Anda di halaman 1dari 22

BAB I STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Umur Status Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat MRS No. CM B. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 April 2013 Keluhan utama : Pasien kiriman dr Joko datang dengan keluhan sesak nafas 1minggu Keluhan tambahan : Batuk kering 2 hari belakangan ini Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang via IGD interna RST Wijayakususma pasien merupakan pasien kiriman dr Joko dengan keluhan sesak nafas kurang lebih 1 minggu,sesak agak sedikit berkurang jika pasien dalam posisi duduk. Selain sesak pasien juga mengeluh adannya batuk kering 2 hari belakangan ini.Pasien mengaku belum pernah mengalam keluhan ini sebelumnnya dan tidak pernah meminum obat TB.Pasien juga mengaku tidak ada riwayat asma. Riwayat penyakit DM disangkal Riwayat penyakit hipertensi disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit keluarga : 1 : Tn.R : Laki-Laki : 37 tahun : Menikah : Islam : Jawa : SMP : Swasta : Jl.Kenanga Kec.Adipala Cilacap : 24 April 2013 30 April 2013 : 244955

Tidak ada yang megalami serupa

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran : tampak sakit sedang : compos mentis nadi : 96 x/menit, isi cukup, reguler suhu : 36 ,50C respirasi : 26 x/menit Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Leher Toraks Cor : I : Ictus cordis tidak tampak P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra A : BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : I : Simetris, retraksi -/-, sela iga tidak melebar P : Taktil fremitus sinistra = dextra P : Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru hati pada linea midclvavicula dextra ICS VI A : Suara dasar vesikuler, Ronki -/- Wheezing -/Abdomen : I : cembung, korpus medusa (-) : : normocephal, distribusi merata, tidak mudah dicabut. : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: normotia, simetris, lapang, serumen -/: bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret -/: mukosa bibir basah, sianosis (-) : simetris, kelenjar tiroid tidak membesar, tidak ada deviasi trakhea, KGB tidak teraba

Tanda - tanda vital: tekanan darah : 130/90 mmHg

A : bising usus (+) normal P : supel, datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar P : timpani Ekstremitas : Akral hangat (+), lembab, edema tungkai (-), sianosis (-) D. RESUME Pasien datang via poli interna RST wijayakusuma dengan dengan keluhan sesak nafas kurang lebih 1 minggu,sesak agak sedikit berkurang jika pasien dalam posisi duduk. Selain sesak pasien juga mengeluh adannya batuk kering 2 hari belakangan ini.Pasien mengaku belum pernah mengalam keluhan ini sebelumnnya dan tidak pernah meminum obat TB.Pasien juga mengaku tidak ada riwayat asma.Riwayat penyakit DM disangkal,Riwayat penyakit hipertensi disangkal,Riwayat penyakit jantung disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital, TD: 130/90 mmHg, nadi: 96 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,5 0C. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan. E. DIAGNOSIS KERJA Dyspnoe F. PENATALAKSANAAN -IVFD RL 20 tpm - Inj Deksametason 2x1 - Inj Ranitidin 2x1 H. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam I. FOLLOW UP 25 April 2013 : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

S : sesak nafas berkurang,batuk kadang berdahak kadamg tidak ada dahak. O : Ku/Kes : TSS / CM TTV : TD : 130/90, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36,5 0C Mata : CA -/- SI -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) A : Dyspnoe P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1 - Inj Radin 2x1 - Ceftien 1x1 - Aminophilin drip 26 April 2013 S : Sesak berkurang,batuk kering O : Ku/Kes : baik / CM TTV : TD : 120/60, N : 84 x/m, RR: 21 x/m, Suhu : 36,6 0C Mata : CA -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) Pemeriksaan Radiologi: SI -/-

A : Pneumothoaks P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1 - Inj Radin 2x1 - Ceftien 1x1 - Aminophilin drip

27 April 2012 S : batuk kering dan sesak berkurang O : Ku/Kes : TSS / CM TTV : TD : 120/80, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36,7 0C Mata : CA -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) Jenis pemeriksaan 27/04/2013 Nilai Rujukan SI -/-

Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit LED Glukosa sewaktu Bilrubin total SGOT SGPT

13,8 43 11.400 140.000 70 440 0,69 15 18

14 18 gr/dl 40 54 % 4800 10.800/uL 150.000 400.000/uL 0-15mm/jam 200 mg/dl 0,2-1 mg/dl 37UI/L 41 UI/L

A : Pneumothoaks P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1 - Inj Radin 2x1 - Ceftien 1x1 - Aminophilin drip 28 April 2013 S : sesak nafas berkurang,batuk kadang berdahak kadang tidak ada dahak. O : Ku/Kes : TSS / CM TTV : TD : 130/90, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36,5 0C Mata : CA -/- SI -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) Foto Radiologi

A : Pneumothoraks P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1 - Inj Radin 2x1 - Ceftien 1x1 - Aminophilin drip Pasien di WSD,dan sewaktu di WSD keluar bukan hanya udara tapi ada cairannya lalu dialirkan setiap 500 cc diklam. 29 April 2013 S : Tidak ada keluhan O : Ku/Kes : TSS / CM TTV : TD : 110/80, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36,5 0C Mata : CA -/- SI -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) A : Hidropneumothoraks P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1

- Inj Radin 2x1 - Ceftien 1x1 - Aminophilin drip -Ketorolac 2x1 30 April 2013 S : sesak nafas berkurang,batuk kadang berdahak kadamg tidak ada dahak. O : Ku/Kes : TSS / CM TTV : TD : 130/90, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36,5 0C Mata : CA -/- SI -/Toraks : Cor : BJ I II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/Abdomen : supel, datar, BU (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), tremor (-) A : Dyspnoe P : - IVFD RL - Inj Deksametason 2x1 - Inj Radin 2x1 - inj Ceftien 1x1 - Inj ketorolac 2x1 -OAT 1x4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Anatomi Fisiologi Paru adalah salah satu organ sistem pernafasan yang berada di dalam kantung yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru sangat lunak, elastik, dan berada dalam rongga toraks, sifatnya ringan terapung di dalam air. Paru-paru berwarna keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat partikel-partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit. Toraks. Kerangkan rongga toraks, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra torakalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura diatas klavikula dan diatas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior toraks. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior toraks. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior. Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan 3 berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melauli trakea dan bronkus. Pleura. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yaitu pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paruparu. Antar kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Ruang interkostal.

Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri nevus dari tiap rongga interkostal berada dibelakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih. Diafragma. Bagian muscular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal ; bagian muscular membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan sekitar 75 % dari ventilasi paruparu selama respirasi biasa atau tenang. Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri aras lobus bawah dan atas, sedangkan paru kanan memiliki lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura. Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris, bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi. Terdapat

10

tiga jenis sel-sel alveolar. Selsel alveolar tipe I adalah selepitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

II.II Definisi Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemerikasaan sinar tembus dada. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks. Diagnosis pneumothoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan diluar garis ini.Pneumothoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema,trauma,tuberculosis. Pleura adalah rongga yang terletak di antara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.Secara umum pneumothorax terjadi karena pecahnya selubung atau lapisan luar paru-paru akibat tekanan di dalam dada atau intratorak yang sangat tinggi. Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas: 1. Pneumothoraks spontan: Pneumotoraks spontan primer Terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru.Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis.

11

Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). 2.Pneumotoraks traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis).Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebabpenyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura. Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura. Udara juga bisa berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.1,2,3 II.III Etiologi Pneumotoraks kebanyakan terjadi disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul dinding toraks yang merobek dinding pleura. Dapat juga disebabkan oleh trauma tajam dinding toraks.Hemotoraks disebabkan oleh trauna tumpul atau trauma tajam pada dada, yang menyebabkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam. Hal ini akan menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.4

12

II.IV Klasifikasi Pneumothoraks Terbuka: Jika udara dapat keluar masuk dengan bebas rongga pleura selama proses respirasi Pneumothoraks Tertutup: Jika tidak ada pergerakan udara. disini tidak terdapat aliran udara antara rongga pleura dengan bronkus atau dunia luar karena fistel atau saluran sudah tertutup Pneumothoraks Tension : Jika udara dapat masuk kedalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumothoraks.Atau dengan kata lain pada jenis ini udara dari bronkus atau dunia luar dapat masuk ke dalam rongga pleura pada saat inspirasi, tetapi tidak bisa keluar pada waktu ekspirasi karena terdapat fistel yang bersifat sebagai katup. Makin lama volume dan tekanan udara di dalam rongga pleura kian tinggi akibat penumpukan udara.Dari tiga jenis ini, pneumoraks jenis ini yang paling berbahaya

II.V Gejala Klinis Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor penyebabnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan pneumotoraks adalah tuberkulosis paru, asma, penyakit paru obstruktif kronik (penyakit yang disebabkan polusi dan rokok), serta penyakit bawaan (sejak lahir dinding paru sangat tipis). Pneumotoraks secara umum dapat diketahui dari gejala-gejala seperti sesak mendadak, nyeri dada, dan sesak semakin lama kian memberat terutama jenis ventil. Ini disebabkan udara kian lama makin banyak sehingga udara tersebut mendesak organ-organ yang ada di rongga dada seperti jantung dan pembuluh darah Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumothoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan

13

hanya dapat ditemukan pada pemeriksaaan foto dada rutin. Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghilang atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumothoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-pneumothoraks).Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong kesisi kontralateral. Diafragma tertekam ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. Kebanyakan pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan berkembang menjadi hidropneumothoraks. Keluhan Subyektif : 1. Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas dalam atau batuk. 2. Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kemabli 3. Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat. 4. waran kulit yang kebiruan disebabkan karna kurangnya oksigen (cyanosis)

