Anda di halaman 1dari 11

Obat-Obat Antiadrenergik

Dr. dr. Mgs. Irsan Saleh, M.Biomed Obat-obat antiadrenergik (penghambat adrenergik = antagonis adrenergik = adrenolitik) ialah obat-obat yang bekerja menghambat perangsangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya obat-obat ini dibagi atas 3 golongan, yaitu : (1) penghambat adrenoseptor (adrenoceptor blocker), (2) penghambat saraf adrenergik, dan (3) penghambat adrnergik sentral. PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR (Adrenoceptor blocker) Penghambat adrenoseptor atau adrenoseptor bloker adalah obat-obatyang bekerja menempati reseptor adrnergik sehingga menghambat interaksi obat adrenergik dengan reseptornya, dengan akibat dihambatnya kerja adrenergik pada sel efektornya. Dengan demikian obat-obat ini menghambat respons sel efektor adrenergik terhadap perangsangan saraf simpatik dan terhadap obat adrenergik eksogen. Sesuai dengan jenis reseptornya, penghambat adrenoseptor dibedakan atas 2 jenis, yaitu: (1) penghambat adrenoseptor- (alfa bloker) dan (2) penghambat adrenoseptor- (beta-bloker). ALFA-BLOKER Yang termasuk alfa-bloker atau penghambat reseptor alfa di antaranya adalah: derivat haloalkilamin, derivat imidazolin, prazosin, derivat alkaloid ergot, yohimbin. Obat ini bekerja dengan penghambatan kompetitif NE pada reseptor-. Pemakaian yang lama dapat menginduksi desensitisasi reseptor.

Derivat Haloalkilamin
Termasuk golongan ini ialah fenoksibenzamin dan dibenamin. Fenoksibenzamin mempunyai potensi 6-10 kali dibenamin. FARMAKODINAMIK

Mekanisme kerja. Dalam darah senyawa ini terurai jadi etilenimonium yang mempunyai efek inhibisi kompetitif yang reversibel. Selanjutnya etilenimonium akan terurai membentuk ion karbonium yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kovalen Tabel 8-1. Penggolongan obat antiadrenergik berdasarkan cara kerja dan selektivitasnya.
Penghambat adrenergik Penghambat ( bloker) Cara kerja -1 bloker non-selektif Sub-sub divisi -1 bloker non-selektif non-kompetitif -1 bloker non-selektif kompetitif -1 bloker selektif derivat kuinazolin* Sediaan - fenoksibenzamin - dibenzamin - fentolamin - tolazolin - prazosin ** - terazosin - doksazosin - trimazosin - bunazosin

- Yohimbin - propranolol*** - asetbutolol - atenolol - labetalol Efek bloker >< agonis - metoprolol adrenergeik - nadolol - pindolol - timolol Penghambat saraf Bekerja menggangu sintesis, -Guanetin & adrenergik simpanan, dan rilis Guanadrel neurotransmiter di terminal -reserpin adrenergik - metirosin Penghambat -menghambat perangsangan - klonidin adrenergik sentral neuron adrenergik di SSP - metildopa Antagonis kompetitif -1 sangat selektif, dan sangat poten. Prazosin: afinitas 1 = 300 x 2; Doksazosin: afinitas 1 = > 600 x -2 ** prototip *** prototip dan standar untuk ukuran bloker lain . Penghambat ( bloker)

-2 bloker selektif -Kompetitif antagonis NE dan Epi endogen dan eksogen pda reseptor .

yang stabil dengan adrenoseptor- , yang mempunyai hambatan nonkompetitif dan ireversibel. Dengan mekanisme kerja ini golongan obat ini mempunyai mula-kerja yang lambat (walaupun pada pemberian IV) dan masa-kerja yang lama (berhari-hari sampai berminggu-minggu). Karena itu golongan obat ini disebut alfa-bloker nonkompetitif dengan masa kerja lama. Fenoksibenzamin merupakan 1-bloker dengan selektivitas sedang.

