Anda di halaman 1dari 6

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

SPBU JERAMI ?
Saepul Adnan 21309015 Mahasiswa Biomanajemen, Sekolah Ilmu Teknologi Hayati-ITB

PENDAHULUAN Sebagai negara yang berbasis agraris, indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan bioenergi dari residu- residu pertanian seperti residu dari sekam pati, kulit jagung, kedelai, kelapa sawit dan juga residu yang dari peternakan sapi, kambing, unggas dan lain-lain sangat berguna untuk memproduksi biofuel dari biomassa yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan peternakan. Setiap tahun indonesia menghasilkan berpuluh-puluh ton padi yang diproses menjadi bahan pangan, sisanya berupa jerami yang hanya menjadi bahan buangan, kalaupun ada manfaatnya jerami hanya digunakan untuk bahan pembersih, makanan ternak bahkan dibakar dan dibuang begitu saja. Kini, dengan penelitian lebih lanjut, jerami dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Tidak hanya memberikan nilai tambah, pemanfaatan jerami juga mencegah pelepasan karbon ke atmosfer saat terbakar. Siklus karbon ke atmosfer dapat diperpanjang dengan mengubahnya menjadi biofuel. Batang jerami yang kaya selulosa tidak mudah terurai bakteri yang biasa dipakai dalam proses pembuatan biomassa. Para peneliti di laboratorium memanfaatkan larutan alkali natrium hidroksida atau asam klorida untuk memecah selulosa menjadi monomer terkecil yang disebut glukosa. Pemecahan selulosa dapat juga menggunakan proses enzimatik dengan enzim selulase sebelum proses fermentasi atau peragian. Proses fermentasi dilakukan dengan cara mengubah glukosa menjadi etanol dengan bantuan fungi sacharomyces cereviseae. Hasil fermentasi berupa etanol yang dapat digunakan untuk kendaraan. Dimasa yang akan datang jerami akan menjadi salah satu alternatif bahan bakar kendaraan yang ramah

lingkungan sehingga akan bermunculan SPBU SPBU berbahan dasar jerami. Karbondioksida (CO2 ) adalah gas rumah kaca yang diduga sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global. Tingkat CO2 di atmosfer saat ini telah mencapai 387 ppm, meningkat 40 % sejak revolusi industri dan merupakan tingkat tertinggi selama kurang lebih 650.000 tahun terakhir. Sejak tahun 1970 sampai tahun 2000, konsentrasi CO2 meningkat 1,5 ppm setiap tahun, tetapi sejak tahun 2000 rata-rata kenaikan tiap tahun adalah sebesar 2,1 ppm. Bahkan, laju rata-rata peningkatan CO2 pada tahun 2007 telah mencapai 2,14 ppm. Indonesia termasuk warga dunia yang ikut andil dalam pemanasan global. Mulai dari

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan industri industri yang menghasilkan CO2 lebih banyak termasuk aktivitas manusia indonesia pada umunya. The Challenges of Climate Change and Bio-Energy menjadi tema sentral pada hari pangan sedunia beberapa tahun lalu. Tema tersebut memunculkan komitmen baru pemerintahan dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas lingkungan serta sebagai antisipasi atas perubahan iklim global. Fakta-fakta ilmiah pun menunjukkan bahwa suhu bumi semakin meningkat dan kehidupan manusia semakin tidak nyaman. Masalah lainnya adalah banyak orang kehilangan harta benda dan tempat tinggal akibat serangan badai, banjir, kekeringan, dan bencana ekologi lainnya. Krisis pangan global menjadi ancaman yang menetaskan kelaparan yang tidak terhindarkan di tengah warga dunia. Perubahan iklim global memang secara nyata telah membawa dampak besar ke sektor pertanian, yakni menurunnya produktivitas lahan karena terganggunya siklus air, perubahan pola hujan, dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrem, yang mengakibatkan pergeseran musim tanam.