II.VI Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Diagnostik fisik : 14

Inspeksi : dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit. Palpasi : Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang. Perkusi : Suara ketok hipersonor sampai tympani dan tidak bergetar, batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi. Auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila ada fistel yang cukup besar. Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut diatas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada. 1.Gambaran Radiologis Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral.Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila penumothoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat pneumothoraks, yakni terdapatnya kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas pneumothoraks. Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih tebal/padat dibanding pneumothoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumothoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif pneumothoraks lebih berhubungan dengan paru-paru sehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan pneumothoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya. Foto lateral

15

decubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan pneumothorak dengan kista atau bulla. Pada pneumothorak udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral. Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan pneumothoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya, dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru. Ketika pneumothoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis. Oleh karena itu distribusi yang udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumothoraks pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada difragma sudah terlihat. Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan kadang-kadang pneumothoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tengah dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus, yang mengindikasikan pneumothoraks bilateral, karena garis ini biasanya tidak terlihat pada pada pasien. Pada bayi neonatus pneumothorak dapat dievaluasi dengan foto anteroposterior atau lateral pada saat yang sama. Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam celah interlobaus, terutama sekali didalam celah kecil sisi kanan pneumothoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang pada pasien pneumothoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yang

16

menandakan udara dalam area ini. Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis. Secara ringkas, hasil diagnosa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau dibawah hilus pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas. 2. Gas Darah Arteri dapat memperlihatkan peningkatan PaCO2 dan penurunan PaO2 II.VII Komplikasi Tension Pneumothoraks: komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma pada sakit tertekan kebawah. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan berakibat fatal. Piopneumothoraks: Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks: Pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura). Pneumomediastinum dan emfisema subkutan: Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada.

17

Insidensinya adalah 1% dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan didikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan). Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan interstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronkopleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

II.VIII Terapi Penanggulangan pnuemotoraks tergantung pada luas daerah yang terjangkit. Bila sedikit, atau kurang 20 persen, cukup diobservasi saja. Namun bila sudah meluas atau lebih 20 persen harus dipasang water sealed drainage (WSD). Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu. Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk menjamin perawatan selang tersebut,

18

sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit. Untuk mencegah serangan ulang, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Hampir 50% penderita mengalami kekambuhan, tetapi jika pengobatannya berhasil, maka tidak akan terjadi komplikasi jangka panjang. Pada orang dengan resiko tinggi (misalnya penyelam dan pilot pesawat terbang), setelah mengalami serangan pneumotoraks yang pertama, dianjurkan untuk menjalani pemedahan. Pada penderita yang pneumotoraksnya tidak sembuh atau terjadi 2 kali pada sisi yang sama, dilakukan pembedahan untuk menghilangkan penyebabnya. Pembedahan sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan dengan komplikasi atau penderita pneumotoraks berulang. Oleh karena itu seringkali dilakukan penutupan rongga pleura dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang digunakan untuk mengalirkan udara keluar. Untuk mencegah kematian pada pneumotoraks karena tekanan, dilakukan pengeluaran udara sesegera mungkin dengan menggunakan alat suntik besar yang dimasukkan melalui dada dan pemasangan selang untuk mengalirkan udara.1.4

19

BAB III ANALISA KASUS Pasien datang via poli interna RST wijayakusuma dengan dengan keluhan sesak nafas kurang lebih 1 minggu,sesak agak sedikit berkurang jika pasien dalam posisi duduk. Selain sesak pasien juga mengeluh adannya batuk kering 2 hari belakangan ini.Pasien mengaku belum pernah mengalam keluhan ini sebelumnnya dan tidak pernah meminum obat TB.Pasien juga mengaku tidak ada riwayat asma.Riwayat penyakit DM disangkal,Riwayat penyakit hipertensi disangkal,Riwayat penyakit jantung disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital, TD: 130/90 mmHg, nadi: 96 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,5 0C. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan awalnnya pasien didiagnosa dyspnoe dan belum tau penyebabnnya apa maka dilakukan pemeriksaan thoraks foto dan didiagnosalah pasien pneumothoraks.Jadi sesak yang dirasakan pasien ini akibat penumothotaks.Pasien dilakukan WSD,dan sewaktu dilakukan WSD yang keluar bukan hanya ada udara melainkan ada cairan makan diagnosa pasien menjadi pneumothoraks,dan WSD dialirkan setiao 500 cc lalu di klam per hari.

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Engram, Barbara.1998.Medika Bedah.Jakarta:EGC 2. Robbins, et al.2007.Buku Ajar Patologi.Jakarta:EGC 3. Brunner & Suddarth.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Jakarta:EGC 4. http://eprints.undip.ac.id/22319/1/Antonio.pdf

21

22

Anda mungkin juga menyukai