EFEK PADA ORGAN-ORGAN (1) Pada SSP menimbulkan efek sedasi atau stimulasi, enek dan muntah. (2) Pada mata menimbulkan efek miosis (inhibisi otot dilator). (3) Pada sistem kardiovaskuler: terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik, tetapi pada waktu berdiri atau pada penderita hipovolemi penurunan tekanan darah sistolik dan diatolik lebih hebat sebagai akibat blokade reflek vasokonstriksi, blokade pressor respons NE dan Epi. (4) Pada saluran cerna terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar. (5) Pada saluran kemih-kelamin terjadi gangguan ejakulasi, dan penurunan tonus sfingter. (6) Efek metabolik, terjadi peningkatan pembebasan insulin. FARMAKOKINETIK Derivat haloalkilamin diabsorpsi dengan baik dari semua tempat, tetapi karena efek iritasi lokalnya hanya diberikan secara oral atau IV. Fenoksibenzamin per oral diabsorpsi dalam bentuk aktif sebanyak 20-30% saja. Fenoksibenzamin mudah larut dalam lemak dan pemberian dosis besar dapat terjadi penumpukan dalam lemak. Pada pemberian IV mulai kerjanya 1-2 jam. Waktu paruh hambatan sekitar 24 jam dan masih terlihat efek hambatannya setelah 3-4 hari. Pemberian tiap hari dapat menimbulkan efek kumulatif. INDIKASI KLINIK Fenoksibenzamin diindikasikan untuk : (1) Hipertensi sekunder akibat dosis berlebihan dari agonis adrenergik atau MAO inhibitor. (2) Feokromositoma, praoperatif diberikan per oral untuk mengatasi hipertensi dan IV pada waktu operasi. (3) Hiperefleksi otonomik karena trauma pada medula spinalis. (4) Profilaksis pada penyakit Raynaud. EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI Efek samping karena efek alfa-bloker berupa: takikardi, hipotensi ortostatik, miosis, hidung tersumbat dan hambatan ejakulasi. Pada penderita hipovolemia dapat terjadi penurunan tekanan darah yang hebat. Efek samping bukan karena efek blokade reseptor alfa : iritasi lokal (enek dan muntah pada pemberian oral), sedasi, perasaan lemah dan kelelahan.

Derivat Imidazolin
Derivat imidazolin yang digunakan sebagai -bloker adalah fentolamin (1 dan 2-bloker nonselektif) dan tolazolin ( bloker selektif). FARMAKODINAMIK Masa kerja penghambatan kompetitif lebih pendek dari fenoksibenzamin. Respon terhadap serotonin juga dihambat. Toksisitasnya lebih besar dari fenoksibenzamin. Dosis rendah menimbulkan vasodilatasi karena kerja langsung pada otot polos pembuluh darah. INDIKASI KLINIK Pentolamin (IV atau IM) dan tolazolin (IV, IM atau SK) digunakan untuk krisis hipertensi yang disebabkan oleh feokromositoma. Tolazolin jarang digunakan lagi. EFEK SAMPING Efek samping pentolamin dan tolazolin ialah : (1) gejala stimulasi pada jantung berupa takikardi, aritmia dan angina; (2) gejala stimulasi saluran cerna berupa nausea, muntah, nyeri abdomen, diare dan kambuhnya ulkus peptikum.

1.1.3. Prazosin
Prazosin menghambat reseptor 1 yang memberikan efek vasodilatasi. Pemberian prazosin menyebabkan efek presor epinefrin berubah menjadi efek depresor dan menghambat efek presor NE. Prazosin merupakan 1-bloker yang sangat selektif. Prazosin mengurangi tonus pembuluh darah arteri maupun vena, sehingga mengurangi alir balik vena dan curah jantung. Efek hemodinamiknya yaitu penurunan tekanan arteri; pemnurunan tonus arteri dan vena; curah jantung dan tekanan atrium kanan yang hampir tidak berubah, seperti halnya dengan efek hemodinamik vasodilator langsung misalnya Na-nitroprusid. Penggunaan utama ialah untuk pengobatan hipertensi. Selain itu juga digunakan untuk kelemahan jantung kongestif (sering ditemukan takifilaksis) dan penyakit Raynaud.