Ramah lingkungan vs kerusakan lingkungan Sebagaimana yang ditargetkan pemerintah, yakni pada 2010 bioenergi menggantikan sekitar 10 persen dari konsumsi bahan bakar konvensional, maka konversi lahan tanaman pangan ke tanaman perkebunan (kelapa sawit) tidak terhindarkan. Ini justru menimbulkan persaingan ketat dalam penggunaan lahan untuk memanen bioenergi dan pangan. Pengembangan biofuel (agrofuel) langsung dari komoditas potensial (kelapa sawit, jagung, jarak, dll), akan merugikan penggunaan lahan untuk pangan. Ekstensifikasi biofuel juga akan meningkatkan lepasnya karbon ke atmosfir dari konversi hutan dan lahan gambut. Lepasnya nitrous oksida ke atmosfir dari pengembangan biofuel juga perlu diperhatikan. Karena efek gas rumah kaca ini 300 kali lebih besar daripada CO2. Satu dasawarsa belakangan ini ekspansi kelapa sawit bertanggung jawab terhadap laju deforestasi di Indonesia dan Malaysia. Pengembangan bioenergi telah menjadi salah satu pendorong deforestasi. Bahkan Indonesia telah menggeser posisi Malaysia sebagai penghasil minyak sawit nomor satu dunia, namun konsekuensinya merugikan lingkungan. Pemanasan global ekstrem karena pembalakan liar untuk produksi biodiesel berbasis sawit bisa mengancam stabilitas ketahanan pangan pada masa datang.

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia juga diakibatkan oleh pembukaan hutan alam dan lahan gambut secara besar-besaran untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit, industri pulp and paper, dan pertambangan yang beroperasi di areal hutan lindung. Pemerintah harus segera mengambil langkah antisipasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi secara sungguh-sungguh guna mencegah dampak buruk perubahan iklim terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Indonesia harus beradaptasi dan malakukan mitigasi atas perubahan iklim.

Potensi Pengembangan energi dari biomassa Pengembangan sumber energi dapat diperbaharui, termasuk biomassa, merupakan fundamental bagi kesinambungan ketersediaan energi masa depan. Biomassa dapat memainkan peranan penting sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui, yang berfungsi sebagai penyedia sumber karbon untuk energi, yang dengan menggunakan teknologi modern dalam pengkonversiannya dapat menjaga emisi pada tingkat yang rendah. Di samping itu, penggunaan energi biomassa pun dapat mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air. Secara general, keragaman sumber biomassa dan sifatnya yang dapat diperbaharui dapat berperan sebagai pengaman energi di masa mendatang sekaligus berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati.

Konversi Biomassa Menjadi Energi Semua material organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi. Biomassa dapat secara langsung dibakar atau dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas untuk menghasilkan panas dan listrik. Beberapa pilihan teknologi konversinya adalah sebagai berikut: a. Konversi biomassa pada ketel uap modern Biomassa dibakar pada ketel uap modern untuk menghasilkan panas, listrik atau kombinasi panas dan tenaga. Sistem ini secara komersial telah banyak digunakan di Amerika Serikat, Australia, Finlandia dan German, walaupun secara tipikal hanya menghasilkan 20% energi jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. b. Fermentasi Fermentasi merupakan salah satu proses anaerob yang mengkonversi glukosa, fruktora dan sukrosa menjadi etanol dan karbon dioksida. Etanol dari gula sebagai bahan bakar digunakan sebagai campuran premium (bensin) telah di aplikasikan secara luas oleh beberapa negara di Amerika dan Eropa yaitu Brazil, Prancis, Swedia dan Spanyol. Campuran antara etanol dan

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

premium memiliki keuntungan dari kadar emisi yang di hasilkan yaitu menurunkan angka NO. c. Gasifikasi Biomassa Gasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan parsial oksidasi pada suhu karbonisasi sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara 0,1 -0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi yang digunakan. Konversi ini lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan pembakaran langsung, bersih, dan efisien dalam

pengoperasian. Produk dari gasifikasi ini dapat juga di-reform untuk menghasilkan methanol dan hydrogen. d. Pyrolysis Biomassa Pyrolysis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa oksigen, untuk menghilangkan komponen volatile pada karbon. Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya dapat menghasilkan bahan bakar cair d an padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau turbin. Produk lain dari proses pyrolysis ini adalah berupa arang dan bahan kimia. e. Pembuatan arang Penyiapan lahan baik pertanian maupun HTI (Hutan Tanaman Industri) seringkali dengan cara pembakaran, selain beresiko kebakaran dan gangguan pernafasan, cara inipun dapat menstimulus pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Dengan mengkonversinya menjadi arang tentunya dapat meminimalkan emisi, pun menambah penghasilan masyarakat. Selain digunakan sebagai sumber panas, arang pun dapat digunakan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat terjadinya simbiotik antara akar dengan mikoriza, yang berkontribusi pada percepatan pertumbuhan tanaman dan penyerapan emisi CO2 di atmosfir. BIOETANOL DARI JERAMI Jerami padi merupakan lahan utama berbasis residu yang dihasilkan dalam jumlah besar di indonesia. secara teori jumlah yang setara dengan 668 ton dapat menghasilkan 187 galon bioetanol dengan menggunakan teknologi tepat guna. Kualitas jerami Komposisi bahan kimia utama berpengaruh pada efisiensi bioenergi. Kadar abu

