Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tanjung Kupang
Tanggal Pemeriksaan : 05 Juli 2018
2. Anamnesis (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama
Mata kiri merah dan penglihatan kabur sejak 3 hari yang lalu.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C
b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
KBM Ortoforia
GBM
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gram dan KOH
Pemeriksaan kultur dan resistensi
5. Diagnosis Kerja
• Ulkus Kornea Sentral ec bakteri
• Ulkus Kornea Sentral ec jamur
• Ulkus Kornea Sentral ec virus
6. Diagnosis Kerja
Ulkus Kornea Sentralis Cum Hipopion OS ec Susp Bakteri
7. Tatalaksana
o Informed consent
o Masuk Rumah Sakit / Rawat Inap
o Debridement + Spooling RL-Povidone Iodine
o KIE
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan tentang prognosis
penyakit sehingga pasien tidak mengalami kecemasan yang berlebih
Meminta pasien untuk menjaga hygiene diri terutama tangan
Menjelaskan pada pasien untuk tidak menggosok-gosok mata karena
akan memperparah ulkus
4
8. Prognosis
• Okuli Dekstra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : bonam
• Okuli Sinistra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : dubia ad malam
ANALISIS KASUS
5
Pasien datang dengan riwayat kemasukan bubuk semen putih pada mata yang tidak
diobati secara adekuat. Sebelum berobat ke dokter, pasien sempat merendam matanya
dengan air garam dan meneteskan matanya dengan air seni. Pasien juga sering menggosok-
gosok matanya dengan tangan pada saat kemasukan benda asing sehingga beresiko untuk
menimbulkan lecet pada kornea (erosi kornea). Erosi kornea yang ditimbulkan akibat
gesekan antara benda asing dan permukaan kornea akan berlanjut menjadi keratitis akibat
pengobatan yang tidak adekuat. Mata yang ditetesi dengan air seni juga berpotensi untuk
meningkatkan risiko kontaminasi bakteri, sehingga erosi berubah menjadi keratitis.
Semenjak satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan adanya bintik putih di mata,
disertai dengan silau, nyeri, susah membuka mata, dan mata berair-air. Dari gejala dan
tanda yang terdapat pada pasien diagnosis mulai mengarah ke ulkus kornea, mengingat
adanya erosi dan keratitis yang mendahului. Gejala khas dari ulkus kornea adalah silau
(akibat cahaya yang terdispersi karena kornea sebagai media refraksi sudah tidak bekerja
seperti seharusnya), susah membuka mata (blefarospasme) dan mata berair-air. Untuk
membedakan ulkus dari sekadar erosi atau keratitis juga dilakukan fluorenscein test, di
mana didapatkan pewarnaan hanya berada di tepi lesi, ciri khas dari hasil FT ulkus.
Ulkus kornea paling banyak disebabkan oleh 3 jenis mikroorganisme, yaitu bakteri,
jamur, dan virus. Dari gambaran ulkus dapat ditemukan ulkus yang berbatas tegas, tidak
ada lesi satelit, berbentuk bulat, memiliki dasar yang bersih, dan tanda-tanda peradangan
mata yang tidak terlalu hebat. Gambaran ulkus di atas mengarah ke ulkus kornea ec susp
infeksi bakteri. Berbeda dengan ulkus kornea akibat bakteri, ulkus kornea jamur akan
memiliki gambaran ulkus yang tidak tegas, disertai dengan lesi satelit akibat hifa-hifa
jamur, biasanya disertai dengan riwayat kemasukan tumbuh-tumbuhan (seperti pelentingan
padi), endothel plaque (+) dan dengan dasar ulkus yang kotor serta gejala peradangan yang
lebih berat. Ulkus kornea virus biasanya memiliki bentukan ulkus geografis / ulkus
dendritik, serta disertai dengan hasil tes sensibilitas kornea yang menurun.
Pada kedua mata pasien juga ditemukan pterygium, yaitu kelainan degeneratif
konjungtiva yang berupa pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dari arah
konjungtiva yang mencapai kornea. Pterygium mata kanan berada pada grade III, di mana
cap dari pterygium sudah mencapai tepi pupil, sedangkan pterygium mata kiri baru berada
pada grade I di mana cap dari pterygium masih tipis dan mencapai tepi limbus. Pterygium
dapat didiagnosis banding dengan pseudopterygium, namun pada pseudopterygium lokasi
lesi bisa berada di setiap tempat dari mata (tidak harus dan khas di regio interpalpebra) dan
biasanya didapati riwayat trauma sebelumnya.
6
Untuk tatalaksana pada pasien ini kita sebagai dokter menganjurkan pasien untuk
dirawat inap karena pasien ini memenuhi salah satu dari kriteria rawat inap untuk penderita
ulkus kornea, yaitu ulkus kornea di sentral kornea atau ulkus kornea sentralis. Sebelum
dilakukan terapi medikamentosa, dilakukan terlebih dahulu debridement dengan
keratektomi untuk membersihkan kornea dari sel-sel yang sudah mati dengan tujuan
mempercepat reepitelisasi, menambah penetrasi obat tetes yang akan diberikan, dan
menghilangkan sumber oksidan yang mampu merusak sel-sel di bawahnya. Setelah itu
pasien dilakukan spooling dengan RL-povidone iodine secara rutin 2 kali sehari.
Untuk terapi medikamentosa diberikan antibiotik spektrum luas sembari menunggu
hasil pemeriksaan gram, kultur dan resistensi, yaitu antibiotik golongan floroquinolone
generasi ke-4 Levofloxacin yang memiliki aksi kerja spektrum luas. Untuk awal dari terapi
diberikan antibiotik secara frequent, yaitu 1 tetes tiap jam. Diberikan juga siklopegia,
sulfas atropin 3x 1 hari untuk mengistirahatkan mata, mengurangi gejala fotofobia, serta
sebagai obat yang memiliki efek anti radang. Artificial tears diberikan untuk
menambahkan kenyamanan pasien, mengingat juga terjadi kerusakan produksi komponen
air mata pada kasus ulkus kornea.
Setelah ulkus kornea sembuh, maka baru akan ditatalaksana pterygium yang juga
diderita pasien dengan eksisi pterygium disertai dengan autograft konjungtiva untuk
mencegah rekurensi dari pterygium.
LAMPIRAN
7