Anda di halaman 1dari 18

I.

ANATOMI TENGGOROKAN Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus. Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf

glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis. Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring

pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia

bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini. Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.

1.1 Vaskularisasi. Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior.

1.2 Persarafan Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.

1.3 Kelenjar Getah Bening Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

1.4 Nasofaring Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.

1.5 Orofaring Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.

a. Dinding Posterior Faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. b. Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenarbenarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya. c. Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus

tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.

1.6 Laringofaring (hipofaring) Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam

perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

II. NEUROFISIOLOGI MENELAN Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase

menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

2.1 FASE ORAL Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan

palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII). Peranan saraf kranial fase oral ORGAN AFFEREN (sensorik) Bibir n.V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis) n.V: m.orbikularis oris, m.levator labiu oris, m. depressor labius, m.mentalis EFFEREN (motorik)

Mulut & pipi

n.V.2 (mandibularis)

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator

Lidah Uvula

n.V.3 (lingualis) n.V.2 (mandibularis)

n.IX,X,XI : m.palatoglosus n.IX,X,XI:m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

2.2 FASE FARINGEAL Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1 m.Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

m.genioglosus

(n.XII,

servikal

1),

m.ariepiglotika

(n.IX,nX)

m.krikoaritenoid lateralis

(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi

pita suara sehingga laring tertutup. 3 Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m.Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.

Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) Pergerakan laring ke atas dan ke depan,

relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat. Peranan saraf kranial pada fase faringeal ORGAN Lidah n.V.3 AFFEREN EFFEREN n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini Hyoid n.Laringeus superior cab internus (n.X) n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m.

Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf. Laring Esofagus n.rekuren (n.X) n.X n.IX :m.stilofaring n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen Bolus dengan viskositas yang tinggi akan peristaltik

memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang

dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1 Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring 2 Hypopharyngeal suction pomp HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, esofagus bagian atas. Sfingter inferior, sehingga bolus terisap ke arah sfingter

esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring

m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

FASE ESOFAGEAL Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya

secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung

selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

Proses Berbicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

10

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Umum pada Kerongkongan


Faring dan Rongga Mulut Keluhan kelainan dirongga faring umumnya adalah nyeritenggorok, nyeri menelan (odinofagia), rasa banyak dahak pada tenggorok, sulit menelan dan rasa adanya sumbatan. 1. Nyeri tenggorok keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorokan terasa kering. Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya perhari. 2. Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri pada tenggorok waktu gerakan menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga. 3. Dahak di tenggorok. Merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi dihidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus atau bercampur darah.dahak ini dapat turun, keluar bila dibatukan atau terasa turun di tenggorok. 4. Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat. Apakah disertai muntah atau berat badan menurun dengan cepat. 5. Rasa sumbatan pada leher sudah berapalamatepatnya dimana.

Pemeriksaan faring dan rongga mulut Dengan lampu kepala diarahkanke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor,kista dan lain-lain. Apakah ada rasa nyeri pada sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.

11

Hipofaring dan Laring Keluhan biasanya berupa suara serak, batuk, disfagia dan rasa ada sesuatu dileher. 1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan dihidung atau tenggorok. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan berat badan. 2. Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada faktor sebagai pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa yang dibatukan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok. 3. Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama makin bertambah berat. 4. Rasa ada sesuatu ditenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang menyertainya serta hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

Pemeriksaan Hipofaring dan Laring Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spirtus agar tidak terjadi kondensasi uap air pada kaca waktu dimasukan ke dalam mulut. Sebelum dimasukan ke dalam mulut kaca sudah dicoba pada kulit tangan kiri apakah tidak terlalu panas. Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan hati-hati sehingga pangkal lidah tidak menghalangi pandangan ke arah laring. Kemudian kaca laring dimasukan ke dalam mulut dengan arah kaca ke bawah , bersandar pada ovula dan palatum mole. Melalui dapat terlihat hipofaring dan laring. Untuk menilai pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan iii, sedangkan untuk melihat pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik pasien diminta untuk inspirasi dalam.

12

Pemeriksaanlaring dengan menggunakan kaca laring disebut laringoskopi tidak langsung. Pemeriksaan secara langsung menggunakan vidio

laryngoskop. Bila pasien sangat sensitif sehingga pemeriksaan ini sulit dilakukan, maka dapat diberikan obat anastesi silokain yang disemprotkan ke bibir, rongga mulut dan lidah.

13

Tiga penyakit terbanyak pada kerongkongan


Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut.

Tonsilitis viral Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.

Terapi Istirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala berat.

Tonsilitis bakterial Biasanya disebabkan grup A Streptokokus B hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.

Gejala dan tanda Nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh tinggi, rasa lesu, rasa nyeri disendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri ditelinga. Dikarenakan adanya nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (n IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat deritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

14

Terapi Antibiotik spektrum luas, penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung disinfektan.

Faringitis Merupakan peradangan dinding faring yangdapat disebabkan oleh virus (60%), bakteri (40%),alergi trauma, toksin dan lain lain

Faringitis viral Rhinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejala dan tanda Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Terapi Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap.

Faringitis bakterial Infeksi grup A streptokokus B hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala dan tanda Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae. Pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. Terapi a. Antibiotik Terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus B hemolitikus. Amoksisilin 50 mg/kg BB

15

dosisdibagi 3 kali/hari selama 10 hari. Dewasa 3x500 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari. b. Kortikosteroid : deksa 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, IM, 1 kali. c. Analgetik d. Kumur dengan air hangat atau anti septik

Laringitis Akut Pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis. Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak.

Etiologi Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik.

Gejala dan tanda Pada laringitis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali, nyeri ketika menelan danberbicara, serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dahak yang kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama diatas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda radang akut dihidung dan sinus paranasal atau paru. Terapi Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas atau minum es. Antibiotik diberikan bila peradanan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan laring,dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi.

16

DAFTAR PUSTAKA

Ballantyne J and Govers J : Scott Browns Disease of the Ear, Nose, and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol.\ 5 Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997 Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders 2010. Mansjoer, A, et al; 2001. Tenggorok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai