Anda di halaman 1dari 14

BAB I: PENDAHULUAN Sindroma kompartemen (CS) adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh dan jiwa ; yang

dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup, mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan ; gangguan fungsi yang permanen dan jika semakin berat ; dapat terjadi gagal ginjal dan kematian Konsekuensi dari terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intrakompartemen yang dijelaskan secara lengkap oleh Richard Von Volkman. Pada tahun 1872, beliau mempublikasikan mengenai fraktur suprakondilar akan diikuti oleh trauma pada syaraf dan kontraktur akibat kompartemen sindrom. Trauma tersebut dikenal sebagai kontraktur Volkmann. Walaupun fraktur pada tulang panjang merupakan penyebab tersering dari kompartemen sindrom, trauma lainnya juga dapat menjadi penyebabnya. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di : tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, Penyebab sindroma kompartemen beragam dan termasuk, jika tidak dibatasi, fraktur terbuka dan fraktur tertutup, cedera arteri, luka tembak, gigitan ular, kompresi tungkai, dan luka bakar, termasuk cedera akibat olahraga berat. Hal yang paling penting dokter didesak untuk selalu waspada ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Pengenalan dan pengobatan dini sindroma kompartemen penting pada pasien trauma untuk mencegah kematian, amputasi dini, dan disfungsi tungkai. Kegagalan mendiagnosa dan menangani sindroma kompartemen pada pasien trauma mengakibatkan sejumlah kasus morbiditas yang sebenarnya dapat dicegah.(1,7)

BAB II: PEMBAHASAN A. Definisi Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. (1) Sindroma Kompartemen adalah masalah medis akut yang menyertai cedera, pembedahan atau pada kebanyakan kasus penggunaan otot yang berulang dan meluas, yang mana meningkatkan tekanan (biasanya disebabkan oleh radang) dalam ruang yang tertutup (kompartemen fascia) pada tubuh dengan suplai darah yang tidak memadai. Tanpa terapi bedah yang tepat, hal ini mungkin menyebabkan kerusakan saraf dan kematian otot. Kondisi ini paling sering terlihat pada kompartemen anterior dan posterior pada kaki. (2,10) Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara lain: 1. Anggota gerak atas a. Lengan atas : Terdapat kompartemen anterior dan posterior b. Lengan bawah : Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor superficial, fleksor profundus, dan ekstensor 2. Anggota gerak bawah a. Tungkai atas: Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial, dan posterior b. Tungkai bawah Terdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus Sindroma kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal) (1) B. Anatomi Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor superficial, fleksor profundus, dan kompartemen ekstensor). Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen ditungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat ditungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering di daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor. Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superficial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan timbulnya paresthesia. (9) C. Etiologi Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain: 1. Penurunan volume kompartemen Kondisi ini disebabkan oleh: Penutupan defek fascia Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas 2. Peningkatan tekanan eksternal Balutan yang terlalu ketat Berbaring di atas lengan Gips 3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain: Pendarahan atau Trauma vaskuler Peningkatan permeabilitas kapiler Penggunaan otot yang berlebihan Luka bakar Operasi Gigitan ular Obstruksi vena sindroma nefrotik infus yang infiltrasi hipertrofi otot Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera/ trauma, dimana 45% kasus akibat fraktur, 80% terjadi di pada ekstremitas bawah Karena jaringan ikat yang mengikat kompartemen tidak meregang, sejumlah kecil perdarahan pada kompartemen, atau pembengkakan otot dalam kompartemen dapat menyebabkan tekanan didalamnya meningkat dengan pesat. Penyebab umum dari sindroma kompartemen termasuk fraktur tibia atau fraktr lengan bawah, iskemik-reperfusi yang disebabkan cedera, perdarahan, kebocoran vaskuler, injeksi obat intravena, balutan, kompresi pada tungkai yang lama, crush injury dan luka bakar. Penyebab lain yang mungkin dapat dari penggunaan kreatin monohidrat. Riwayat penggunaan kreatin berhubungan dengan kondisi ini. (2,8) Berdasarkan lamanya gejala yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan militer.(9) D. Frekuensi 1. Mortalitas/ Morbiditas Kompartemen sindrom tergantung dari dua hal : - Diagnosis , dan
4