1.1.4. Lain-Lain Penghambat Adrenoseptor


1. Alkaloid Ergot Alkaloid ergot secara klinik tidak dapat digunakan sebagai -bloker karena efek ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia. 2. YOHIMBIN Adalah alkaloid tumbuhan Yohimbehe. Merupakan alfa-bloker kompetitif yang cukup selektif untuk reseptor 2. Obat ini dapat meningkatkan pembebasan NE endogen pada dosis yang lebih rendah daripada yang diperlukan untuk memblok reseptor 1 di perifir. Obat ini dengan mudah melewati sawar darah-otak dan dalam dosis kecil (kecil dari dosis yang diperlukan untuk memblok 1- perifir) memblok reseptor 2sentral. Efek sentral berupa perangsangan yang menimbulkan kenaikan tekanan darah dan denyut jantung, hipermotorik dan tremor, dan antidiuresi akibat pembebasan vasopresin. Obat ini juga menghambat reseptor serotonin di perifir dan efek langsung pada pembuluh darah yang lemah. Pemberian yohimbin secara parenteral menimbulkan pengeluaran keringat disertai mual dan muntah. Penggunaan sebagai aprodisiak tidak dapat dibenarkan karena dari segi pertimbangan manfaat-resiko obat ini tidak menguntungkan. 1.2. BETA-BLOKER Termasuk dalam golongan ini ialah asebutolol, atenolol, metoprolol, propranolol, timolol, nadolol, dan lain-lain (lihat Tabel 1.25 dan Tabel 1.26). Prototip golongan ini ialah propranolol. Semua golongan -bloker mempunyai struktur kimia mirip dengan isoproterenol. Afinitas terhadap adrenoseptor ? dari beberapa preparat beta-bloker dapat dilihat pada Tabel 1.25.

Tabel 1.25. Selektivitas/afinitas beberapa beta-bloker (terhadap adrenoseptor ) yang sering digunakan dalam klinik. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Propranolol 1 + 2 5. Metoprolol 1>2 2. Oksprenolol 1 + 2 6. Pindolol 1>2 3. Sotalol 1+2 7. Asebutolol 1>2 4. Timolol 1+2 8. Atenolol 1>2 9. Praktolol 1>2 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tabel 1.26. Jenis-jenis beta-bloker dengan efek-efek farmakodinamiknya.

----------------------------------------------------------------------------------------Aktivitas simpaAktivitas Stapatomimetik bilisasi memintrinsik (ISA) bran (MSA) -----------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Asebutolol + + + 2. Atenolol +++ 3. Metoprolol ++ +/4. Propranolol ++ 5. Timolol +/6. Nadolol 7. Sotalol 8. Pindolol +++ +/9. Karteolol +++ +/10. Oksprenolol ++ + 11. Alprenolol ++ + 12. Labetalol *) + **) + -----------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Juga merupakan alfa-bloker **)Terbatas pada adreneoseptor 2. Nama preparat Kardioselektivitas

FARMAKODINAMIK Beta-bloker menghambat secara kompetitif efek NE dan Epi endogen dan obat adrenergik eksogen pada reseptor beta. Potensi penghambatan efek takikardi isoproterenol digunakan sebagai ukuran dalam penentuan sesuatu obat beta bloker. Efek beta-bloker dapat dilawan dengan pemberian obat adrenergik. Farmakodinamik utama pada beberapa beta-bloker dapat dilihat dalam Tabel 1.28. Asebutolol, atenolol dan metoprolol disebut beta-bloker kardioselektif karena dapat menghambat reseptor beta-1 pada jantung dengan dosis 50-100 x lebih kecil dari dosis yang diperlukan untuk menghambat adrenoseptor beta-2 pada pembuluh darah dan otot polos bronkus. Beta-bloker lainnya disebut beta-bloker nonselektif karena mempunyai afinitas yang sama terhadap reseptor beta-1 dan reseptor beta-2 (Tabel 1.28). Beta-bloker kardioselektif ini tidaklah mutlak karena pada dosis yang cukup tinggi beta-2 juga dihambat. Interaksi beta-bloker dengan adrenoseptor beta tanpa disertai obat adrenergik (seperti epinefrin atau isoproterenol) akan menimbulkan efek adrenergik yang nyata, walaupun lemah; dan aktivitas ini disebut aktivitas agonis parsial (partial agonist activity = PAA) atau disebut juga "intrinsic symphatomimetic activity" = ISA. Obat-obat beta-bloker yang mempunyai PAA atau ISA ini adalah : pindolol, karteolol, oksprenolol, alprenolol dan asebutolol. Beta bloker lainnya tidak mempunyai aktivitas PAA/ISA ini. Beberapa beta-bloker mempunyai membrane stabilizing activity (MSA), atau efek seperti kinidin . Termasuk beta-bloker yang mempunyai aktivitas MSA ini ialah :

propranolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol, karteolol dan labetalol. Potensi MSA propranolol lebih kurang sama dengan lidokain; oksprenolol, 1/2 nya; sedangkan atenolol, timolol, nadolol dan sotalol tidak mempunyai aktivitas ini (Tabel 1.26). Labetalol, selain merupakan beta-bloker nonselektif, juga adalah alfa-1 bloker yang cukup selektif. Ke-empat isomer labetalol mempunyai afinitas yang berbeda-beda terhadap adrenoseptor alfa dan beta. Rasio penghambatan adrenoseptor alfa : beta oleh labetalol dsiperkirakan sekitar 1:7 setelah pemberian IV, dan 1:3 setelah pemberian oral. Labetalol juga mempunyai ISA, tetapi terbatas pada adrenoseptor -2. Blokade reseptor beta-1 memberikan efek : (1) Pada jantung menimbulkan penurunan efek inotropik dan kronotropik, penurunan otomatisitas dan kecepatan konduksi; dan penurunan curah jantung. Penurunan oksigen miokardial dapat memperbaiki angina. (2) Efek metabolik : memblok respons hiperglisemik terhadap Epi. Blokade reseptor beta-2 memberikan efek : (1) pada saluran nafas berupa: bronkokonstriksi, dapat memperberat atau pencetus timbulnya bronkospasme. (2) Vaskuler, berupa : pencegahan dilatasi vena dan arteriol-arteriol organ-organ dalam abdomen, ginjal, paru-paru dan otot skelet yang diperantarai oleh reseptor -2. Efek-efek blokade -beta pada SSP adalah: depresi, mimpi-mimpi, insomnia. Bagaimana mekanismenya ini belum diketahui dengan jelas. INDIKASI KLINIK Indikasi klinik propranolol dan lain-lain beta bloker adalah untuk : (1) Penyakit jantung iskemik: angina pektoris (kurangnya miokard mendapat O2) dapat mencegah perluasan daerah yang infark, bila diberikan segera setelah terjadinya suatu kelemahan katup mitral (MI) akut; menurunkan mortalitas jangka panjang pada setelah MI. (2) Hipertensi. Propranolol dapat bekerja dengan mengurangi pembebasan renin atau NE, atau dengan menurunkan curah jantung. Penggunaan betabloker untuk hipertensi ini dibicarakan khusus dalam seksi 30. (3) Aritmia supraventrikuler atau aritmia ventrikuler. Beta bloker digunkan untuk mengurangi efek katekolamin pada reseptor beta di jantung. Pengobatan hipertensi selanjutnya dapat dilihat dalam seksi 30. (4) (4) Kardiomiopati obstruktif hipertonik. Penyakit ini terjadi akibat aktivitas simpatik meningkat pada kegiatan fisik, dimana kontrkasi miokard meningkatkan obstruksi aliran darah keluar ventrikel yang dapat menimbulkan serangan angina. Beta bloker dapat dimanfaatkan untuk

mengurangi kontraksi miokard pada kegiatan fisik pada penyakit jantung di atas. (5) Profilak pada migren. Propranolol dan beta-bloker tanpa ISA lain dapat digunakan untuk mencegah serangan migren, tetapi tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan migren. Mekanisme kerja pencegahan migren ini belum diketahui dengan jelas. (6) Hipertiroidi (Tirotoksikosis). Beta-bloker dapat digunakan untuk mengatasi gejala adrenergik (seperti peningkatan frekwensi denyut jantung, curah jantung yang besar dan tremor) pada hipertiroidi. Untuk ini lebih baik digunakan sotalol dan nadolol yang tidak banyak dimetabolisme dan waktu paruhnya lebih panjang. (7) Tremor esensial, yang belum diketahui penyebabnya. (8) Pencegahan perdarahan dalam perut pada pasien sirosis. (9) Ansietas. Semua jenis beta-bloker dapat digunakan untuk mengatasi gejalagejala somatik seperti palpitasi dan tremor pada waktu stres. Untuk ini efektivitasnya sama dengan benzodiazepin. Dalam hal ini beta bloker harus digunakan dengan dosis efektif sekecil mungkin. Untuk stres dengan gejala psikis yang lebih dominan, maka benzodiazepin lebih efektif. Beta bloker tidak efektif untuk ansietas kronik dan ansietas dengan gejala somatik yang tidak jelas. (10) Glaukoma. Untuk ini dapat digunakan timolol yang juga tersedia dalam bentuk tetes mata. EFEK SAMPING Efek samping beta bloker dapat berupa : (1) kegagalan jantung kongestif; (2) bradikardi, blok jantung; (3) gejala putus obat: Penghentian obat secara mendadak dapat menimbulkan hipertensi, serangan angina atau insifisiensi mitral; (4) bronkospasme pada penderita asma dan PPOM (penyakit paru obstruktif menahun); (5) pada penderita diabetes melitus beta-bloker akan memblok tanda-tanda hipoglikemia (berkeringat, takikardi) dan respon-respon yang diperantarai oleh katekolamin; (6) SSP: depresi, mimpi-mimpi buruk, dan insomnia; (7) impotensi; (8) bertambahnya gejala klaudikasio pada tungkai. Efek samping yang sering terjadi adalah : (1) kambuhnya kelemahan jantung, (2) bronkospasme. Efek samping lain jarang terjadi. Penggunaan jangka lama dari praktolol dapat menimbulkan ruam kulit, keruskan kornea dan fibrosis intra-abdominal. KONTRAINDIKASI Beta-bloker dikontraindikasikan pada penderita dengan: jantung bendungan", (2) hipotensi, (3) asma, dan (4) Blok AV. (1) "kegagalan

1.2.1. PROPRANOLOL Propraolol merupakan beta-bloker nonselektif, ikatan dengan protein tinggi, 90-95% dimetabolisme di hepar (efek lintas pertama yang nyata) pada pemakaian per oral; metabolit-metabolit yang tidak aktif diekskresi ke dalam urin. 1.2.2. NADOLOL Efek farmakologi, indikasi klinik, dan efek samping Nadolol ini sama dengan propranolol, kecuali : metabolismenya tidak nyata, tetapi diekskresi dalam bentuk tidak berubah, dan mempunyai waktu paruh yang lebih panjang. 1.2.3. TIMOLOL Merupakan beta-bloker nonselektif, mempunyai potensi 5 x lebih kuat dari propranolol. Indikasi klinik ialah untuk pengobatan : (1) Penyakit jantung iskemik, (2) Dalam bentuk obat tetes mata untuk pengobatan glaukoma. Toksisitas sama dengan propranolol; obat tetes mata diabsorpsi dan dapat menyebabkan keracunan sistemik. 1.2.4. PINDOLOL Merupakan beta-bloker nonselektif, mempunyai efek agonis adrenergik lemah dengan bebebrapa aktivitas simpatomimetik, dan efek inotropik dan kronotropik negatifnya lebih lemah dari propranolol. Penggunaan klinis terutama ialah untuk (1) hipertensi, (2) pengobatan angina, dan (3) takiaritmia supraventrikuler. Toksisitas sama seperti propranolol.

1.2.5. METOPROLOL Merupakan beta-bloker kardioselektif (1) relatif; pada pemberian dosis tinggi dapat terjadi efek blokade 2. Indikasi utama ialah: (1)hipertensi, (2)penyakit jantung iskemik dengan penyakit bronkospastik. Toksisitas sama dengan propranolol, tetapi efek bronkokonstriksinya lebih lemah. 1.2.6. ATENOLOL

