Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan pasca persalinan masih menjadi satu dari penyebab kematian ibu yang paling banyak di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, negara-negara industri dan negara berkembangpun, perdarahan pasca persalinan masih menempati urutan pertama dari tiga etiologi kematian ibu, disamping emboli dan hipertensi. WHO memperkirakan bahwa ada lebih dari 585.000 kasus kematian ibu pada tahun 1990 diseluruh dunia, dimana 25%nya akibat perdarahan pasca persalinan.Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang,tetapi masih merupakan salah satu penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke dalam uterus atau ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina.Pada keadaan yang ekstrim, kita dapat menjumpai endometrium yang berwarna keunguan dengan plasenta yang masih melekat.3-6 Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam kepustakaan Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates adalah orang yang pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370SM). Arvicenna (980-1037 SM) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang yang pertama kali mendeskripsikan dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri dengan prolapsus uteri.7,8Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:1000 sampai 1:15.000 . Menurut McCullagh memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran,Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127 persalinan di Canada 1 dari 3737 persalinan dan di Perancis 1 dari 20000 persalinan. Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus. Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta,melalui tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada tandatanda lepasnya plasenta.Serta mengenal secara dini dan penatalaksanaan yanga adekuat dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda serta penanganan yang adekuat terhadap inversio uteri sehingga resiko morbiditas dan mortalitas ibu dapat dikurangi.

BAB II PEMBAHASAN

Uterus Uterus atau rahim berfungsi sebagai tempat implantasi ovum yangterfertilisasi dan sebagai tempat perkembangan janin selama kehamilansampai dilahirkan. Uterus terletak anterior terhadap rectum dan posteriorterhadap urinary bladder. Berbentuk seperti pear terbalik. Bentuk danukuran uterus sangat berbeda-beda tergantung usia dan pernah melahirkanatau belum. Ukuran uterus pada wanita yang belum pernah hamil (nullipara)adalah panjang 7,5 cm, lebar 5 cm dan tebal 2,5 cm. Pada wanita yangsudah pernah hamil, ukuran uterus lebih besar, sedangkan pada wanita yangsudah menopause, ukuran uterus lebih kecil karena pengaruh hormon seksyang menurun.Ukuran panjang uterus normalnya pada Anak-anak: 2-3 cm Nullipara (wanita yang belum pernah melahirkan): 6-8 cm Premultipara (wanita yang pernah melahirkan 1 kali): 7 cm Multipara (wanita yang pernah melahirkan lebih dari 1): 8-9 cm Uterus terbagi dalam 2 bagian besar, yaitu : Body (corpus) adalah bagian uterus (2/3 superior uterus) yang melebar, terletak di antara kedua lembar ligmentum latum, tidakdapat digerakkan, terdiri atas: A. Fundus adalah bagian uterus yang berbentuk seperti kubah berada di bagian superior dan tempat dimana terletaknya superior uterine tube orifice. B. uterine cavity C. Isthmus adalah bagian yang agk mengkerut/mengecil, letaknya sedikit agak di cervix

Cervix adalah bagian uterus (1/3 inferior uterus) yang lebih sempit berbentuk seperti tabung yang dekat dengan vagina yang berisi cervical canal .cervical canal yang menghadap ke luar disebut internal os (pars supravaginalis cervicis) sedangkan cervical canal yang menghadap ke luar disebut dengan external os (portio vaginalis cervicis).

Struktur Penyokong Uterus M. levator ani dan urogenital diaphragm Ovariant Ligament (lig. Ovarii proprium): menghubungkan ujung proksimal ovarium pada sudut lateral uterus, tepat dibawah tuba uterine. Broad Ligament (lig. Latum uteri) : terisi oleh jaringan ikat longgar (parametrium) tempat berjalannya arteri dan vena uteri,pembuluh lymph, ureter. Fungsinya untuk menetapkan kedudukan uterus. Terletak disebelah lateral uterus kanan kiri kemudian meluas dan melebar sampai mencapai dinding lateral pelvis dan dasar pelvis seolah-olah menggantung pada tuba.Broad ligament terdiri dari

