Anda di halaman 1dari 11

DEMENSIA

I. Pendahuluan Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia lebih sering terjadi pada lansia. 1 Demensia merupakan suatu sindroma akibat gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-progresif yang ditandai dengan penurunan fungsi mental-intelektual (kognitif). Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial.2,3 Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya, Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup, sehingga menganggu fungsi social dan pekerjaan individu. Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu ditelusuri penyebabnya, penyebab demensia sangat banyak namun tampilan gejala klinis umumnya hampir sama, 60% demensia adalah irreversible (tidak dapat pulih ke kondisi semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversible (dapat pulih kembali).3 II. Definisi Demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak, umumnya disertai dan ada kalanya diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi perilaku social atau motivasi hidup.2,4
1

Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. 5,6

III. Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia

pada populasi lanjut usia (>65 tahun) berkisar 3-30%. Demensia tipe Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap penambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65 tahun 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada sekitar 1 juta orang dengan demensia untuk jumlah lanjut usia 20 juta orang.3
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer ( Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah ( nursing home bed). 5,7 Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan factor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 5 IV. Etiologi Etiologi demensia adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak, antara lain penyakit Alzheimer, penyakit cerebrovaskular (stroke), hidrochepalus, Parkinson, AIDS,
2

Huntington, dan gangguan metabolic termasuk defisiensi vitamin. Gangguan mental seperti gangguan depresi, gangguan konversi dan skizofrenia dapat memberikan gambaran seperti demensia, gangguan depresi dengan hendaya daya ingat dan gangguan konsentrasi saangat mirip dengan demensia sehingga disebut pseudodemensia. 3 V. Klasifikasi Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak,sifat klinisnya.7 Menurut Umur:
o o

Demensia senilis (>65th) Demensia prasenilis (<65th)

Menurut perjalanan penyakit:


o o

Reversibel Ireversibel

Menurut kerusakan struktur otak


o o o o

Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) Morbus Parkinson Morbus Huntington Morbus Pick

Menurut sifat klinis:


o

Demensia proprius

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ; F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan) F 01 Demensia Vaskular F01.0 Demensia Vaskular Onset akut F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
3

F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal F01.8 Demensia Vaskular lainnya F01.9 Demensia Vaskular YTT F02 Demensia pada penyakit lain F02.0 Demensia pada penyakit PICK F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob F02.2 Demensia pada penyakit Huntington F02.3 Demensia pada penyakit parkinson F02.4 Demensia pada penyakit HIV F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-Klasifikasikan ditempat lain) F03 Demensia YTT

VI. Gambaran klinik Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini: inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.3 A. Penurunan memori (daya ingat) Biasanya yang menurn adalah daya ingat segera dan daya ingat peristiwa jangka pendek tetapi kemudian secara bertahap daya ingat recall juga menurun, apakah pasien lupa akan janjinya, berita-berita, orang yang baru saja dijumpainya atau tempat yang baru saja dikunjunginya. Pasien dapat berkonfabulasi (mengarang cerita), karena itu usahakan untuk melakukan konfirmasi. Mintalah pasien untuk (a) mengulang angka (normal dapat mengingat 6 angka dari depan dan 4 angka dari belakang) dan (b) menyebutkan kembali 2 kata atau 3 objek setelah 5 menit. Apakah pasien mengingat menu makan malamnya?, nama-nama orang yang berkunjung kepadanya?, mengetahui tempat, tanggal lahir dan tahun kelahirannya?.
4

B. Perubahan mood dan kepribadian


Mula-mula depresi ansietas, dan atau iritabilitas kemudian menarik diri (withdrawl) dan apatis. Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Adakah pasien menjadi sentimentil, bermusuhan, tidak memikirkan orang lain, paranoid, tidak sesuai norma sosial, ketakutan, apakah ia tidak mempunyai minat atau inisiatif memakai kata-kata vulgar atau mengolok-olok.

C. Penurunan daya orientasi Terutama orientasi waktu (nama hari, tanggal, bulan, tahun, dan musim) dan juga orientasi tempat (tempat apakah ini?) dan jika berat bisa orientasi orang.apakah pasien pernah tersesat di tempat yang dikenalnya seperti dalam rumahnya. D. Hendaya intelektual Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibanding biasanya. Apakah pasien mempunyai masalah mengerjakan sesuatu yang biasanya dapat dikerjakan dengan mudah? Pengetahuan umum (siapa nama presiden sekarang?), kalkulasi, persamaan (apa persamaan jeruk dan bola?, tikus dan gajah?). E. Gangguan daya nilai (judgement) Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatannya. F. Gejala psikotik
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, ilusi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut.

