tugas Audiogram
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Nervus
    Nervus
    Dokumen8 halaman
    Nervus
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Mola Hidatidosa Lapkas
    Mola Hidatidosa Lapkas
    Dokumen25 halaman
    Mola Hidatidosa Lapkas
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Jenis Jenis Napza
    Jenis Jenis Napza
    Dokumen57 halaman
    Jenis Jenis Napza
    Andrill Vazhary
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Mental Organik
    Gangguan Mental Organik
    Dokumen15 halaman
    Gangguan Mental Organik
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Chi Kun Gunya
    Chi Kun Gunya
    Dokumen13 halaman
    Chi Kun Gunya
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Dokumen16 halaman
    Laporan Kasus Stroke Hemoragik
    Vera Septia Nalurita
    100% (1)
  • Infeksi Virus PD Kulit
    Infeksi Virus PD Kulit
    Dokumen49 halaman
    Infeksi Virus PD Kulit
    Rizki Sukardi
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Virus PD Kulit
    Infeksi Virus PD Kulit
    Dokumen49 halaman
    Infeksi Virus PD Kulit
    Rizki Sukardi
    Belum ada peringkat
  • Asthma
    Asthma
    Dokumen19 halaman
    Asthma
    drnurhakim
    Belum ada peringkat
  • Tugas Dr. Aji
    Tugas Dr. Aji
    Dokumen6 halaman
    Tugas Dr. Aji
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen5 halaman
    Refrat
    Vera Septia Nalurita
    Belum ada peringkat