mesometrium (bagian utama yangmelekat pada uterus), mesosalpinx (terletak antara ovarium,ovarian ligament dan tuba uterine), dan mesovarium (tempatovarium melekat). Suspensory Ligament (lig. Infundibulo pelvicum) : terletak disebelah lateral broad ligament, mengikat ovarium dan infundibulum ke bagian lateral pelvic cavity sehingga menggantungkan uterus pada dinding pelvis. Round Ligament (lig. Teres uteri / lig. Retundum) : melekat pada bagian bawah depan dari tempat masuknya tuba uterine kedalam uterus dan akan berjalan ke lateral depan. Fungsinya untuk mempertahankan uterus dalam posisi anteversio dana ntefleksio (normal) serta pada saat kehamilan akan menahan uterus pada posisi tegak. Cardinal Ligament: (lig. Transversum cervicis / lig. Cervical lateral) : melekat pada cervix dan vagina atas (lateral part dari fornix vagina) kemudian menuju ke dinding lateral pelvis. Uterosacral Ligament (lig. Sacrouterinum / lig. Rectouterinum) : melekat pada os. Sacrum dan pada peralihan corpus menuju cervix. Vaskularisasi dan Venous drainage: Uterina artery (cabang dari internal iliac artery) Arcuate artery Radialartery Straight arterioles (supply stratum basalis) dan Spiral arteriola (supply stratum functionalis) uterine veins internal iliac veins. Innervasi: Terutama diinnervasi oleh sympathetic nerve splanchnic nerve Visceral afferent nerve dari uterus dan ovarium bersama sympatheticfiber ke T12, L1 dan L2 Innervasi Parasimpathetic: S2, S3, S4 pelvic splanchnic nerve uterus dan vagina Afferent (rasa sakit dari vagina dan uterus) pudendal nerve Lymphatic drainage: Lymph dari cervix nodus hypogastricus Lymph dri corpus uterus nodus iliaca internal dan nodus limfticusperaorta Untuk uterussendiri divaskularisasi oleh uterine artery.

Uterine artery sendiri berasal dari internal iliac artery yang merupakan percabangan dari common iliac artery.Common iliac artery sendiri adalah percabangan langsung dari abdominal aorta. Pada uterus, uterine artery bercabang menjadi dua, yaitu arcuate artery yang memvaskularisasi otot polos sirkular myometrium dan radialartery yang memvaskularisasi bagian myometrium yang lebih dalam.Sebelum masuk ke endometrium, radial artery bercabang menjadi dua, yaitu straight arteriols yang memvaskularisasi ke bagian stratum basalis dan spiralarteriols yang memvaskularisasi ke bagian stratum fungsionalis. Sebagai drainasenya terdapat plexus vagina dari vagina, pampiniform plexus dari ovarium dan plexus uterine dari uterus. Yang nantinya akan menyatu menjadi vagina vein, pampiniform vein dan bersatu menjadi uterine vein. A. BATASAN Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana uterus terbalik dengan fundus uteri masuk sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri, vagina atau keluar dari vulva.3-6,13 Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri,dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik.Inversio uter imemberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok B. KLASIFIKASI Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri. A. Berdasarkan gradasi beratnya.5,13 1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri. 2.Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina. 3.Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva. B. Berdasarkan derajat kelainannya:3-6,9,16,18 1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati kanalis servikalis. 2.Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati kanalis servikalis. 3.Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari vulva.

C.Berdasarkan pada waktu kejadian:3,6,17-19 1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran bayi atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri. 2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi cincin serviks uteri. 3.Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu ataupun sudah didapatkan gangren. D.Berdasarkan etiologinya:9,11 1.Inversio uteri nonobstetri 2.Inversio uteri puerpuralis

C.

PATOFISIOLOGI Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan . Dengan berjalannya waktu , lingkaran konstriksi sekitar uterus

yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah . Dengan adanya persalinanan yang sulit ,

menyebabkan kelemahan pada ligamentum-ligamentum , fasia endopelvik , otot-otot dan fasia dasar

panggul karena peningkatan tekanan intra abdominal dan faktor usia . Karena serviks terletak diluar

vagina akan menggeser celana dalam dan menjadi ulkus dekubiltus (borok). Dapat menjadi SISTOKEL karena kendornya fasia dinding depan vagina (mis : trauma obstetrik) sehingga kandung kemih terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang . Dapat terjadi URETROKEL , karena uretra ikut dalam penurunan tersebut. Dapat terjadi REKTOKEL, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, ok trauma obstetri atau lainnya, sehingga rektum turun ke depan dan

menyebabkan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan. Dapat terjadi ENTEROKEL, karena suatu hemia dari kavum dauglasi yang isinya usus halus atau sigmoid dan dinding vagina atas belakang

menonjol ke depan . Sistokel, uretrokel, rektokel, enterokel dan kolpokel disebut prolaps vagina .Prolaps uteri sering diikuti prolaps vagina , tetapi prolaps vagina dapat berdiri sendiri . Inversio uteri adalah

keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem. Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri. Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya Inversio Uteri

dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif . khususnya bila dilakukan tarikan tali pusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic

D. ETIOLOGI Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian dapat terjadi spontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah. Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri nonobstetri dan inversio uteri puerperalis. Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma uteri submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri. yang menarik fundus uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi miometrium yang terus menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing. Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum uteri antara lain; 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding uterus yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai dari tumor, 6. Lokasi tempat perlekatan tumor. Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik. Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasuskasus primigravida terutama yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas uterus atau kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan inversio uteri yaitu pada grande multipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan otot kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat yang pendek. Pada kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri. Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus). Dibuktikan bahwa lebih banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio uteri. Harer dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan yang salah.

Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri yaitu: A.Faktor predisposisi 1. Abnormalitas uterus a.Plasenta adhesiva b.Tali pusat pendek c.Anomali kongenital (uterus bikornus) d.Kelemahan dinding uterus e.Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan) f.Riwayat inversio uteri sebelumnya. 2.Kondisi fungsional uterus a.Relaksasi miometrium b.Gangguan mekanisme kontraksi uterus c.Pemberian MgSO4 d.Atonia uteri B. Faktor pencetus, antara lain: 1. Pengeluran plasenta secara manual 2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan lain-lain. 3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu: a.Penekanan fundus uteri yang kurang tepat b.Prasat Crede c.Penarikan tali pusat yang kuat d.Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana

4.Partus presipitatus 5.Gemelli

E. GEJALA KLINIS Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu inversio uteri. Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversio uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat,akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler. Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus.Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan atau syok. Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan kadangkadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit). tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah. Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir, pada mioma uteri. fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri yang kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks. Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang khas maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara : 1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi

2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan 3. Periksa dalam 4. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri

F. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb : A. Pada penderita pasca persalinan ditemukan : 1. Nyeri yang hebat 2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai 3. Perdarahan 4. Nekrosis / gangren / strangulasi B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan : 1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam 2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina teraba tumor lunak 3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik) C. Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-kadang tampak seperti sebuah tumor yangmerah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang terbalik.

G. . PENATALAKSANAAN Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan. A. Pencegahan 1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri, terutama pada wanita dengan predisposisinya. 2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada kontraksi. 3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri. 4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas. B. Pengobatan 1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi 2. Reposisi.1,2 Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya dilakukan reposisi dengan metode operatif. a. Manual : cara Jones, Johnson, OSullivan b. Operatif: - Transabdominal : cara Huntington, Haulstain - Transvaginal: cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi penyakit yang lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk mengembalikannnya. Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera dengan jarum intravena besar (18) dan penggantian cairan. Penggantian cairan yang hilang diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-30 menit. Volume dari resusitasi awal dihitung sebanyak tiga kali dari perkiraan darah yang hilang. Dipertimbangkan untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia, persiapan kamar

operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dan faktor pembekuan, golongan darah. Lakukan transfusi darah. Monitor tanda vital ibu sesering mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk menilai pengeluaran urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah timbulnya sepsis paska persalinan.23Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus secara manual melalui vagina. Kebanyakan penulis merekomendasikan usaha reposisi secara manual sebelum plasenta dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif dilakukan.29Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi intrauterin, pasien beresiko untuk mengalami kehilangan darah dan syok. Plasenta biasanya akan mudah dilepaskan setelah reposisi.

Gambar 1. Reposisi Inversio Uteri. ( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus

A. Reposisi manual cara Johnson Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau sudah lepas tetapi belum dilahirkan maka plasenta dilepaskan setelah reposisi berhasil atau dilakukan bersamasama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi maka dapat terjadi perdarahan hebat. Reposisi manual yang tervaforit adalah dengan metode Johnson (1949). Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical utero junction dan fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari rongga pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum akan memperlebar cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar melewati cekungan. Bila spasme

miometrium dan kontriksi cincin menghambat reposisi dapat diberikan anestesi seperti halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat diberikan intravena 1 g permenit selama 4 menit. Bila tidak efektif dapatdiberikan terbutaline 0,125-0,25 mg intravena, ritrodrine 0,150 mg intravena. Bahkan nitroglycerin dapat digunakan untuk secara efektif merelaksasikan cincin konstriksi menggantikan kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 5 menithingga fundus uteri berangsur angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi, tangan operator tetap didalam kavum uteri hingga timbul kontraksi uterus yang keras dan hingga diberikan oksitosin intravena. Beberapa penulis menganjurkan pemberian oksitosin atau ergot alkaloid dan pemasangan tampon uterovaginal diteruskan sampai 24 jam. Pada keadaan dimana kontraksi uterus tetap lemah dapat ditambahkan dengan injeksi Prostin 15M (15[s]-15 methyl prostaglandin) intravenous. Reposisi manual cara Jones Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari fundus uteri yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara lambat.Sementara itu serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps. C. Reposisi manual cara OSullivanOSullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi inversio uteri pueperalis (1945). Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada tiang infus dan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan mengalir cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluar cairan. Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Kemudian pasien diberi 0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc dekstrose 5% dengan oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan dalam 5-10 menit. D. Reposisi operatif cara Huntington. Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebaiknya dicoba dahulu dengan cara Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada kedua sisinya,kemudian ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula.Selain tarikan ke atas

maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten akan mempermudah pelaksanaan prosedur tersebut. E. Reposisi operatif cara Haultin. Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan pada fundus atau tekanan secara simultan dari tangan asisten. Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus dengan chromic.

reposisi dengan laparotomi

F. Reposisi operatif cara Spinelli. Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian plika kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi mediana dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium yang terbuka dan membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal. G. Reposisi operatif cara Kustner . Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis. Dengan cara membuka dinding posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi transversa transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6 sampai dinding

posterior uterus. Insisi dibuat sepanjang garis putus-putus. Kemudian dengan menggunakan ibu jari uterus direversi sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior uterus dan servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan kolpotomi pada vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali ke dalam kavum pelvis.Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan histerektomi pervaginam. Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya perlengketan pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi ruptura uteri yang tersembunyi. H. Subtotal vaginal histerektomi. Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang zeyde no.1 untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai organ adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi dirawat. Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan lain dievaluasi. Dengan bantuan sonde trans uretra diidentifikasi vesika urinaria.Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II kurang lebih 2 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan melingkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap II. Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit dengan chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus dimasukkan ke dalam vagina. Operasi selesai. I. Pencegahan Inversi Sebelum Tindakan : - Koreksi Manual o Pasang sarung tangan DTT o Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks.Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding abdomen.Jika plasenta masih belum terlepas,lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi.masukkan bagian fundus uteri terlebih dahulu. o Jika koreksi manual tidak berhasil,lakukan koreksi hidrostatik. - Koreksi Hidrostatik o Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum. o Siapkan sistem bilas yang sudah desinfeksi,berupa selang 2 m berujung penyemprot berlubang lebar.Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 2-5 l(atau NaCl atau infus lain) dan dipasang setinggi 2 m. o Identifikasi forniks posterior. o Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia sekitar ujung selang dengan tangan. o Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula. - Koreksi Manual Dengan Anestesia Umum o Jika koreksi hidrostatik gagal,upayakan reposisi dalam anastesia umum.

Halotan merupakan pilihan untuk relaksasi uterus. Koreksi Kombinasi Abdominal Vaginal Kaji ulang indikasi o Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif o Lakukan insisi dinding abdomen sampai peritoneum,dan singkirkan usus dengan kasa.tampak uterus berupa lekukan. o Dengan jari tangan lakukan dilatasi cincin konstriksi serviks. o Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus. o Lakukan tarikan atau traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina. o Jika tindakan traksi gagal,lakukan insisi cincin kontriksi serviks di bagian belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih,ulang tindakan dilatasi,pemasangan tenakulum dan fraksi fundus. o Jika koreksi berhasil,tutup dinding abdomen setelah melakukan penjahitan hemostasis dan dipastikan tidak ada perdarahan. o Jika ada infeksi ,pasang drain karet. Perawatan Pasca Tindakan o Jika inversi sudah diperbaiki,berikan infuse oksitisin 20 unit dalam 500 ml I.V. (NaCl 0.9 % atau ringer laktat) 10 tetes/menit. - Jika dicurigai terjadi perdarahan,berikan infus sampai dengan 60 tetes/ menit. - Jika kontraksi uterus kurang baik,berikan ergometrin 0,2 mg . o Berikan antibiotic propilaksis dosis tunggal: - Ampisilin 2g I.V dan metronidazol 500 mg I.V - Atau sevasolin 1g I.V dan metrodinasol 500 mg I.V o Lakukan perawatan paska bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal. o Jika ada tanda infeksi berikan sntibiotik kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam. o Berikan analgetik jika perlu.

Pencegahan Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran : - Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup - Pimpin yang benar waktu persalinan seperti : Tidak mengedan sebelum waktunya, Kala II jangan terlalu lama, Kandung kemih kosongkan), episiotomi agar dijahit dengan baik, Episiolomi jika ada indikasi, Bantu kala II dengan FE atau VE

pengobatan Pengobatan tanpa operasi - Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi - Caranya : Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar panggul dengan alat listrik, Pemasangan pesarium, Hanya bersifat paliatif, Pesarium dari cincin plastic

Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah. Biasanya dipakai pada keadaan: Prolapsus uteri dengan kehamilan Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus uteri dengan dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi : keadaan umu yang jelek Pengobatan dengan operasi - Operasi Manchester/Manchester-Fothergill - Histeraktomi vaginal - Kolpoklelsis (operasi Neugebauer-La fort) - Operasi-operasi lainnya :Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi

Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah dengan : - Pemasangan pesarium - Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium) Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/materi-inversio-uteri.html#ixzz2L1z96xVn

G. Komplikasi Inversio Uteri 1. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri 2. Dekubitis 3. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa 4. Gangguan miksi dan stress inkontenensia 5.Infeksi saluran kencing 6. Infertilitas

7.Gangguan partus 8. Hemoroid 9. inkarserasi usus

J. PROGNOSIS Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala dan penderita tetap dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai terjadi kematian penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena perdarahannya. Kematian karena kasus inversio uteri cukup tinggi yaitu 15 75% dari kasus. Oleh karena itu makin cepat dan tepat diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan reposisi, maka prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin lambat diatasi maka prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi bila penderita dapat bertahan dengan keadaan tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur angsur menjadi baik.

BAB III RINGKASAN Inversio uteri merupakan kasus yang jarang dijumpai, walaupun demikian kita harus cukup tanggap pada keadaan syok postpartum dengan perdarahan yang tidak sesuai. Penyebab inversio uteri lebih sering spontan yang berkaitan dengan abnormalitas uterus. Selain itu inversio uteri dapat juga disebabkan oleh penanganan persalinan yang salah.Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit, komplit dan inversio prolaps, dan dapat timbul akut, subakut dan kronis. Tindakan pada kasus inversio uteri adalah meliputi perbaikan keadaan umum dengan infus, transfusi dan antibiotik, reposisi manual secara Johnson, dan bila gagaldilanjutkan dengan tindakan operatif.Operasi dapat perabdominal dengan teknik Houltain dan hatington dan dapat juga pervaginam dengan teknik Spinelli atau Kustner, atau pada keadaan tertentu dapat dilakukan histerektomi pervaginam.Prognosis penderita tergantung dari kecepatan dan ketepatan diagnosis serta penanganan kasus, makin dini makin prognosisnya semakin baik.

RUJUKAN 1. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin ObstetGinecol 2002: 32-33 2. Heyl PS, Stubblefield PG, Phillippe M. Recurrent inversion of the puerperal uterusmanaged with 15(s)-15-methyl prostaglandin F2 and uterine packing. ObstetGynecol 1984; 63: 263264 3. Eastman Nj, Hellman LM. Inversion of the uterus. In: William obstetrics. 18 Th ed, New York: Appleton & Lange, 1989; 1005-10 5. Beck AC, Rosenthal AH. Inversion of the uterus obstetrical practice. 7 Th ed,Toronto: Baltimore, Williams & Wilkins Co, 1958: 866-71 6. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan 7. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery. Jakarta: SubbagianUroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi FKUI/RSUPN-CM 8. obstetri operatif 9.Nichols DH. Inversion of the uterus. In: Gynecologic and Obstetric Surgery.Missouri: Mosby-Year Book, 1993; 1147-51 9. Niswander KR, Evans AT. Abnormal labor and delivery. In: Manual of obstetrics.5 Th edition. Boston: Little, Brown and Company, 1983; 42511.Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol Can2002; 24: 953-956 10. Moore, Keith L. 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Williams & Wilkins.Baltimore.

Anda mungkin juga menyukai