jerami padi sekitar 10 17% , walaupun kadar abu ini cukup tinggi dibanding dengan jerami gandum (3 %), kandungan alkali jerami padi sangat kecil (Na2 O dan K2 O biasanya terdiri dari <15% dari total abu), komposisi bahan kimia jerami bervariasi secara substansial

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

terhadap musim serta daerah. Curah hujan tinggi mengakibatkan hilangnya alkali dalam jerami padi. Metode produksi etanol dari jerami Batang jerami yang sudah dikumpulkan dihidrolisis dengan asam klorida menjadi monomer-monomer karbihidrat. Hasil penelitian menyebutkan semakin besar konsentrasi katalisator HCl maka konversi yang diperoleh semakin besar pada setiap waktu reaksi yang sama. Variasi waktu yang lama menghasilkan konversi selulosa semakin sempurna. Pada tahapan selanjutnya adalah proses fermentasi menggunakan beberapa mikroba yang telah direkayasa sehingga mampu untuk mengkonversi monosakarida dari limbah, menjadi bioetanol, seperti Z.mobilis, E.coli, Lactobacillus sp. dan S.cerevisiae. Sebagai contoh, S.cerevisiae secara alami, tidak mempunyai kemampuan untuk mengkonversi xylosa dan arabinosa yang merupakan bula pentosa menjadi bioetanol. Tetapi dengan menambahkan beberapa gen penyandi xylose isomerase, xylulokinase, L-arabinose isomerase, L-ribulose kinase, rekombinan S.cerevisiae mampu mengkonversi gula pentosa menjadi bioetanol. Gambar 1. di atas, menunjukkan metabolisme S.cerevisiae yang telah direkayasa agar mampu mengkonversi gula pentosa ( xylosa dan arabinosa ) menjadi bioethanol . Rekombinan S.cerevisiae mampu memproduksi bioethanol sebesar 50~70 g/100 g biomasa.

KESIMPULAN Energi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan energi yang berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian, pengembangannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga berefek positif terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat dan di lain pihak tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Semua teknologi konversi biomassa menjadi energi bisa diterapkan di Indonesia, dengan pengembangan disesuaikan dengan besaran supply biomassa, teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan anggaran dan jenis produk yang dibutuhkan pasar di masing-masing daerah. Jerami dan sekam padi

menjadi salah satu sumber energi berbasis biomassa yang dapat diperbaharui pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan bakar fosil dengan kuantitas besar, dan tidak menutup kemungkinan akan tumbuh SPBU SPBU Jerami yang mereduksi jumlah CO2 yang diemisikan ke atmosfir. Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca dalam jangka panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tuntutan mutlak bagi pengembangan energi biomassa.

Tugas Manajemen Biologis Tentang Bioenergi

DAFTAR PUSTAKA Budi Saksono ... Rekayasa Metabolik Mikroorganisme sebagai tool Biosintesa dan Biodegradasi Zat Kimia. Glycoscience Research Group, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Ika Heriansyah, (2005) Potensi Pengembangan Energi dari Biomassa Hutan di Indonesia, INOVASI ISSN : 2085-871X | Edisi Vol.5/XVII/November 2005 Nugroho Agung Pambudi,(2008) Menyulap Biomassa Menjadi Energi Netsains.com/2008/003/menyulap biomassa menjadi energi. Diambil dariGoogle.com. 27 September 2009 Sujitra Chanthunyagarn, Savitri Garivait* and Shabbir H. Gheewala (2004) Bioenergy Atlas of Agricultural Residues in Thailand. The Joint Graduate School of Energy and Environment, King Mongkuts University of Technology Thonburi, Bangkok, Thailand

Anda mungkin juga menyukai