- Waktu antara terjadinya cidera sampai dilakukan penangan Rorabeck dan Macnab melaporkan keberhasilam dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. 2. Jenis Kelamin Hasil penelitian study kasus oleh McQueen, sindrom kompartemen didiagnosa lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan kebanyakan pasien trauma adalah laku-laki. (8) E. Patofisiologi Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale), yang menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa. Tekanan jaringan lebih besar dari tekanan kapiler; biasanya terlihat pada > 30 mmHg tekanan intra-kompartemen. Waktu iskemik: nervus < 4 jam, otot < 4 jam; beberapa mengatakan sampai 6 jam. (1,3,5,7) Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu, antara lain: a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen b. Theori of critical closing pressure. Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup. c. Tipisnya dinding vena Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena.

F. Manifestasi Klinis Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu: 1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anakanak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. 2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut. 3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi ) 4. Parestesia (rasa kesemutan) 5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom. Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain: 1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit. 2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit. 3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
6

4. nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot. 5. Menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut. 6. Pemeriksaan fisik: bukti ketegangan kompartemen, menurunnya perfusi (pengisian kembali kapiler, nyeri) dan kehilangan fungsi jaringan (mati rasa dan lemah; nervus dan otot terlibat pada kompartemen yang terinfeksi). (1,6,7,10,11) G. Penegakan Diagnosa Sindroma kompartemen klasik: Misal : sekunder akibat luka bakar, pembengkakan jaringan lunak, balutan ketat, iskemis reperfusi, kompresi berkepanjangan, infiltrasi intravena, perdarahan, cedera vaskuler, kejang, dan trauma. Kenali 6 P: Pain (nyeri), Pallor (pucat), Pulselessness (tidak ada pulsasi), Parasthesia (tidak ada rasa), Paralysis (lumpuh) dan Poikilothermic (1) Iskemia dan nekrosis dapat muncul bahkan jika masih terdapat pulsasi. Nervus sensorik yang lebih dulu terkena, diikuti oleh motorik. Waktu: gejala dapat muncul dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah cedera. Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa kompartemen syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastoli. Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain : a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi Teknik adalah criteria dignostik standard seharusnya menjadi prioritas utama jika diagnosis masih penuh tanda tanya. Tonometer tekanan stryker banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak membutuhkan alat khusus. Alat yang dibutuhkan spoit 20 cc, three way tap, tabung intra vena, normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan darah. Pertama, atur spoit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik b. Teknik Wick kateter Teknik menggunakannya adalah: 1. Pertama, masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot 2. Kedua, tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastic 3. Ketiga, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan mencapai 30 mmHg, indikasi fasciotomi.
7

Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolic), kita tidak perlu khawatir tentang sindroma kompartemen. Tekanan lebih dari 10 mmHg dalam kompartemen yang baru bisa menimbulkan sindroma kompartemen, dan berarti memerlukan terapi yang segera. H. Diagnosis Banding - Selulitis - Coelenterate dan Jellyfish Envenomations - Deep Venous Trombosis dan Thrombophlebitis - Gas Ganggrene - Necrotizing Fasciitis - Peripheral Vascular Injuries - Rhabdomyolis I. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium 2. Imaging. 3. Rontgen 4. USG (8) J. Penanganan Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Tindakan nonoperatif tertentu mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindakinya. Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen sindrom sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi (4) Penanganan kompartemen secara umum meliputi: 1.Terapi Medikal/non bedah Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi: 1. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia 2. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas. 3. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen 4. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid, Hyperbaric oxygen dan produk darah 5. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
8

2. Terapi Bedah / operatif Terapi operatif untuk sindroma kompartemen apabila tekanan intrakompartemen lebih dari 30 mmHg memerlukan tindakan yang cepat dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila tekanannya kurang dari 30 mmHg, tungkai dapat diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu membaik, evaluasi klinik yang berulang-ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan, atau kalau tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi harus segera dilakukan. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi dapat berarti membuka ke empat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit ( tanpa regangan ), atau dilakukan pencangkokan kulit.(1,11) Terapi untuk sindrom kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini. Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain: 1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat dan 2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien dengan masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal. Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi. Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya. Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit, dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemant otot harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis.(4,8,9)

Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut Fasciotomi tungkai atas Teknik Tarlow : Insisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke epikondilus lateral. disesksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan-lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1-5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral, perpanjang ke proksimal dan distal. Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen medial diukur. Jika meningkat, dibuat insisi setengah medial untuk membebaskan kompartemen adductor. Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah: fibulektomy, fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif. Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) : Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal. Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
10

Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka. Fasciotomi pada lengan bawah Pendekatan volar (Henry) Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan. Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan. Pendekatan Volar Ulnar Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi. Pendekatan Dorsal Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan.Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.

Fasciotomi untuk sindrom kompartemen kronik Fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus peroneal. Nervus
11

peroneal segera dicari dan lewatkan fasciotom ke kompartemen anterior pada garis otot tibialis anterior. Pada kompartemen lateral, fasciotome diarahkan ke posterior nervus peroneal superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara biasa dan pasang pembalut steril. Fasciotomi insisi ganda: Teknik Rorebeck Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis posteromedial tibia. Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior bersama dengan saraf. Masuk dan dibuka kompartemen superficial. Fascia profunda kemudian diinsisi. Kompartemen profunda diekspos, termasuk otot digitorum longus dan tibialis posterior dangan merobek sambungan soleus. Kumparan neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian diinsisi ke proksimal dan distal fascia pada terdon tersebut. Tibialis posterior adalah kunci dekompresi kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi ke proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk memeriksa kontraksinya. Tutup luka diatas drain untuk meminimalkan pembentukan hematom. Perawatan pasca operasi: Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat, luka dapat dijahit (tanpa tegangan), atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder.(9) K. Komplikasi Tekanan yang tidak dapat teratasi dapat terjadi necrosis jaringan, semenjak perfusi kapiler mengalami gangguan dapat meningkatkan hypoksia pada jaringan. Hal ini dapat meningkatkan Volkman contracture. Bila semakin parah tidak teratasi maka akan terjadi rhabdomyolis dan kidney Failure (1) Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain: 1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen 2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawa 3. Trauma vascular 4. Gagal ginjal akut 5. Sepsis 6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) 7. Deformitas kosmetik akibat fasciotomI 8. Kehilangan anggota tubuh 9. Kematian L. Prognosis Prognosis bisa baik sampai buruk, tergantung : - Seberapa cepat penanganan kompartemen sindrom dilaksanakan dan - Bagaimana komplikasi dapat terbentuk.(8) Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten.(9)

12

BAB III: KESIMPULAN

Sindroma Kompartemen adalah masalah medis akut yang menyertai cedera, pembedahan atau pada kebanyakan kasus penggunaan otot yang berulang dan meluas, yang mana meningkatkan tekanan (biasanya disebabkan oleh radang) dalam ruang yang tertutup (kompartemen fascia) pada tubuh dengan suplai darah yang tidak memadai. Tanpa terapi bedah yang tepat, hal ini mungkin menyebabkan kerusakan saraf dan kematian otot. Kondisi ini paling sering terlihat pada kompartemen anterior dan posterior pada kaki. Penyebab timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain: - Penurunan volume kompartemen - Peningkatan tekanan eksternal - Peningkatan tekanan pada struktur komparteman Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu: - Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. - Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut. - Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi ) - Parestesia (rasa kesemutan) - Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom. Penegakan diagnosa sindroma kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Tujuan dari penanganan sindroma kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi Prognosis bisa baik sampai buruk

13

BAB IV:.DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. http://masperawat.wordpress.com/2009/03/05/sindrome-kompartemen/ http://id.wikipedia.org/wiki/Sindroma_kompartemen http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00204 http://www.infofisioterapi.com/terapi-pada-sindroma-kompartemen.html http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/komplikasi-fraktur/ 6. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Cedera.html 7. http://www.wheelessonline.com/ortho/compartment_syndrome 8. http://thedoctornotes.com/2010/03/14/sekilas-kegawatdaruratan-orthopaedi/ 9. http://www.irwanashari.com/2008/01/sindroma-kompartemen.html 10. American college of surgeon, committee on trauma, advanced trauma life support for doctors 11. Sjamsuhidajat,R dan wim de jong,1997. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. EGC. Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai