Anda di halaman 1dari 2

Membangun Moralitas Bangsa Melalui Keteladan

H. E. Nadzier Wiriadinata

Salah satu problematika kehidupan bangsa yang terpenting di abad ke-21 adalah dekadensi moral/ akhlak. Kemerosotan nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini adalah akibat dari ketidak-efektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Paradigma pendidikan moral yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan efektivitasnya. Padahal tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Harus diakui bahwa sekolah sekarang ini bukan lagi tempat yang paling utama sebagai sarana transfer nilai-nilai moral. Apa lagi pendidikan moral di sekolah baru menyentuh aspek kognitif, belum menyentuh aspek afektifnya. Tidaklah heran kalau kemudian beberapa pengamat sosial menaruh harapan besar pada peran lembaga pendidikan yang benar-benar memberikan porsi yang memadai namun optimal dalam menanamkan nilainilai moral.

Jika kita cermati, ada kesalahan mendasar yang selama ini benar-benar kurang disadari oleh kita ketika kita berbicara tentang penanaman nilai-nilai moral spiritual. Nilai-nilai moral spiritual umumnya dipandang sebagai obyek/konsumsi otak semata sehingga metode yang digunakan dalam proses penanaman nilai-nilai tersebut disamakan seperti halnya proses transfer ilmu seperti yang lazim kita temui dalam kegatan belajar mengajar (KBM)) di sekolah-sekolah. Padahal nilai-nilai moral spiritual adalah obyek qolb/hati. Otak hanyalah tahapan awal saat anak memahami nilai-nilai tersebut dari aspek teoritis. Tahap berikutnya, yaitu tahap aktualisasi, adalah sepenuhnya ranah qolb/hati. Semakin tinggi kualitas qolb/hati seseorang maka semakin tinggi pula nilai-nilai moral spiritual teraktualisasikan dalam perilaku kesehariannya. Mengasah kualitas otak dan mengasah kualitas hati adalah dua hal yang sangat berbeda dan karenanya metoda yang digunakan untuk mengasah kemampuan keduanya pun sangat berbeda pula. Begitu banyak perhatian orang tersita mencari dan menemukan berbagai metoda untuk mengasah dan meningkatkan kualitas otak. Sementara hanya segelintir orang yang tertarik mencari dan menemukan metoda untuk mengasah dan meningkatkan kualitas qolb/hati. Hal lainnya yang juga kurang kita sadari adalah bahwa proses penanaman nilai-nilai moral spiritual sejatinya membutuhkan sebuah keteladanan. Aspek keteladanan inilah yang terabaikan selama ini padahal keteladan adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi bila kita ingin berhasil menjadikan anak kita saleh/bermoral/berakhlak mulia. Bagaimana mungkin anak kita bisa memiliki sifat jujur bila disekelilingnya yang dia lihat ataupun yang dia tonton di media televisi adalah ketidakjujuran para politisi, pejabat, aparat penegak hukum dan lain sebagainya. Bagaimana mungkin anak kita memiliki pola hidup sederhana bila yang diperlihatkan atau dipertontonkan di semua media seringkali menonjolkan kemewahan. Bagaimana mungkin anak kita terjauhkan dari penyakit ghibah kalau programprogram gossip di berbagai media televisi begitu marak dipertontonkan ke anak-anak kita. Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun moralitas ummatnya adalah melalui keteladanan beliau. Oleh karena itu, mari kita bangun moralitas bangsa kita melalui keteladanan. Mulai dari diri kita sendiri. Jadikanlah diri kita sebagai teladan bagi orang lain. Kita berharap semoga kita dapat memberikan kontribusi nyata dalam membenahi moralitas bangsa kita yang semakin terpuruk melalui keteladan diri kita bagi keluarga kita, masyarakat sekitar dan rekan-rekan sejawat kita di kantor.

Anda mungkin juga menyukai