G. Hendaya berbahasa Seringkali samar dan tidak begitu persis, kadang-kadang hampir menyerupai mutisme. Adakah blocking atau afasia (jika afasia dini dicurigai patologi vokal).3

VII. Diagnosis Demensia biasanya berlangsung lambat, dalam tahap awal bisanya sulit untuk didiagnosis. Namun, intervensi dan pengobatan telah terbukti membantu memperlambat efek dari beberapa demensia, sehingga diagnosis dini sangat penting. Pemeriksaan secara berkala selama beberapa bulan atau lebih mungkin diperlukan. Diagnosis dimulai dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan riwayat medis yang lengkap, biasanya termasuk informasi tambahan dari anggota keluarga atau pengasuh. Suatu riwayat keluarga baik penyakit Alzheimer maupun penyakit serebrovaskular dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab gejala. Tes sederhana fungsi mental (MMSE), termasuk mengingat kata, penamaan objek, dan nomor-simbol pencocokan, digunakan untuk melacak perubahan dalam kemampuan kognitif seseorang. Menentukan penyebab demensia mungkin memerlukan berbagai tes medis, dipilih sesuai etiologi yang paling mungkin. Penyakit serebrovaskular, hidrosefalus, dan tumor dapat didiagnosis dengan x-ray, CT-scan atau MRI, dan studi pencitraan pembuluh darah. Tes darah dapat menunjukkan kekurangan nutrisi atau ketidakseimbangan hormon. Pedoman untuk mendiagnosa gangguan tersebut didasarkan pada PPDGJ III dan DSM IV.3 VIII. Diagnosa Banding A. Delirium Delirium dan demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun sering sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun demensia biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya perhatiannya yang terganggu. Delirium biasanya disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang mengancam jiwa seseorang) dan sering reversible, sedangkan demensia khas disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak, berawal lambat dan biasanya ireversibel. Pada delirium juga biasanya ditemukan ganguuan kesadaran sedang demensia tidak.7 B. Depresi Orang depresi sering mengeluhkan masalah memori, hal ini dapat menyulitkan dalam membedakan antara depresi dan demensia, namun ada perbedaan menonjol antara keduanya. Orang depresi lebih cenderung mengutarakan masalah memorinya sendiri sedangkan pada
6

demensia, orang terdekat atau keluarganya yang menyadari akan masalah memori penderita. Orang depresi juga akan mengalami sulit tidur, gangguan nafsu makan, tidak bersemangat, putus asa dan bahkan sampai berpikiran untuk mati. Orang depresi sering menjawab aku tidak tahu pada saat wawancara sedang pada demensia pasien akan berusaha untuk menjawabnya walaupun salah.3,8

IX. Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal meliputi pengobatan setiap penyebab demensia yang reversible atau keadaan bingung yang saling tumpang tindih. Sekitar 10% pasien dengan demensia menderita penyakit sistemik atau neurologic yang dapat diobati. 10% menderita pseudodemensia yang disebabkan oleh penyakit psikiatrik yang dapat diobati dan 10% menderita penyebab penunjang yang dapat dimodifikasi seperti alkoholisme atau hipertensi, sayangnya sisanya menderita demensia yang ireversibel sehingga penatalaksanaan bertujuan untuk mendukung pasien dan keluarga. Beberapa pasien yang terganggu agak berat dapat hidup sendiri jika mereka mendapat dukungan dari keluarga atau masyarakat, termasuk kunjungan setiap hari dari keluarga atau teman.9,10 A. Terapi suportif 1. Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus, kacamata, alat bantu dengar, dan lain-lain. Sewaktu-waktu mungkin dibutuhkan pembatasan/pengekangan. 2. Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan baik jika memungkinkan. Usahakan pasien dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan bendabenda yang biasa ada didekatnya. Tingkatkan daya pengertian dan partisipasi anggota keluarga. 3. Hindari suasana remang-remang dan terpencil. 4. Bantu untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien, rawatlah sebagai orang dewasa bukan sebagai anak kecil dan bersikaplah menerima dan menghargai pasien.3

Pada stadium lanjut pasien mungkin membutuhkan pengobatan untuk depresi, kecemasan, gelisah, gejala psikotik yang menyertainya, atau insomnia dengan pengobatan psikotropik yang sesuai.9 1. Antipsikotika tipikal: Haldol 0,25 0,5 atau 1 2 mg Clozaril 1 x 12.5 25 mg Risperidone 2-6 mg Clobazam 1x10 mg Lorazepam 0,5-1,0 mg atau 1,5-2 mg Buspirone 10-30 mg Amitriptilin 75-150 mg Zoloft 1x50 mg Carbamazepine 100-200 mg atau 400-600 mg Divalproex 125-250 mg atau 500-750 mg Topamate 1x50 mg 7 2. Antipsikotika atipikal:

3. Anxiolitika :

4. Antidepresi :

5. Anti mania :

6. Obat anti demensia Obat ini sebenarnya sudah tidak berguna lagi pada kasus demensia stadium lanjut namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (behavioural and psychological symptoms of dementia).7 A. Nootropika : Pyritinol (Encephabol) 1x100 3x200 mg Piracetam (Nootropil) 1x400 3x1200 mg Nimodipine (Nimotope) 1-3x300 mg Cinnarizine (Stugeron) 1-3x25 mg Galantamine (Riminil) 1-3x5 mg
8

B. Ca-antagonist :

C. ACE-Inhibitor :

Donepezil (Aricept) 5mg 1x per hari Galantamine (Riminil) 1-3x5 mg Memantine 2x5-10 mg 7

X. Prognosis Prognosis demensia bervariasi tergantung dari penyakit atau kondisi medic yang mendasarinya. Bilamana penyebab demensia dapat diketahui dan disembuhkan maka prognosis akan baik, namun untuk penyakit degenerative seperti Alzheimer yang belum ada obatnya, maka prognosisnya kurang baik. Demensia tipe Alzheimer dapat berlangsung 1015 tahun dengan kemunduran perlahan tetapi pasti menuju akhir hidup.3,10 XI. Kesimpulan Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya (sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan perhitungan aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang baik, dan tidak disebabkan oleh gangguan mental seperti gangguan depresif berat menyatakan suatu demensia. Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan faktor penyebab tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong dengan mengobati penyebabnya walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil sempurna. Disamping itu ada jenis demensia yang sampai saat ini belum ada obatnya, seperti demensia Alzheimer dan demensia akibat HIV. Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang muncul atau kriteria yang telah ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV maupun PPDGJ III. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik. Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota keluarga terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan penyuluhan agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, P. Definisi dan Diagnosa Banding Demensia. [Online] 1999 [ cited 21 August 2011] available from : URL:http://docs.google.com/viewer? a=v&q=cache:zTLYxR78YnIJ:i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php%3FdataId %3D4859+diagnosa+demensia&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjs_wfcEGyEr oHZKoqDU4imbfQercr0y9TIitNUlbKetpkLjdknpOeGJQXzy7Zmf9OxCzPJ6EH0Tif gPoCHx769BfNzNpB7MGqwVmi9dRqqUmIw6Ow5OT3qVfHRFfvCqS9e7EW&sig=AHIEtbSqR8ui5PRfUUXkJQPj89sv kHqvrQ
2. Maslim R. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. 2001, Jakarta; PT Nuh Jaya. 20-26. 3. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 2010, Jakarta; Badan Penerbit FK UI. 494504.

4. Margolis S. Johns Hopkins Symptoms and Remedies. 2006, 409-410


5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 6. Davey, Patrick. Meidcine At a Glance. 2005, Jakarta; Erlangga. 356-357.
7. Roan, Witjaksana. Delirium dan Demensia. [online] 2007 [cited 21 August 2011]

available from URL: http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm

10

8. Anonymus. Defferential Diagnose of Factsheet. [Online] 2005 [cited 21 August 2011]

available

from

URL:

http://www.pssru.ac.uk/pdf/MCpdfs/Differential_diagnosis_factsheet.pdf
9. McGraw-Hill Inc. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 1995. Vol.1 Ed. 13. Indonesia; EGC.
10. Medicastore,

Penyakit

Otak

dan

Saraf.

available

from

URL:

http://medicastore.com/penyakit/699/Demensia.html

11

Anda mungkin juga menyukai