Anda di halaman 1dari 11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A.

Orbita3,4 Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada di antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang: - Os. Frontalis - Os. Maxillaris - Os. Zygomaticum - Os. Sphenoid - Os. Palatinum - Os. Ethmoid - Os. Lacrimalis

Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu: 1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid. Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma. Os ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial merupakan salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu penyebab tersering selulitis orbita. 2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum. 3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal. Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil. 4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam fraktur blowout. 5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita Gambar 1 anatomi orbita

6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding orbita bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal optikus dan fisura orbital superior Septum orbital1,4 Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang melapisi berbagai struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi, muscular sheats, intermuscular septa, dan ligamen lockwood. Di dalam orbita terdapat struktur- struktur sebagai berikut: bagian n. optikus, muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung lakrimalis, arteri oftalmika, nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia serta lemak. Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan derajat keparahan. Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan lokasi penyakit adalah septum orbital. Septum orbital adalah membran tipis yang berasal dari periosteum orbital dan masuk ke permukaan anterior lempeng tarsal kelopak mata. Septum memisahkan kelopak mata superfisial dari struktur dalam orbital dan membentuk barier yang mencegah infeksi dari kelopak mata menuju rongga orbita. B. Fisiologi gejala2 Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi satu- satunya tempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan, hal ini disebut dengan proptosis. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat disebabkan lesi- lesi ekspansif yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi proptosis tanpa adanya penyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis. Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi kelopak mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali membuat kelopak mata tidak bisa ditutup, akan tetapi penyebab proptosis itu sendiri seringkali berbahaya. Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot mendorong mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa yang tumbuh di luar kerucut otot mendorong mata ke samping atau vertikal menjauhi masa 9

tersebut(proptosis non aksialis). Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan adanya penyakit sistemik misalanya penyakit graves. Istilah eksoftalmos sering dipakai untuk menggambarkan proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat disebabkan oleh fistula karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita, atau transmisi denyut otak akibat tidak adanya atap orbita superior. Proptosis yang bertambah dengan penekukan kepala ke depan atau dengan perasat valsava merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau meningokel. Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan cepat, mungkin timbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola mata yang cukup untuk membatasi pergerakan mata dan diplopia. Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan, atau infiltrasi pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf tersebut. Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital, diskolorisasi kulit, ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu dapat juga terjadi perubahan fundus seperti pembengkakan cakram optik, atrofi optik, kolateral optikosiliaris, dan lipatan koroid. C. Inflamasi orbita4 Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi terkait a. Selulitis preseptal b. Selulitis orbita dan abses intraorbital c. Osteoperiostitis orbita d. Tromboflebitis orbita e. Tenonitis f. Trombosis sinus kavernosus 2. Inflamasi orbita kronik a. Inflamasi spesifik i. Tuberkulosis

Gambar 2 berbagai inflamasi orbita 10 ii. Sifilis iii. Actinomikosis iv. Mukormikosis v. Infestasi parasit b. Inflamasi non spesifik i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik ii. Sindroma tolosa hunt iii. Periostitis orbital kronik C.1. Selulitis preseptal1,3,4 Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior septum orbital. Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena meskipun memiliki gejala yang hampir serupa, penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin terjadi dari kedua keadaan tersebut berbeda. Perlu diingat bahwa selulitis preseptal seringkali berkembang menjadi selulitis orbital karena vena- vena fasial tidak memiliki katup sehingga proses peradangan seringkali meluas ke posterior. Gambar 3 Septum orbita 11 Etiologi Organisme terbanyak penyebab selulitis preseptal adalah staphylococcus aureus dan streptococcus pyogenes. Selain itu, beberapa bakteri anaerob juga sering menjadi etiologi dari selulitis preseptal. Pada tahun 1985, penyebab tersering adalah haemophilus influenzae. Sebuah studi saat itu menunjukkan bahwa sekitar 40% pasien memiliki hasil kultur darah positif. Seiring dengan peningkatan penggunaan vaksin, tren ini menurun dan saat ini pada kultur darah, organisme penyebab selulitis seringkali tidak

ditemukan atau negatif yang belum jelas diketahui alasan dan keterkaitannya dengan penurunan hasil positif dari h. influenzae. Jalur masuk infeksi sendiri dapat dibagi menjadi: - Infeksi eksogen, misalnya seperti trauma atau gigitan serangga - Penyebaran infeksi jaringan sekitar seperti sinusitis, dakriosistisis, atau hordeolum - Infeksi endogen, berasal dari penyebaran infeksi dari tempat yang jauh seperti saluran napas atas melalui rute hematogen. Manifestasi klinis Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata dan kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka itu, karakteristik dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan hiperemia pada kelopak mata tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis, gangguan visus, dan gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam dan leukositosis. Gambar 4 selulitis preseptal mata kiri 12 C.2. Selulitis orbita dan abses intraorbita Selulitis orbita adalah infeksi akut pada jaringan lunak orbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita dapat berkembang menjadi abses subperiosteal atau abses orbital. Etiologi Orbita dapat terinfeksi melalui tiga jalur seperti pada selulitis preseptal - Infeksi eksogen, dapat berasal dari trauma tembus pada mata khususnya terkait dengan retensi benda asing intraorbital dan kadang- kadang terkait dengan tindakan bedah seperti eviserasi, enukleasi, dan orbitotomi. - Persebaran infeksi sekitar, seperti sinusitis, infeksi gigi, dan struktur intraorbita.

Merupakan rute infeksi tersering. - Infeksi endogen, jarang terjadi. Organisme penyebab hampir serupa dengan selulitis preseptal, ditambah dengan keterlibatan streptococcus pneumoniae. Patologi Penampakan patologik selulitis orbital mirip seperti inflamasi supuratif secara umum kecuali dalam beberapa aspek, yaitu: 1. Karena tidak terdapat sistem limfatik, agen protektif terbatas pada elemen fagositik dari jaringan retikular orbital 2. Karena ruang terbatas, tekanan intraorbital meningkat sehingga mengaugmentasi virulensi infeksi menyebabkan nekrosis dini dan ekstensif terhadap jaringan 3. Umumnya, infeksi menyebar sebagai tromboflebitis dari struktur sekitar Manifestasi klinis Gambar 5 selulitis orbita mata kiri 13 Gejala meliputi pembengkakan dan nyeri hebat yang meningkat dengan gerakan bola mata atau pada penekanan. Gejala lainnya dapat berupa demam, mual, muntah, prostrasi, dan terkadang kehilangan penglihatan. Tanda yang sering dijumpai pada selulitis orbital adalah pembengkakan kelopak mata yang kemerahan dan keras seperti kayu, kemosis konjungtiva yang dapat mengalami protrusi dan menjadi nekrotik, dbola mata mengalami proptosis aksial, terdapat restriksi dari gerakan okular, dan pada pemeriksaan fundus didapati kongesti vena retinal dan tanda papilitis atau papiloedema. Dapat juga ditemui disfungsi saraf optik. Komplikasi Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya. Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita. Abses subperiosteal adalah penumpukan material

purulen antara dinding tulang orbital dengan periosteum, biasanya terdapat pada dinding orbita media. Biasanya abses subperiosteal dicurigai bila terdapat manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik. Namun, diagnosis dipastikan dengan CT scan. Abses orbita merupakan penumpukan material purulen di dalam jaringan lunak orbital. Secara klinis dicurgai dengan tanda- tandan proptosis parah, kemosis, oftalmoplegia komplit, dan pus di bawah konjungtiva. Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi intrakranial, dan septikemia general atau pyaemia. D. Pemeriksaan penunjang 1. Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah 2. Pemeriksaan darah perifer lengkap 3. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait 4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital 5. CT scan dan MRI untuk: 14 a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital c. Mendeteksi ekstensi intrakranial d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital 6. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral. Gambar 6 CT scan selulitis orbita(kiri) dan selulitis preseptal (kanan) Medikasi Selulitis pre septal ditatalaksana dengan terapi medikamentosa sedangkan selulitis orbital, terutama yang telah menunjukkan komplikasi- komplikasi berbahaya membutuhkan tindakan bedah segera. Pengobatan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap 8 jam. Infeksi yang parah membutuhkan antibiotik IV. Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi antibiotik awal harus mengatasi stafilokokus, H. influenzae, dan bakteri anaerob. Selulitis pascatrauma, khususnya setelah gigitan hewan, harus diberikan antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Dekongestan hidung dan vasokonstriktor dapat membantu drainase

PNS. Juga perlu diberikan analgesia dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam. Konsultasi dengan otorlaringologis sejak dini bermanfaat. Sebagian besar kasus berespon cepat dengan pemberian antibiotik. Kasus yang tidak berespon mungkin membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS melalui pembedahan. Pada selulitis praseptal supuratif diindikasikan drainase melalui pembedahan sejak dini. MRI bermanfaat untuk menentukan kapan dan dimana drainase harus dilakukan. Indikasi pembedahan lainnya adalah terdapatnya 15 abses intrakranial atau subperiosteal, dan gambaran atipikal yang mungkin membutuhkan biopsi. Prognosis Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh total tanpa komplikasi sangat baik. Morbiditas terjadi dari penyebaran patogen ke orbita yang dapat mengancam penglihatan dan berlanjut ke penyebaran CNS. Selulitis orbital dapat berlanjut menjadi abses orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis. Pada studi terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah sebagai berikut: 1. Usia di atas 7 tahun 2. Abses subperiosteal 3. Nyeri kepala dan demam yang menetap setelah pemberian antibiotik IV. Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal. Manajemen agresif dengan foto polos otak dan terapi IV diindikasikan pada pasien ini. 16 BAB IV PEMBAHASAN Pada kasus ini, didapatkan seorang anak berusia 2 tahun yang datang dengan keluhan pembengkakan yang terjadi pada kelopak mata kiri yang terjadi mendadak. Dari keluhan utama, didapatkan pasien mengalami penyakit pada orbita, dapat berupa

infeksi pada daerah orbita, inflamasi non infektif, tumor orbital, malformasi vaskular, atau anomali perkembangan. Dari eksplorasi pada riwayat penyakit sekarang, didapatkan bahwa pembengkakan yang dialami pasien disertai dengan eritema, hiperemia, dan nyeri. Dari riwayat tersebut, kemungkinan diagnosis dipersempit menjadi infeksi pada orbita, inflamasi non infektif pada orbita, dan malformasi vaskular. Selain itu pasien juga mengalami demam yang tinggi sehingga diagnosis mengerucut ke arah infeksi. Ketiadaan keadaan serupa pada anggota keluarga lainnya membuat kemungkinan keganasan atau penyakit bawaan keluarga menjadi lebih kecil. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa satu hari sebelumnya pasien sempat mengalami trauma pada kelopak mata. Riwayat tersebut membuat kemungkinan infeksi, khususnya selulitis menjadi besar. Usia pasien juga sesuai dengan epidemiologi dari selulitis. Sehingga diagnosis kerja pada pasien ini merupakan selulitis dengan diagnosis banding mukormikosis dan malformasi vaskular. Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam yang tinggi sehingga peluang bahwa keadaan pasien merupakan infeksi semakin besar. Selain itu, pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan edema, eritema, hiperemia, dan ruptur palpebra. Tidak didapati gangguan pergerakan bola mata dan penurunan visus serta gangguan penglihatan lainnya. Hal ini menunjukkan tidak terlibatnya orbita dalam penyakit pasien sehingga diagnosis diarahkan menjadi selulitis preseptal. Selain selulitis preseptal, didapatkan juga diagnosis ruptur palpebra partial thickness karena terdapat laserasi pada palpebra akan tetapi masih terdapat kontinuitas jaringan palpebra. Untuk menguatkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sehingga diagnosis selulitis semakin kuat. Dari hitung jenis didapatkan shift to the left sehingga kemungkinan infeksi disebabkan oleh bakteri. 17 Selanjutnya pada pasien dilakukan pemeriksaan CT scan untuk menentukan apakah ada fokus infeksi yang dapat menyebabkan selulitis seperti sinusitis, apakah terdapat fraktur atau kerusakan jaringan lunak mengikuti terjadinya trauma, dan

apakah terdapat keterlibatan orbita dalam sakit yang dialami pasien. Hasil CT scan menunjukkan tidak ada keterlibatan orbita, tidak ada fokus infeksi lainnya, dan tidak ada fraktur pada wajah pasien. Hal ini membuat kemungkinan penyebab selulitis yang dialami pasien adalah infeksi eksogen, yaitu trauma yang dialami pasien satu hari sebelumnya. Penanganan yang dilakukan pada pasien adalah rawat inap mengingat kondisi selulitis preseptal dapat berkembang menjadi selulitis orbital dan mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat menimbulkan kebutaan bagi pasien. Maka itu penatalaksanaan awal dan prevensi perkembangan menjadi selulitis orbita sangat diperlukan. Selulitis preseptal ditatalaksana dengan pengobatan medikamentosa. Obat yang digunakan adalah amoxiclav intravena sebanyak 200 mg tiga kali sehari. Selain itu diperlukan obat paracetamol untuk menurunkan demam yang dialami pasien. Gentamycine juga diberikan pada luka di palpebra untuk mencegah terjadinya infeksi berulang pada luka. Melihat perkembangan yang dialami pasien, prognosis kasus ini secara umum bonam. Pada pasien juga tidak didapatkan faktor- faktor risiko yang memperberat kondisi pasien, yaitu umur pasien masih di bawah 7 tahun, dan demam yang dialami pasien menurun dengan pemberian paracetamol. 18 BAB V KESIMPULAN Pasien anak berusia 2 tahun mengalami selulitis preseptal yang terjadi mengikuti trauma yang terjadi pada palpebra kirinya satu hari sebelumnya. Pada pasien diberikan pengobatan dengan antibiotik amoxiclav dan paracetamol untuk mengontrol infeksi dan inflamasi. Pada pasien tidak diperlukan suatu tindakan bedah karena respon terhadap antibiotik baik dan tidak terdapat komplikasi yang harus ditangani segera. Prognosis pada pasien ini secara umum bonam. 19 Daftar Pustaka 1. Kwitko GM. Preseptal cellulitis. http://emedicine.medscape.com/article/121 8009-overview. 2012. Diakses: Maret 2013.

2. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. p. 251-256. 3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier, 2011. 4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international, 2007. p. 377-378, 384-386.

Anda mungkin juga menyukai