Sama dengan propranolol, tetapi waktu paruhnya lebih panjang (4 - 6 jam) dan kurang berpenetrasi ke SSP ( toksisitas pada SSP lebih ringan, dibanding dengan propranolol). 2. PENGHAMBAT SARAF ADRNERGIK Obat penghambat saraf adrnergik bekerja menghambat aktivitas saraf adrenergik dengan menggangu sintesis, penyimpanan dan pembebasan NE dan Epi di terminal saraf adrenenergik. Termasuk golongan obat ini ialah: (1) guanetidin dan derivatnya (betanidin, debrisokuin, guanadrel; bretilium) dan (2) reserpin. Prototip golongan ini ialah guanetidin. 2.1. GUANETIDIN DAN BRETILIUM Guanetidin bekerja dengan efek anestesi lokalnya yang menstabilkan membran ujung saraf presinaptik (tanpa menggangu konduksi akson) sehingga ujung saraf ini tidak memberikan respon terhadap perangsangan saraf adrenergik. Hambatan ini dapat total dan berlangsung dengan cepat sekali. Pemberian kronis akan mendeplesi NE dengan lambat dan bertahan berhari-hari setelah obat dihentikan. Penghambatan terhadap reseptor alfa dan beta sama kuat yang menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cepat dan berkurangnya kerja jantung. Obat ini tidak digunakan lagi sebagai antihipertensi karena efek samping kumulatif dan dapat terjadi hipotensi ortostatik yang berat, dan sudah digantikan oleh banyak obat antihipertensi lain. Betanidin, debrisokuin merupakan obat antihipertensi dengan cara kerja sama seperti guanitidin, tetapi masa kerjanya lebih pendek. Bretilium cara kerjanya hampir sama dengan guanitidin. Obat ini hanya dapat digunakan secara parenteral untuk pengobatan takiaritmia ventrkuler atau untuk mengatasi fibrilasi ventrikuler yang berat yang tidak responsif dengan obat lain. 2.2. RESERPIN Reserpin adalah alkaloid yang diperoleh Penggunaan utama ialah sebagai antihipertensi. FARMKODINAMIK Cara kerja reserpin ialah : (1) menghambat secara reversibel mekanisme transpor aktif NE dan amin lain pada membran vesikel adrenergik; (2) menghambat ambilan NE dari sitoplasma; (3) menghambat sintesis NE melalui penghambatan ambilan dopamin dari vesikel. Dopamin dan NE yang tidak diambil ini dirusak oleh MAO. dari Rauwolfia serpentina.

Karena kerja reserpin yang ireversibel, untuk pengembalian kadar katekolamin memerlukan waktu yang lama. Karena itu pemberian berulang akan menyebabkan efek kumulatif, walaupun pemberiannya hanya 1 x seminggu. Selain itu reserpin juga mengosongkan katekolamin dan 5-HT dimedula adrenal, otak dan organ-organ lain. Efek antihipertensi : Efek penghambatan aktivitas adrenergik menyebabkan penurunan tekanan darah yang berlangsung lambat disertai takikardi serta penrunan resistensi perifir (terutama pada waktu berbaring). Efek sentral : menimbulkan sedasi dan sikap tidak acuh terhadap sekitarnya. Efek sentral ini diduga karena deplesi katekolamin dan 5-HT di SSP. Penggunaan dosis tinggi dalam jangka lama dapat menimbukan gejala ekstrapiramidal. EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI Efek samping yang utama ialah terhadap SSP dan saluran cerna. Efek samping dapat berupa : (1) sedasi, (2) depresi mental yang berat dan mimpi-mimpi buruk sudah dapat terjadi pada dosis 0,25 mg; (3) gangguan ekstrapiramidal (jarang terjadi pada dosis untuk antihipertensi); (4) peningkatan tonus dan motilitas saluran cerna, yang disertai spasme dan diare, dan sekresi asam lambung meningkat; (5) peningkatan berat badan; (6) kemerahan dan kongesti nasal (dapat menimbulkan gangguan nafas yang berat pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mendapat reserpin). KONTRAINDIKASI Reserpin tidak boleh diberikan pada: (1) penderita dengan riwayat depresi mental, dan harus dihentikan bila pada pemakaiannya timbul gejala depresi, (2) adanya riwayat ulkus peptikum, dan pemberian harus dihentikan bila pada pemberiannya menimbulkan gejala ulkus peptikum. 3. ADRENOLITIK SENTRAL Termasuk dalam golongan ini ialah : klonidin dan metildopa yang bekerja menghambat perangsangan neuron adrenergik sentral di SSP yang mengatur aktivitas simpatis perifir. Penggunan utama obat ini ialah sebagai antihipertensi (lihat seksi 30).

-.-

Anda mungkin juga menyukai