Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi Anatomi

1. Anterior uveitis. Peradangan dari jaringan uvea dari iris hingga pars plicata dari badan silier. Anterior uveitis dapat dibagi menjadi: Iritis, Dimana peradangan dominan mempengaruhi iris. Iridocyctitis, Dimana iris dan bagian pars plicata dari badan silier sama-sama terlibat, dan Cyclitis, Dimana bagian pars plicata dari badan silier dominan dipengaruhi peradangan.

2. Intermediate uveitis. Peradangan yang terjadi pada pars plana dan bagian perifer dari retina dan koroid dibawahnya. Yang biasa disebut pars planitis. 3. Posterior uveitis. Mengacu pada peradangan koroid (choroiditis). Selalu dihubungkan dengan peradangan retina dan oleh karena itu istilah chorioretinitis dipakai. 4. Panuveitis. Peradangan pada semua bagian dari uvea.

UVEITIS POSTERIOR1,2 Uveitis posterior pada peradangan koroid (Choroiditis). Karena lapisan luar retina menempel langsung dengan koroid dan juga bergantung padanya untuk penutrisian, maka peradangan pada koroid hampir selalu melibatkan perbatasan retina, dan hasil dari lesi tersebut biasa disebut dengan Chorioretinitis. Yang termasuk dalam uveitis posterior antara lain adalah retinitis, koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis, yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang ditemukan pada umumnya berupa flaters, kehilangan lapangan pandan atau skotoma, atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah Etiologi dan patologi1,2 Penyebab terjadinya uveitis posterior sangatlah banyak antara lain karena: 1. Penyakit Infeksi 2. Penyakit non-infeksi Penyebab uveitis posterior karena penyakit infeksi antara lain disebabkan oleh: 1. Virus (Citomegalovirus, herpes simples, herpes zoster, rubella dan rubeola)

2. Bakteri (Tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemic, borrelia (penyakit lyme), dan berbagai pathogen gram positif dan gram negative yang menyebar secara hematogen) 3. Jamur (Candida, histoplasma, Cryptococcus, dan aspergillus) 4. Parasit (Toxoplasma, toxocara, cycticersus, dan onchocera) Penyebab uveitis posterior karena penyakit non infeksi antara lain disebabkan oleh: 1. Autoimun (Penyakit behcet, sindrom Vogt Koyanagi Harada, Leupus eritematosus sistemik, granulomatosis Wegener, oftalmia simpatika, dan vaskulitis retina) 2. Keganasan ( Limfoma intraocular, melanoma maligna, leukemia, dan lesi metastatik) 3. Belum diketahui penyebabnya (Sarkoidosis, koroiditis serpiginosa, epiteliopati pigmen plakoid multifokasl akut, retinokoroidopati bird shot, epiteliopati pigmen retina, dan multiple evanescent white dot syndrome) Berdasarkan anatomisnya uveitis posterior dibagi menjadi: 1. Retinitis 2. Koroiditis 3. Vaskulitis retina 4. Papilitis

RETINITIS Retinitis adalah penyakit yang mengenai retina, penyebabnya bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, tetapi yang tersering adalah disebabkan oleh: 1. Toksoplasmosis

2. Sifilis 3. Penyakit Behcet

KOROIDITIS ETIOLOGI Koroiditis adalah penyakit mata yang mengenai bagian koroid, penyebabkan bisa disebabkan berbagai macam sebab, yang tersering menyebabkan koroiditis adalah: 1. Sarkoidosis Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa kronik yang belum diketahui penyebabnya, biasanya terjadi pada decade keempat atau kelima kehidupan. Kelainan paru ditemukan pada lebih dari 90% pasien. Tetapi dapat melibatkan seluruh organ tubuh, termasuk kulit, tulang hati, limpa, system saraf pusat, dan mata. Reaksi jaringan yang terjadi jauh lebih ringan daripada uveitis tuberculosis, dan jarang disertai perkijauan. Reaksi anergi pada uji kulit mendukung diagnose sarkoidosis. Bila kelenjar lakrimal yang terkena, penyakit ini disebut dengan sindrom Mikulicz. Uveitis terjadi pada sekitar 25% pasien sarkoidosis sistemik. Sama halnya dengan tuberculosis, setiap jenis uveitis dapat ditemukan, tetapi sarkoid memerlukan perhatian khusus bila uveitisnya granulomatosa atau terdapat flebitis retina, terutama pada pasienpasien ras kulit hitam. Diagnosis ditegakkan dengan dukungan dari hasil foto roentgen dada yang abnormal, khususnya bila ada adenopati hilus, atau dengan peningkatan kadar angiotensin-converting enzyme dalam serum, lisosim serum, atau kadar kalsium. Biopsi dilakukan hanya pada lesi-lesi yang mencurigakan tampak jelas. 2. Tuberkulosis Tuberkulosis dapat menyebabkan berbagai jenis uveitis, tetapi memerlukan perhatian khusus bila terdapat keratic precipitate granulomatosa atau granuloma koroid atau granuloma iris. Granuloma-granuloma, atau tuberkel tersebut mengandung sel epithelial dan sel raksasa. Walaupun infeksinya dikatakan berasal dari suatu focus primer didalam tubuh, uveitis tuberculosis jarang ditemukan pada pasien-pasien dengan

tuberculosis paru aktif. Pemeriksaan harus mencakup foto roentgen dada dan uji kulit. Pengobatannya berupa pemberian tiga atau lebih obat antituberkulosis selama 6-9 bulan. 3. Sindrom Vogt Koyanagi Harada Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah kumpulan suatu gejala dengan gangguan multisistem idiopatik yang meliputi kulit, saraf dan lesi mata. Penyakit ini relatif lebih umum di Negara Jepang yang biasanya positif untuk hasil test HLA-DR4 dan DW15 pada penduduknya. Gambaran klinis 1. Lesi kulit meliputi alopecia, dan poliosis vitiligo. 2. Lesi neurologis berupa meningisme, ensefalopati, tinnitus, vertigo dan tuli. 3. Pada mata biasnaya bermanifetasi anterior uveitis granulomatosa kronis bilateral, uveitis posterior dan eksudatif retina detachment. Koroiditis yang dijelaskan dibagi berdasarkan tipe klinisnya: 1. Supuratif choroiditis (Peradangan bernanah dari koroid) Biasanya tidak terjadi sendirian dan hampir selalu merupakan bagian dari endophthalmitis 2. Non-Supuratif choroiditis. Mungkin granulomatosa ataupun non-granulomatosa (lebih sering) radang non supuratif koroid biasanya ditandai dengan eksudasi dan infiltrasi seluler, mengakibatkan lesi putih keabu-abuan yang menyembunyikan pembuluh koroidal yang normal berwana merah Non-supuratif Choroiditis biasanya bilateral dan berdasarkan morfologinya (tergantung pada jumlah dan lokasi lesi) dapat diklasifikasikan ke difus, disseminated dan circumscribed (terlokalisasi) Choroiditis. 1. Diffuse choroiditis. Hal ini mengacu pada penyebaran besar lesi yang melibatkan sebagian besar jaringan Choroidal. Sekarang biasanya berasal dari TBC atau sifilis. 2. Disseminated choroiditis. Hal ini ditandai dengan peradangan pada beberapa daerah tetapi kecil yang tersebar disebagian besar dari koroid. Kadang mungkin karena sifilis atau tuberkulosis, tetapi dalam banyak kasus penyebabnya tidak jelas.

3. Circumscribed/localised/focal choroiditis. Ditandai dengan peradangan bercak tunggal atau bercak kecil yang berada pada daerah tertentu. Bercak dari choroiditis dijelaskan dengan nama yang berdasarkan lokasi dari lesi yaitu sebagai berikut: a. Central choroiditis. Seperti namanya menunjukkan bahwa ini melibatkan daerah makula dan dapat terjadi baik sendiri atau berkombinasi dengan disseminated choroiditis b. Juxtacaecal atau juxtapapillary Choroiditis. Nama ini diberikan pada sebuah bercak dari choroiditis yang melibatkan area yang berbatasan dengan optic disc c. Anterior peripheral choroiditis. Ini menyiratkan terjadinya bercak kecil multiple dari Choroiditis (mirip dengan disseminated choroiditis) tetapi hanya didaerah perifer dari koroid tersebut (anterior ke garis tengah). Lesi ini sering berasal dari sifilis. d. Equatorial choroiditis. Hal ini melibatkan koroid di bagian garis tengah saja.

Lesi yang sudah sembuh dari Disseminated choroiditis

GAMBARAN KLINIS

GEJALA Choroiditis adalah suatu penyakit tanpa rasa nyeri, biasanya ditandai dengan gejala visual karena terkait dengan kabut pada vitreus dan keterlibatan dari retina. Oleh karena itu, patch kecil yang terletak di pinggiran mungkin tanpa gejala dan biasanya ditemukan sebagai bercak yang sudah sembuh pada pemeriksaan fundus rutin. Pada sebaliknya, produksi dari bercak sentral ditandai

dengan gejala menarik yang segera menarik perhatian. Berbagai gejala visual yang tampak pada pasien dirangkum dibawah ini:
1. Penurunan Penglihatan. Biasanya hal ini ringan akibat dari kabut vitreus, tetapi dapat

juga berat seperti pada central choroiditis.


2. Photopsia. Sensasi subjektif seperti melihat kilatan cahaya yang dihasilkan akibat dari

iritasi sel kerucut dan batang.


3. Bintik-bintik hitam melayang didepan mata (floaters). Keluhan yang biasanya pasien

keluhkan. Hal ini terjadi karena gumpalan eksudatif yang besar di vitreus.
4. Metamorphosia. Di sini pasien merasakan gambar objek yang terdistorsi atau terputar.

Hal ini terjadi karena hasil dari perubahan kontur retina karena mengangkatnya bercak choroiditis.
5. Micropsia. Pasien akan mengeluh melihat objek lebih kecil daripada semestinya, hal ini

dikarenakan pemisahan dari sel-sel visual.


6. Macropsia. Yaitu persepsi penglihatan yang tampak lebih besar daripada semestiya,

kemungkinan terjadi karena kerumunan dari sel batang dan sel kerucut.
7. Positif Scotoma. Yaitu gambaran bintik hitam besar yang menetap pada lapang pandang.

Hal ini dicatat pada kebanyakan pasien.

TANDA Biasanya tidak ada tanda-tanda eksternal dan mata terlihat tenang. Tetapi dengan pemeriksaan oftalmoskop akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Kekeruhan pada vitreus biasanya terjadi dibagian tengah dan belakang. Hal ini bisa

berbentuk halus, kasar, benang-benang, ataupun seperti bola salju.


2. Gambaran bercak choroiditis.

a. Tahap aktif. Pada tahap ini terlihat seperti gambaran kuning pucat atau putih yang kotor dengan daerah yang mengangkat dengan ujung yang tidak jelas. Hal ini adalah hasil dari eksudasi dan infiltrasi seluler dari koroid yang menyembunyikan pembuluh darah koroid. Lesi biasanya lebih dalam ke pembuluh darah retina. Tepi atas dari retinya sering berawan dan edem. b. Tahap atrofi atau tahap sembuh. Ketika peradangan aktif sudah reda, daerah yang terkena akan terlihat lebih tajam daripada daerah-daerah lain yang tidak terkena.

Daerah yang terkena menunjukan sclera putih diatas koroid yang atrofi dengan gumpalan hitam ditepi lesi. Bercak yang sudah sembuh harus dibedakan dengan kondisi yang disebabkan oleh proses degenerative seperti akibat dari myopia dan retinitis pigmentosa.

Bercak yang sudah sembuh dari Central Chorioretinitis.

KOMPLIKASI Komplikasinya meliputi: 1. Peradangan dari anterior uvea 2. Complicated katarak 3. Degenerasi vitreus 4. Edema makula 5. Periphlebitis retina sekunder 6. Ablasi retina

PENATALAKSANAAN Garis besar pengobatan uveitis posterior adalah: 1. Non-spesifik terapi terdiri dari kortikosteroid sistemik dan topical. Injeksi posterior periocular dari kortikosteroid efektif untuk melihat uveitis posterior pada fase akut. Imunosupresan jarang dibutuhkan untuk memeriksa peradangan.

2. Spesifik terapi dibutuhkan untuk penyakit penyebabnya seperti toxoplasmosis, toxocariasis, tuberculosis, sipilis dan lain-lain.

PAPILITIS Gangguan inflamasi dan demielinasi yang terjadi pada optic disc. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral. Papilitis perlu dicurigai pada uveitis yang disertai dengan nyeri saat pergerakan bola mata ETIOLOGI 1. Sklerosis Multipel Ciri khas dari sklerosis multiple ini adalah suatu penyakit demielinasi pada sistem saraf pusat yang sering kambuh dan remisi. Penyebabnya masih belum diketahui. Beberapa pasien dapat mengalami bentuk penyakit yang progresif kronik, yang terjadi setelah periode kambuh dan remisi atau yang lebih jarang terjadi sejak awal serangan. Yang khas lainnya dari penyakit ini adalah lesinya terjadi pada waktu yang berlainan dan di lokasi-lokasi yang berbatasan pada sistem saraf. Biasanya pada dewasa muda dan penyakit ini jarang terjadi atau muncul pada usia sebelum 15 tahun dan setelah 55 tahun. Terdapat kecenderungan untuk melibatkan nervus optikus dan kiasma optikum, batang otak, pedunculus cerebellum, dan medulla spinalis, walaupun tak satupun bagian system saraf pusat yang bisa lolos dari penyakit ini.

GAMBARAN KLINIS

GEJALA Secara garis besar gejala-gejala yang timbul pada papilitis antara lain adalah 1. Kehilangan penglihatan tiba-tiba, progresif, dan hilangnya penglihatan yang nyata merupakan ciri khas dari neuritis optic akut. 2. Adaptasi penglihatan gelap mungkin menurun. 3. Pandangan kabur pada saat melihat terang merupakan ciri khas dari neuritis optic akut.

4. Gangguan penglihatan warna selalu ditemukan pada setiap optic neuritis. Biasanya pasien mengeluh saat mengamati warna didapatkan penurunan ketajaman dari saturasi warna tersebut. 5. Gerakan phosphenes dan suara yang menginduksi phosphenes dapat didapatkan oleh pasien dengan optik neuritis. Phosphenes mengacu pada sensasi yang bersinar-sinar yang dihasilkan oleh nonphotic atau yang biasa dikarenakan rangsangan yang kurang memadai. 6. Episode transien pandangan yang kabur pada saat beraktifitas atau terkena panas, yang berangsur membaik pada saat istirahat (uhthoff symptom) dapat ditemukan pula pada pasien dengan neuritis optik. 7. Kedalaman persepi, terutama pada benda yang bergerak (Pulfrichs phenomenon) kemungkinan terganggu. 8. Nyeri, pasien mungkin mengeluh nyeri mata ringan. Hal ini lebih jelas pada pasien retrobulbar neuritis dari pada pasien dengan papilitis. Nyeri biasanya diperburuk dengan pergerakan dari bola mata terutama pada saat bola mata digerakan ke atas dan ke bawah. Hal ini dikarenakan penempelan dari beberapa serat rectus superior pada duramater. TANDA Pada pemeriksaan fisik hampir pada semua pasien defek lapang pandang dapat terjadi tetapi dengan menggunakan oftalmoskop yang paling sering terlihat ada lah skotoma sentral. Skotoma tersebut biasanya berbentuk sirkular dengan ukuran dan kepadatan yang sangat bervariasi. Perluasan skotoma kearah perifer dapat menimbulkan kecurigaan timbulnya lesi kompresif. Pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan automated perimetry paling sering menunjukan kehilangan lapangan pandang difus. Ditemukan juga pada reflex cahaya pupil melambat, dan bila kelainan nervus optikusnya tidak simetris, akan dijumpai defek pupil aferen. Papiltis terjadi pada 35% kasus dewasa, dengan hyperemia diskus optikus dan pelebaran venavena besar sebagai tanda awalnya yang didapatkan pada pemeriksaan menggunakan oftalmoskop. Sering ditemukan pula pengaburan batas-batas diskus. Bisa juga ditemukan edema caput nervus optikus, tetapi jarang dijumpai edema yang mencolok. Dapat juga timbul eksudat dan edema retina di berkas papilomakular walaupun jarang terjadi, hal ini berhubungan dengan progresivitas menjadi sclerosis multipel yang lebih lambat. Perdarahan berbentuk nyala api

dilapisan serat saraf dekat dengan diskus optikus terlihat pada kurang dari 10% kasus. Sel-sel vitreus dapat ditemukan di daerah prapapilar pada kurang dari 5% kasus.

PENATALAKSANAAN Upaya harus dilakukan untuk mengetahui dan mengobati penyebab yang mendasari. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk idiopatik dan herediter optik neuritis dan juga yang terkait dengan gangguan demielinasi. Terapi kortikosteroid dapat mempersingkat masa hilangnya penglihatan, tetapi tidak akan mempengaruhi hasil akhir dari pemulihan penglihatan pasien dengan neuritis optik. Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) grup telah membuat rekomendasi untuk penggunaan kortikosteroid: 1. Terapi prednisolon oral saja merupakan kontraindikasi dalam pengobatan neuritis optik akut, karena terapi menggunakan prednisolone oral saja tidak meningkatkan hasil penyembuhan visual dan hal itu terkait juga dengan peningkatan yang signifikan dalam risiko serangan baru neuritis optik. 2. Seorang pasien yang mengalami neuritis optik akut harus melakukan scan otak MRI. Jika scan otak menunjukkan lesi multiple sclerosis (MS) dengan keparahan kehilangan penglihatan, masing-masing pasien harus menerima langsung intra vena metilprednisolon (1 gr sehari) selama 3 hari di ikuti oleh prednisolon oral (1 mg/kg/ hari) untuk 11 hari. Terapi ini akan menunda konversi ke klinis multipel sklerosis selama 2 tahun ke depan. 3. Indikasi untuk metilprednisolon intra vena pada pasien akut neuritis optik dengan normal otak MRI scan adalah: a. Kehilangan bergantian penglihatan dalam di kedua jam mata atau secara hari dari bersamaan atau

hitungan

masing-masing

penglihatan lainnya. b. Ketika mata yang baik yang terkena. c. Ketika kehilangan penglihatan progresif lambat terus terjadi.

Anda mungkin juga menyukai