Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Skabies Skabies pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit obligat untuk manusia. Skabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual semata-mata

(Habif, 2007) tetapi mempunyai banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti personal hygiene yang jelek dan sebagainya. Secara epidemiologik, distribusi skabies adalah pada seluruh negara dan beberapa daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik dengan hampir kesemuanya mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, skabies muncul dalam suatu siklus yang dikenal sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, epidemik lebih pada panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin mengalami kesesakan. Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF,2004) imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan terjadinya skabies (Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-kekulit antara 15 dan 20 menit dibutuhkan untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain. (Hicks dan Elston, 2009). Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah di kelas Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers for Disease Control and Prevention,2008). Secara anatomis tungau dewasa adalah 0.3-0.4 mm panjang ( Hunter, Savin dan Dahl, 2006) dan memiliki tubuh pipih, oval dengan wrinklelike, korugasi melintang dan delapan kaki. Saluran

Universitas Sumatera Utara

pencernaan mengisi sebagian besar tubuh dan mudah diamati bila tungau dilihat pada specimen histologiknya. ( Habif, 2007) Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Tunggau ini biasanya merangkak atau crawl dengan

kecepatan 2.5cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal (Chosidow, 2006). Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina membentuk liang ke dalam lapisan kulit yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90 telurnya. Ova membutuhkan 10 hari untuk berkembang menjadi tahap larva dan nimfa menjadi tungau dewasa. Kurang dari 10% dari telur berkembang menjadi tungau dewasa. Setelah impregnasi pada permukaan kulit, tungau betina mengeluarkan substansi keratolytic berupa protease untuk mendegradasi stratum korneum dan membentuk terowongan ke stratum korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal dalam waktu 30 menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira 0,5-5 mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman, 2007). Ketika selesai bertelur , dalam 4-5 minggu, tungau betina meninggal dalam liang itu. Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva yang pindah ke permukaan kulit dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan dicapai dalam waktu sekitar 2-3 minggu. Setelah kopulasi terjadi, tungau betina menyerang kulit untuk melengkapi siklus hidup. Mereka memberi makan pada jaringan terlarut tetapi tidak menelan darah. Scybala (tinja) tertinggal karena perjalanan melalui epidermis, membentuk lesi klinis linear diakui sebagai liang atau burrow (Cordoro, 2009). Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala tergantung pada apakah infestasi itu merupakan pemaparan awal atau kekambuhan atau infeksi ulang. Setelah infestasi awal, reaksi hipersensitivitas tipe IV berlaku terhadap kutu, telur, atau scybala yang berkembang selama 4-6 minggu berikutnya. Individu yang peka hasil dari proses sensitisasi sebelumnya dapat mengembangkan gejala dalam beberapa jam

Universitas Sumatera Utara

pemaparan ulang. Reaksi hipersensitivitas bertanggung jawab atas pruritus intens yang merupakan ciri penyakit klinis. Sistem imun tubuh banyak memainkan peranan dalam infestasi tungau ini. Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV dan bukan respons asing-tubuh bertanggung jawab atas lesi, yang mungkin menunda tampaknya gejala skabiasis. Peningkatan titer IgE terjadi pada beberapa pasien yang kronis , bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe segera terhadap ekstrak yang dibuat dari tungau betina. Tingkat IgE menurun dalam waktu setahun setelah infestasi tetapi Eosinofilia kembali normal segera setelah perawatan. Gejala diakui

berkembang jauh lebih cepat pada waktu reinfestasi, dan ini membuktikan bahwa gejala dan lesi dari skabies adalah hasil dari reaksi hipersensetivitas. (Habif, 2007). Penyakit ini dimulai secara pasif. Gejala berupa seperti gigitan serangga dan tampak seperti kulit kering. Menggaruk lokasi terowongan akan menghancurkan dan menghapuskan tungau serta memberikan kelegaan pada peringkat awal (Habif, 2007). Pasien tetap nyaman selama hari tapi gatal pada malam hari.Gejala klinis yang paling umum adalah pruritus yang amat sangat pada waktu malam. Bagi orang dewasa, lesi kelihatan terutama pada aspek fleksor pergelangan tangan, ruang web interdigital tangan, kaki punggung, aksila, siku, pinggang, pantat, dan alat kelamin. Pruritic papula dan vesikula di dalam skrotum dan penis laki-laki dan bagi perempuan areolae sangat khas (Cordoro, 2009). Secara fizik, lesi boleh digolongkan menjadi lesi primer dan sekunder. Lesi primer adalah manifestasi pertama dari kutu, dan ini biasanya meliputi papula kecil, vesikula, dan liang. Lesi sekunder hasil menggosok dan menggaruk-garuk, dan mereka mungkin menjadi satu-satunya manifestasi klinis dari penyakit ini. Jika demikian, diagnosis harus disimpulkan oleh sejarah, distribusi lesi, dan gejala yang menyertainya. Sifat dari lesi primer adalah distribusi ini sangat khas. Burrows adalah tanda patognomonik dan merupakan terowongan intraepidermal diciptakan oleh tungau betina bergerak. Mereka muncul sebagai serpiginous, keabu-abuan dan seperti

Universitas Sumatera Utara

benang ketinggian berkisar 2-10 milimeter panjang. Mereka tidak nampak dan harus aktif dicari. Sebuah titik hitam dapat dilihat di salah satu ujung liang itu, yang mengindikasikan keberadaan sebuah tungau. Ukuran sebanyak 2 - 5 mm papula merah yang dominan ditemukan di daerah intertriginosa atau hangat dan dilindungi (Frankel, 2006). Eritem dan vesikula terlihat dalam distribusi khas pada orang dewasa. Vesikula adalah lesi diskrit diisi dengan cairan yang jelas, walaupun mungkin muncul cairan keruh jika vesikel yang lebih dari beberapa hari tua. Papula jarang mengandung kutu dan kemungkinan besar merupakan suatu reaksi hipersensitivitas. Papula yang umum pada batang penis pada pria dan di areolae pada wanita. Sifat dari lesi sekunder adalah lesi merupakan hasil dari menggaruk, infeksi sekunder, dan atau respon kekebalan host terhadap kutu dan produk mereka. Karakteristik temuan termasuk excoriasi, eksim luas, pengerasan kulit berwarna madu, hiperpigmentasi postinflammatory, erythroderma, nodul prurigo, dan Pioderma. Terdapat variasi dari lesi yang berupa pioderma yaitu pruritus mengarah ke eksoriasi terbentuk dan erosi yang menjadi infeksi sekunder. lingkaran berupa impetigo yang Pada beberapa bagian, menyebakan terjadinya

glomerulonefritis.

Selain itu, Skabies incognita merujuk pada pasien dengan

personal hygine yang baik dan terjaga serta pasien dengan penggunaan obat kortikosteroid topikal, dimana pada kedua golongan ini diagnosis dari skabiasis hanyalah berdasarkan dari keluahan pruritus sahaja. Skabies nodular merupakan papula persisten yang biasanya kelihatan pada bayi dengan lokasi paling sering adalah pangkal paha, aksila, dan alat kelamin. Kadang-kadang terlihat pada orang dewasa terutamanya pada bagian alat kelamin. Pada biopsi, kelihatan infiltrat

walaupun setelah lama dieliminasi tungaunya. Ini karena kehadiran antigen secara persisten. (Sterry 2006).

Universitas Sumatera Utara

Diagnosa berdasarkan oleh identifikasi mikroskopis tungau, larva, ova, atau scybala (pelet tinja) dalam mengorek kulit. Selain itu, Peningkatan titer

imunoglobulin E dan eosinofilia mungkin akan ditunjukkan pada beberapa pasien dengan infeksi skabies ( Cordoro, 2009). Secara klinikal, dapat dideteksi

amplifikasi DNA oleh Sarcoptes dalam skala epidermis oleh Polymerase Chain Reaction (Hicks dan Elston, 2009). Selain itu, penggunaan alat seperti Dermoskopi memungkinkan mengidentifikasi struktur segitiga yang sesuai dengan bagian anterior dari tungau termasuk bagian mulut dan 2 pasang kaki depan. Aspek ini telah digambarkan sebagai pesawat jet mirip dengan jejak, sebuah glider delta atau spermatozoid. Dermoskopi adalah alat yang berguna untuk diagnosis skabiasis baik sebagai tes diagnostik atau panduan bagi tes diagnostik tradisional (Prins C,2004). Prosedur dalam pemeriksaan adalah untuk scrapping kulit, tempatkan setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak mineral, dan situs menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel blade No.15 ( Habif, 2007), sebaiknya lesi primer seperti vesikula, papula , dan liang. Kulit dikorek diletakkan pada slide kaca, ditutupi dengan coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran 40x. Beberapa korekan diperlukan untuk mengidentifikasi tungau atau produk mereka. Alternatif lain adalah dengan menggunakan solusi tetrasiklin Topical untuk uji tinta liang. Setelah aplikasi dan penghapusan solusi tetrasiklin kelebihan dengan alkohol, liang itu diperiksa di bawah lampu Wood. Tetrasiklin tersisa dalam liang fluoresces warna kehijauan. Metode ini lebih disukai karena tetrasiklin merupakan solusi yang tidak berwarna dan daerah besar kulit dapat diperiksa. Dalam pemeriksaan histologis, didapati bahwa adanya infiltrat yang superfisial dan dalam terdiri dari limfosit, histiosit, sel mast, dan eosinofil. Spongiosis dan pembentukan vesikel dengan exocytosis dari eosinofil dan neutrofil sesekali hadir. Biopsi dari lesi yang lebih tua tidak berguna untuk diagnostik karena tidak persis.

Universitas Sumatera Utara

Kondisi Kulit kadang-kadang selesai spontan. Penatalaksaan berupa 5% pimetrin atau krim permetrin (Elimite) atau hexachloride gamma benzena

(lindana), tetapi mungkin neurotoksik dan tidak disarankan untuk wanita hamil atau menyusui (Cordoro, 2009). Juga boleh digunakan crotamiton 10%, N-etil-o-

crotonotoluidide (Eurax) untuk bayi di bawah 2 bulan. Mandi air hangat sebelum aplikasi karena ini meningkatkan efektivitas pengobatan dan harus diingat bahwa dengan daerah lesi, penyerapan meningkat. Selimut dan pakaian harus dicuci

selalu dengan air panas. Untuk kasus resisten atau epidemic, ivermectin 150400g/kg po diberikan pada hari 1 dan 14 adalah sangat efektif (Sterry 2006). Scabicide harus diterapkan selama 8 sampai 12 jam dan kemudian dibersihkan. Ulangi aplikasi dalam 1 minggu jika tungau hidup atau telur yang masih ada. Hilangkan fomites dengan mencuci pakaian dan alas tidur dan panas pengeringan (lebih dari 50 C) atau dengan menyimpan dalam wadah plastik tertutup selama 7 hari. Kegagalan perawatan jarang jika pedoman diikuti. Pruritus mungkin

memerlukan antihistamin atau penggunaan singkat dari kortikosteroid topikal atau oral. Infeksi Sekunder mengharuskan penggunaan antibiotik berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas. Flaring atau pengaktifan kembali sudah ada ekzema atau dermatitis atopik memerlukan penggunaan pengobatan ekzema standar. Komplikasi dari skabies adalah Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi yang persisten selepas pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek psikik yang serius pada pasien (Sterry 2006). Selain itu, boleh juga menyebabkan sepsis sekunder dan komplikasi pasca-infeksi. Beberapa pasien mengalami bentuk ekstrim dari

penyakit ini, yaitu crusted scabies, di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan pengerasan kulit yang parah dan hiperkeratosis (Walton SF,2004). Prognosis sangat baik dengan diagnosa yang tepat dan perawatan pada orang yang sehat. Bagi pasien yang Immunocompromised mempunyai risiko mendapat crusted scabies yang terkait dengan hasil yang kurang menguntungkan.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Perilaku dan Tindakan Perilaku dan tindakan penghuni Panti Asuhan dalam penjagaan hygiene adalah penting dalam pencegahan skabies. Beberapa faktor yang menjadi predisposisi dalam infestasi terhadap skabies adalah personal hygiene yang tidak terjaga, kepadatan dan kesesakan, kemiskinan, kurang pengetahuan, kontak langsung dengan orang terinfestasi dan penggunaan peralatan yang terkontaminasi (Benjamin, 2009). Dibawah ini menunjukkan adaptasi dari Health Belief Model, ini menunjukan keterkaitan antara suatu faktor dengan faktor lainnya dengan resiko terjadinya infestasi. Persepsi Individual tindakan Faktor dimodifikasi
Variabel Demografik: umur, jenis kelamin, status sosial ( Pengetahuan mengenai infeksi, paparan awal terhadap infeksi)

Kemungkinan

dianggap kerentanan terhadap infeksi kulit. Contohnya kemiskinan, kepadatan dan kesesakan, hygiene buruk, kontak dengan orang terinfeksi, lingkungan kurang sehat ( bahaya infeksi kulit)

Ancaman terhadap

Tindakan pencegahan infeksi kulit, ada batasan terhadap pencegahan.Conto hnya kurang pengetahuan dan motivasi kesehatan diri yang rendah Kemungkinan mengambil tindakan preventif kesehatan yang direkomendasikan. Contohnya personal hygiene, immunisasi, isolasi, eliminasi terhadap sumber infeksi dan timbulkan kesadaran

Sinyal untuk tindakan: kampanye media Massa, nasihat dari orang lain, penyakit dari anggota keluarga atau teman-teman, artikel Koran atau majalah dan persuassi orang lain yang signifikan

Gambar 2.1 Model Health Belief

Universitas Sumatera Utara

Model Health Belief ini adalah pendekatan yang paling berpengaruh berkenan untuk menjelaskan cara-cara bagi orang sehat dan orang-orang sakit mencari nasihat untuk menghindari kondisi penyakit. Model ini menyediakan alat untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang penyakit dan proses pengambilan keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Perilaku mencari kesehatan

dipantau dari perspektif model dipengaruhi oleh beberapa variabel. Unsur-unsur utama dari model ini adalah adalah persepsi individu terhadap ancaman penyakit, memodifikasi faktor-faktor dan kemungkinan tindakan yang dilakukan.

2.3 Sifat Kulit sebagai Barrier terhadap Infeksi Rata-rata orang dewasa memiliki luas permukaan kulit sekitar 1, 75 m2. Bagian permukaan kulit, epidermis, memiliki lima lapisan. Stratum korneum,

lapisan terluar, terdiri dari rata sel-sel mati (korneosit atau squames) melekat satu sama lain untuk membentuk suatu lapisan, keratin bergerigi dicampur dengan beberapa lipid, yang membantu menjaga hidrasi, kelenturan, dan efektivitas dari barrier kulit. Lapisan keratin bergerigi ini dibandingkan dengan dinding bata (korneosit) dan mortir (lipid) dan berfungsi sebagai pelindung utama (Jarrett A, 2009). Sekitar 15 lapisan membentuk stratum korneum, diganti setiap 2 minggu dimana lapisan baru dibentuk setiap hari (Schaefer H, 2009). Dari kulit yang sehat, sekitar 107 partikel yang disebarkan ke udara setiap hari, dan 10% dari kulit squames mengandung bakteri (Noble WC, 2009). Penyebaran organisme yang lebih besar terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan bervariasi antara orang yang menggunakan regimen higienis yang sama sebanyak lima kali lipat. Kadar air, kelembaban, pH, lipid intraselular, dan tingkat peluruhan membantu mempertahankan sifat pelindung kulit. Ketika barrier terganggu, misalnya, dengan terjadinya kulit kering, iritasi, retak dan terbentuk terowongan akibat tungau, struktur kulit akan terganggu.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Personal Hygiene sebagai Pencegahan Skabies Hygiene dedefinisikan sebagai ilmu kebersihan dan meningkatkan kesehatan baik individu dan masyarakat (The Columbia Encyclopedia, 2008). Hygiene

memiliki banyak aspek seperti kebersihan pribadi yang terdiri dari kebiasaan hidup yang teratur, kebersihan tubuh dan pakaian, diet sehat, seimbang rejimen istirahat dan olahraga. Kebersihan domestik seperti sanitasi dalam persiapan

makanan, kebersihan, dan ventilasi rumah. Kebersihan umum seperti pengawasan air dan suplai makanan, penahanan penyakit menular, pembuangan sampah dan limbah, pengendalian pencemaran udara dan air. Kebersihan industri seperti

langkah-langkah yang meminimalkan penyakit kerja dan kecelakaan serta higiene mental yaitu faktor mental dan emosional dalam gaya hidup sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) mempromosikan praktekpraktek higienis di tingkat internasional. Antaranya adalah tabiat mandi yaitu

membersihkan kulit dengan penghapusan mekanik bakteri dari korneosit. Jumlah bakteri yang setidaknya sama tinggi atau lebih tinggi setelah mandi atau mandi dengan sabun biasa daripada sebelumnya. Untuk pencegahan skabies, sekurangkurangnya mandi 2 kali sehari diperlukan. Mandi dengan produk antimikroba mengurangi tingkat infeksi kulit dan bisa bermanfaat saat infeksi kulit yang mungkin atau sebelum prosedur bedah tertentu.

2.5 Kepadatan sebagai Faktor Predisposisi Skabies Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik. Suatu Keadaan dikatakan lebih bersifat padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Hasnida S, 2002). Menurut Hasnida, Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10 meter persegi per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik untuk terjadinya

Universitas Sumatera Utara

penyakit. Penelitian terhadap manusia dibuat untuk mengetahui reaksi manusia terhadap kepadatan dan hasilnya dampak memperlihatkan hal-hal negative dari kepadatan. Pertama diperhatikan ketidaknyahmanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan. Keduanya adalah peningkatan agresivitas atau menjadi sangat turun yaitu berdiam diri atau murung bila kepadatan tinggi sekali. Juga diperhatikan kehilangan minat untuk berkomunikasi, bekerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok. Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria berbanding wanita. Pria bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok baik, pada kepadatan tinggi atau kepadatan rendah justru wanita lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehinga lebih bersifat psikis. Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai